BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
perencanaan suatu bangunan, sehingga dapat memecahkan masalah yang ada, baik
tanah. Pada bagian ini penyusun menguraikan secara global pemakaian rumus-
suatu proses degradasi (penggerusan setempat) dasar sungai agar tidak terjadi
penurunan dasar sungai yang berlebihan, yang bisa berakibat fatal akan terjadinya
bencana alam karena rusaknya aliran dasar sungai yang dapat merusak dan
Wetan dari jembatan Cideres Girang kearah hilir 250 m. Dari peta ini dapat
road). Untuk lebih jelasnya kedua lokasi alternatif tersebut. Dari kedua
alternatif lokasi ground sill yang telah dibuat, dilanjutkan dengan peninjauan
aliran sungai, geologi, lahan disekitar alur sungai, kemiringan dasar sungai,
adalah 250 meter dari hilir jembatan telah ditetapkan sebagai lokasi pilihan
terbaik. Pada lokasi ini terdapat kondisi lebar lembah sungai yang sempit,
kondisi tebing dan dasar sungai dari batuan yang cukup baik ( breksi ).
Jika ditinjau dari fungsi dari ground sill dan kondisi lapangan ditetapkan tipe
ground sill yang akan dibangun adalah tipe pasangan batu yang dilapisi
berikut:
8
terjadi banjir.
Mudah pemeliharaannya.
hole ini akan buntu apabila dasar sungai makin lama makin naik
(up lift) pada dasar pondasi direncanakan sistim drainase dari pipa
melintang.
2
Q x C 2.g 3B1 2B 2 h 3/2
3
15
Dimana :
B2
h3'
h3 1 : m2
B1
Bila : m2 = 0,5
C = 0,6
Q = (0,71 h3 + 1.77 B1)h3 3/2
h.
3
h.1
h2
b1
b.2
2h
= Vg m.h
g
2
n < Vg
gh
2
m = Vq
q.h
.f.b(d w)Cos
Vg =
w
Dimana :
h = tinggi dam
2g
= (diperkirakan K1 + K2 = 1)
K1 K2
dengan isian batu (rubble concrete) pada bagian bawah dan tipe A pada
15 cm. Pipa-pipa beton dan PVC tersebut ditempatkan pada saluran yang
pipa drainase. Dengan sistim drainase ini gaya angkat air (up lift) dapat di
netralkan atau dirilis sehingga struktur apron menjadi lebih aman dan
stabil.
A A
+30.56
+27.06
+27.06 B C
D
+24.56
+23.56
2.00
+22.56 +22.56
+22.06
+21.56 PIPA DRAINASE
2.50
0.55 0.55
2
2.50
0.55
2.50 POTONGAN 2 - 2 ( 3 - 3)
2
0.55
1 DETAIL A
2.50
3 3
2.50
1
0.16
25.00
POTONGAN A - A
A
DENAH
Tebal lantai harus cukup untuk menahan benturan air terjun dan batu-
batuan besar.
t = 0.2 (0.6 H1 + 3 h3 - 1)
t = 0.1 (0.6 H1 + 3 h3 - 1)
Keterangan :
Dibagian kanan dan kiri dari lantai olakan direncanakan dinding sayap
mengalir (melimpah) lewat sub dam. Dinding sayap ini direncanakan dari
hole) dari pipa PVC D 5 cm, yang dibelakangnya dibalut ijuk dan gravel
untuk merilis air tanah (ground water). Lubang pematus ini dipasang
A A
+27.06
D
B C
15
+30.00
0.50
2.00
1.50
2
2.00
1.50
3.00 2.00
+30.00
a. Pada konstruksi batu kali dengan selimut beton, tidak boleh terjadi
tegangan tarik
16
d. Tegangan tanah yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan tanah yang
diijinkan
e. Setiap titik pada seluruh konstruksi harus tidak boleh terangkat oleh gaya
sepanjang pondasi
dengan jumlah gaya-gaya horizontal harus lebih besar dari nilai keamana
yang ditentukan.
