Anda di halaman 1dari 15

Referat

Inkompetensia Serviks

Temmy
11.2015.314

Pembimbing: dr.Eddi Junaidi, SpOG, SH, M.kes

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Kepaniteraan Ilmu Kebidanan dan Kandungan
Periode 10 Oktober 17 Desember 2016
Rumah Sakit Angkatan Udara dr.Esnawan Antariksa
Jakarta

1
Pendahuluan

Inkompetensia servik merupakan penyebab abortus pada trimester kedua kehamilan


dengan karakteristik dilatasi servik tanpa disertai rasa nyeri. Pada wanita dengan perdarahan pada
trimester kedua kehamilan penting untuk memikirkan adanya kemungkinan diagnosis
inkompetensia servik. Inkompetensia servik dikarakteristikan dengan dilatasi servik tanpa disertai
nyeri, prolapse atau ruptur membran dan pengeluaran janin walaupun aktivitas uterus minimal.
Inkompetensia servik dideskripsikan oleh Palmer dan LaComme pada tahun 1948 sebagai kondisi
dimana servik gagal mempertahankan konsepsi selama kehamilan, dengan panjang servik kurang
dari 25 mm. Walaupun diperkirakan merupakan komplikasi dari 1% kehamilan, prevalensi
inkompetensia servik berada pada rentang 0.05-0.2%.1,2 Pada dasarnya inkompetensi serviks
adalah defek yang terjadi pada mekanisme sfingter dari ostium internum yang seringkali
merupakan kelainan akuisita dan dapat pula akibat kelainan kongenital. Menilai insidensi
inkompetensi serviks pada komunitas sulit dilakukan. Ketika berat janin dalam uterus mencapai
titik kritis tertentu, uterus mulai mencoba mengeluarkan janin sebagai akibat dari kelainan ini.
Herniasi dan kemudian ruptur selaput janin dapat terjadi, dan jika terjadi pada pertengahan
trimester kehamilan maka ini berhubungan dengan inkompetensi yang terjadi pada serviks. Dahulu
dilatasi serviks dan penonjolan selaput janin dianggap sebagai akibat dari suatu aksi yang
dilakukan uterus sehingga aborsi tidak terhindarkan. Tetapi sekarang telah diketahui bahwa
terdapat defek mekanik yang terjadi dan terdapatnya kemungkinan koreksi dengan tindakan
operasi. Frekuensi inkompetensi serviks terhadap hubungannya dengan kelahiran hidup belum
dapat ditentukan secara akurat. Insidensi cerclage serviks dilaporkan dengan beragam, dari rentang
1 per 54 kelahiran hidup sampai 1 per 1000 kelahiran hidup.3

Definisi

Inkompetensia servik adalah servik dengan suatu kelainan anatomik yang nyata,
disebabkan oleh laserasi sebelumnya melalui ostium uteri internum atau merupakan suatu kelainan
kongenital pada servik yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa rasa nyeri dan
mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.3

2
Angka Kejadian

Inkompetensi serviks jarang ditemukan. Dikemukakan sekitar 15% kasus-kasus obstetri


mengalami kelainan ini dan kira-kira 20% abortus habitualis disebabkan oleh inkompetensi
serviks. Insiden bervariasi antara 1:333 sampai 1:1850 kelahiran hidup. Bengtsson memperkirakan
insidens sebenarnya antara 1:1000 sampai 1:2000 kelahiran hidup. Jenning melaporkan 1:125
kelahiran hidup, Praptohardjo menemukan 9 kasus dalam 5 tahun. Barter menemukan 19 kasus
dalam 35.000 kehamilan. Ritter menemukan 33 kasus selama 15 tahun. Yacob dan Rumanouw
menemukan 7 kasus dalam 1 tahun.3

Etiologi

Penyebab inkompetensi servik sebenarnya belum diketahui dengan pasti. Diduga


inkompetensi servik dapat disebabkan dari kelainan kongenital atau akuisita. Tetapi pada
kebanyakan pasien kelainan terjadi secara akuisita akibat kondisi semisal cedera pada struktur os
servikal interna akibat trauma. Kebanyakan ahli mengakui adanya bentuk kongenital dari
inkompetensia servik sebagai penyebab abortus, meskipun jarang.3 Diduga terdapat tiga faktor
yang memegang peranan penting dalam terjadinya inkompetensi servik, yaitu

1. Faktor kongenital
Akibat perkembangan abnormal jaringan fibromuscular servik menyebabkan
kelemahan servik tersebut. Kelainan ini jarang ditemukan. Pada primigravida yang tidak
pernah mengalami trauma pada serviks jarang menderita kelainan ini.

