Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Reading

Evaluasi Ultrasonografi Terhadap Jaringan Parut Uterus Setelah Seksio Sesarea dan
Kelahiran Berikutnya

Temmy
11.2015.314

Pembimbing: dr.Zakaria, SpOG

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Kepaniteraan Ilmu Kebidanan dan Kandungan
Periode 10 Oktober 17 Desember 2016
Rumah Sakit Angkatan Udara dr.Esnawan Antariksa
Jakarta

1
Evaluasi Ultrasonografi Terhadap Jaringan Parut Uterus
Setelah Seksio Sesarea dan Kelahiran Berikutnya

Ejub Basic1, Vesna Basic-Cetkovic2, Hadzo Kozaric3, Admir Rama1


Clinic of Gynecology and Obstetrics, Clinical Center of Sarajevo University, Bosnia and
Herzegovina1
Institute for blood transfusion, Sarajevo, Bosnia and Herzegovina2
Private gynecology practice, Livno, Bosnia and Herzegovina3

Pendahuluan: Seksio sesarea merupakan metode bedah untuk menyelesaikan proses


kelahiran. Setelah berbagai macam modifikasi teknik pembedahan, pendekatan modern
memiliki metode diseksi transversal dinding anterior uterus. Rerata kelahiran vaginal setelah
seksio sesarea sangat menurun dari tahun ke tahun, dan rerata dilakukannya tindakan seksio
sesarea kembali meningkat dalam kurun 10 tahun terakhir. Evaluasi ketebalan jaringan parut
dilakukan dengan menggunakan ultrasonografi, tetapi ukuran ketebalan luka yang dapat
menjadi cut-off value dalam menentukan proses persalinan selanjutnya masih diperdebatkan.
Tujuan: Tujuannya adalah untuk menentukan metode ultrasonografi yang paling akurat untuk
menilai ketebalan jaringan parut pada uterus setelah tindakan seksio sesarea sebelumnya dan
menentukan nilai ambang ketebalan jaringan parut yang dapat menjadi batasan dalam
menentukan proses persalinan pervaginam dalam kelahiran selanjutnya. Bahan dan metode:
Dilakukan studi prospektif terhadap 108 wanita hamil dengan rentang usia 20-42 tahun, yang
memiliki riwayat seksio sesarea. Akurasi diagnostik dalam menilai skala jaringan parut
ditentukan oleh evaluasi proses persalinan (spontan atau seksio sesarea). Pengukuran dilakukan
dengan menggunakan alat ultrasonografi 2D dan 3D pada masa kehamilan 20 minggu, 38-40
minggu dan 48 jam setelah kelahiran. Hasil: Hasil tes menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan pada rerata spesifisitas (0,04), sensitivitas (0,05), PPV (0,01) dan NPV (0,01)
antara ultrasonografi 2D dan 3D. Gambaran jaringan parut pada otot uterus setelah seksio
sesarea sebelumnya didapatkan lebih baik pada ultrasonografi 3D. Nilai marginal, cut-off value
ketebalan jaringan parut yang menandakan kemungkinan dapat dilakukannya persalinan
pervaginam setelah insisi sebelumnya adalah 3,5 mm. Kesimpulan: Studi ini menunjukkan
pengukuran ketebalan jaringan parut pada uterus setelah tindakan seksio sesarea dengan
ultrasonografi 3D memiliki penerapan praktik dalam menentukan jenis persalinan pada wanita
hamil dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya.
2
Kata kunci: uterus, jaringan parut, ultrasonografi

Pendahuluan

Seksio sesarea merupakan metode bedah untuk menyelesaikan proses kelahiran.


