PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Peningkatan usia harapan hidup merupakan salah satu tolak ukur
keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia. Usia harapan hidup
masyarakat Indonesia adalah 64,7 tahun pada tahun (1995-2000) dan menjadi 70
tahun pada tahun 2008. meskipun demikian usia lanjut dapat menimbulkan
masalah yang perlu diwaspadai yakni adanya berbagai penyakit degeneratif
termasuk osteoporosis yang berakibat pada penurunan kualitas hidup. Masalah
yang ditimbulkan akibat osteoporosis cukup besar, yaitu dapat menimbulkan
morbiditas dan dibutuhkan biaya yang cukup besar apabila terjadi patah tulang.1
Sejak tahun 1990 sampai 2025 akan terjadi kenaikan jumlah penduduk
Indonesia sampai 41,4 % dan osteoporosis selalu menyertai usia lanjut baik
perempuan maupun laki-laki. Saat ini, Indonesia memiliki jumlah penduduk
sekitar 237 juta jiwa, dan diperkirakan pada tahun 2050 jumlah penduduk
Indonesia adalah 288 juta jiwa, dimana 71 juta orang akan berusia diatas 60
tahun.2
Osteoporosis merupakan penyakit metabolisme tulang yang ditandai
pengurangan massa tulang, kemunduran mikroarsitektur tulang dan fragilitas
tulang yang meningkat, sehingga risiko fraktur menjadi lebih besar.3
Osteoporosis mempunyai arti klinis ketika timbul rasa sakit ataupun
fraktur yang diakibatkan oleh penyakit ini. Di beberapa negara, osteoporosis telah
menjadi penyakit metabolism tulang yang utama. Di Negara lainnya, seiring
dengan meningkatnya harapan hidup dan perubahan pola gaya hidup, mayoritas
masyarakat akan dihadapkan dengan masalah osteoporosis ini.3
Osteopenia terjadi pada semua orang di dekade akhir dari kehidupan.
Keadaan ini ditandai oleh menurunya massa tulang, meskipun mikroarsitektur
tulang masih dalam batas-batas normal. Setelah berumur 50 tahun, maka setiap
peningkatan usia satu dekade akan terjadi peningkatan dua kali lipat risko patah
tulang.4
1
Pada wanita angka kejadian osteoporosis lebih tinggi. Pada osteoporosis
tipe I, rasio wanita disbanding laki-laki 6:1, sedangkan tipe II rasionya 2:1. Dari
penelitian di Amerika serikat 17% wanita ras Kaukasia pasca menopause
menderita osteoporosis, sedangkan ras Hispanik 12% dan ras Afrika-Amerika 8%,
dan angka kejadian fraktur osteoporosis yang tertinggi terjadi di Amerika Utara
dan eropa, terutama Negara-negara di Skandinavia, sedangkan di Afrika dan Asia
didapatkan angka kejadian yang rendah.4
Masalah utama pada penyakit ini adalah diagnosis penyakit ini biasanya
baru ditegakkan setelah terjadi fraktur ataupun lama setelah gejala awal penyakit
ini, oleh karena hilangnya substansi tulang pada osteoporosis berjalan sangat
lambat dan selama itu gejala yang ada asimptomatis. Dan juga meningkatnya
harapan hidup masyarakat serta perubahan pola hidup yang dapat meningkatkan
risiko terjadinya osteoporosis. Untuk itu penulis merasa perlu untuk membuta
tinjauan kepustaakan osteoporosis.1
2
BAB II
HOMEOSTASIS TULANG
3
Gambar 1. Struktur Tulang Normal dengan Sistem Havers7
Korteks tulang tersusun seperti osteon, yaitu lapisan konsentris dari tulang
yang dikelilingi oleh kanal dengan panjang > 2 mm dan lebar 2 mm dimana
didalamnya terdapat osteosit dan pembuluh darah untuk nutrisi. Trabekular tulang
terdiri dari unit tulang struktural. Pada kedua tempat ini yaitu bagian trabekular
tulang dan permukaan dalam korteks tulang merupakan bagian yang rentan
terhadap pengeroposan tulang.6 Terdapat sistem havers yang merupakan susunan
melingkar berbentuk silinder yang dihubungkan oleh saluran havers. Saluran ini
berisi kapiler, arteriola, venula, nervi dan limfe. Tulang mendapat nutrisi melalui
sirkulasi intraoseus.5,7
Selama perkembangannya tulang membutuhkan kalsium yang tinggi dan
setelah mencapai masa pubertas kematangan hormon estrogen pada wanita dan
kematangan hormon testoteron pada laki-laki, karena pengaruh anabolik dan 12
prekusor estrogen terjadilah proses remodeling tulang. Keterlambatan dan
kegagalan pembentukan gonad (sindroma Turner, sindroma Klinefelter), faktor
nutrisi dan aktifitas fisik berat terutama saat puber sebelum menarche (atlit
berprestasi merupakan faktor yang menyebabkan tidak tercapai puncak massa
tulang dan ancaman terjadinya osteoporosis dini).8
4
2.2 Sel Tulang
a. Osteoblas
b. Osteoklas
Osteoklas berasal dari jalur hemopoetik yang juga membuat makrofag dan
monosit. Sel ini berpindah dari sumsum tulang lewat sirkulasi atau migrasi direk.