Agar bangunan aman terhadap guling, maka semua gaya yang bekerja
harus memotong bidang guling dan tidak boleh ada tarikan pada bidang
17
irisan manapun. Tiap bagian bangunan diandaikan berdiri sendiri dan tidak
c) Bahaya eksentrisitas
geser, hal ini berarti bahwa resultan gaya-gaya harus masuk ke dalam
Sebuah Ground Sill akibat ketinggian muka air yang terjadi di udik dan di
hilir, maka tubuh Ground Sill akan menerima tekanan dari gaya - gaya luar
Gaya akibat berat sendiri adalah gaya-gaya yang terjadi akibat tubuh
Ground Sill sendiri sesuai dengan tipe, dimensi dan jenis pasangan yang
Gaya tekanan air dapat dibagi menjadi gaya hidrostatik dan gaya
permukaan air. Tekanan air akan selalu bekerja tegak lurus terhadap muka
pada permukaan luarnya, tetapi juga pada dasarnya dan dalam tubuh
Ground Sill itu. Gaya tekan ke atas, yakni istilah umum untuk tekanan air
Sill akibat tinggi muka air di udik dan di hilir Ground Sill pada saat muka
Gaya akibat tekanan lumpur adalah gaya-gaya yang terjadi terhadap tubuh
Ground Sill akibat endapan lumpur di udik Ground Sill setelah mencapai
mercu
Gaya up lift Pressure adalah gaya-gaya angkat keatas yang terjadi terhadap
tubuh Ground Sill akibat ketinggian muka air ( MA ) di udik dan di hilir
Ground Sill pada saat MA banjir dan MA normal, untuk diambil yang
terjadinya patahan pada saat tubuh Ground Sill menerima momen akibat dari
gaya-gaya diatas.
Tabel 2.2.
Gelincir
21
(c) Faktor keamanan terhadap gaya tekan ke atas sebaiknya diambil antara 1,1
dan 1,5.
sama dengan :
PH = w z
di mana :
Gaya tekan ke atas (uplift) yang bekerja pada lantai bangunan adalah sama
kecepatan datang (approach velocity) cukup tinggi dan oleh sebab itu
tinggi energi besar, maka akan terdapat tekanan yang makin besar
2.6.3 Rembesan
mungkin terjadi: (A) jalur rembesan di bawah bangunan dan (B) jalur
theory)
komputer.
konstan. Besarnya
dan aliran listrik dengan kecepatan air (lihat Gambar 39). Biasanya plot dengan
Ini dapat dipekai untuk menghitung gaya tekan ke atas di bawah bangunan
dengan cars membagi beds tinggi ener&i pada bangunan sesuai dengan
Dalam bentuk rumus, ini berarti bahwa gaya angkat pada titik x di sepanjang
Lx
Px = Hx - ----- H ....... (3.8)
L
di mana :
26
dan di mana L dan Lx adalah jarak relatif yang dihitung menurut cara Lane,
dianggap vertikal.
dicek stabilitasnya terhadap erosi bawah tanah dan bahaya runtuh akibat
Bahaya terjadinya erosi bawah tanah dapat dicek dengan jalan membuat
- Metode Bligh
- Metode Koshla
Metode Lane, yang juga disebut metode angka rembesan Lane (weighted
creep ratio method), adalah cara yang dianjurkan untuk mencek bangunan
guna mengetahui adanya erosi bawah tanah. Metode ini memberikan hasil
an di sepanjang bidang bangunan tanah bawah dengan beda tinggi muka air
Di sepanjang jalur perkolasi ini, kemiringan yang lebih curam dari 45 di-
anggap vertikal dan yang kurang dari 45 dianggap horisontal. Jalur ver-
28
tikal dianggap memiliki daya tahan terhadap aliran 3 kali lebih kuat dari-
Lv + 1/3 Lh
CL = ------------------ (3.9)
H
di mana :
Bangunan peredam energi bendung adalah struktur dari bangunan di hilir tubuh
bendung yang terdiri dari berbagai tipe, bentuk dan kanan kirinya dibatasi oleh
tertentu. Fungsi bangunan yaitu untuk meredam energi air akibat pembendungan,
energi adalah dengan cara menimbulkan gesekan air dengan lantai dan dinding
struktur, gesekan air dengan air, membentuk pusaran air berbalik vertikal arah
keatas dan ke bawah serta pusaran arah horizontal dan menciptakan benturan
aliran ke struktur serta membuat loncatan air didalam ruang olakan. Peredam
dan degradasi dasar sungai, benturan dan abrasi sedimen dan benda padat lainnya,
30
rembesan dan debit rencana sesuai dengan kriteria keamanan dan resiko akibat
diantaranya yaitu :
a) Peredam energi lantai hilir datar dengan ambang akhir (tipe MDO)
Pada pembahasan skripsi ini, hanya akan dibahas peredam energi tipe MDO
sesuai dengan desain yang akan digunakan. Tipe ini dipilih untuk peredam energi
kerikil dan pasir sebagaimana yang terdapat pada aliran Sungai Ciroyom.