Setelah berbagai macam modifikasi teknik pembedahan, pendekatan modern memiliki metode
diseksi transversal dinding anterior uterus. Pemulihan anatomi dari insisi dilakukan pada
perawatan bedah oleh individu dan/atau jahitan tambahan jahitan pada annulus otot dan
lapisan serosa otot memungkinkan kelangsungan dinding uterus. Pada tahap ini, jaringan parut
pada dinding depan uterus tetap. Jaringan parut selama kehamilan baru dan terutama pada
persalinan merupakan locus minoris resistentiae dan merupakan ancaman yang dapat
menyebabkan rupture uteri spontan. Rerata kelahiran pervaginam setelah seksio sesarea
menurun secara signifikan dari tahun ke tahun, dan rerata dilakukannya kembali seksio sesarea
meningkat dalam 10 tahun terakhir. Evaluasi ketebalan jaringan parut dilakukan dengan
menggunakan ultrasonografi, tetapi ukuran ketebalan luka yang dapat menjadi cut-off value
dalam menentukan proses persalinan selanjutnya masih diperdebatkan. Dalam tahun terakhir,
indikasi yang paling umum dilakukannya seksio sesarea adalah riwayat seksio sesarea
sebelumnya. Sejak tahun 1996 di Amerika Serikat, dilakukan promotif terhadap persalinan
pervaginam setelah sebelumnya dilakukan seksio sesarea, yang memiliki tujuan untuk,

o Mengurangi rerata dilakukannya seksio sesarea kembali


o Meningkatkan kualitas dan memperpendek masa pemulihan ibu pada periode post
partum
o Meningkatkan rerata persalinan pervaginam
o Meminimalisasi komplikasi persalinan
o Menciptakan prasyarat ekonomi untuk cara yang lebih ekonomis untuk persalinan

Telah diketahui bahwa rerata usaha persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesarea
sebelumnya menurun, tetapi rerata keberhasilannya meningkat. Hal ini disebabkan oleh karena
adanya pemilihan ibu yang tepat dan pemeriksaan ultrasonografi dengan kualitas yang
memadai. Frekuensi persalinan seksio di Amerika Serikat pada tahun 1970 adalah 5,5%.
Terjadi peningkatan hingga mencapai 276% pada tahun 2003 dimana dari 10 kelahiran satu
dilakukan melalui pembedahan.2 Telah satu abad sejak pernyataan Edward Cragin pada tahun
1916, Once cesarian, always a caesarean section. Pada tahun 2003 di Amerika Serikat 31%
dari seluruh kelahiran diselesaikan dengan seksio sesarea yang merupakan seksio sesarea
ulang. Pada tahun 1980 Commission of the National Institute of the United States

3
mempertimbangkan perlunya tindakan seksio sesarea ulang dan menyimpulkan pada beberapa
pasien persalinan pervaginam mungkin dilakukan bahkan dengan jaringan parut transversal
dari seksio sesarea sebelumnya.3 Pelayanan kesehatan umum Amerika Serikat pada tahun 1990
menyarankan dari jumlah total kelahiran 15% diselesaikan dengan seksio sesarea, dan 35%
kelahiran pervaginam dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya.

Tabel 1. Rerata Perbedaan Antara Ketebalan Jaringan Parut Diantara Pengukuran.

Hasil ini diharapkan dapat tercapai hingga tahun 2000. Sebagai hasil dari rekomendasi ini,
jumlah persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesarea meningkat dari 3% pada tahun
1980 menjadi 20% pada tahun 1990 dan 28% pada tahun 1996. Jumlah persalinan pervaginam
di klinik Obstetri dan Ginekologi, klinik pusat Universitas Saravejo mengalami penurunan
yang stabil. Pada sisi lain, jumlah seksio sesarea mengalami peningkatan, sehingga satu dari 5
wanita hamil menjalani seksio sesarea. Ini dapat berdampak pada peningkatan morbiditas dan
mortalitas maternal dan fetal. Keputusan untuk menetapkan jenis persalinan pada wanita hamil
dengan riwayat seksio sesarea tidak mudah, dikarenakan terdapat risiko terjadinya ruptur uteri
di daerah jaringan parut. Oleh karena itu, pemeriksaan jaringan parut pada uterus yang tepat
dan tepat waktu sangatlah penting sehingga dapat diambil keputusan yang tepat dalam
menentukan jenis persalinan. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengkonfirmasi pemeriksaan
ultrasonografi yang terpercaya dan menentukan cut-off value dari tebal jaringan parut yang
dapat mengarahkan dalam keputusan penentuan jenis persalinan.

