Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Salah satu penentu dalam keberhasilan perkembangan adalah konsep diri. Konsep diri
(self consept) merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang
kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga dapat
digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya.
Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi
orang tersebut. Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang.
Perkembangan yang berlangsung kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang
bersangkutan.
Segala keberhasilan banyak bergantung kepada cara individu memandang kualitas
kemampuan yang dimiliki. Pandangan dan sikap negatif terhadap kualitas kemampuan yang
dimiliki mengakibatkan individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang sulit untuk
diselesaikan, maka dari itu sangatlah penting untuk seorang perawat memahami konsep diri.
Memahami diri sendiri terlebih dahulu baru bisa memahami klien.

2. TUJUAN PENULISAN
Memahami Konsep Diri
Memahami Komponen-komponen Konsep Diri
Memahami Macam-macam Konsep Diri
Memahami Dimensi-dimensi Konsep Diri
Memahami Perkembangan Konsep Diri
Memahami Faktor-faktor yang Mempengaruhi dalam Konsep Diri
Memahami.Peran Konsep dalam Perilaku Aktualisasi Diri

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konsep Diri


Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik dan menerapkan system terbuka serta
saling berinteraksi. Manusia selaulu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan hidupnya.
Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu untuk dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, keadaan ini disebut dengan sehat. Sedangkan seseorang dikatakan sakit apabila
gagal dalam mempertahankan keseimbangan diri dan lingkungannya. Sebagai makhluk social,
untuk mencapai kepuasana dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal
positif Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang diri, misalnya saya kuat dalam
matematika.
Konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan percampuran yang kompleks dari
perasaan, sikap & persefsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri memberikan kita kerangka
acuan yang mempengaruhi manajemen kita terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang
lain. Kita mulai membentuk konsep diri saat usia muda. Masa remaja adalah waktu yang kritis
ketika banyak hal secara kontinu mempengaruhi konsep diri. Jika seseorang mempunyai masa
kanak-kanak yang aman dan stabil, maka konsep diri masa remaja anak tersebut secara
mengejutkan akan sangat stabil. Ketidaksesuaian antara aspek tertentu dari kepribadian dan
konsep diri dapat menjadi sumber stres atau konflik.
Konsep diri dan persepsi tentang kesehatan sangat berkaitan erat satu sama lain. Klien
yang mempunyai keyakinan tentang kesehatan yang baik akan dapat meningkatkan konsep diri.
Termasuk persepsi indvidu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan
lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya.
Lebih menjelaskan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh :
fisikal, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual.
Konsep diri belum ada saat dilahirkan, tetapi dipelajari dari pengalaman unik melalui
eksplorasi diri sendiri hubungan dengan orang dekat dan berarti bagi dirinya. Dipelajari melalui
kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Pandangan individu tentang
dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya.
Konsep diri berkembang dengan baik apabila : budaya dan pengalaman di keluarga dapat
memberikan perasaan positif, memperoleh kemampuan yang berarti bagi individu / lingkungan
dan dapat beraktualissasi, sehingga individu menyadari potensi dirinya. Respons individu
terhadap konsep dirinya berfluktuasi sepanjang rentang konsep diri yaitu dari adaptif sampai
maladaptive.
Beberapa Pengertian konsep diri menurut para ahli :
Menurut Burns (1982),
konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri. Sedangkan
Pemily (dalam Atwater, 1984), mendefisikan konsep diri sebagai sistem yang dinamis dan
kompleks diri keyakinan yang dimiliki seseorang tentang dirinya, termasuk sikap, perasaan,
persepsi, nilai-nilai dan tingkah laku yang unik dari individu tersebut.
Stuart dan Sudeen (1998),
konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu
tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain.
Seifert dan Hoffnung (1994)
mendefinisikan konsep diri sebagai suatu pemahaman mengenai diri atau ide tentang konsep
diri.
Cawagas (1983)
menjelaskan bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisiknya,
karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya, kelebihannya atau kecakapannya,
kegagalannya, dan sebagainya.
Santrock (1996)
menggunakan istilah konsep diri mengacu pada evaluasi bidang tertentu dari konsep diri.
Atwater (1987)
menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi
seseorang tentang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan
dirinya.
Secara keseluruhan disimpulkan bahwa konsep diri adalah cara seseorang untuk melihat dirinya
secara utuh dengan semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu
dalam berhubungan dengan orang lain.

