Anda di halaman 1dari 44

SINDROM KORONER AKUT

Definisi Mencakup,
1. Angina pektoris tidak stabil : Manisfestasi khas angina, tanpa
peningkatan enzim biomarker jantung. EKG : depresi segmen ST
dengan atau tanpa T inversi, tidak dijumpai gelombang Q.
2. NSTEMI : manifestasi khas angina, disertai peningkatan enzim
biomarker jantung. EKG : depresi segmen ST, inversi gel T dalam.
3. STEMI : Manifestasi khas angina, disertai peningkatan enzim
biomarker jantung. EKG : elevasi segmen ST

Faktor a. Non-modifiable
Risiko /  Usia
Etiologi  Pria atau wanita setelah menopouse
 Riwayat keluarga
b. Modifiable
 Dislipidemia
 Hipertensi
 Merokok
 Diabetes dan resistensi insulin
 Obesitas
 Sedentary lifestyle
Diagnosis Anamnesis

Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Sifat
nyeri dada angina sebagai berikut:
o Lokasi : substernal, retrosternal, prekordial.
o Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda
berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
o Penjalaran: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah,
gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
o Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
o Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah
makan.
o Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin,
cemas dan lemas.
Pemeriksaan Fisik

- Takikardi / bradikardi
- Hipotensi
- Demam
- S4 dan S3 gallop
- Murmur midsistolik
- Pericardial friction rub

Penunjang
EKG
1. Angina pektoris tidak stabil : depresi segmen ST dengan atau tanpa T
inversi, tidak dijumpai gelombang Q.
2. NSTEMI : depresi segmen ST, inversi gel T dalam.
3. STEMI : elevasi segmen ST

Laboratorium
1. Darah rutin, CK, CKMB, Troponin
2. Profil lipid, gula darah, ureum kreatinin

Diagnosis  Kardiovaskular non-iskemik (cth: aortic dissection, expanding aortic


Banding aneurysm, pericarditis, pulmonary embolism)
 Non-kardiovaskular
o Pulmonary causes (cth, pneumonia, pleuritis, pneumothorax)
o Gastrointestinal causes (cth, gastroesophageal reflux,
esophageal spasm, peptic ulcer, pancreatitis, biliary disease)
o Musculoskeletal causes (cth, costochondritis, cervical
radiculopathy)
o Psychiatric disorders

Terapi 1. Lakukan ABC


2. Pemasangan monitor
3. Infus NaCl 0,9 % atau dextrose 5%
4. Oksigen 2-3 lpm
5. Diet : puasa sampai bebas nyeri -> diet cair -> diet jantung
6. Anti nyeri : nitrogliserin subligual 0,4 mg / ISDN 5 mg sublingual
(setiap 5 menit, max 3 x)
Morfin 2,5 mg (2-4 mg) iv dapat diulang tiap 5 menit. Dosis max 20
mg.
7. Antitrombotik: aspirin loading 160-325 mg, maintenance 80-160 mg ;
clopidogrel loading 300-600 mg, maintenance 75 mg.
8. Antikoagulan : UFH bolus 60-70 U/kgBB, lanjut infus 12-15
U/kgBB/jam ; fondaparinux 2,5 mg/hari SC (target aPTT 1,5-2 kali
kontrol) ; enoxaparin 1 mg/kg SC setiap 12 jam ( 1 mg/kg/d SC pada
pasien dengan CrCl <30 mL/mnt )
9. Penyekat beta, ACE inhibitor/ARB
10. Kontrol tekanan darah dan DM
11. Manajemen Lipid
12. Pengencer tinja bila perlu

Prognosis

1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Balai Penerbit FK UI,
Jakarta:2009
2. Kathryn L. McCance, Huether Sue E. Pathophysiology. 2010
3. James A. de Lemos. Biomarkers in Heart Diseases. USA. 2008
4. Dan L. Longo, Dennis L. Kasper, J. Larry Jameson, Anthony S. Fauci,
Stephen L. Hauser, Joseph Loscalzo. Harrison’s Principles of Internal
Medicine, 18th edition. 2012
5. AHA/ACC Guideline for the Management of Patients With Acute
Coronary Syndromes.2014
HIPOKALEMIA
DEFINISI Hipokalemia adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalium
dalam darah dibawah 3.5 mEq/L.

Etiologi: asupan kurang, eksresi meningkat (sal. Cerna/ginjal,


redistribusi K ke intraseluller.

PENDEKATAN Manifestasi Klinis Dan Pemeriksaan Fisik

DIAGNOSIS Gejala mulai muncul jika kadar K <3 meq/L.

Kelemahan otot, perasaan lelah, nyeri otot, merupakan keluhan paling


sering.

Dapat menyebabkan kelemahan progresif, hipoventilasi, dan paralisis


(ileus paralitik, Kelemahan otot pernapasan).

Deplesi kalium berat dapat menyebabkan aritmia dan rabdomiolisis.