4
Gambar 1. Usia Pasien Menurut Metode Persalinan di Klinik Obstetri dan Ginekologi
Saravejo Tahun 2007 Representasi Wanita Sesuai Kelompok Usia.

Gambar 2. Rerata Perbedaan Antara Ketebalan Jaringan Parut Diantara Pengukuran.

Tujuan

Tujuannya adalah untuk menentukan metode ultrasonografi yang paling akurat untuk
menilai ketebalan jaringan parut pada uterus setelah tindakan seksio sesarea sebelumnya dan
menentukan nilai ambang ketebalan jaringan parut yang dapat menjadi batasan dalam
menentukan proses persalinan pervaginam dalam kelahiran selanjutnya.

Bahan dan Metode

Observasi, studi kohort prospective, menyertakan 108 wanita selama periode satu tahun
yang dilakukan di klinik Obstetri dan Ginekologi, klinik pusat Universitas Saravejo.

Kriteria inklusi pada studi ini:

o Wanita hamil dengan riwayat seksio sesarea, dan dengan jumlah persalinan
pervaginam yang tidak dibatasi

5
o Seksio transversa rendah
o Inform konsen
o Kehamilan tunggal

Metode

o Riwayat kehamilan
o Pemeriksaan klinis wanita hamil
o Ultrasonografi 2D
o Ultrasonografi 3D
o Ultrasonografi Doppler warna

Pemeriksaan ultrasonografi (2D, 3D) dilakukan dengan rentang waktu sebagai berikut,
pemeriksaan pertama dilakukan pada masa kehamilan 20 minggu. Pemeriksaan kedua
dilakukan pada masa kehamilan 38 minggu dan 40 minggu. Pemeriksaan ketiga dilakukan
postpartum (48 jam setelah kelahiran). Metode ultrasonografi dikontrol dengan tes sensitifitas
dan spesifisitas.

Gambar 3. Rerata Perbedaan Ketebalan Jaringan Parut Antara Pengukuran Pertama,


Kedua dan Ketiga.

Hasil

Hasil disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Perbedaan rerata usia bergantung pada
jenis persalinan yang dilakukan: seksio sesarea atau pervaginam secara statistic tidak
menunjukkan perbedaan yang berarti. Nilai dari t-tes adalah t = 0,299. Koefisien korelasi linier
antara usia dan ketebalan jaringan parut pada pengukuran ketiga:

o Untuk seksio sesarea: r = -0,092 tidak ditanda


o Untuk persalinan pervaginam: r = 0,112 tidak ditanda

6
Koefisien korelasi linier antara minggu kehamilan dan ketebalan jaringan parut pada
pengukuran ketiga:

o Untuk seksio sesarea: r = -0,176 tidak ditanda


o Untuk persalinan pervaginam: r = 0,163 tidak ditanda

Hasil dari tes signifikansi ketebalan jaringan parut antara kelompok wanita menurut
jenis persalinan yang dilakukan terakhir kali: seksio sesarea atau pervaginam dengan t-tes.
Perbedaan distribusi wanita menurut ketebalan jaringan parut pada pengukuran kedua secara
statistic sangat berarti. Nilai dari tes chi-square adalah 2 = 70.833, p<0.001.