B. Komponen-komponen Konsep Diri

Konsep diri terdiri dari Citra Tubuh (Body Image), Ideal Diri (Self ideal), Harga Diri
(Self esteem), Peran (Self Rool) dan Identitas(self idencity).
a. Citra Tubuh (Body Image)
Body Image (citra tubuh) adalah sikap individu terhadap dirinya baik disadari maupun
tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai ukuran dan dinamis karena
secara konstan berubah seiring dengan persepsi dan pengalaman-pengalaman baru.

Body image berkembang secara bertahap selama beberapa tahun dimulai sejak anak
belajar mengenal tubuh dan struktur, fungsi, kemampuan dan keterbatasan mereka. Body image
(citra tubuh) dapat berubah dalam beberapa jam, hari, minggu ataupun bulan tergantung pada
stimuli eksterna dalam tubuh dan perubahan aktual dalam penampilan, stuktur dan fungsi (Potter
& Perry, 2005).
b. Ideal Diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya bertingkah laku
berdasarkan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang
diinginkan/disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang diraih. Ideal diri akan
mewujudkan cita-cita ataupun penghargaan diri berdasarkan norma-norma sosial di masyarakat
tempat individu tersebut melahirkan penyesuaian diri. Ideal diri berperan sebagai pengatur
internal dan membantu individu mempertahankan kemampuan menghadapi konflik atau kondisi
yang membuat bingung. Ideal diri penting untuk mempertahankan kesehatan dan keseimbangan
mental.

Pembentukan ideal diri dimulai pada masa anak-anak dipengaruhi oleh orang yang dekat
dengan dirinya yang memberikan harapan atau tuntunan tertentu. Seiring dengan berjalannya
waktu individu menginternalisasikan harapan tersebut dan akan membentuk dari dasar ideal diri.
Pada usia remaja, ideal diri akan terbentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan
teman. Pada usia yang lebih tua dilakukan penyesuaian yang merefleksikan berkurangnya
kekuatan fisik dan perubahan peran serta tanggung jawab.
c. Harga Diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisis
seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga diri diperoleh dari diri
sendiri dan orang lain yaitu : dicintai, dihormati dan dihargai. Mereka yang menilai dirinya
positif cenderung bahagia, sehat, berhasil dan dapat menyesuaikan diri, sebaliknya individu akan
merasa dirinya negative, relatif tidak sehat, cemas, tertekan, pesimis, merasa tidak dicintai atau
tidak diterima di lingkungannya (Keliat BA, 2005).

Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian. Harga diri akan
meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Harga diri akan sangat mengancam pada saat
pubertas, karena pada saat ini harga diri mengalami perubahan, karena banyak keputusan yang
harus dibuat menyangkut dirinya sendiri.

d. Peran
Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan oleh
masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu di dalam kelompok sosial. Setiap orang
disibukkan oleh beberapa peran yang berhubungan dengan posisi pada tiap waktu sepanjang daur
kehidupannya. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan
cocok dengan ideal diri.
e. Identitas Diri
Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh individu dari
observasi dan penilaian dirinya, menyadari bahwa individu dirinya berbeda dengan orang lain.
Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda
dengan orang lain, dan tidak ada duanya. Identitas berkembang sejak masa kanak-kanak,
bersamaan dengan berkembangnya konsep diri. Dalam identitas diri ada otonomi yaitu mengerti
dan percaya diri, respek terhadap diri, mampu menguasai diri, mengatur diri dan menerima diri.