Peredam energi bendung tipe MDO adalah bagian dari bangunan di hilir
tubuh bendung yang merupakan kolam olak terdiri atas lantai hilir mendatar tanpa
lengkung pada transisiantara bidang hilir tubuh bendung dan lantai horizontal,
dan di ujung hilirnya dilengkapi dengan ambang hilir tipe gigi ompong, dibagian
kiri kanan ruang olak dibatasi oleh tembok pangkal bendung dilanjutkan dengan
tembok sayap hilir. Fungsinya untuk meredam energi air agar tidak menimbulkan
penggerusan setempat yang membahayakan bangunan bagian hilir. Pada tipe ini
pemecah energi air ditimbulkan terutama oleh gesekan air dengan air juga lantai
dan dinding, sehingga aliran yang keluar ke sungai dari bangunan diratakan oleh
terlebih dahulu
b) Tinggi bendung dari dasar sungai dibagian hilir peredam energi di bawah
sepuluh meter dan tinggi air diatas mercu bendung sampai dengan empat
meter
c) Bentuk atau tipe dari mercu bendung harus dengan bentuk bulat dengan satu
atau dua jari-jari yang telah diketahui sifat, rumus atau grafik alirannya
d) Tubuh bendung di hilir mercu bendung dari bentuk tegak sampai dengan
e) Aliran sungai dari udik bendung harus diusahakan tegak lurus (frontal)
f)Tanpa lengkung di pertemuan kaki bendung dan lantai dengan lantai hilir
g) Harus dilengkapi dengan tembok sayap hilir bentuk miring dan ujungnya
h) Untuk menambah keamanan tepat dihilir ambang akhir dan di kaki tembok
dengan parameternya yaitu dalamnya ruang olakan, panjang lantai, tinggi dan
akan mengalir menuju sungai utama pada suatu titik/stasiun yang ditinjau. DAS
garis-garis kontur. Luas DAS diperkirakan dengan mengukur daerah itu pada peta
topografi (Sri Harto, 1993). Luas DAS sangat berpengaruh terhadap debit sungai
dan pada umumnya semakin besar DAS semakin besar jumlah limpasan
permukaan sehingga semakin besar pula aliran permukaan (Suripin, 2004). Untuk
lebih jelasnya Daerah Aliran Sungai dapat dilihat pada Gambar 2.8
33
sungai adalah panjang yang diukur sepanjang sungai, dari stasiun yang ditinjau
atau muara sungai sampai ujung hulunya. Sungai utama adalah sungai terbesar
pada daerah tangkapan dan yang membawa aliran menuju muara sungai.
analisis aliran limpasan dan debit aliran sungai. Panjang DAS (L) adalah panjang
maksimum sepanjang sungai utama dari stasiun yang ditinjau ke titik terjauh dari
batas DAS. Panjang pusat berat (Lc) adalah panjang sungai yang diukur sepanjang
sungai dari stasiun yang ditinjau sampai titik terdekat dengan titik berat daerah
aliran sungai. Pusat Berat DAS adalah pusat berat titik perpotongan dari dua atau
lebih garis lurus yang membagi DAS menjadi dua DAS yang kira-kira sama besar.
yaitu jumlah panjang sungai semua tingkat dalam DAS dibagi dengan luas DAS.