Gambar 4. Distribusi Wanita Berdasarkan Ketebalan Parut dan Pengukuran Ketiga dan
Jenis Persalinan

Gambar 5. Distribusi Wanita Berdasarkan Ketebalan Parut dan Pengukuran Kedua dan
Jenis Persalinan

7
Gambar 6. Distribusi Wanita Berdasarkan Ketebalan Parut dan Pengukuran Pertama
dan Jenis Persalinan.

Perbedaan distribusi wanita menurut ketebalan jaringan parut pada pengukuran pertama
secara statistic juga sangat berarti. Nilai dari tes chi-square adalah 2 = 167,815, p<0.001.
Perbedaan jumlah rerata poin berdasarkan tipe persalinan sebelumnya, seksio sesarea atau
pervaginam secara statistic sangat berarti. Nilai dari t-tes adalah t = 36,762 , p<0,0001. Pada
kelompok wanita yang menjalani seksio sesarea, perbedaan jumlah wanita dengan waktu yang
sudah dilalui sejak C-section terakhir secara statistic berarti. Nilai dari chi-square adalah 2 =
1,67. Pada kelompok wanita dengan persalinan pervaginam, perbedaan jumlah wanita dengan
waktu yang sudah dilalui sejak C-section terakhir secara statistic berarti. Nilai dari chi-square
adalah 2 = 27,0 , p<0,001. Perbedaan pada waktu yang sudah dilalui sejak persalinan seksio
terakhir diantara kelompok wanita berdasarkan pada jenis persalinan menunjukkan nilai yang
bermakna. Nilai dari tes chi-square adalah 2 = 9,706 , p<0,005. Perbedaan ketebalan jaringan
parut bergantung pada tipe persalinan menunjukkan nilai yang bermakna. Nilai dari tes chi-
square adalah 2 = 82,837 , p<0,0001.

Akurasi Diagnostik

Keakuratan diagnostik dalam menilai parut ditentukan dari keberhasilan


persalinan (spontan atau seksio sesarea). Terdapat perbedaan signifikan secara
statistik pada perbandingan evaluasi parut uterus dengan ultrasonografi 2D dan
3D (p<0.01), dan perbandingannya 98% (3D) berbanding 66% (2D). Perkiraan
positif palsu dengan 2D sebesar 52% dan untuk 3D sebesar 4%, sedangkan
negatif palsu untuk penilaian dengan 2D sebesar 44% dan 10% dengan 3D.

8
Terdapat perbedaan yang siginifikan pada rerata spesifisitas (0,04),
sensitifitas (0,05), PPV (0,01), NPV (0,01) antara evaluasi parut uterus setelah
seksio sesarea sebelumnya dengan ultrasonografi 2D dengan 3D.

Gambar 7. Perbedaan Rerata Poin Diantara Wanita Berdasarkan Jenis Persalinan Sebelumnya:
Seksio Sesarea/Pervaginam.

9
Gambar 8. Waktu Sejak C-section Terakhir.

Gambar 9. Ketebalan Parut.

Diskusi

Dengan mengukur ketebalan parut uterus setelah persalinan seksio sesarea sebelumnya,
kita mengambil nilai batas dimana dapat dilakukan persalinan pervaginam yaitu 3.5 mm.
Hasil yang serupa didapatkan oleh Rozenbreg et al. (1996, 1997)4, dimana pengukuran parut
uterus secara ultrasonografi pada wanita hamil dengan riwayat seksio sesarea untuk menilai
risiko rupture uteri pada kehamilan sekarang. Penulis menunjukkan bahwa nilai batas untuk
ukuran parut adalah 3,5 mm dan evaluasi dilakukan menggunakan ultrasonografi. Sensitifitas
ultrasonografi adalah 88% dan spesitifitas sebesar 73,2%. Pada saat yang sama nilai prediktif
positif ultrasonografi sebesar 11,8% dan prediktif negatif 99,3%. (Rosenberg et al., Lancet,
1996; J Gynecol Obstet Biol Reprod (Paris) (1997). Rosenberg et al., juga menunjukkan risiko
rupture uteri berkaitan langsung dengan penipisan segmen bawah uterus, yang dianalisa pada
minggu ke 37 kehamilan. Penelitian yang dilakukan oleh Montanari et al. (1995)5
mempertanyakan keakuratan ultrasonografi transvaginal dalam menilai segmen bawah uterus
pada wanita hamil dengan riwayat seksio sesarea. Penelitian ini telah membuat skoring
ketebalan parut uterus dengan cara:

10
Skor 1 (parut yang terbentuk baik): menandakan ketebalan parut 4,2 mm 2,5
mm;

Skor 2 (parut terbentuk kurang baik): 2,8 mm 1,06 mm, dimana menyiratkan
stimulasi persalinan pada kasus dengan skoring 2 berkaitan dengan peningkatan risiko
rupture uterus.