2. Faktor akuisita
Akibat trauma pada serviks uteri sebelumnya yang mencapai ostium uteri internum,
misalnya pada persalinan normal, tindakan cunam yang traumatic, kesulitan ekstrasi bahu,
seksio sesarea di daerah serviks yang terlalu rendah, dilatasi dan kuretase berlebihan,
amputasi serviks, konisasi ataupun katerisasi, kelainan ini lebih sering ditemukan.
Beberapa penulis menggangap trauma terhadap serviks saat persalinan atau terminasi
vaginal kehamilan sebagai penyebab paling sering dari inkompetensi serviks.

3
3. Faktor fisiologik
Hunter, Henry dan Judd mengemukakan bahwa inkompetensi serviks fisiologik
merupakan faktor etiologi utama. Ini ditandai dengan pembukaan serviks normal akibat
kontraksi uterus abnormal.

Dikemukakan bahwa ibu-ibu hamil yang menggunakan dietilstilbestrol (DES) akan


berakibat janin perempuan yang dikandungnya mempunyai risiko tinggi untuk menderita
inkompetensi serviks. Diperkirakan kelainan fungsional dari ostium uteri internum pada
perempuan yang terpapar DES meskipun tidak didapatkan kelainan pada struktur anatomis,
kondisi ini dapat bermanifestasi pada saat individu tersebut hamil. Laporan mengenai anomaly
uterus dan tuba akibat pajanan dengan DES menunjukkan perubahan pada uterus dan serviks
terjadi pada pajanan DES saat usia kehamilan belum 18 minggu.3 Kelainan ini dapat juga
berhubungan dengan kelainan uterus yang lain seperti septum uterus dan bikornis.4

Struktur Serviks Uteri

Serviks adalah bagian khusus uterus yang berada di bawah isthmus. Serviks uteri berbentuk
fusiformis dan membuka di tiap ujungnya melalui lubang kecil yaitu ostium uteri internum dan
eksternum.5 Di sebelah anterior, batas atas serviks, yaitu ostium internum, berada setinggi
peritoneum yang melipat di atas kandung kemih. Di sebelah lateral, serviks melekat pada
ligamentum kardinale. Di sebelah anterior, serviks dipisahkan dari kandung kemih di depannya
oleh jaringan ikat longgar. Os ekternum terletak di ujung bawah porsio vaginalis servisis. Serviks
disusun oleh sedikit otot polos dan sebagian besar oleh jaringan ikat kolagen dtambah jaringan
elastik dan pembuluh darah.4,6 Perubahan dari jaringan kolagenosa serviks ke jaringan otot korpus
uteri pada umumnya terjadi mendadak, namun dapat pula bertahap, bahkan sampai sepanjang 10
mm. Walaupun secara embriologis mukosa kanalis servisis uteri merupakan sambungan langsung
endometrium, berdiferensiasi sedemikian rupa sehingga penampang potongan melalui kanalis
menyerupai sarang lebah. Mukosa tersebut terdiri atas selapis epitel kolumnar sangat tinggi yang
terletak di atas membrane basal tipis. Dari permukaan mukosa endoserviks sampai jaringan ikat di
bawahnya, banyak ditemukan glandula servikalis. Karena tidak terdapat submucosa, kelenjar ini
menghasilkan sekret kanalis servisis yang kental dan lengket. Jika ductus kelenjar servikalis
tersumbat dapat terbentuk kista retensi dengan ukuran diameter beberapa millimeter yang dikenal
sebagai kista Nabothi. Dalam keadaan normal, epitel skuamosa porsio vaginalis servisis dan epitel

4
kolumnar kanalis servisis membentuk sebuah garis pembagian tegas yang terletak sangat dekat
dengan os eksternum, yaitu taut skuamokolumnar pada perempuan nulipara.6

Gambar 1. Anatomi Uterus dan Serviks.4

Gambar 2. Perbedaan Dilatasi Serviks pada Inkompetensi Serviks dan Persalinan Normal.
Sumber:www.google.co.id.