bertambahnya luas DAS. Akan tetapi apabila aliran permukaan tidak dinyatakan
sebagai jumlah total dari DAS melainkan sebagai laju dan volume per satuan luas,
besarnya akan berkurang dengan bertambah luasnya DAS. Ini berkaitan dengan
waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke titik
bentuknya berbeda namun mempunyai luas yang sama dan menerima hujan
dengan intensitas yang sama (Gambar 2.15). Bentuk DAS memanjang dan sempit
35
Hal ini terjadi karena waktu konsentrasi DAS yang memanjang lebih
titik kontrol lebih lambat yang berpengaruh pada laju dan volume aliran
permukaan. Faktor bentuk juga dapat berpengaruh pada aliran permukaan apabila
hujan yang terjadi tidak serentak di seluruh DAS, tetapi bergerak dari ujung yang
satu ke ujung lainnya, misalnya dari hilir ke hulu DAS. Pada DAS memanjang
laju aliran akan lebih kecil karena aliran permukaan akibat hujan di hulu belum
memberikan kontribusi pada titik kontrol ketika aliran permukaan dari hujan di
hilir telah habis, atau mengecil. Sebaliknya pada DAS melebar, datangnya aliran
permukaan dari semua titik di DAS tidak terpaut banyak, artinya air dari hulu
curah curah
hujan hujan
hidrograf dan P hidrograf
aliran
dan P
permukaa Q, aliran
permukaa
n
Q,
n
wakt wakt
u u
Sungai di dalam semua DAS mengikuti suatu aturan yaitu aliran sungai
dihubungkan oleh suatu jaringan satu arah dimana cabang dan anak sungai yang
mengalir ke dalam sungai induk yang lebih besar dan membentuk suatu pola
tertentu. Pola itu tergantung dari kondisi topografi, geologi, iklim dan vegetasi
Menurut Soewarno (1991) ada beberapa pola aliran sungai yang terdapat
di Indonesia dimana pola aliran tersebut dibedakan berdasarkan jenis batuan dan
1. Pola Radial
Pola ini biasanya banyak dijumpai pada daerah lereng gunung berapi atau
2. Pola Rektangular
Gunung Kidul.
3. Pola Trellis
4. Pola Dendritik
37
Pola aliran sungai seperti ini banyak dijumpai di daerah dengan komposisi
Pola aliran Sungai Cideres mengikuti pola aliran trellis, untuk lebih
jelasnya sketsa beberapa profil aliran sungai dapat dilihat pada gambar dibawah
ini.
G.Merapi
yo
k.o
k.denkeng
o
og
pr
k.
k
k.opa
- RADIAL - - REKTANGULAR -
m
are
yr
wa
k.l
us
i
- TRELLIS - - DENDRITIK -
Bagian hulu merupakan daerah sumber erosi karena pada umumnya alur
sungai melalui daerah pegunungan, bukit, atau lereng gunung berapi yang
laut. Alur sungai dibagian hulu ini biasanya mempunyai kecepatan yang
lebih besar dari pada bagian hilir sehingga pada saat banjir material hasil
erosi yang terangkut tidak hanya partikel sedimen yang halus akan tetapi
Bagian ini merupakan daerah peralihan dari bagian hulu dan hilir.
lebih kecil dari pada bagian hulu. Bagian ini merupakan daerah
erosi endapan
adanya analisis hidrologi ini, penyusun dapat menganalisis besarnya curah hujan
yang terjadi pada lokasi perencanaan yang akan dibuat bangunan air tersebut.
Sehingga hasil perhitungan besarnya curah hujan rencana yang selanjutnya akan
dipakai untuk menghitung debit banjir rencana pada lokasi rencana bangunan air.
keadaan debit sungai, hal ini erat kaitannya dengan penentuan debit banjir rencana
metode. Metode yang digunakan tergantung dari data yang tersedia. Data tersebut
bisa berupa data debit sungai harian, atau data curah hujan harian. Dalam hal ini
data yang dipergunakan adalah data curah hujan harian maksimum tahunan. Data
40
ini sangat diperlukan dalam setiap analisis hidrologi, terutama untuk menghitung
banjir rencana, baik secara empiris maupun model matematik. Data curah hujan
1. Metode Gumbel
rancangan bangunan air (seperti Bottom Controller) dan lain-lain adalah hanya
dengan menggunakan data pengamatan yang lalu didapatkan dari Instansi terkait
Periode ulang (return period) adalah jika suatu data hidrologi (x)
mencapai suatu harga tertentu (Xi), atau kurang dari (Xi) diperkirakan terjadi
sekali dalam T tahun, maka T tahun ini dianggap sebagai periode ulang dari (Xi).