Pemeriksaan Penunjang

Kadar kalium darah

Hipokalemia ringan (3-3,5 mEq/L)

Hipokalemia moderat (K= 2,5-3 mEq/L)

Hipokalemia berat (K= < 2,5 mEq/L)

Hipokalemia yang < 2 mEq/L biasanya sudah disertai


kelainan jantung dan mengancam jiwa.

Analisis Gas Darah

Ph >7,45
Alkalosis Metabolik

EKG

Pada hipokalemia akan tampak gambaran EKG antara lain:

 U menjadi prominen

 T semakin mendatar dan akhirnya terbalik

 Depresi ST

 Interval PR memanjang

 Aritmia

PENATALAKSANAAN INDIKASI KOREKSI KALIUM

Indikasi mutlak:

1) pasien sedang dalam pengobatan digitalis,

2) pasien dengan ketoasidosis diabetik,

3) pasien dengan kelemahan otot pernapasan,

4) pasien dengan hipokalemia berat (K < 2 meq/L).

Indikasi kuat, kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu


lama yaitu pada keadaan; 1). Insufusiensi koroner/ iskemia otot
jantung,

2). Ensefalopati hepatikum,

3). Pasien memakai obat yang dapat menyebabkan


perpindahan kalium dari ekstrasel ke intrasel.

Indikasi sedang, pemberian kalium tidak perlu segera; hipokalemia


ringan (K antara 3- 3,5 meq/L).

Pemberian kalium oral


pemberian Kalium oral 40 – 60 meq dapat menaikkan kadar kalium
sebesar 1-1,5 meq/L

pemberian Kalium oral 135 – 160 meq dapat menaikkan kadar


kalium sebesar 2,5-3,5 meq/L.

hipokalemia ringan

aspar-K (300mg), KSR (600mg), Renapar .

Pemberian kalium IV

Pemberian Kalium melalui vena perifer dilakukan dengan kecepatan


maksimal 10 mEq/jam atau melalui vena sentral 20 mEq/jam.

Jika melalui vena perifer, KCl diberikan maksimal 60 mEq yang dilarutkan
dalam NaCl isotonik 1000 cc dengan kecepatan lambat untuk mencegah
iritasi pembuluh darah.

Jika melalui vena sentral KCl dilarutkan maksimal 40 meq dalam 100cc
NaCl isotonik.

Pada kasus aritmia berat atau kelumpuhan otot pernapasan, KCl


diberikan dengan kecepatan 40-100 mEq/L.

Pasien yang menerima 10-20 mEq/jam harus berada dalam pemantauan


EKG jantung secara kontinyu. Jika ditemukan gelombang T, waspadai
adanya hiperkalemia dan memerlukan perhatian segera.
Bila kadar K <2,5 mEq/L (dengan atau tanpa gejala) berikan KCl
3,75% i.v. dengan dosis 3-5 mEq/kgbb, maksimal 40 mEq/Liter
cairan

Bila kadar K 2,5-3,5 mEq/L (dengan atau tanpa gejala) berikan


KCl 75 mg/kg/hari p.o. dibagi 3 dosis

Koreksi penyebab hipokalemia.

Komplikasi Gangguan pernapasan, aritmia, rhabdomiolisis.


HIPOKALSEMIA

Definisi Jika kadar kalsium dalam darah < 4-5,2mg/dL atau 1-1,3 mmol/L
Defisiensi vitamin D
Hipoparatiroidisme
Pseudohipoparatiroidisme
Etiologi
Proses keganasasan
Hiperfosfatemia

Kadar kalsium-ion norma l= 4-5,2mg/dL atau 1-1,3 mmol/L.


Gejala hipokalsemi belum timbul bila kadar lebih dari 3,2 mg/dL
atau lebih 0,8 mmol/L atau kalsium total lebih dari 8-8,5 mg/dL.
Gejala mulai timbul bila kalsium-ion kurang dari 2,8 mg/dL atau
kurang dari 0,7 mmol/L atau kalsium-total ≤ 7mg/dL
Parestesi
Gejala Tetani
Hipotensi
Kejang
Tanda Chovstek atau tanda Trosseau
Bradikardi
Interval-QT memanjang
Kadar kalsium dalam darah < 4-5,2mg/dL atau 1-1,3 mmol/L
Perhatikan kadar albumin dalam plasma
Setiap penurunan 1g/dL albumin dalam penghitungan kadar
kalsium terjadi penurunan sebanyak 0,8mg/dL.
Diagnosis
Perhatikan keseimbangan asam basa darah (pH normal darah
7,35-7,45)
Kadar kalsium-ion bebas akan turun pada keadaan alkemia,
dan sebaliknya pada keadaan asidemia.
Alkalosis respiratori akut  tiap peningkatan pH 0,1
menurunkan kalsium-ion bebas 0,16 mg/dL atau 0,04 mmol/L
atau 0,08 meq/L.