Sel prekursor osteoklas terdapat pada sumsum tulang dan sirkulasi darah. Sel ini
ditemukan pada permukaan tulang yang mengalami resorpsi dan kemudian
membentuk cekungan yang dikenal sebagai lakuna Howship. Osteoklas dalam
sitoplasmanya akan terisi oleh mitokondria guna menyediakan energi untuk
proses resorpsi tulang. Osteoklas merusak matriks tulang, melekat pada
permukaan tulang, memisahkan sel dengan matriks, menurunkan Ph 7 menjadi
pH 4. Keasaman ini akan melarutkan mineral dan merusak matriks sel sehingga
protease keluar. Osteoklas memiliki reseptor yaitu RANK-ligand (RANK-L) untuk
maturasi sel dan mengalami apoptosis.7,9
5
Gambar 2: Sel tulang (ob: Osteoblas; oc:Osteoklas).8
c. Osteosit
Osteosit berasal dari osteoblas dimana pada akhir proses mineralisasi akan
tersimpan pada matriks tulang. Osteosit mempunyai satu inti, jumlah organela
bervariasi dan sel ini menjangkau permukaan luar dan dalam tulang, membuat
tulang menjadi sensitif terhadap tekanan, mengontrol pergerakan ion serta
mineralisasi tulang.7,10 Osteosit merupakan 90% dari sel tulang terletak diantara
matriks tulang yang mengalami mineralisasi. Osteosit mempunyai satu inti,
jumlah organela bervariasi. Jaringan sel ini menjangkau permukaan luar dan
dalam tulang, membuat tulang menjadi sensitif terhadap pengaruh tekanan,
mengontrol pergerakan ion serta mineralisasi tulang. Osteosit berasal dari
osteoblas yang pada akhir proses mineralisasi terhimpit oleh ekstraselular matriks.
Osteosit merupakan sel yang sensitif terhadap tekanan mekanik, berperan dalam
pemeliharaan massa dan struktur tulang.7,10,11
2.3.2 Remodeling
Setelah tulang woven berubah menjadi tulang berlapis (lamellar), tulang
terus mengalami proses resorpsi, pembentukan dan mineralisasi yang dikenal
sebagai remodeling tulang (pembentukan kembali). Tujuan pembentukan kembali
tulang atau remodeling tulang adalah untuk mereparasi kerusakan tulang akibat
kelelahan atau fatigue damage, mencegah proses ketuaan atau aging dan
akumulasi tulang tua. Proses remodeling diatur oleh sel osteoblas dan osteoklas
7
22 yang tersusun dalam struktur yang disebut bone remodeling unit (BRU).
BRU merupakan suatu struktur temporer yang unik aktif saat modeling dan
remodeling. Struktur dari BRU terdiri dari osteoklas didepan diikuti oleh
osteoblas, dibelakang dan ditengah-tengah terdapat kapiler, jaringan syaraf dan
jaringan ikat. Panjang BRU 1-2 mm dengan lebar 0,24 mm bekerja memahat
tulang, meresorpsi tulang dan membentuk tulang baru. Pada orang dewasa sehat
diperkirakan 1 juta BRU aktif bekerja sedangkan 2-3 juta BRU dalam keadaan
non aktif. BRU bekerja pada tulang kortikal maupun trabecular.7,8,12
8
Menurut Frost, BRU terjadi pada permukaan tulang trabekular dan kortikal
sebagai lacuna howsip ireguler berlangsung selama 2 minggu. Proses aktifitas
remodeling tulang dimulai dengan aktifitas prekusor hemopoetik menjadi
osteoklas yang secara normal akan berinteraksi dengan linning cell osteoblas.
Dalam fase reversal osteoklas menghilang, digantikan oleh sel monosit yang
bekerja menempelkan bahan yang akan menjadi lapisan cement, kemudian pada
fase formasi tulang oleh pengaruh sinyal tertentu osteoblas menempel di
permukaan lubang lacuna howsip dan mensintesis kolagen, protein non-kolagen
dan mensekresinya membentuk osteoid yang pada akhirnya termineralisasi
ekstrasel menjadi tulang. Densitas tulang akan terus meningkat sampai pada
dekade keempat atau kelima dengan kecepatan paling tinggi pada massa
pertumbuhan akil balik atau adolescent. Tulang trabekular mengalami remodeling
atau bone turnover sekitar 20-30% pertahun sedangkan tulang korteks 3% - 10%
pertahunnya.7,13
9
2. Aktivation, dimulai saat osteoklas teraktivasi dan taksis (pergerakan dan
arah perpindahan dipengaruhi oleh arah datangnya rangsangan) ke
permukaan tulang.