C. Macam-macam Konsep Diri


Ada dua macam konsep diri, yaitu :
Konsep diri negatif : peka pada kritik, responsif sekali pada pujian, hiperkritis, cenderung
merasa tidak disenangi orang lain, bersikap pesimitis pada kompetensi.
Konsep diri positif : yakin akan kemampuan mengatasi masalah, merasa setara dengan
orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar akan keinginan dan perilaku tidak selalu
disetujui oleh orang lain, mampu memperbaiki diri.
Hal-hal yang perlu dipahami tentang konsep diri adalah :
1. Dipelajari melalui pengalaman dan interaksi individu dengan oranglain.
b.Berkembang secara bertahap.
2. Ditandai dengan kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan(positif).
3. Negatif ditandai dengan hubungan individu dan sosial yang mal adaptif.
4. Merupakan aspek kritikal yang mendasar dan pembentukan perilaku individu.
Hal-hal yang penting dalam konsep diri adalah :
1. Nama dan panggilan anak.
2. Pandangan individu terhadap orang lain.
3. Suasana keluarga yang harmonis.
4. Penerimaan keluarga.

D. Dimensi - Dimensi Dalam Konsep Diri


Williams Fitts (dalam agustiani, 2006) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu
sebagai berikut:
1. Dimensi Internal
Dimensi Internal atau yang disebut juga kerangka acuan (internal frame of reference) adalah
penilaian yang dilakukan individu yakni penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya
sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya.

Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk:


a. Diri identitas (identity sett)
Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada
pertanyaan, "Siapakah saya?" Dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol
yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan
dirinya dan membangun identitasnya, misalnya "Saya x". Kemudian dengan bertambahnya usia
dan interaksi dengan lingkungannya, pengetahuan individu tentang dirinya juga bertambah,
sehingga ia dapat melengkapi keterangan tentang dirinya dengan halhal yang lebih kompleks,
seperti "Saya pintar tetapi terlalu gemuk " dan sebagainya.

b. Diri Pelaku (behavioral self)


Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan segala
kesadaran mengenai apa yang dilakukan oleh diri. Selain itu bagian ini berkaitan erat dengan diri
identitas. Diri yang adekuat akan menunjukkan adanya keserasian antara diri identitas dengan
diri pelakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima, baik diri sebagai identitas maupun
diri sebagai pelaku. Kaitan dari keduanya dapat dilihat pada diri sebagai penilai.

c. Diri Penerimaan/penilai (judging self)


Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah
sebagai perantara mediator) antara diri identitas dan diri pelaku. Manusia cenderung memberikan
penilaian terhadap apa yang dipersepsikannya. Oleh karena itu, label-label yang dikenal pada
dirinya bukanlah semata-mata menggambarkan dirinya tetapi juga sarat dengan nilai-nilai.
Selanjutnya, penilaian ini lebih berperan dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkannya.
Diri penilai menentukan kepuasan seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang
menerima dirinya. Kepuasan diri yang rendah akan menimbulkan harga diri (self esteem) yang
rendah pula dan akan mengembangkan ketidakpercayaan yang mendasar pada dirinya.
Sebaliknya, bagi individu yang memiliki kepuasan diri yang tinggi, kesadaran dirinya lebih
realistis, sehingga lebih memungkinkan individu yang bersangkutan untuk merupakan keadaan
dirinya dan memfokuskan energi serta perhatiannya ke luar diri, dan pada akhirnya dapat
berfungsi lebih konstruktif. Ketiga bagian internal ini mempunyai peranan yang berbeda-beda,
namun saling melengkapi dan berinteraksi membentuk suatu diri yang utuh dan menyeluruh.

2. Dimensi Eksternal
Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-
nilai yang dianutnya, serta halhal lain di luar dirinya. Dimensi ini merupakan suatu hal yang luas,
misalnya diri yang berkaitan dengan sekolah, organisasi, agama, dan sebagainya. Namun,
dimensi yang dikemukakan oleh Williams Fitts adalah dimensi eksternal yang bersifat umum
bagi semua orang, dan dibedakan atas lima bentuk, yaitu:

a. Diri Fisik (physical self)


Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik. Dalam hal ini
terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek,
menarik, tidak menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, kurus).

b. Diri etik-moral (moral-ethical self)