Keadaan asimtomatik : meningkatkan asupan kalsium dalam


makanan 1000 mg/hari
Dengan gejala
Kalsium intravena 100-200 mg kalsium-elemental atau 1 gram-
2 gram kalsium glukonas dalam 10-20 menit.
Diikuti infus kalsium glukonas dalam larutan dextrosa atau
NaCl isotonis dosis 0,5-1,5mg kalsium-elemental/kgBB dalam
Penatalaksanaan 1 jam.
Kalsium infus lalu dapat diganti dengan kalsium oral dan
kalsitriol 0,25-0,5 mcg/hari.
Hipokalsemia dan hipomagnesemia dengan fungsi ginjal
normal : larutan 10% magnesium sulfat 2 gram selama 100 cc
cairan per 1 jam
Hipokalsemia kronik disertai hipo-paratiroid : kalsium oral 
kalsium karbonat 250 mg kalsium elemental/650 mg tablet.
KAD DAN HONK
Definisi Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan keadaan dekompensasi
metabolik ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan
ketosis.

HONK merupakan keadaan dekompensasi metabolik ditandai


oleh hiperglikemia berat, hyperosmolality, dan dehidrasi
tanpa ketoasidosis yang signifikan

Faktor pencetus Faktor pencetus terjadinya krisis hiperglikemia adalah infeksi


seperti sellulitis, sepsis, ISK, infark miokard akut, pankreatitis akut,
penggunaan obat golongan steroid, menghentikan atau mengurangi
dosis insulin, dan 80% pasien yang sudah memiliki DM
sebelumnya.

Diagnosis
Gejala Riwayat polidipsi, poliuri, poliphagi

Badan lemas

Penurunan berat badan

Nyeri perut

Mual, muntah

Flushing (muka memerah)

Tanda neurologis fokal (hemianopia dan hemiparesis) dan kejang


(fokal atau generalisata

Hipotermia berat adalah tanda prognostik yang buruk

Pemeriksaan Fisik Nafas kusmaul jika asidosis berat

Bau napas seperti buah atau pembersih kuteks (aseton)

Tanda-tanda dehidrasi : kehilangan turgor kulit, mukosa membran


yang kering, takikardia dan hipotensi
Status mental yang bervariasi dari kompos mentis , letargi/koma,
dengan yang terakhir lebih sering terjadi pada HONK

Demam bila ada infeksi

Pemeriksaan Pemeriksaan dasar gula darah


Penunjang
Elektrolit

Analisa gas darah

Keton darah dan urin

Osmolaritas serum

Darah perifer lengkap dengan hitung jenis

Anion gap

EKG

Foto polos dada

Kriteria Diagnosis & Variabel KAD HONK


Differential
Ringan Sedang Berat
Diagnosis
Kadar >250 >250 >250 >600
Glukosa

Plasma
(mg/dL)

Kadar pH
7,25 – 7,00-7,24 <7,00 >7,30
arteri
7,30

Kadar
15-18
bikarbonat 10- <15 <10 >15
serum
Keton pada
urine atau
Positif Positif Positif Sedikit/negatif
serum

Osmolaritas
serum
efektif Bervariasi Bervariasi Variasi >320

Anion gap

Kesadaran >10 >12 >12 Bervariasi

Sadar Sadar, Stupor, Stupor, koma


drowsy koma

Prinsip Penanganan Penggantian cairan tubuh dan garam yang hilang

Menekan lipolis sel lemak dan menekan gluconeogenesis sel


hati dengan pemberian insulin

Mengatasi stress sebagai pencetus KAD

Mengembalikan keadaan fisiologis normal dan menyadari


pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan

(Algoritma tatalaksana terlampir)

Pemantauan Kadar glukosa darah tiap jam

Elektrolit tiap 6 jam selama 24 jam

Analisis gas darah; bila pH <7 maka waktu periksa tiap 6 jam
sampai pH >7,1, selanjutnya setiap hari sampai stabil
Tekanan darah, nadi, frekuensi napas, dan temperatur

Keadaan hidrasi, balans cairan

Komplikasi Edema paru

Hipertriglisedemia

Infark miokard akut

Komplikasi iatrogenik; hipoglikemia, hipokalemia, edema otak


dan hipokalsemia
PPOK EKSASERBASI AKUT

Definisi Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan


dibandingkan dengan kondisi sebelumnya dengan onset akut. Ditandai
dengan perubahan dispnea, batuk, dan / atau dahak dari konsisi
sebelumnya

Etiologi Pajanan partikel

Asap rokok (perokok aktif, pasif, bekas rokok).

