Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis

bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan

gangguan pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia (Keliat, 2011).

Gangguan jiwa adalah adalah gangguan yang mengenai satu atau lebih fungsi

jiwa. Gangguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya

emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera).

Gangguan jiwa ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita dan

keluarganya (Stuart & Sundeen, 2008).

Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO) dalam Yosep

(2013), ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan jiwa.

Penderita gangguan jiwa berat dengan usia di atas 15 tahun di Indonesia

mencapai 0,46%. Hal ini berarti terdapat lebih dari 1 juta jiwa di Indonesia

yang menderita gangguan jiwa berat. Berdasarkan data tersebut diketahui

bahwa 11,6% penduduk Indonesia pada tahun 2013 jumlah yang menderita

gangguan jiwa mencapai 1,7 juta (Riskesdas, 2013).

Prevalensi gangguan jiwa di Jawa Tengah mencapai 3,3 % dari seluruh

populasi yang ada (Balitbangkes, 2008). Berdasarkan data dari dinas kesehatan

Provinsi Jawa Tengah tercatat ada 1.091 kasus yang mengalami gangguan jiwa

1
2

dan beberapa dari kasus tersebut hidup dalam pasungan. Angka tersebut

diperoleh dari pendataan sejak Januari hingga November 2012.

Sedikitnya ada 1.708 warga Kabupaten Kendal mengalami gangguan

jiwa pada tahun 2011. Data Dinas Kesehatan sebagaimana dilansir

menyebutkan gangguan jiwa tersebut, sebanyak 622 orang mengalami

gangguan jiwa berat (psikotik) dan 899 orang masuk kategori gangguan jiwa

ringan, 125 orang menderita epilepsi, dan 67 orang dengan kasus

keterbelakangan mental.

Gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan yang sangat

signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah penderita

gangguan jiwa bertambah. Kesehatan Jiwa merupakan suatu kondisi yang

memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal

dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang

lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan

memperhatikan semua segi-segi dalam kehidupan manusia dan dalam

hubungannya dengan manusia lain (Siti Saidah, 2013). Gejala utama atau

gejala yang menonjol pada gangguan jiwa terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi

penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik), di lingkungan sosial

(sosiogenik) ataupun psikis (psikogenik), Biasanya tidak terdapat penyebab

tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang

saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbulah

gangguan badan ataupun jiwa (Maramis, 2010).


3

Orang yang mengalami gangguan jiwa dapat berdampak pada

penanganan gangguan jiwa yang kurang tepat. Kalau kita lihat dari stigma yang

dialami oleh penderita gangguan jiwa, maka dampak dilihat dari sisi

pengobatan yaitu terdapat 2 kelompok. Kelompok pertama penanganan pada

klien dengan stigma bahwa orang yang menderita gangguan jiwa karena

kesurupan sedangkan stigma yang kedua adalah bahwa penderita gangguan

jiwa merupakan Aib keluarga (Maramis, 2010).

Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang dilakukan

Kementerian Kesehatan pada 2010, prevalensi masalah mental emosional

yakni depresi dan ansietas ada sebanyak 11,60 persen dari jumlah penduduk

Indonesia atau sekitar 24.708.000 jiwa. Kemudian prevalensi gangguan jiwa

berat yakni psikosis ada sekitar 0,46 persen dari jumlah penduduk Indonesia

atau sekitar 1.065.000 juta jiwa. Sebanyak 70 % klien dengan gangguan jiwa

yang datang ke RSJ dengan kondisi tidak terawat atau mengalami gangguan

perawatan diri. Kondisi klien datang dengan pakaian yang kumal, tubuh yang

bau, rambut kumal dan adanya kerusakan kulit (Riskesdas, 2010).

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene yaitu

dampak fiisk dan psikososial. Dampak fisik seperti gangguan integritas kulit,

gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan

gangguan fisik pada kuku. Dampak psikososial yaitu gangguan kebutuhan rasa

nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi

diri dan gangguan interaksi sosial. Personal hygiene adalah suatu tindakan

untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan


4

phisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak

mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto&Wartonah

2010).

Perawatan diri merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk

mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis (Hidayat,

2009). Keluarga sangat berperan dalam fase pemulihan sehingga keluarga

diharapkan terlibat dalam penanganan penderita sejak awal perawatan

(Mulyatsih, 2008). Friedman (2010) menyatakan bahwa keluarga sangat

mendukung masa penyembuhan dan pemulihan pasien dengan gangguan jiwa.

David Reiss (1981) dalam Friedman (2010) berpendapat bahwa keluarga

memiliki struktur nilai, norma dan budaya yang mempengaruhi segala tindakan

yang akan dilakukan oleh keluarga. Nilai dari keluarga dan sistem keyakinan

membentuk tingkah laku dalam menghadapi masalah-masalah yang ada dalam

keluarga. Keyakinan dan nilai keluarga menentukan bagaimana sebuah

keluarga akan mengatasi masalah kesehatan. Dukungan keluarga adalah suatu

bentuk hubungan interpersonal yang melindungi seseorang dari efek stres yang

buruk (Kaplan&Sadock, 2008).

Keluarga merupakan support sistem utama bagi pasien yang mengalami

gangguan jiwa dalam mempertahankan kesehatannya. Peranan keluarga dalam

merawat pasien gangguan jiwa yaitu menjaga atau merawat, mempertahankan

dan meningkatkan status mental, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi

serta memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spritual bagi pasien

(Maryam, 2008). Adanya dukungan keluarga akan memberikan kekuatan dan


5

menciptakan suasana saling memiliki. Dukungan keluarga adalah suatu bentuk

perilaku melayani yang dilakukan oleh keluarga baik dalam bentuk dukungan

emosional, penghargaan atau penilaian, informasional dan instrumental

(Friedman, 2010).