3. Resorption, dimana osteoklas berada pada permukaan tulang. Osteoklas
akan mengikis permukaan tulang, melarutkan mineral, matriks tulang,
membuat lubang (resorption pit) dan selanjutnya tertarik dalam resorption
pit.
4. Bone formation, dimana osteoblas akan membentuk tulang baru dengan
memproduksi matriks tulang osteoid.
5. Mineralization, dimana permukaan tulang telah ditutupi dengan sel-sel
pelapis oleh proses modeling dan remodeling
BAB III
PATOGENESIS DAN KELAINAN LABORATORIUM
OSTEOPOROSIS
10
yaitu osteoporosis tipe I dan osteoporosis tipe II. Osteoporosis tipe ini disebabkan
oleh defisiensi estrogen akibat menopause. Osteoporosis tipe II disebut juga
osteoporosis senilis, disebabkan oleh gangguan absorpsi kalsium di usus sehingga
menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan timbulnya
osteoporosis. Namun pada sekitar tahun 1990, Riggs dan Melton memperbaiki
hipotesisnya dan mengemukakan bahwa estrogen menjadi faktor yang sangat
berperan pada osteoporosis primer, baik pasca menopause maupun senilis.16
b. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui penyebabnya, yaitu
terjadi karena adanya penyakit lain yang mendasari, defisiensi atau konsumsi obat
yang dapat menyebabkan osteoporosis.17,18
3.3 Patogenesis Osteoporosis
Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh karena jumlah dan
aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas (sel
pembentuk tulang). Keadaan ini mengakikatkan penurunan massa tulang. Ada
beberapa teori yang menyebabkan deferensiasi sel osteoklas meningkat dan
meningkatkan aktivitasnya yaitu:9
a) Defisiensi estrogen
b) Faktor sitokin
c) Pembebanan
11
sekalipun secara tidak langsung maupun secara langsung juga berpengaruh pada
sel osteoklas.19
12
Efek biologis dari estrogen diperantarai oleh reseptor yang dimiliki oleh
sel osteoblastik diantaranya: estrogen receptor-related receptor a (ERR),
reseptor estrogen , (ER, ER). Sub tipe reseptor inilah yang melakukan
pengaturan homeostasis tulang dan berperan akan terjadinya osteoporosis. Dalam
sebuah studi didapatkan bahwa kemampuan estrogen mengatur produksi sitokin
sangat bervariasi dari masing-masing organ maupun masing-masing spesies,
begitu juga terhadap produksi dari IL-6. Dikatakan produksi dari IL-6 pada
osteoblas manusia (human osteoblast) dan stromal sel sumsum tulang manusia
(human bone marrow stromal cells), terbukti diinduksi oleh IL-1 dan TNF, tidak
secara langsung oleh steroid ovarium.23
Dengan demikian dimungkinkan pada sel stroma osteoblastik dan sel
osteoblas terjadi perbedaan tingkat aktivasi sel, sehingga akan terjadi perbedaan
produksi dari protein yang dihasilkannya seperti misalnya: IL-6, RANK-L, dan
OPG, dengan suatu stimulasi yang sama.23
13
Gambar 6 . Efek estrogen dan sitokin terhadap pengaturan pembentukan osteoklas,
aktivitas, dan proses apoptosisnya, Efek estrogen sebagai stimulasi ditandai dengan E(+),
sedangkan efek inhibisi dengan tanda E(-)19 .
Jadi estrogen mempunyai efek terhadap sel osteoklas, bisa memberikan
pengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung estrogen
mempengaruhi proses deferensiasi, aktivasi, maupun apoptosi dari osteoklas.