(Xi) ini disebut data dengan kemungkinan T tahun. (Jika data itu berupa data
curah hujan harian, maka disebut curah hujan harian kemungkinan T tahun).
Parameter yang diambil untuk menganalisis curah hujan yaitu Metode Gumbel.
Adapun pos penakar hujan (pos curah hujan) yang akan digunakan dalam
perhitungan curah hujan untuk lokasi kajian ini yaitu pos curah hujan :
41
Dengan demikian Metode Gumbel dipilih dengan asumsi bahwa sebaran data
Data curah hujan harian maksimum tahunan untuk pos penakar hujan
Cigasong, Majalengka Kota dan Maja dihitung secara analisis periode ulang
Xt 1 Yt
Dimana :
Xa 1 Yn
Xi Xa
2
Sx
n 1
1 Sx
Sn
Yt : Reduced Variasi
Yn : Reduced Mean
Sx : Standar deviasi
Xt Xa K .Sx
Dimana :
Yt Yn
K
Sn
Xi Xa
2
Sx
n 1
Yt Yn
K
Sn
K : Frekuensi factor
Sx : Standar deviasi
Yt : Ruduced Variasi
Yn : Reduced Mean
aliran dan luas penampang basah diukur langsung di lapangan. Kecepatan aliran
dapat diukur dengan menggunakan alat ukur kecepatan arus (Current meter) atau
suatu benda yang bisa melayang dia air (pelampung) dan lain-lain. Debit aliran
Q = A . V
Dimana :
Q = Debit (m3/det).
kecepatan, lebar dan kedalaman pada suatu penampang melintang sungai atau
saluran terbuka.
Debit banjir rencana (design flood debit) adalah debit maximum dari
suatu sungai atau saluran yang didasarkan dengan kala ulang tertentu sesuai
dengan maksud perencanaan, tujuan dari analisa debit banjir rencana ini adalah
untuk memperoleh debit puncak agar air (debit) yang mengalir melintasi
(Rt) yang terjadi dari intensitas hujan, koefisien pengaliran dan koefisien
penyebaran hujan dan juga koefisien limpasan. Hasil dari debit rencana ini
digunakan
sebagai data penting dalam menentukan dimensi banguanan yang
direncanakan. Debit banjir maksimum untuk bangunan ini diambil sebagai debit
dan hidrof banjir sungai, yang akan digunakan sebagai data penting dalam
a. Metode Weduwen
b. Metode Rasional
1. Metode Weduwen
Metode ini dapat menggambarkan hubungan antara luas daerah, pengairan
dengan curah hujan yang ada. Debit rencana Metode Weduwen dihitung dengan
Xt
Q q A
240
t 1
120 A
t 9
120 A
67,65
q
t 1,45
4,10
1
q7
0,476 A 0, 375
tr
q 0,125 i 0, 25
Dimana :
Q : Debit banjir rencana (m3/det)
: Koefisien run off
: Koefisien reduksi
q : Intensitas hujan (m3/s/km2)
A : Luas daerah (km2)
Xt : Curah hujan dengan kala ulang (mm)
45
2. Metode Rasional
Metode ini dapat menggambarkan hubungan antara luas daerah, pengairan
dengan curah hujan yang ada. Debit rencana Metode Rasional dihitung dengan
2
Xt 24 3
I
24 tc
Dimana :
Q : Debit rencana puncak banjir (m3/det)
V : Kecepatan aliran (m/det).