Hasil penelitian Iklima (2010) menunjukkan bahwa peran orang tua dan

keluarga sangat dibutuhkan dalam proses penyembuhan pasien. Dengan adanya

peran tersebut, pasien akan merasa dirinya diperhatikan, disayang, dan pasien

tidak merasa dibuang atau tidak dibutuhkan oleh keluarga dan orang tua.

Penelitian yang sama dilakukan oleh Setyani (2016) tentang hubungan antara

dukungan keluarga terhadap kemandirian perawatan diri pada anak retardasi

mental di SLB C Karya Bhakti Purworejo didapatkan hasil sebagian besar

dukungan keluarga dalam kategori cukup 15 responden (50,0%). Sebagian

besar memiliki kemandirian perawatan diri pada anak retardasi mental dalam

kategori cukup 17 responden (56,7%).

Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 2 Desember

2016, wawancara dengan 8 anggota keluarga yang sedang mengantar pasien

jiwa melakukan pengobatan di poliklinik RSUD Dr. H. Soewondo Kendal, 5

orang mengatakan mereka membantu dan memberikan dukungan penuh pada

anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, mengantar untuk kontrol

dan selalu sedia mendampingi pasien dan 3 orang mengatakan mengantar

pasien karena terpaksa. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh

peneliti, adakah hubungan dukungan keluarga dengan perawatan diri (Self

Care) pada pasien gangguan jiwa.


6

B. Rumusan masalah

Gangguan jiwa berdampak pada perawatan diri yang kurang, sehingga

keluarga mempunyai peranan yang penting untuk memotivasi pasien

melakukan perawatan diri supaya pasien terlihat bersih. Peranan keluarga

dalam merawat pasien gangguan jiwa yaitu menjaga atau merawat,

mempertahankan dan meningkatkan status mental, mengantisipasi perubahan

sosial ekonomi serta memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan

spritual bagi pasien. Keluarga adalah orang yang paling dekat dengan pasien,

Dari masalah tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul hubungan dukungan keluarga dengan perawatan diri (Self Care)

pada pasien gangguan jiwa di poli jiwa RSUD Dr. H. Soewondo Kendal.

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan perawatan diri (self

care) pada pasien gangguan jiwa di poli jiwa RSUD Dr. H. Soewondo

Kendal.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik keluarga meliputi umur, pendidikan,

pekerjaan dan pendapatan.

b. Mengidentifikasi tingkat dukungan keluarga (emosional, penghargaan,

materi, informasi) di poli jiwa RSUD Dr. H. Soewondo Kendal


7

c. Mengidentifikasi tingkat perawatan diri (Self Care) pada pasien

gangguan jiwa di poli jiwa RSUD Dr. H. Soewondo Kendal

d. Menganalisis hubungan antara dukungan keluarga (emosional,

penghargaan, materi, informasi) dengan perawatan diri (Self Care) pada

pasien gangguan jiwa di poli jiwa RSUD Dr. H. Soewondo Kendal

D. Manfaat penelitian

1. Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk mengembangkan dan

menambah pengetahuan yang telah ada mengenai hubungan antara

dukungan keluarga (emosional, penghargaan, materi, informasi) dengan

perawatan diri (Self Care) pada pasien gangguan jiwa.

2. Praktis

1. Dengan adanya penelitian diharapkan masyarakat selalu memberikan

dukungan kepada pasien gangguan jiwa dengan memperhatikan

keadaannya, membantu dalam memecahkan masalah dan selalu ada

waktu untuknya.

2. Memberikan dukungan kepada pasien dan keluarga supaya mau

melakukan pengobatan secara rutin dan bisa sembuh lagi.

3. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menyusun

skripsi selanjutnya yang berhubungan dengan dukungan keluarga dengan

perawatan diri (Self Care) pada pasien gangguan jiwa


8

E. Keaslian penelitian

No Nama Judul Desain Hasil Perbedaan


1 Widaryati Dukungan Deskriptif Ada hubungan Variabel
(2010) keluarga korelasi antara penelitian
dengan Dukungan dukungan
pelaksanaan keluarga dengan keluarga
mobilisasi pelaksanaan dengan
pada pasien mobilisasi pada perawatan diri
pasca operasi pasien pasca (Self Care),
appendicitis operasi tempat
di RS PKU appendicitis pelaksanaan
Muhammadi di RS PKU penelitian di
yah Muhammadiyah poli jiwa
Yogyakarta Yogyakarta RSUD Dr. H.
Soewondo
Kendal
2 Arum sari Hubungan Deskriptif Ada Hubungan Variabel
(2015) antara du korelasi antara du penelitian
kungan kungan keluarga dukungan
keluarga dan dan keluarga
mobilisasi mobilisasi dini dengan
dini pada ibu pada ibu nifas di perawatan diri
nifas di RSU RSU (Self Care),
Dr.Wahidin Dr.Wahidin tempat
Sudiro Sudiro Husodo pelaksanaan
Husodo penelitian di
poli jiwa
RSUD Dr. H.
Soewondo
Kendal
3 Pratama N Hubungan Deskriptif Dalam proses Variabel
(2016) antara korelasi penelitian
dukungan dukungan
keluarga keluarga
dengan dengan
perawatan perawatan diri
diri (Self (Self Care),
Care) pada tempat
pasien pelaksanaan
gangguan penelitian di
jiwa di poli poli jiwa
jiwa RSUD RSUD Dr. H.
Dr. H. Soewondo
Soewondo Kendal
Kendal
9

Anda mungkin juga menyukai