Dalam deferensiasi dan aktivasinya estrogen menekan ekspresi RANK-L, MCSF
dari sel stroma osteoblas, dan mencegah terjadinya ikatan kompleks antara
RANK-L dan RANK, dengan memproduksi reseptor OPG, yang berkompetisi
dengan RANK. Begitu juga secara tidak langsung estrogen menghambat produksi
sitokin-sitokin yang merangsang diferensiasi osteoklas seperti: IL-6, IL-1, TNF-,
IL-11 dan IL-7. Terhadap apoptosis sel osteoklas, secara tidak langsung estrogen
merangsang osteoblas untuk memproduksi TGF-, yang selanjutnya TGF- ini
menginduksi sel osteoklas untuk lebih cepat mengalami apoptosis.24
Sedangkan efek langsung dari estrogen terhadap osteoklas adalah melalui
reseptor estrogen pada sel osteoklas, yaitu menekan aktivasi c-Jun, sehingga
mencegah terjadinya diferensiasi sel prekursor osteoklas dan menekan aktivasi sel
osteoklas dewasa.24
14
3.3.2. Faktor Sitokin
Pada stadium awal dari proses hematopoisis dan osteoklastogenesis,
melalui suatu jalur yang memerlukan suatu mediator berupa sitokin dan faktor
koloni-stimulator. Diantara group sitokin yang menstimulasi osteoklastogenesis
antara lain adalah: IL-1, IL-3, IL-6, Leukemia Inhibitory Factor (LIF), Oncostatin
M (OSM), Ciliary Neurotropic Factor (CNTF), Tumor Necrosis Factor (TNF),
Granulocyte Macrophage-Colony Stimulating Factor (GM-CSF), dan
Macrophage-Colony Stimulating Factor (M-CSF). Sedangkan IL-4, IL-10, IL-18,
dan interferon-, merupakan sitokin yang menghambat osteoklastogenesis.
Interleukin-6 merupakan salah satu yang perlu mendapatkan perhatian, oleh
karena meningkatnya IL-6 terbukti memegang peranan akan terjadinya beberapa
penyakit, antaranya berpengaruh pada remodeling tulang dan terjadinya
penyerapan tulang berlebihan baik lokal maupun sistemik. Sebetulnya tahun 1998
telah dikemukakan adanya hubungan antara sitokin, estrogen, dan osteoporosis
pascamenopause.25
Dikatakan terjadi peningkatan kadar dan aktivitas sitokin proinflamasi (IL-
1, IL-6, TNF-) secara spontan apabila fungsi ovarium menurun, misalnya pada
masa menopause. Bagaimana mekanisme secara pasti hubungan penurunan
estrogen dengan peningkatan sitokin ini belum diketahui secara jelas. Tetapi ini
diduga erat hubungannya dengan interaksi dari reseptor estrogen (ER = Estrogen
Receptor) dengan faktor transkripsi, modulasi dari aktivitas nitrik-oksid (NO),
efek antioksidan, aksi plasma membran, dan perubahan dalam fungsi sel imun.
Maka pada studi klinis dan eksperimental ditemukan ada hubungannya antara
penurunan massa tulang dengan peningkatan sitokin proinflamasi ini.25
Kemudian ditemukan lagi bahwa, terjadinya diferensiasi turunan sel
monosit menjadi sel osteoklas dewasa/matang dirangsang oleh: tumor necrosis
factor-related factor yang disebut: RANK-L atau dengan nama lain: OPGL atau
ODF (Osteoclast Diferentiation Factors).Bahkan dikatakan bahwa RANK-L
memegang peran yang sangat esensial dalam pembentukan sel osteoklas dan lebih
lanjut akan menyebabkan penyerapan tulang. Melalui studi genetik dan biokemis
15
RANK-L mengatur diferensiasi osteoklas, dengan mengaktifkan reseptor RANK,
melalui peran dari faktor transkripsi: c-Jun.26
Sebuah studi dengan menggunakan tikus mendapatkan bahwa estrogen
(E2) menyebabkan menurunnya osteoklastogenesis, akibat menurunnya respons
prekursor osteoklas terhadap RANK-L; yang lebih lanjut akan menurunkan
aktivasi dari ensim Jun N-terminal kinase 1 (JNK1), yang selanjutnya akan
mengakibatkan menurunnya produksi faktor transkripsi osteoklastogenik c-Fos
dan c-Jun. Dan molekul yang dapat diblokade aktivitasnya oleh OPG disebut:
OPGligand atau ODF atau yang kemudian lebih dikenal dengan RANK-Ligand,
berperan sangat penting sebagai kunci mediator dalam osteklastogenesis. RANK-
L dan osteoprotegerin merupakan suatu parakrin yang mengatur metabolisme
tulang dan fungsi vaskuler. RANK-L merupakan suatu mediator yang
meningkatkan penyerapan tulang pada wanita pascamenopause. Malahan terakhir
dibuktikan bahwa RANK-L merupakan salah satu faktor risiko secara