Polusi udara dalam rumah dari pemanas atau biomassa rumah tangga
dengan ventilasi yang buruk

Polusi udara bebas

Infeksi paru (trakeobronkial)

Hipereaktivitas bronkus

Manifestasi klinis Sesak napas

Progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannya waktu)

Bertambah berat dengan aktivitas

Persisten (menetap sepanjang hari)

Pasien mengeluh, “Perlu usaha untuk bernapas”

Berat, sukar bernapas, terengah-engah

batuk kronik: batuk kering atau dengan dahak yang produktif

Kadang-kadang disertai mengi

Riwayat terpajan faktor risiko

Gejala eksaserbasi diantaranya :

- Sesak bertambah

- Produksi sputum meningkat


- Perubahan warna sputum

Klasifikasi Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :

a. Tipe I(eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas

b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas

c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi


saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan
batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20%
baseline , atau frekuensi nadi > 20% baseline

Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan

Inspeksi

Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal


sebanding)

Penggunaan otot bantu napas

Hipertropi otot bantu napas

Pelebaran sela iga

Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena


jugularis i leher dan edema tungkai- Penampilan pink puffer
atau blue bloater

Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak


diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
Auskultasi

Suara napas vesikuler normal, atau melemah

wheezing

Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau
pada ekspirasi paksa

Ekspirasi memanjang

Bunyi jantung terdengar jauh

Pemeriksaan Darah rutin: Hb, Ht, leukosit


penunjang
Radiologi: Foto toraks PA dan lateral berguna untuk
menyingkirkan penyakit paru lain atau komplikasi seperti
pneumonia. Pada emfisema terlihat gambaran :

Hiperinflasi

Hiperlusen

Ruang retrosternal melebar

Diafragma mendatar

Pada bronkitis kronik :Normal dan corakan bronkovaskuler


bertambah pada 21 % kasus

Analisis gas darah

Terutama untuk menilai : Gagal napas kronik stabil dan Gagal


napas akut pada gagal napas kronik.

Elektrokardiografi

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh P


Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.

Cek sputum untuk menyingkirkan diagnosis banding atau penyebab/


penyakit yang menyertai

Terapi Penatalaksanaan secara umum:


Oksigen

Bronkodilator

SABA dikombinasikan dengan antikolinergik.

Jika tidak tersedia, obat dapat diberikan secara injeksi, subkutan, intravena
atau perdrip, misalnya: Adrenalin 0,3 mg subkutan, digunakan dengan hati-
hati.

Aminofilin bolus 5 mg/kgBB (dengan pengenceran) harus perlahan (10 menit)


utk menghindari efek samping dilanjutkan dengan perdrip 0,5-0,8
mg/kgBB/jam.

Kortikosteroid

Eksaserbasi sedang: prednison dalam dosis 30 mg/hari selama 7 – 10 hari


(tappering off)

Eksaserbasi berat: kortikosteroid IV

Antibiotik

Eksaserbasi ringan

Tidak mendapatkan antibiotik.

Bila ada indikasi dapat diberikan pengobatan antibiotik oral: -lactam


(penisilin, ampisilin, amoksilin).

Alternatif lain -lactam/- lactamase inhibitor (co-amoxyclav), Makrolid


(azitromisin, claritromisin), Sefalosporin generasi 2 dan 3 (cefixim)

Eksaserbasi sedang

Pengobatan oral dengan co- amoxyclav atau golongan Flurokuinolon


(gemifloxacin, levofloxacin, moxifloksasin) atau

Pengobatan parenteral : -lactam/- lactamase inhibitor (co- amoxyclav,


ampisilin/sulbaktam), Sefalosporin generasi 2 dan 3, Fluorokuinolon

Eksaserbasi berat

Fluorokuinolon (ciprofloxacin, levofloxacin dosis tinggi) atau -


lactam
Diuretik

Pada kondisi telah terjadi kor pulmonale, dapat diberikan diuretik

Terapi batuk

Antitusif : Kodein hanya diberikan bila batuk kering dan iritatif. Dosis
kodein: 3 x 15mg

Expektoran misalnya ambroksol 3x 30 mg

Konseling dan Edukasi

Edukasi : menggunakan obat-obatan dengan tepat, menyesuaikan


keterbatasan aktivitas serta mencegah eksaserbasi.

Pengurangan pajanan faktor risiko

Berhenti merokok

Keseimbangan nutrisi antara protein lemak dan karbohidrat, dapat


diberikan dalam porsi kecil tetapi sering.

Rehabilitasi

Latihan bernapas dengan pursed lip breathing

Latihan ekspektorasi

Latihan otot pernapasan dan ekstremitas

Daftar pustaka Kemenkes RI. Nomor Hk.02.02/Menkes/514/2015 Tentang Panduan


Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama
PDPI. 2011. PPOK. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
GOLD (GLobal Initiatives for Chronic Obstructive Lung Disease). 2013.
COPD diagnosis, management and prevention.
Lampiran 1. Algoritma Pengobatan PPOK Eksaserbasi Akut
`
GAGAL GINJAL KRONIS
Suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
Definisi mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal, periode waktu (> 3 bulan)

Kriteria Diagnosis

Rumus Kockcroft-Gault:

Gambaran Klinis
Sesuai dengan penyakit yang mendasari: DM, infeksi traktus
urinari, batu traktur urinari, HT, hiperurisemia, SLE, dll
Sindrom uremia : lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,
nokturia, kelebihan cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic
frost, perikarditis, kejang, koma