Patofisiologi

Dalam keadaan normal, hasil konsepsi dipertahankan dalam kavum uterus oleh kombinasi
faktor hormonal dan mekanikal. Akibat kelainan pada serviks, menyebabkan fungsi konstriksi

5
jaringan sirkumferens fibro-muskular setinggi ostium uteri internum terganggu sehingga terjadilah
herniasi atau penonjolan selaput janin tanpa perasaan mules disusul dengan robekan selaput janin
sehingga terjadilah abortus atau partus premature dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal
trimester ketiga. Tidak terdapat ditemukan kelainan yang berarti di daerah serviks dan
menghubungkannya dengan kelainan internus uteri (inkompetensi isthmus) atau kelainan segmen
bawah rahim (inkompetensi bawah rahim).3

Diagnosis

Diagnosis inkompetensia servik umumnya ditegakkan berdasarkan anamnesis riwayat


abortus kehamilan trimester kedua atau persalinan prematur dengan dilatasi tanpa disertai nyeri
tetapi disertai dengan perdarahan baik secara retrospektif maupun saat berlangsungnya abortus
atau partus prematur.3,4 Beberapa waktu pasien mendapat kontraksi ringan sebelum keluarnya hasil
konsepsi. Walaupun demikian kadang-kadang gambaran klinis tidak khas sehingga diagnosis sulit
ditegakkan. Gejala-gejala klinik yang khas jarang ditemukan sebelum masa kehamilan mencapai
16 minggu, dimana sebelum waktu tersebut hasil konsepsi tidak cukup besar untuk menyebabkan
pendataran dan pembukaan serviks. Tidak ada pemeriksaan absolut untuk diagnosis definitif
inkompetensi servik. Pemeriksaan dapat dilakukan pada saat, (1) di luar masa kehamilan dan (2)
dalam masa kehamilan (trimester kedua atau awal trimester ketiga).4

Di luar masa kehamilan

1. Pada masa di luar kehamilan dapat ditemukan riwayat aborus yang berulang dana tau
partus prematur dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga
diawali dengan robeknya selaput janin tanpa disertai perasaan mules.4
2. Pemeriksaan bimanual
Ditemukan serviks yang terbuka sampai setinggi ostium uteri internum.4
3. Percobaan dilatasi serviks
Rubovit membuat penafsiran kompetensi serviks dengan menggunakan dilator
Hegar. Bila dilator dengan ukuran 6-8 mm dapat dengan mudah dan tanpa nyeri
melewati ostium uteri internum maka dapat dipastikan adanya suatu inkompetensi
serviks. Pemeriksaan lain dengan menggunakan Olive-tipped sound nomor 16-18 F.
Jika Olive-tipped sound dapat melewati serviks setinggi ostium uteri internum maka
terdapat inkompetensi serviks. Dapat pula dilakukan pemeriksaan dengan

6
menggunakan kateter Foley yang dimasukkan ke dalam kavum uterus dan
dikembungkan balonnya lalu ditarik keluar. Jika tidak ditemukan kesulitan maka
kemungkinan besar terdapat inkompetensi serviks.4
4. Histerogram
Dilakukan pada fase pramenstruasi dengan menggunakan kanula Leech-Wilkinson.
Gambar diambil dalam posisi antero-posterior pada saat serviks ditarik ke bawah.
Normal akan tampak gambaran kavum uterus berbentuk segitiga, terpisah dari ujung
kanula 2-3 cm, dimana tidak tampak adanya kontras atau hanya menunjukkan adanya
gambaran menyerupai benang antara kavum uterus dengan ujung kanula. Pada
inkompetensi serviks akan ditemukan gambaran berupa jalur lebar antara kavum uterus
dengan ujung kanula menyerupai corong.3,4