biomolekuler akan terjadinya osteoporosis pada wanita pascamenopause
defisiensi estrogen.26
RANK-L yang merupakan salah satu famili dari TNF disebut juga: OPG-
L, TNF-Releted Activation Induced Cytokine (TRANCE), ODF dan memiliki
reseptor RANK yang merupakan kunci pengaturan remodeling tulang dan sangat
esensial dalam perkembangan dan aktivasi dari osteoklas. Terjadinya diferensiasi
sel osteoklas dari hemopoitik progenitor bergantung pada reseptor yang terdapat
pada membran sel osteoklas yang disebut RANK yang terbukti bahwa pengaturan
transkripsinya oleh NFkappaB. Sedangkan sel stroma osteoblastik
mengekspresikan pada permukaannya RANK-L. Selanjutnya RANK-L berikatan
dengan RANK pada permukaan sel osteoklas progenitor untuk merangsang
diferensiasi sel tersebut. Selain itu sel stroma osteoblast juga mensekresi suatu
substansi yang larut dan mengambang, yang berfungsi sebagai reseptor dan dapat
juga mengikat RANK-L yang disebut OPG. OPG dapat beraksi sangat poten
sebagai penghambat pembentukan osteoklas dengan cara berikatan dengan
RANK-L, sehingga mencegah interaksi antara RANK-L dengan RANK pada
progenitor osteoklas.26
16
Gambar 7. Peranan RANK dan RANK-Ligand dalamaktivasi sel osteoklas dan peran
OPG menghambat proses tersebut9
Ketiganya yaitu RANK-L, RANK, dan OPG merupakan molekul esensial
yang merupakan protein superfamili dari TNF-TNFR. RANK dan RANK-L
merupakan protein yang menyerupai molekul sitokin yang berikatan pada
membran (membrane-bound cytokine-like molecules). Sedangkan OPG yang
sangat poten sebagai penghambat proses osteoklastogenesis dan penyerapan
tulang baik in vitro maupun in vivo, melalui kemampuannya sebagai reseptor
umpan (decoy receptor) yang dapat berikatan dengan RANK-L, sehingga
dihambat terjadinya interaksi antara RANKL dan RANK.9
Dalam implikasinya RANK-L merangsang terjadinya fusi dari sel
prekursor yang mononukler menjadi sel multinukler, kemudian memacu untuk
berdiferensiasi menjadi sel osteoklas dewasa, perlengketannya pada permukaan
tulang, dan aktivitasnya menyerap tulang, dan bahkan lebih lanjut
mempertahankan kehidupan osteoklas dengan cara memperlambat terjadinya
apoptosis. RANK-L diekspresi paling banyak oleh osteoblas dan sel lapisan
17
mesenchim. Selain itu diekspresi juga oleh sel periosteal, kondrosit, sel endotelial,
dan juga oleh sel T aktif.27
Gambar 8. Proses pembentukan dan aktivasi sel osteoklas, atas pengaruh RANK-L
beserta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ekspresi RANK-L28
3.3.3 Pembebanan
Tulang merupakan jaringan dinamik yang secara konstan melakukan
remodeling akibat respon mekanik dan perubahan hormonal. Remodeling tulang
terjadi dalam suatu unit yang dikenal dengan bone remodeling unit, yang
merupakan keseimbangan dinamik antara penyerapan tulang oleh osteoklas dan
pembentukan tulang oleh osteoblas. Remodeling ini dimulai dari perubahan
permukaan tulang yang pasif (quiescent) menjadi perubahan permukaan tulang
yang mengalami resorpsi. Disini sebetulnya sel osteosit memegang peranan
penting dalam menginisiasi remodeling tulang dengan mengirimkan sinyal lokal
kepada sel osteoblas maupun sel osteoklas di permukaan tulang melalui sistem
kanalikuler.29
Osteosit adalah sel osteoblas yang terkubur dalam lakuna dan
termineralisasi dalam matriks tulang dengan morfologi stellate, dengan tonjolan
dendritic yang merupakan penonjolan plasma membran dan berfungsi sebagai
18
sistem syaraf. Sel osteosit jumlahnya 10 kali dari jumlah sel osteoblas. Osteosit
melalui penonjolan plasma membran (panjang 5 - 30 m) dalam kanalikuli dapat
berkomunikasi dengan osteoblas. Selanjutnya osteoblas berkomunikasi dengan sel
dalam sumsum tulang dengan memproyeksikan selnya ke sel endotil di sinusoid,
dengan demikian lokasi strategis osteosit menjadikan sel ini sebagai kandidat sel
mekanosensori untuk deteksi kebutuhan tulang, menambah atau mengurangi
massa tulang selama adaptasi fungsi skeletal. Osteosit juga mempunyai
kemampuan deteksi perubahan aliran cairan interstisial dalam kanalikuli yang