Bagian ini merupakan perspsi seseorang terhadap dirinya dilihat Dari standar pertimbangan nilai
moral dan etika. Maka ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan,
kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya,
yang muliputi batasan baik dan buruk.
c. Diri Pribadi (personal self)
Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini
tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh
sejauhmana individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya
sebagai pribadi yang tepat.

d. Diri Keluarga (family self)


Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai
anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan seberapa jauh seseorang merasa adekuat terhadap
dirinya sebagai anggota keluarga, Serta terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya
sebagai anggota dari suatu keluarga.

e. Diri Sosial (social self)


Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun
lingkungan di sekitarnya. Pembentukan penilaian individu terhadap bagian-bagian dirinya dalam
dimensi eksternal ini dapat dipengaruhi oleh penilaian dan interaksinya dengan orang lain.
Seseorang tidak dapat begitu saja menilai bahwa ia memiliki fisik yang baik tanpa adanya reaksi
dari orang lain yang memperlihatkan bahwa secara fisik ia memang menarik. Demikian Pula
seseorang tidak dapat mengatakan bahwa dirinya memiliki diri pribadi yang baik tanpa adanya
tanggapan atau reaksi orang lain di sekitarnya yang menunjukkan bahwa dirinya memang
memiliki pribadi yang baik.

E. Perkembangan Konsep Diri

Puspitasari (2007), mengatakan bahwa konsep diri merupakan sebuah proses yang
berkelanjutan, proses menilai yang bersifat organismik, bukan lagi bersifat statis tetapi mampu
untuk menyesuaikan kembali dan berkembang sebagai pengalaman-pengalaman baru yang
terintegrasikan. Konsep diri berkembang sesuai dengan perkembangan diri jiwa seseorang,
maupun dari pengalaman-pengalaman yang seseorang temukan.
Menurut Symonds (2008), mengatakan bahwa persepsi tentang diri tidak langsung
muncul pada saat kelahiran, tetapi mulai berkembang secara bertahap dengan munculnya
kemampuan perseptif. Persepsi tentang diri yang ada pada remaja akan berkembang sesuai
dengan tahapan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri yang
dimiliki manusia tidak terbentuk secara instan, melainkan dengan proses belajar sepanjang hidup
manusia. Ketika individu lahir, individu tidak memiliki pengetahuan tentang dirinya, tidak
memiliki harapan yang ingin dicapainya serta tidak memiliki penilaian terhadap dirinya. Konsep
diri berasal dan berkembang sejalan pertumbuhan, terutama akibat hubungan dengan individu
lain.
Dalam berinteraksi, setiap individu akan menerima tanggapan. Tanggapan yang diberikan
dijadikan cermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri. Pada akhirnya
individu mulai bisa mengetahui siapa dirinya, apa yang diinginkannya serta dapat melakukan
penilaian terhadap dirinya.

F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dalam Konsep Diri

Rahmat (dalam Wijaya 2000) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah:

a. Orang Lain
Tidak semua orang memiliki pengaruh yang sama pada masing-masing diri individu,
tetapi yang paling berpengaruh pada diri individu tersebut adalah orang-orang terdekat seperti
orang tua, saudara dan orang yang tinggal satu rumah dengan individu yang bersangkutan karena
memiliki hubungan yang emosional.

b. Kelompok Rujukan
Setiap kelompok memiliki norma-norma tertentu dimana ada kelompok yang secara
emosional mengikat individu dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri.

Menurut Hurlock (dalam Wijaya 2000) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi konsep
diri adalah:

a. Usia Kematangan
Individu yang matang lebih awal yang diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa,
mengembangkan konsep diri yang menyenangkan. Individu yang matang terlambat yang
diperlakukan seperti anak-anak mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan.

b. Penampilan Diri
Penampilan diri yang berbeda membuat individu merasa rendah diri meskipun perbedaan
yang ada menambah daya tarik fisik. Setiap cacat fisik merupakan hal yang memalukan yang
mengakibatkan perasaan rendah diri.sebaliknya daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang
menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah dukungan sosial.

c. Jenis Kelamin
justify;"> Jenis Kelamin dalam penampilan diri, minat dan prilaku membantu individu
mencapai konsep diri yang baik. Jika membuat individu sadar diri dan hal ini memberi akibat
buruk pada prilakunya.