Sensitifitas dan spesitifitas ultrasonografi adalah 100% sementara nilai prediktif


positifnya sebesar 60,7% dan prediktif negatifnya sebesar 100%.5 Penelitian oleh Flamm et al.
(1988)6 mengkaji persentase keberhasilan persalinan pervaginam pada wanita hamil yang
memiliki riwayat seksio sesarea. 74% wanita hamil dengan riwayat seksio sesarea
menyelesaikan persalinan tanpa adanya mortalitas maternal dan fetal. Kesimpulan Flamm et
al. ialah persalinan pervaginam mungkin dan aman bagi kebanyakan pasien yang memiliki
riwayat seksio sesarea. Sejak tahun 1996 di Amerika Serikat, telah mencoba menggiatkan
promosi secara aktif mengenai persalinan pervaginam setelah persalinan dengan seksio
sesarea; mengurangi rerata seksio sesarea berulang; meningkatkan kualitas dan waktu
pemulihan bagi wanita pada proses kelahiran; meningkatkan rerata persalinan pervaginam;
meminimalisasi komplikasi persalinan; menciptakan prasyarat ekonomi untuk biaya persalinan
yang lebih murah. Setelah persalinan pervaginam yang berhasil, cara alamiah setelah
persalinan seksio telah dimintakan untuk dilakukan pengkajian terhadap uterus dan dilakukan
peninjauan terhadap parut uterus apakah tetap intak.

Kesimpulan

Dari hasil ini dapat kita simpulkan pengukuran ketebalan parut uterus dengan
menggunakan ultrasonografi memiliki penerapan praktik dalam membuat keputusan penentuan
jenis persalinan pada wanita hamil yang memiliki riwayat seksio sesarea. Dengan
ultrasonografi, pengukuran parut pada masa antenatal dapat memberikan kepastian kepada
dokter untuk membuat keputusan persalinan pervaginam dan mengurangi rerata seksio sesarea
sesuai rekomendasi World Health Organization dan perkumpulan dokter obstetric dan
ginekologi. Tes yang dilakukan menunjukkan metode pilihan untuk menilai parut uterus
adalah ultrasonografi 3D dan nilai batas ketebalan parut adalah 3,5 mm.

11
Daftar Pustaka

1. Dodd J, Crowther C. Vaginal birth after Caesarean versus elective repeat Caesarean for
women with a single prior Caesarean birth: a systematic review of the literature. Aust N Z
J Obstet Gynaecol. 2004; 44: 387-391.
2. Lavin JP, Stephens RJ, Miodovnik M, Barden TP. Vaginal delivery in patients with a
prior cesarean section. Obstet Gynecol. 1982; 59: 135-148.
3. Cragin EB.Conservatism in obstetrics NY Med J. 1916: 103: 1-3.
4. Rozenberg P, Goffinet F, Phillippe HJ, Nisand I. Echographic measurement of the
inferior uterine segment for assessing the risk of uterine rupture. J Gynecol Obstet Biol
Reprod. 1997; 26: 513-519.
5. Lydon-Rochelle M, Holt VL, Easterling TR. Martin DP. Risk of uterine rupture during
labor among women with a prior cesarean delivery. N Engl J Med. 2001; 345: 3-8.
6. Flamm BL, Lim OW, Jones C, Fallon D, Newman LA, Mantis JK. Vaginal birth after
cesarean section: results of a multicenter study. Am J Obstet Gynecol. 1988; 158: 1079-
1084.

12

Anda mungkin juga menyukai