dihasilkan akibat pembebanan mekanik dan deteksi perubahan kadar hormon, oleh
karena itu gangguan pada jaringan osteosit meningkatkan fragilitas tulang. 9
Gambar 9. Sel osteosit yang terletak dalam lakuna dari matrik tulang yang mengalami
mineralisasi dan berfungsi sebagai sel mekanosensori9
Pembebanan mekanik pada tulang (skletal load) menimbulkan stres
mekanik dan strain atau resultant tissue deformation yang menimbulkan efek pada
jaringan tulang yaitu membentukan tulang pada permukaan periosteal sehingga
memperkuat tulang dan menurunkan bone turnover yang mengurangi penyerapan
tulang. Dengan demikian pembebanan mekanik dapat memperbaiki ukuran,
bentuk, dan kekuatan jaringan tulang dengan memperbaiki densitas jaringan
19
tulang dan arsitektur tulang. Tulang melakukan adaptasi mekanik yaitu proses
seluler yang memerlukan sistem biologis yang dapat mengindera pembebanan
mekanik. Informasi pembebanan ini harus dikomunikasikan ke sel efektor yang
akan membuat tulang baru dan merusak tulang yang tua.30
20
3.4 Pemeriksaan laboratorium berupa parameter biokimiawi
Marker formasi tulang adalah produk dari osteoblas beserta apa yang
dihasilkan dari aktivitasnya. Osteoblas adalah sel mononuklear yang menempel
pada permukaan tulang dan membentuk tulang baru. Mereka menghasilkan
kolagen tipe I dan matriks komponen osteoid lainnya dan mereka juga
memineralisasi osteoid dengan hidroksiapatit. Anak yang sedang tumbuh
mempunyai lebih banyak osteoblas dibandingkan dengan orang tua. Pada wanita
lansia, osteoblas mungkin meningkat jumlahnya dalam mengkompensasi
peningkatan resopsi tulang karena kurangnya estrogen. Pada pria lansia, aktivitas
osteoblas dapat menurun mungkin karena penurunan Insulin-like Growth Factor 1
(IGF-1) dan testosteron.32
Biomarker formasi tulang terdiri dari :33
1. Propeptida Prokolagen tipe I
Kolagen tipe I adalah bagian dari matriks tulang. Osteoblas melepaskan
prekursor tersebut yaitu prokolagen tipe I. Prokolagen ini mengalami pembelahan
proteolitik dan menghasilkan aminoterminal dan carboxy-terminal propeptida dari
kolagen tipe I (PINP, PICP). Konsentrasi dari PINP dan PICP dalam sirkulasi
diperkirakan mencerminkan laju pembentukan tulang.31
21
Kolagen tipe I disintesis sebagai prekursor diapit oleh C dan N-terminal
dengan extension peptides yang dibelah ketika kolagen diendapkan untuk
membentuk matriks tulang. Katabolisme kedua extension peptides, prokolagen 1
C terminal dan prokolagen 1 N terminal (P1NP) berada di bawah kontrol
hormonal, tapi konsentrasinya tidak tergantung fungsi ginjal. Kedua peptida dapat
diukur dengan immunoassay dan telah menunjukkan variasi yang diharapkan
untuk melihat turnover tulang baik dalam kondisi fisiologis maupun patologis.31
Pertanda tulang P1NP merupakan indikator spesifik dan alat prediktor untuk
menilai pembentukan tulang. P1NP dilepas selama pembentukan type 1 collagen
dan akan masuk ke dalam aliran darah. Pasien yang diobati dengan pengobatan
anabolik akan meningkat kadarnya. Normal P1NP: 51200 g/L atau ng/ml.8
Selain PINP, carboxy C terminal propeptide (PICP) dapat diukur dalam serum
sebagai penanda pembentukan tulang. Immunoassay untuk kedua propeptida ini
telah tersedia. PINP menunjukkan nilai diagnostik yang lebih besar dari PICP
sebagai penanda formasi tulang.32
2. Alkalin Phospatase (AP)
Peranan enzim alkaline phospatase (AP) dalam proses mineralisasi adalah
bahwa enzim ini mempersiapkan suasana alkalis (basa) pada jaringan osteoid
yang terbentuk, supaya kalsium dapat dengan mudah terdeposit pada jaringan
tersebut. Selain itu di dalam tulang enzim ini menyebabkan meningkatnya
konsentrasi fosfat, sehingga terbentuklah ikatan kalsium-fosfat dalam bentuk
kristal hidroksiapatit dan berdasarkan hukum massa (law of mass action ) kristal
tersebut pada akhirnya akan mengendap di dalam tulang.34
Total AP serum terdiri dari beberapa isoform. Isoform ini berasal dari hati,
tulang, usus, limpa, ginjal dan plasenta. Pada orang dewasa sehat, sekitar 50% AP