Dalam masa kehamilan

1. Pemeriksaan inspekulo
Ditemukan pembukaan serviks sebesar 2 cm atau lebih disertai pemendekan
serviks, kadang-kadang tampak penonjolan selaput janin dan berlangsung tanpa rasa
mules.3
2. Ultrasonografi
Keuntungan ultrasonografi adalah dapat dilakukan secara serial untuk menilai dan
pengamatan lanjut penderita-penderita yang mungkin menderita inkompetensi serviks.
Berutine dan kawan-kawan secara prospektif menilai serviks yang mempunyai risiko
menjadi inkompetensi serviks selama kehamilan dengan menilai ostium uteri internum
dan panjangan serviks. Brook dan kawan-kawan menilai bila ditemukan lebar kanalis
lebih dari 1,9 cm dianggap inkompetensi serviks.3
Pemeriksaan ultrasonografi transvaginal merupakan cara pemeriksaan yang elektif
dan aman untuk melakukan penilaian panjangnya serviks dalam kehamilan pada
perempuan dengan kecurigaan adanya inkompetensi serviks. Panjangnya serviks
sangat bervariasi sebelum kehamilan 20 minggu, rata-rata panjang serviks berkisar
antara 35-40 mm pada 14-22 minggu dan menipis menjadi sekitar 35 mm di antara 24-
28 minggu serta 30 mm setelah 32 minggu. Walaupun serviks yang pendek tidak selalu
menunjukkan adanya inkompetensi serviks, pemeriksaan serial ultrasonogafi yang

7
dilakukan di antara kehamilan 16-20 minggu dianjurkan pada perempuan dengan
riwayat kehilangan kehamilan pada trimester kedua dan persalinan prematur.3 Kriteria
lain untuk mendiagnosis inkompetensi serviks menggunakan ultrasonografi adalah
dengan menemukan pemendekan kanalis serviks kurang dari 2 cm.1

Penatalaksanaan

Penatalaksanaa inkompetensi serviks dapat secara konservatif atau operatif. Pada


penanganan konservatif pasien di tirah baringkan dalam posisi Trendelenburg guna mengurangi
desakan cairan amnion pada ostium uteri internum akibat gaya gravitasi. Dapat diberikan
progesterone, dimana terdapat laporan angka keberhasilan encapai 92% dengan pengobatan
progesteron. Penggunaan obat-obatan lainnya, misalnya ritodine, orciprenaline, yang dapat
mencegah pengeluaran hasil konsepsi. Penggunaan Smith-Hodge Pessarium atau Dometh-Shaped
Pessarium, secara teoritis dikemukakan bahwa dengan menempatkan serviks uteri ke arah anterior
aakn mencegah pembukaan serviks akibat gaya gravitasi.3

Gambar 3. Pesarium Smith-Hodge. Sumber: www.google.co.id.

Penanganan operatif memiliki tujuan mengembalikan fungsi serviks sebagai sfingter.


Penentuan saat yang tepat untuk melakukan tindakan operatif masih bersifat kontroversi, apakah
dilakukan di luar masa kehamilan atau dilakukan saat dalam masa kehamilan. Jenis persalinan
setelah tindakan operatif juga masih menjadi kontroversi.3,5 Beberapa klinikus menyarankan untuk
meninggalkan jahitan di tempatnya dan persalinan diakhiri dengan seksio sesarea elektif dalam
masa kehamilan aterm, tetapi kebanyakan klinikus menganjurkan pengangkatan jahitan pada umur
kehamilan 38 minggu atau permulaan timbulnya tanda-tanda persalinan dan menunggu persalinan
pervaginam. Tindakan operatif di luar masa kehamilan memiliki keuntungan mencegah efek buruk
terhadap kehamilan akibat perdarahan banyak, tetapi juga memiliki kerugian yaitu dapat

8
menyebabkan striktura serviks yang dapat mencegah terjadinya kehamilan. Teknik operasi yang
digunakan pada operasi di luar masa kehamilan antara lain, (1) operasi Lash, (2) trakelorafi, (3)
operasi Ball.4