Pemeriksaan Gejala komplikasi : HT, anemia, osteodistrofi renal, payah


jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit

Gambaran Laboratoris
Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
Penurunan fungsi ginjal  ↑ kadar ureum dan kreatinin serum +
GFR
Kelainan biokimia darah : ↓ Hb, asam urat, hiper atau
hipokalemi, hiponatremi, hipo atau hiperkloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik
Kelainana urinalisis : proteinuria, hematuria, leuosuria, cast,
isostenuria

Gambaran Radiologi
Foto polos abdomen  batu radioopak
USG  atrofi ginjal, korteks menipis, hidronefrosis atau batu
ginjal, kista, massa, kalsifikasi
Pemindaian ginjal

Penatalaksanaan

Kebanyakan pasien dengan CKD harus diterapi dengan diuretik:


Tiazid  sekali sehari direkomendasikan pada pasien dengan
GFR ≥30 mL / menit / 1,73 m2 (CKD stage 1-3)
Loop diuretic  1 atau 2x sehari direkomendasikan pada pasien
dengan GFR <30 mL / menit / 1,73 m2 (CKD stage 4-5)

Loop diuretik yang dikombinasikan dengan tiazid dapat digunakan


untuk pasien dengan ekspansi volume ECF dan edema
Diagnosis Banding AKI
Komplikasi
AKI dapat menyebabkan CKD, dan pasien dengan CKD beresiko
terjadi pengurangan fungsi ginjal konsisten dengan cedera ginjal
Acute on CKD/ AKI
akut. Mekanisme dimana efek akut ini dapat terjadi termasuk
superimposed on
perubahan yang sudah ada pada hemodinamik ginjal, kerentanan
CKD
terhadap obat antihipertensi, dan efek samping pengobatan dengan
obat-obatan seperti diuretik dan nefrotoksikan

EDEMA PARU AKUT


Akumulasi cairan pada jaringan interstitial paru yang disebabkan
Definisi oleh ketidakseimbangan antara tekanan hdrostatik dan onkotik di
dalam pembuluh darah kapiler paru dengan jaringan sekitar

Klasifikasi

Sesak napas (dyspnea)


Nafas cepat (takipnea)
Gelisah
Gejala Keringat berlebihan
Batuk darah (frothy sputum)
Perasaan seolah-olah ‘tenggelam’ karena tidak mendapatkan
cukup udara
PF:
Dyspnea, takipnea, takikardia
Hipertensi/ hipotensi
Akral dingin
Auskultasi paru: krepitasi umumnya di basal, di apex jika
semakin memburuk
Diagnosis Auskultasi jantung: S3, JVP ↑
Hepatomegali, refluks hepatojugular, edema perifer gagal
jantung kanan
Perubahan status mental  cemas, keringat dingin

Lab:
Darah rutin
Troponin
Analisa gas darah

EKG

Radiologi  kerley’s line


Penatalaksanaan

Furosemid 60 mg/ iv  evaluasi 1 jam  drip 10-15 mg/ jam


Target: UO 1-1,5cc/ kgBB/ jam
HIPERKALEMIA
Definisi Kadar kalium dalam plasma > 5 mEq/L
Gejala Klinis Sesak napas
Darah rutin
EKG:

Diagnosis
Ca glukonas 10 ml iv dalam waktu 2-3 menit dengan monitor
EKG, jika perubahan EKG masih ada dapat diulang setelah 5
menit (maksimal 4x)
Insulin 10 unit dalam glukosa 40% 50 ml bolus intravena, lalu
Penatalaksanaan diikuti dengan infud Dextrose 5%
Loop diuretic atau tiazid
Hemodialisis
STATUS ASMATIKUS
Definisi Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten

Etiologi Infeksi virus.

Polutan udara seperti debu, asap rokok, dan polutan


industri.

Obat-obatan termasuk beta-blocker, aspirin, dan


obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID).

Suhu dingin.

Olahraga.

Manifestasi Klinis Gejala berupa batuk, sesak napas, rasa berat di dada dan
batuk berdahak.

Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari.

Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu.

Tidak respons terhadap pemberian bronkodilator.

Riwayat keluarga (atopi).

Pemeriksaan Fisik Inspeksi: gelisah, sesak (napas cuping hidung, napas cepat,
Paru retraksi sela iga, retraksi epigastrium, retraksi suprasternal,
sianosis).

Palpasi: biasanya tidak ada kelainan yang nyata (pada serangan


berat dapat terjadi pulsus paradoksus).

Perkusi: biasanya tidak ada kelainan yang nyata.

Auskultasi: ekspirasi memanjang, wheezing, suara lendir.

Pemeriksaan Pada serangan asma, APE sebaiknya diperiksa sebelum


Penunjang pengobatan, tanpa menunda pemberian pengobatan.
Pemeriksaan ini dilakukan jika alat tersedia.

Saturasi oksigen dengan pulse oxymetry.


Pemeriksaan analisis gas darah dilakukan jika fasilitas tersedia.

Foto thorax untuk menyingkirkan penyakit selain asma.

Pemeriksaan laboratorium: jumlah eosinofil darah dan analisis


gas darah atas indikasi.