d. Nama Dan Julukan


Individu merasa malu jika teman-teman sekelompok menilai namanya buruk atau jika
mereka memberikan julukan bernada cemooh.

e. Hubungan Keluarga
Seseorang yang mempunyai hubungan yang sangat erat dengan anggota keluarga
mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang
sama. Bila tokoh ini sesama jenis individu akan tergolong untuk mengembangkan konsep diri
yang layak untuk dirinya.

f. Teman Sebaya
Teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian individu dalam 2 cara yang pertama,
konsep diri individu merupakan cerminan dari anggapan mengenai konsep teman tentang
dirinya. Kedua, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui
oleh kelompoknya.

g. Kreatifitas
Individu yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatifitas dalam melakukan tugas-
tugas akademik, mengembangkan perasaan individualitas dan identitas yang mempengaruhi
konsep dirinya.

h. Cita-cita
Bila cita-cita yang tidak realistis, ia akan mengalami kegagalan. Sedangkan individu yang
memiliki cita-cita yang realistis akan menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasan diri yang
lebih besar untuk memberikan konsep diri yang baik.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi konsep
diri adalah: keluarga dan lingkungan. Keluarga adalah orang tua yang berpengaruh besar
terhadap perkembangan konsep diri individu. Kemudian lingkungan sangat berpengaruh,
terutama bagi orang yang mempunyai arti khusus bagi diri individu, orang lain, kelompok
rujukan, usia kematangan, penampilan diri, jenis kelamin, nama dan julukan, hubungan keluarga,
teman sebaya, kreatifitas, cita-cita.