a. Operasi Lash
- Insisi 2-3 cm berbentuk semisirkuler di atas ostium uteri internum, kemudian
mukosa vagina yang dinsisi dinaikkan dan kandung kemih dipisahkan dari serviks.
- Sebuah jahitan penahan ditempatkan di tepi atas daerah kerusakan. Jaringan parut
yang berbentuk bujur telur dieksisi dan kanalis servikalis dibuka. Besarnya jaringan
yang dibuang disesuaikan dengan kerusakan yang ada.
- Sebuah dilator Hegar 4 mm dipasang melalui kanalis servikalis sampai mencapai
rongga Rahim, dan 3-6 jahitan satu-satu (interrupted) dengan menggunakan catgut
ditempatkan melalui lapisan dalam dinding serviks tanpa mengenai mukosa
serviks, kemudian lapisan pertama ditutup.
- Penempatan 3-6 jahitan pada lapisan luar dinding serviks dengan cara yang sama.
- Bagian depan ligamentum kardinale kiri dan kanan disatukan dan dijahit dengan
dinding serviks di garis tengah.
- Mukosa vagina yang diinsisi ditutup kembali.4
b. Trakelorafi
- Memperlihatkan garis insisi yang akan dilakukan pada kedua sisi serviks.
- Dengan menggunakan gunting bengkok yang tajam, bagian serviks yang
berlaserasi dibuang.
- Penempatan jahitan catgut kromik 0, jahitan pertama ditempatkan melewati ujung
atas insisi dengan maksud sekaligus mengikat pembuluh-pembuluh darah yang
mungkin di bawah mukosa vagina.
- Jahitan berikutnya ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak hanya mencakup
tepi mukosa tetapi juga bagian kokoh dari jaringan serviks. Jahitan ditempatkan
dengan jarak 0,5 cm.
- Beberapa jahitan satu-satu (interrupted) atau jahitan silang (figure of eight)
dengan catgut kromik 00 ditempatkan untuk menutupi celah yang terbuka dari
serviks yang baru. Sepotong kecil kain kasa ditempatkan pada kanalis servikalis
yang baru selama 24 jam untuk memelihara patensi kanalis servikalis baru.4

9
c. Operasi Ball
- Dinding vagina dibuka dan kandung kemih dipisahkan dari serviks sehingga
tampak batas antara serviks dan korpus uteri (cervico-uterine junction) kemudian
dipasang sebuah dilator berukuran 4 mm.
- Insisi dibuat pada serviks (seperti pada gambar).
- Bagian serviks yang dieksisi ditutup dengan jahitan mahkota.4

Gambar 4. Teknik Operasi Ball.4

Jika tindakan operatif dilakukan dalam masa kehamilan, saat terbaik adalah trimester kedua
(umur kehamilan 14 minggu) sebelum pendataran serviks terjadi. Bila ditemukan tanda-tanda
pembukaan serviks atau selaput janin menonjol, ada yang menganjurkan operasi segera dilakukan.
Keuntungan dilakukan pada masa kehamilan adalah, masalah striktura serviks akibat operasi dapat
disingkirkan karena penderita telah hamil, dan abortus spontan akibat hasil konsepsi yang
abnormal dihindari. Kontraindikasi dilakukan tindakan operatif dalam masa kehamilan antara lain,

- iritabilitas uterus disertai peningkatan tekanan dalam rongga amnion yang


menujukkan tanda-tanda akan berlangsungnya fase aktif persalinan
- perdarahan uterus oleh sebab apapun
- robekan selaput janin
- pembukaan serviks lebih dari 4 cm
- umur kehamilan kurang dari 12 minggu

10
- amnionitis
- janin/kehamilan abnormal
- hidrosefalus/hidramnion
- kematian janin4