Terapi Oksigen (Tergantung saturasi O2 pasien)


Inhalasi Meptin tiap 20 menit sampai 3 kali, selanjutnya
tergantung respon terapi awal.
Inhalasi Combivent setiap 4-6 jam terutama pada obstruksi
berat.
Methilprednisolon parenteral 125 mg diberikan bila kondisi
tidak juga mambaik.
Aminofilin tidak dianjurkan (bila diberikan dosis awal 5-6
mg/kgBB dilanjutkan infus aminofilin 0,5-0,6
mg/kgBB/jam).
Antibiotik diberikan bila ada infeksi sekunder.
Pasien di observasi 1-3 jam kemudian dengan pemberian
inhalasi Meptin tiap 60 menit. Bila setelah masa observasi
terus membaik, pasien dapat dipulangkan dengan pengobatan
(3-5 hari).
Bila setelah observasi 1-2 jam tidak ada perbaikan atau pasien
masuk ke dalam golongan resiko tinggi: pemeriksaan fisik
tambah berat, APE (arus puncak ekspirasi) > 50 % dan < 70%
dan tidak ada perbaikan hipoksemia (dari hasil analisa gas
darah), pasien harus di rawat. Pasien di rawat di ICU bila
tidak ada respon terhadap upaya pengobatan di UGD atau
bertambah beratnya serangan/ buruknya keadaan setelah
perawatan 6-12 jam, adanya penurunan kesadaran atau tanda-
tanda henti nafas, hasil pemeriksaan gas darah menunjukan
hipoksemia dengan kadar pO2 <60 mmHg dan atau pCO2
>45 mmHg walaupun mendapat pengobatan oksigen yang
adekuat.
Komplikasi Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), gagal jantung, pada
keadaan eksaserbasi akut dapat terjadi gagal nafas dan
pneumothorax.

KRISIS HIPERTENSI
Definisi Krisis Hipertensi adalah sebuah sindroma klinis yang ditandai dengan peningkatan
tekanan darah mendadak pada penderita hipertensi:

Tekanan darah sistolik (TDS) > 180 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) > 120
mmHg

Dapat disertai komplikasi disfungsi dari target organ, baik yang sedang dalam proses
(impending) maupun sudah dalam tahap akut progresif.

Sindroma klinis krisis hipertensi meliputi:

Hipertensi emergensi yaitu peningkatan tekanan darah yang disertai kerusakan


target organ akut

Hipertensi urgensi yaitu peningkatan tekanan darah tanpa disertai kerusakan target
organ akut progresif.

Hipertensi akselerasi yaitu peningkatan tekanan darah yang berhubungan dengan


perdarhaan retina atau eksudat.

Hipertensi maligna yaitu peningkatan tekanan darah yang berkaitan dengan edema
pupil.

Hipertensi akselerasi dan hipertensi maligna sering digunakan untuk menggambarkan


keadaan khusus pada hipertensi urgensi.

Proses Triase Krisis Hipertensi


Proses triase krisis hipertensi adalah proses klinik yang penting untuk menentukan
tingkat kegawatdaruratan suatu krisis hipertensi.

Yang tergolong dalam kerusakan target organ yang bersifat progresif di antaranya adalah
:

Perubahan status neurologis

Hipertensif ensefalopati

Infark serebri

Perdarahan intrakranial

Iskemi atau infark miokard


Disfungsi ventrikel kiri akut

Edema paru akut

Diseksi aorta

Insufisensi renal

Eklampsia

Prinsipnya pikirkan kemungkinan pasien dengan TDS > 180 mmHg dan TDD > 120
mmHg menderita hipertensi emergensi sampai semua kemungkinan kerusakan target
organ data tersingkirkan.

Diagnosis Krisis Hipertensi

Anamnesis Krisis Hipertensi


Selain ditanyakan mengenai etiologi hipertensi pada umumnya, perlu juga ditanyakan
gejala-gejala kerusakan target organ seperti:

Gangguan penglihatan

Edema pada ekstremitas

Penurunan kesadaran

Sakit kepala

Mual/muntah

Nyeri dada

Sesak napas

Kencing sedikit/berbusa

Nyeri seperti disayat pada abdomen

Pemeriksaan Pemeriksaan Fisik Krisis Hipertensi


Fisik dan Beberapa pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan bertujuan untuk mendeteksi adanya
Penunjang kerusakan target organ

Tekanan darah pada kedua ekstremitas


Perubahan denyut nadi perifer

Bunyi jantung

Bruit pada abdomen

Adanya edema atau tanda penumpukan cairan funsduskopi

Status neurologis.

Pemeriksaan Penunjang Krisis Hipertensi


Urinalisis : mendeteksi albuminuria, hematuria, dan sel silinder

Kimia darah : tes fungsi ginjal, gula darah, elekrtrolit

EKG : mendeteksi adanya PJK, hipertrofi ventrikel kiri, dan aritmia

CT scan bila curiga stroke atau ensefalopati

Foto toraks : mendeteksi adana edema paru

MRI

Toksikologi urin
Tatalaksana Tatalaksana Krisis Hipertensi pada keadaan khusus
Terapi Non Farmakologis

- Diet rendah garam (natrium klorida) (1,5 - 3,8 gr / Hari)


Diet DASH : konsumsi bah makanan tinggi buah dan sayuran (8-10 serving / hari), rendah
lemak dan kolesterol.