G. Peran Konsep dalam Perilaku Aktualisasi Diri


Roger (Coulhorn, 1990) mengatakan bahwa meskipun diri mempunyai tendensi in
heren untuk mengaktualisasikan diri, namun sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungan,
khususnya oleh lingkungan sosial. Pengalaman pada masa kanak-kanak memiliki peranan yang
sangat besar dalam menentukan keberhasilan individu tersebut untuk mengaktualisasikan
diri. Sebagai bagian dari konsep diri, individu juga akan
mengembangkan gambaran akan menjadi siapa atau mungkin ingin menjadi siapa dirinya
nanti (diri ideal). Gambaran-gambaran itu dibentuk
sebagai akibat dari bertambah kompleksnya interaksi-interaksi dengan
orang lain. Dengan mengamati reaksi orang lain terhadap tingkah
lakunya, individu secara ideal akan mengembangkan suatu pola
kemungkinan adanya beberapa ketidakharmonisan antara diri yang
sebagaimana adanya dengan diri ideal dapat diperkecil. Karena
ketidaksesuaian antara gambaran diri yang sebenarnya dengan diri ideal
akan menimbulkan ketidakpuasan dalam penyesuaian diri. Hal ini
disebabkan sebagian besar penilaian tentang harga diri tergantung pada seberapa dekat
seseorang dengan ideal self-nya. Semakin dekat diri yang sebenarnya dengan diri ideal, semakin
tinggi pula harga diri
seseorang.Harga diri merupakan evaluasi seseorang terhadap diri sendiri,yang menyatakan s
ikap menerima atau menolak, bahkan lebih jauh
dikemukakan bahwa harga diri akan menunjukkan seberapa besar
seseorang percaya bahwa dirinya mampu, berarti berhasil dan beharga.
Harga diri ini akan menentukan penerimaan diri, menurut Jersild
(Hurlock, 1974) adalah individu dapat menerima emosi-emosinya,
memiliki keyakinan akan kemampuannya untuk mengatasi hidup, mau menerima tanggung
jawab dan tantangan terhadap kemampuannya, tanpa menjangkau hal-
hal yang tidak mungkin dan mempunyai penghargaan yang sehat terhadap hak-
haknya dan diri sebagai orang yang berguna meskipun tidak sempurna. Penerimaan diri ini
bukan berarti merasa puas
terhadap diri sendiri, tetapi lebih cenderung kepada kemauan untuk menghadapi kenyataan-
kenyataan dan kondisi-kondisi hidup, baik yang menyenangkan ataupun tidak, menurut
kemampuannya.Dalam kaitannya dengan aktualisasi diri, Rogers (Coulhoun, 1990)
mengatakan bahwa kunci dari aktualisasi diri adalah konsep diri. Orang yang positif berarti
memiliki penerimaan diri dan harga diri yang positif.
Mereka menganggap dirinya berharga dan cenderung menerima diri sendiri sebagaimana
adanya. Sebaliknya, orang yang memiliki konsep diri
negatif, menunjukkan penerimaan diri negatif pula. Mereka memiliki
perasaan kurang berharga, yang menyebabkan perasaan benci atau penolakan terhadap diri
sendiri.Johnson dan Medinnus (dalam Hurlock, 1974) mengatakan bahwa konsep diri yang
positif yang nampak dalam bentuk penghargaan terhadap diri sendiri dan penerimaan diri
adalah merupakan dasar perkembangan kepribadiaan yang sehat. Oleh karena itu sebagaimana
telah dikemukakan di atas bahwa kepribadian yang sehat merupakan syarat dalam mencapai
aktualisasi diri, maka hanya orang yang memiliki konsep diri positif saja yang akan dapat
mengaktualisasikan diri sepenuhnya. Sedangkan
orangorang yang memiliki konsep diri negatif cenderung mengembangkan
gangguan dalam penyesuaian diri. Hal ini disebabkan adanya
ketidakharmonisan (incongruence) antara konsep diri dengan kenyataan
yang mengitari mereka atau dengan kata lain mereka tidak dapat
mengembangkan kepribadian yang sehat. Oleh karena itu mereka tidak dapat
mengaktualisasika semua segi dari dirinya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Konsep diri adalah cara seseorang untuk melihat dirinya secara utuh dengan semua ide,
pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu dalam berhubungan dengan orang
lain. Sangatlah penting bagi seorang perawat untuk memahami konsep diri terlebih dahulu harus
menanamkan dalam dirinya sendiri sebelum melayani klien, sebab keadaan yang dialami klien
bisa saja mempengaruhi konsep dirinya, disinilah peran penting perawat selain memenuhi
kebutuhan dasar fisiknya yaitu membantu klien untuk memulihkan kembali konsep dirinya.
Ada beberapa komponen konsep diri yaitu identitas diri yang merupakan intenal idividual,
citra diri sebagai pandangan atau presepsi, harga diri yang menjadi suatu tujuan, ideal diri
menjadi suatu harapan, dan peran atau posisi di dalam masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Handry, M dan Heyes, S. 1989. Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.


Hurlock, Elizabeth B., Alih Bahasa : Med Meitasari T dan Muslichah Z., 1990. Perkembangan Anak
Jilid I. Jakarta : Erlangga.
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta
Susilawati dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Jelle, HL dan Ziegler, JD. 1992. Personalities Theories Third Edition. New York: McGraw Hill.
Markus H dan Nurius P. 1986. Possible Serve American Psichologist.
Rogers, C. R. 1980. A Way of Being. Boston: Hougton Mifflin.
Monks, F.J, Knoers, A. M. P, Haditono. 1998. S, Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam
Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajahmada University Press.
Santrock J. W. 1995. Life Span Development Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Diposting oleh anna irma juliana sarii di 18.08


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
1 komentar:

1.
M Tarmizi Taher11 September 2017 02.03

Assalamualaikum ns, saya mau tanya ns, judul lagi ini paya ya. soalnya enak di
dengernya
Balas
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)
Mengenai Saya

anna irma juliana sarii


Lihat profil lengkapku
Arsip Blog
2016 (35)
o Juni(13)
o Mei(18)
o April(2)
makalah
operasi
myoma
makalah
konsep diri
o Maret(1)
o Februari(1)
music
panda biru

Tutorial Blog
panda putih

Tutorial Blog
cursor

salju
Tema Perjalanan. Diberdayakan oleh Blogger.
g
o
l
B
y
M
o
T
e

Anda mungkin juga menyukai