Selama atau setelah tindakan operatif, bila ditemukan tanda-tanda antara lain robekan
selaput janin , infeksi ataupun uterus yang kontraktil (his), maka jahitan harus segera diangkat dan
kehamilan harus segera diakhiri guna menghindari komplikasi yang serius. Komplikasi tindakan
operatif, (1) robekan selaput janin, (2) perdarahan, (3) infeksi intrauterin, (4) ruptur uteri. Terdapat
empat cara operasi, yaitu (1) operasi Shirodkar, (2) operasi Shirodkar-Barter, (3) operasi
McDonald, (4) operasi Wurm. Jika telah dipastikan, inkompetensi serviks klasik diterapi dengan
cerclage, yang secara bedah memperkuat servik yang lemah dengan sejenis penjahitan tipe dompet
(purse-string suturing).3 Cerclage dianjurkan pada kasus dengan pemendekan serviks dan/atau
terjadinya rongga (funneling) pada serviks yang tidak diikuti korioamnionitis. Sebagai tambahan,
perempuan dengan riwayat kehilangan kehamilan 3 pada kehamilan midtrimester dan persalinan
premature adalah calon untuk dilakukan cerclage elektif. Perdarahan, kontraksi uterus, atau ruptur
membrane biasanya merupakan kontraindikasi tindakan cerclage.6 Cerclage idealnya dilakukan
secara profilaksis sebelum dilatasi serviks. Pada sebagian kasus hal ini tidak mungkin dan
dilakukan cerclage penyelamatan secara darurat setelah servik diketahui membuka atau menipis.
Cerclage elektif biasanya dilakukan antara 12 sampai 16 minggu, tetapi terjadi perdebatan tentang
seberapa lambat cerclage darurat dapat dilakukan. Yang menjadi dilema adalah bahwa semakin
lanjut tahap kehamilan, semakin besar risiko intervensi bedah akan merangsang persalinan kurang
bulan atau rupturnya membran. Terapi terbaik inkompetensi serviks adalah penempatan jahitan
nonabsorbable sedekat mungkin dengan ostium uteri internum. Jika digunakan kriteria yang ketat
terhadap diagnosis inkompetensi serviks, rerata tingkat ketahanan janin setelah dilakukan cerclage
dilaporkan meningkat dari 20% menjadi 80%.7 Karenanya direkomendasikan penempatan jahitan
dilakukan secara elektif antara 11 sampai 14 minggu kehamilan setelah embryogenesis mayor
selesai dan insidens aborsi spontan yang disebabkan oleh abnormalitas genetik menurun.4

a. Operasi Shirodkar

11
- Tenakulum dipasang menjepit bibir depan serviks, kemudian diberikan suntikan
adrenalin dalam larutan NaCl fisiologis di bawah kandung kemih, kemudian insisi
dilakukan di bagian depan serviks.
- Kandung kemih dan dinding vagina depan dipisahkan dari serviks, mneyingkapkan
daerah di atas ostium uteri eksternum.
- Tenakulum di pasang menjepit bibir belakang serviks, dan serviks ditarik ke atas
sehingga menyingkapkan serviks bagian belakang. Dengan klem Allis, dinding
vagina belakang dijahit dan insisi sepanjang 1,5 cm dibuat pada dinding vagina
yang menonjol itu.
- Insisi kemudian diperlebar dengan menggunakan klem arteri lengkung. Jarum
Shirodkar dipasang pada sisi kanan serviks di dalam dan di bawah pilar kanan
kandung kemih mengelilingi serviks sampai ujung jarum muncul melalui insisi
pada bagian belakang.
- Melalui mata jarum Shirodkar yang muncul tadi dimasukkan pita fasia atau
mersilen dengan menggunakan jarum mayo yang telah dipasang benang linen yang
ujungnya diikat pada pita fasia agar pita tadi mudah masuk melalui mata jarum
Shirodkar.
- Ujung kanan pita ditarik ke depan, dan dengan menggunakan jarum Shirodkar kiri,
pita kiri dipasang dengan cara yang sama dengan pita kanan, kemudian ujung pita
bagian depan dan belakang diikat dengan benang linen.4

Gambar 5. Teknik Shirodkar. Sumber: www.google.co.id

12
b. Operasi Shirodkar-Barter
- Insisi melintang melalui mukosa vagina kurang lebih setinggi ostium uteri
internum, sesudah dinding vagina dibuka kandung kemih didorong ke atas.
- Insisi melintang seperti yang pertama dilakukan pada bagian belakang.
- Melalui insisi yang telah dibuat, jarum aneurisma dengan pita dakron dipasang
pada tepi kanan serviks di bawah mukosa melingkari serviks dan muncul melalui
insisi bagian belakang.
- Pita dipasang dengan cara yang sama pada sisi kiri serviks, dan kemudian kedua
ujung pita pada bagian belakang diikat dan dikuatkan dengan dua ikatan benang
sutera, begitu juga dengan ujung pita bagian depan.4
c. Operasi McDonald
- Benang prolin monofilamen nomor 2 dijahitkan pada serviks setinggi ostium uteri
internum, penempatan jahitan selanjutnya melingkari ostium uteri internum.
- Penyelesaian penempatan jahitan siap diikat, jahitan diikat secukupnya untuk
mengurangi diameter kanalis servikalis sampai beberapa millimeter untuk
mempertahankan patensi kanalis servikalis.4