Tatalaksana Krisis Hipertensi


Hipertensi urgensi dapat diterapi rawat jalan dengan anti-hipertensi oral meliputi
penurunan TD dalam 24-48 jam. Penurunan TD tidak boleh lebih dari 25% dalam 24 jam
pertama. Terapi lini pertama dapat diberikan Captopril 25 mg per oral.

Rentang dosis yang dapat diberikan 6.25 mg-50 mg. Captopril bekerja cepat 15-30 menit
(durasi kerja 6-8 jam) bila diminum per oral, dan 10-20 menit (durasi kerja 2-6 jam) bila
diminum sublingual.

Pada sebagian besar hipertensi emergensi, tujuan terapi parenteral dan penurunan MAP
secara bertahap (tidak lebih dari 25% dalam beberapa menit sampai 1 jam).

Turunkan arterial pressure yang meningkat sebanyak 10% dalam 1 jam pertama, dan
tambahan 15% dalam 3-12 jam. Setelah diyakinkan tidak ada tanda hipoperfusi organ,
penurunan dapat dilanjutkan dalam 2-6 jam sampai TD 160/110 mmHg selanjutnya
sampai mendekati normal.

TD dapat diturunkan lebih lanjut dalam 48 jam berikutnya. Pengecualian pada diseksi
aorta dan perdarahan pasca operasi dari TD secepatnya. Pada sebagian besar kasus,
koreksi cepat tidak diperlukan karena pasien berisiko untuk perburukan serebral,
jantung dan iskemi ginjal.
Prognosis Tergantung respond terapi dan kerusakan organ target
Hipoglikemia
1. Definisi
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara abnormal
rendah, yaitu di bawah 60 mg/dl atau kadar glukosa darah di bawah 70 mg/dl dengan gejala
klinis
2. Faktor predisposisi
Kadar insulin berlebihan
Dosis berlebihan: kesalahan dokter, framasi dan pasien: ketidaksesuaian dengan
kebutuhan pasien atau gaya hidup. Peningkatan bioavabilitas insulin; absorbsi yang
lebih cepat (aktifitas jasmani)
Peningkatan sensitivitas insulin
Defisiensi hormon counter-regulatory: penyakit Addison, hipopituitarisme, latihan
jasmani, postpartum; variasi siklus menstruasi
Asupan karbohidrat kurang
Makan tertunda atau lupa, porsi makan kurang, diit slimming, anorexia nervosa,
muntah, gastroparesis.
Absorbsi yang cepat, pemulihan glikogen otot
Alkohol, obat (Salisilat, sulfinamid meinkatkan kerja sulfonilurea)
3. Klasifikasi, tanda dan gejala

4. Protokol Hipoglikemia
Jika GDS <60 : Bolus D40 3 flakon + IVFD D10 500 CC / 8 Jam
Jika GDS 60-100 : Bolus D40 1 flakon + IVFD D10 500 CC / 8 Jam
Jika GDS 100-200 : IVFD D5 500 CC / 8 Jam
Jika > 200 : IVFD /RL/Asering/Hidromal/Martos 500 CC / 8 Jam
Follow Up :
1. Periksa GDS lagi 30 menit sesudah bolus.
2. Sesudah 1 atau 2 atau 3 flakon setelah 30 menit dapat diberikan 1 flakon lagi sampai 2-3 kali
untuk mencapai kadar ≥120mg/dl.
SEPSIS & SYOK SEPSIS

Definisi

Sepsis merupakan respon sistemik (SRIS) yang disebabkan oleh infeksi. Disebut juga respon pejamu
terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
aktivasi proses inflamasi di dalam tubuh. Sedangkan syok sepsis adalah sepsis dengan hipotensi,
ditandai dengan penurunan TDS < 90 mmHg atau penurunan > 40 mmHg dari TD awal, tanpa tanda
adanya obat-obatan yang dapat menurunkan TD.

Terminology dan definisi sepsis:

Sindrom Respons Inflamasi Sistemik (SIRS) Adalah respon tubuh terhadap inflamasi sistemik
mencakup dua atau lebih keadaan berikut:

Suhu > 38C atau < 36C

Frekuensi jantung > 90x/menit

Frekuensi nafas > 20x/menit atau PaCO2 < 32 mmHg

Leukosit darah > 12.000/mm3 (leukositosis), < 4000/mm3 (leukopenia) ataubatang > 10%

Sepsis adalah keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi SIRS

Sepsis berat merupakan sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi
termasuk asidosis laktat, oliguria dan penurunan kesadaran.

Sepsis dengan hipotensi yaitu sepsis dengan tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau penurunan tekanan
darah sistolik > 40 mmHg dan tidak ditemukan penyebab hipotensi lainnya.