A : Luas DPS, diukur dari peta topografi (km2)
H : Beda tinggi (m)
B : Lebar sungai (m)
L : Panjang sungai (km)
C : Koefisien aliran
Xt : Curah hujan dengan kala ulang (mm)
tc : Waktu konsentrasi (jam)
I : Intensitas hujan selama waktu tiba banjir (mm/jam)
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0.4952 0.4996 0.5035 0.5070 0.5100 0.5128 0.5157 0.5181 0.5202 0.5220
20 0.5236 0.5252 0.5286 0.5263 0.5263 0.5309 0.5320 0.5332 0.5343 0.5353
30 0.5362 0.5371 0.5385 0.5388 0.5396 0.5402 0.5410 0.5418 0.5424 0.5430
40 0.5436 0.5442 0.5453 0.5453 0.5458 0.5463 0.5468 0.5473 0.5477 0.5481
50 0.5485 0.5489 0.5439 0.5497 0.5501 0.5504 0.5508 0.5511 0.5515 0.5518
Sumber : Materi Kuliah Hidrologi I
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0.9496 0.9697 0.9833 0.9971 1.0095 1.0208 1.0316 1.0411 1.0493 1.0565
20 1.0628 1.0696 1.9754 1.8110 1.0864 1.0864 1.0961 1.1044 1.1047 1.1056
30 1.1124 1.1159 1.1193 1.1226 1.1255 1.1285 1.1313 1.1339 1.1363 1.1388
40 1.1413 1.1436 1.1458 1.1480 1.1499 1.1519 1.1538 1.1557 1.1574 1.1590
50 1.1607 1.1623 1.1638 1.1658 1.1667 1.1681 1.1681 1.2708 1.1721 1.1734
Sumber : Materi Kuliah Hidrologi I
di Dataran Rendah
2.11.1 Umum
Sedimentasi dari suatu daerah pengaliran tertentu dapat ditentukan dengan
pengukuran pengangkutan sedimen pada titik kontrol dari alur sungai, atau
dasar (bed load). Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil sedimen (sedimen yield)
Lapisan tanah
Topografi
pusaran aliran yang cenderung terus menerus melayang bersama aliran. Ukuran
partikelnya lebih kecil dari 0,1 mm. Muatan layang tidak berpengaruh terhadap
masalah.
digambarkan dengan metode teoritis, didasarkan pada teori turbulen dan metode
yang sangat bagus yang telah ada untuk menghitung distribusi relatif konsentrasi
suspended load yang melebihi kedalaman saluran. Kapasitas suspended load telah
z
UC a 0 , 5h d z z z h
z z
Ss 8 a
ln dz exp 4 Z 0,5 ln dz pa
K h a a z z0 0 , 5h h z0
a
Ss = F . U . h . C a 0,3 Z 3 dan 0,01 0,1
h
z 1, 2
a a
h h
F z
a
1 1,2 Z '
h
50
Dengan :
h = kedalaman aliran
Ca = konsentrasi referensi
D50 T 1,5
0,015 dengan a = ks atau a = 0,5 f
a D80 ,3
T
U 0
2
U 0c
2
U 0c
(Pilarczyk,1995:95) :
2 ,4
SS U UC D50
0,012 . D0
0,6
U .h g . D . s 1 h
50
1/ 3
g
D0 D50 S .
51
Qs = 0,0864 C.Qw
dimana :
garis regresi antara angkutan sedimen dan debit air dengan persamaan :
Qs = a.Qwb
Muatan dasar (bed load), adalah partikel yang bergerak pada dasar sungai
h
C
Muatan dasar keadaannya selalu bergerak, oleh sebab itu pada sepanjang aliran
dasar sungai selalu terjadi proses degradasi dan agradasi yang disebut sebagai
Transportasi bed load selalu dihitung dengan rata-rata jumlah yang besar
dengan rumus yang berbeda, dimana semua rumus tersebut tanpa pengecualian
dilapangan sangat tidak dapat dipercaya, terutama pada debit yang tinggi, saat
banyak bed load yang berpindah. Sebaliknya, tes aliran di laboratorium dengan
dengan tes aliran di laboratorium, tanpa menguji pada kondisi lapangan. Beberapa
dikembangkan oleh beberapa peneliti dari tahun ke tahun. Formula muatan dasar
ini didasarkan pada prinsip bahwa kapasitas aliran sedimen transport sepanjang
53
dasar bervariasi secara langsung dengan perbedaan antara shear stress pada
partikel dasar dan shear stress (tegangan geser) kritis yang diijinkan untuk
dan Meyer Peter Muller (1948) didasarkan pada hasil eksperimental yang minim.
Banyak formula baru seperti einstein (1950) mempunyai latar belakang semi
teoritis, teori statistik dan probabilitas yang dipakai sebagai dasar pembentukan
3/ 2
QB D901 / 6
3/ 2
G = 1,606 B 3.306 .d .S 0.627 Dm
Q ns
dimana :
G = beban alas (ton/hari)
B = lebar sungai (m)
QB = debit yang mengalir di atas beban layang (m3/detik)
Q
3/2
= 2d nw
1
B ns
S = kemiringan sungai