serum dianggap berasal dari hati dan sisanya berasal dari tulang. AP yang spesifik
untuk tulang disintesis dalam osteoblas dan mencerminkan aktivitas osteoblas
selama pembentukan tulang. Berbagai metode fisik dan kimia yang digunakan
untuk membedakan isoform hati dan tulang dalam serum.Dengan tidak adanya
penyakit hati dan enzim hati dalam batas normal, AP dianggap mewakili kenaikan
alkalin phospatase yang spesifik untuk tulang. AP spesifik tulang tidak secara
rutin diukur dikarenakan biaya. Konsentrasi AP secara signifikan berhubungan
22
dengan risiko fraktur terlepas dari kepadatan mineral tulang pada perempuan
pascamenopause.34
3. Osteocalcin (OC)
Osteokalsin adalah sebuah polipeptida-49-residue (5-8 kDa) dimana
banyak terdapat pada berbagai spesies. Pada manusia gen osteokalsin terdapat
pada kromosom 1 (Iq25-q31) dan diregulasi pada level transkripsi oleh 1,25-
dihydroxy vitamin D3.35
23
pengobatan. Hasil pemeriksaan osteocalcin cukup akurat dan stabil dalam menilai
proses pembentukan tulang. Metode pemeriksaan osteocalcin adalah enzyme-
linked immunosorbent assay (ELISA). Nilai normalnya adalah: 10,1 9,4 ng/ml.8
Setelah disintesis, OC dilepaskan ke sirkulasi dan memiliki waktu paruh pendek
hanya 5 menit setelah itu dibersihkan oleh ginjal. Beberapa immunoassay telah
dikembangkan untuk mengukur konsentrasi OC serum. Karena tidak ada strandar
internasional untuk pengukuran OC, hasil uji dapat bervariasi. Kemampuan untuk
mendeteksi fragmen OC dari berbagai tes berbeda-beda karena sebagian besar
molekul OC utuh dengan cepat diubah menjadi komponen besar N-terminal mid-
molecule (1-43 amino acids).36
24
Marker ini dilepaskan ke sirkulasi dan dikeluarkan melalui urin.
Keduanya dapat dideteksi dengan RIA dan ELISA. Marker ini juga dihasilkan
oleh tulang rawan, tendon,dan ligament. Namun, karena tulang mempunyai omset
jaringan yang lebih tinggi dibandingkan sumber PYD lain, mayoritas PYD dalam
sirkulasi dan urin berasal dari tulang.38
2. Telopeptides
N dan C Terminal dari kolagen yang matur dihasilkan selama resopsi tulang
dapat dideteksi dalam sirkulasi. Meskipun N-terminal (NTX) telopeptida dapat
diukur dalam serum, konsentrasi C-terminal (CTX) telopeptida lebih berguna
dalam memantau kemajuan dalam osteoporosis dan resopsi tulang pada multiple
mieloma. Pengukuran juga dapat berguna dalam memantau respon terhadap obat
antiresoptif seperti bifosfonat. Pengujian C-terminal telopeptida menunjukkan
variabilitas yang tinggi antar individu karena dipengaruhi oleh variasi diurnal dan
makanan. Puasa saat pagi untuk pengambilan sampel darah direkomendasikan.33
NTX dapat diukur dalam serum ataupun urin. Pengukuran NTX dalam urin
24 jam memiliki keuntungan karena tidak dipengaruhi variabilitas karena irama
sirkardian pergantian tulang. Seperti NTX, tes untuk mendeteksi CTX serum dan
urin telah dikembangkan, termasuk enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA),
radioimmunoassay (RIA), dan electrochemiluminescence assay. Rasio -CTX
mewakili kolagen yang baru disintesis dan -CTX mewakili usia dari kolagen. -
CTX dan -CTX meningkat pada penyakit Paget.38
Molekul-molekul yang diukur adalah trimetric carboxyterminal telopeptide
(ICTP) yang diukur dalam serum dengan radioimmunoassay atau peptida sintetik
yang mengandung bagian crosslink yang dapat diukur dalam serum atau urin (C-
terminal crosslinked telopeptide of type I collagen (CTX)). Nilai CTX dalam
serum dan urin sangat berkorelasi. Marker ini mengikuti irama sirkardian dan
lebih tinggi pada pagi hari.37
Saat ini telah dikembangkan pemeriksan -Cross Laps yang dapat digunakan
sebagai marker resorpsi tulang yang sensitif dan spesifik. Sensitivitas mencapai
>70% dan spesifisitas 80%. -CrossLaps adalah hasil pemecahan protein kolagen
tipe I yang spesifik untuk tulang dan merupakan produk metabolisme atau
25
pembongkaran tulang secara langsung. Perombakan tulang yang dilakukan oleh
osteoklas akan menghancurkan kolagen tipe I dan terbentuk bentuk dan .