Renjatan septic / syok sepsis adalah sepsis dengan hipotensi meskipun telah dilakukan resusitasi cairan
secara adekuat atau memerlukan vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ.

Etiologi
MIKROORGANISME EPISODE

Bakteri gram negative (enterobacteriaceae, pseudomonas, 40%


Haemophilusspp, dll)

Bakteri gram positif (Staphylococcus aureus, coagulase- 31%


negative staphylococci, enterococci, Streptococcus pneumonia,
dll)

Fungi 6%

Polymicrobial 16%

Classi pathogens (Neisseria meningitides, S. pneumonia, < 5%


Haemophilus influenza, Streptococcus pyogenes)

Diagnosis

SIRS ditandai dengan 2 gejala atau lebih dari berikut:

Suhu > 38C atau < 36C

Frekuensi jantung > 90x/menit

Frekuensi nafas > 20x/menit atau PaCO2 < 32 mmHg

Leukosit darah > 12.000/mm3 (leukositosis), < 4000/mm3 (leukopenia) ataubatang > 10%

Adanya fokus infeksi yang bermakna

Sepsis berat ditandai dengan gangguan fungsi organ atau kegagalan fungsi organ termasuk penurunan
kesadaran, gangguan fungsi hati, ginjal, paru-paru dan asidosis metabolik.

Diagnosis Banding

Syok kardogenik dan syok hipovolemik

Pemeriksaan Penunjang

DPL, test fungsi hati, ureum, kreatinin, gula darah, AGD, elektrolit, kultur darah, dan infeksi lokal
(urine, pus, sputum, dll) disertai dengan uji kepekaan mingkroorganisme terhadap anti mikroba, foto
thorax.
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan syok sepsis mencakup eliminasi pathogen penyebab infeksi, eliminasi sumber infeksi
dengan tindakan drainase atau bedah bila diperlukan, terapi antimikroba yang sesuai, resusitasi bila
terjadi kegagalan organ atau renjatan, vasopressor dan inotropic, terapi suportif terhadap kegagalan
organ, gangguan koagulasi dan terapi imunologi bila terjadi respon imun maladaptive pejamu terhadap
infeksi. Penatalaksanaan hipotensi dan syok sepsis merupakan tindakan resusitasi yang perlu dilakukan
sesegara mungkin, dilakukan secara intensif dalam 6 jam pertama, mencakup airway, breathing dan
circulation.

Oksigenasi

Dalam tatalaksana hipoksemia dan hipoksia semua faktor yang mempengaruhi baik ventilasi,
perfusi, delivery dan penggunaan oksigen perlu mendapat perhatian dan dikoreksi. Pada
keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan penurunan kesadaran atau kerja
ventilasi yang berat, ventilasi mekanik perlu segera dilakukan.

Terapi Cairan

Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik kristaloid (NaCl
0,9% atau RL) maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu dipantau pemberiannya
agar tidak kurang atau berlebih. Pada unit perawatan intensif dapat dipantau dengan mengukur
tekanan vena sentral dan tekanan arteri pulmonalis. Perlu diperhatikan tanda kelebihan cairan
berupa peningkatan tekanan vena jugular, ronki, gallop S3 dan penurunan saturasi oksigen.

Serum albumin < 2 g/dl disertai tekanan hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, maka
koreksi albumin perlu dilakukan.

Transfusi PRC diperlukan bila ada perdarahan aktif atau pada kadar hemoglobin yang rendah.

Vasopressor dan Inotropik


Vasopressor diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan secara
adekuat, akan tetapi pasien masih mengalami hipotensi.

Terapi vasopressor diberikan mulai dari dosis terendah secara titrasi untuk mencapai tekanan
arteri rata-rata / MAP 60 mmHg, atau tekanan darah sistolik 90 mmHg

Vasopressor:

Dopamine dengan dosis > 8 mcg/kgBB/menit

Norepinefrin 0,03- 1,5 mcg/kgBB/menit

Fenileferin 0,5- 8 mcg/kgBB/menit

Epinefrin 0,1- 0,5 mcg/kgBB/menit

Inotropic:

Dobutamin 2-28 mcg/kgBB/menit

Dopamine 3-8 mcg/kgBB/menit

Epinefrin 0,1- 0,5 mcg/kgBB/menit

Bikarbonat

Bikarbonat dapat diberikan bila pH < 7,2 atau serum bikarbonat< 9 meq/l, disertai dengan
upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.

Disfungsi Renal

Bila terjadi gangguan ginjal akut dapat dilakukan hemodialisa atau hemofiltrasi.

Nutrisi yang adekuat

Kortikosteroid

Diberikan bila ada kecurigaan insufisiensi adrenal.

Hidrokortison dosis 50 mg bolus IV 4 kali sehari selama 7 hari pada pasien syok sepsis
menunjukkan penurunan mortalitas.
Komplikasi

Gagal nafas, gagang ginjal, gagal hati, KID, renjatan septik ireversibel.

Prognosis

Dubia ad malam

Anda mungkin juga menyukai