Gambar 6. Teknik Operasi McDonald.4

Laserasi servik saat persalinan merupakan satu dari beberapa komplikasi tersering dari
cerclage, yang terjadi pada 1% hingga 13% pasien. Tiga persen pasien memerlukan persalinan

13
cesar dikarenakan ketidakmampuan servik untuk berdilatasi akibat dari scar pada servik dan
distosia. Charles dan Edward (1981) mendapatkan bahwa penyulit, terutama infeksi, lebih jarang
terjadi pada cerclage elektif yang dilakukan pada 18 minggu.5,6 Walaupun risiko infeksi minimal,
terdapat peningkatan risiko secara signifikan pada kasus dengan dilatasi yang cepat dengan
terpaparnya membran terhadap jalan lahir. Tetapi morbiditas infeksi tersebut dapat diakibatkan
dari subklinis chorioamnionitis. Cerclage dilaporkan berkaitan dengan peningkatan angka rawat
inap dan tokolisis pada tahap kehamilan selanjutnya, serta peningkatan dua kali lipat insiden
demam masa nifas. Profilaksis antimikroba perioperasi tidak dapat mencegah sebagian besar
infeksi, dan tokolitik gagal menghentikan sebagian besar persalinan. Jika terjadi infeksi klinis
maka jahitan perlu dipotongm dan persalinan diinduksi atau diperkuat jika diperlukan. Demikian
juga bila timbul tanda-tanda abortus iminens atau pelahiran, maka jahitan harus segera dilepas.5,6

Gambar 7. Algoritme Manajemen Pasien Inkompetensi Serviks. Sumber:www.google.co.id.

Prognosis

Dengan penatalaksanaanya yang tepat angka keberhasilan untuk mencapai kehamilan


aterm tinggi. Tidak diperoleh data bahwa wanita-wanita yang mengalami abortus spontan
habitualis mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mendapatkan anak cacat/abnormal bila
kehamilannya mencapai aterm.3

Kesimpulan
Inkompetensia serviks adalah suatu kelainan dimana terjadi gangguan pada fungsi sfingter
serviks sehingga menyebabkan serviks berdilatasi berlebihan yang tidak disertai perasaan mules

14
dan nyeri. Dilatasi serviks ini menyebabkan herniasi dan penonjolan selaput janin yang dapat
menyebabkan selaput janin robek sehingga terjadi abortus. Inkompetensi serviks merupakan
penyebab abortus habitualis pada trimester kedua atau awal trimester ketiga. Penyebab
inkompetensi serviks diduga berasal dari trauma pada serviks yang dapat terjadi pada saat
persalinan atau tindakan operasi pada daerah serviks. Kelainan ini juga dapat merupakan kelainan
kongenital. Pajanan dietilstilbestrol pada janin perempuan juga dapat meningkatkan risiko
terjadinya inkompetensi serviks saat mereka sedang hamil. Ultrasonografi transvaginal merupakan
pemeriksaan yang elektif dan aman untuk menilai ada tidaknya inkompetensi serviks melalui
penilaian panjangnya serviks. Penatalaksanaan inkompetensi serviks dapat berupa konservatif dan
operatif. Teknik operatif yang digunakan antara lain teknik McDonald dan Shirodkar.

Daftar Pustaka

1. Malhotra N, Puri R, Jaideep, et al. Operative obstetrics & gynecology. London: Jaypee
Brothers Medical Publishers; 2014. Hal 419-21.
2. Lentz, Lobo, Gershenson, Katz. Comprehensive gynecology. Philadelphia: Elsevier; 2012.
Hal 342.
3. Cibils LA. Surgical diseases in pregnancy. New York: Springer; 2012. Hal 2-12.
4. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu bedah kebidanan. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. Hal 220-37.
5. Pendit BU, Setia R, et al. Obstetri Williams. Edisi 23. Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2012. Hal 25, 229-31.
6. Pendit BU, Nugroho AW, Ayleen A, Chairunnisa. Dasar-dasar ginekologi & obstetric.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010. Hal 5-6.
7. Gabbe SG, Niebyl JR, Galan HR, et al. Obstetrics: normal dan problem pregnancies.
Philadelphia: Elsevier; 2012. Hal 609-16.

15

Anda mungkin juga menyukai