Bentuk ini disebut -CrossLaps dan kadarnya dapat diukur dari serum, plasma
atau urin. Kadar -CrossLaps dipengaruhi usia, jenis kelamin dan siklus sirkadian
dengan puncak tengah malam dan kadar terendah sore hari. Diduga pada saat
puncak kadarnya 66% lebih tinggi dibandingkan dengan kadar rata-rata.39
Pemeriksaan -CrossLaps dapat dipakai sebagai alat pemantau terapi
terutama pada pengobatan dengan anti-resorptif seperti bisphosphonate. Dalam
waktu 3 minggu seharusnya terjadi penurunan kadar -CrossLaps dalam darah
atau urin sehingga dokter yang memberi pengobatan dapat memprediksi hasil
pengobatan. Pemeriksaan kadar -CrossLaps lebih sensitif dalam menilai
perbaikan metabolisme tulang dibandingkan dengan pemeriksaan BMD.39
Teknik pemeriksaan -CrossLaps dengan cara electrochemiluminescent
sandwich immunoassay. Nilai normalnya: pria usia 30 50 tahun: 0,016 0,584
ng/ml. Usia 5070 tahun: 0,104 0,704 ng/ml sedang usia >70 tahun: 0,104
0,854 ng/ml. Wanita premenopause: 0,025 0,573 ng/ml dan pasca menopause:
0,104 1,008 ng/ml.39
26
BAB IV
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
27
PATOGENESIS OSTEOPOROSIS
28
yang terutama didapatkan di dalam urin, berasal dari hidroksilasi-16 estron dan
estradiol. Estrogen berperan pada pertumbuhan uterus, penebalan mukosa vagina,
penipisan mukus serviks, dan pertumbuhan saluran-saluran payudara. Selain itu
estrogen juga mempengaruhi profil lipid dan endotel pembuluh darah, hati, tulang,
susunan saraf pusat, sistem imun, sistem kardiovaskular, dan sistem
gastrointestinal.
Saat ini telah ditemukan 2 macam reseptor estrogen (ER), yaitu reseptor
estrogen- (ER) dan reseptor estrogen- (ER). ER dikode oleh gen yang
terletak di kromosom 6 dan terdiri dari 595 asam amino, sedangkan ER dikode
oleh gen yang terletak di kromosom 14 dan terdiri dari 530 asam amino. Sampai
saat ini, fungsi ER belum diketahui secara pasti. Selain itu, distribusi kedua
reseptor ini bervariasi pada berbagai jaringan, misalnya di otak, ovarium, uterus,
dan prostat. Reseptor estrogen juga diekspresikan oleh berbagai sel tulang,
termasuk osteoblas, osteosit, osteoklas, dan kondrosit (lihat tabel 2). Ekpresi ER
dan ER meningkat bersamaan dengan osteoporosis idiopatik mengekspresikan
mRNA ER yang rendah pada osteoblast maupun osteosit. Delesi ER pada tikus
jantan dan betina menyebabkan penurunan densitas tulang, sedangkan gen ER
pada wanita ternyata meningkatkan bone mineral content (BMC) tulang kortikal
walaupun pada tikus tidak memberikan perubahan pada tulang kortikal maupun
trabekular. Delesi gen ER dan ER juga menurunkan kadar IGF-1 serum.
29
PATOGENESIS OSTEOPOROSIS TIPE I
30
PATOGENESIS OSTEOPOROSIS TIPE II
Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua.
Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia,
malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Akibat defisiensi kalsium,
akan timbul hiperparatiroidisme sekunder yang persisten sehingga akan semakin
meningkatkan resorpsi tulang dan kehilangan massa tulang, terutama pada orang-
orang yang tinggal di daerah 4 musim.
Aspek nutrisi yang lain adalah defisiensi protein yang akan menyebabkan
penurunan sintesis IGF-1. Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan
osteoporosis karena akan meningkatkan karboksilasi protein tulang, misalnya
osteokalsin.
Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada
orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat-obatan,
imobilisasi lama).
32
Risiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah risiko terjatuh yang
lebih tinggi pada orang tua dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan
stabilitas postural, gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata dan lain
sebagainya. Pada umumnya, risiko terjatuh pada orang tua tidak disebabkan oleh
penyebab tunggal.
33
antara kehamilan dengan densitas massa tulang dan risiko fraktur. Peningkatan
fragilitas dan risiko fraktur pada kehamilan, biasanya berhubungan dengan
penyebab lain, seperti obat-obatan.
PENDAHULUAN
EPIDEMIOLOGI
PATOGENESIS
Pola perubahan struktur tulang akibat usia pada perempan dan laki-laki
berbeda. Pada laki-laki, kehilangan massa tulang trabekular terjadi akibat
penurunan pembentukan tulang yang menyebabkan penipisan trabekula, tetapi
jumlah konektivitas trabekula masih tetap. Sedangkan pada perempuan post-
menopause, mekanisme utama yang terjadi adalah peningkatan resorpsi tulang
yang menyebabkan pengurangan jumlah trabekula yang lebih banyak disertai
terputusnya konektivitas trabekula dan terjadi perforasi trabekula.
PENDAHULUAN
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
38