Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan insisi
pada abdomen dan uterus. (Joy, 2009).

2.2 Etiologi
Peningkatan angka sectio caesarea terus terjadi di Indonesia.
Meskipun dictum Once a Caesarean always a Caesarean di Indonesia
tidak dianut, tetapi sejak dua dekade terakhir ini telah terjadi perubahan
tren sectio caesarea di Indonesia. Dalam 20 tahun terakhir ini terjadi
kenaikan proporsi sectio caesarea dari 5% menjadi 20%. Menurut Depkes
RI (2010) secara umum jumlah persalinan sectio caesarea di rumah sakit
pemerintah adalah sekitar 20 25% dari total persalinan, sedangkan di
rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi, yaitu sekitar 30 80% dari
total persalinan.

Peningkatan ini disebabkan oleh teknik dan fasilitas operasi


bertambah baik, operasi berlangsung lebih asepsis, teknik anestesi
bertambah baik, kenyamanan pasca operasi dan lama perawatan yang
menjadi lebih singkat. Di samping itu morbiditas dan mortalitas maternal
dan perinatal dapat diturunkan secara bermakna (Dewi, 2007).
2.3 Indikasi
Berdasarkan waktu dan pentingnya dilakukan sectio caesarea, maka
dikelompokkan 4 kategori (Edmonds,2007) :
Kategori 1 atau emergency
Dilakukan sesegera mungkin untuk menyelamatkan ibu atau janin.
Contohnya abrupsio plasenta, atau penyakit parah janin lainnya.
Kategori 2 atau urgent
Dilakukan segera karena adanya penyulit namun tidak terlalu
mengancam jiwa ibu ataupun janinnya. Contohnya distosia.
Kategori 3 atau scheduled
Tidak terdapat penyulit.
Kategori 4 atau elective
Dilakukan sesuai keinginan dan kesiapan tim operasi.

Dari literatur lainnya, yaitu Impey dan Child (2008), hanya


mengelompokkan 2 kategori, yaitu emergency dan elective Caesarean
section. Disebut emergency apabila adanya abnormalitas pada power atau
tidak adekuatnya kontraksi uterus. Passenger bila malaposisi ataupun
malapresentasi. Serta Passage bila ukuran panggul sempit atau adanya
kelainan anatomi.
2.3.1 Indikasi Ibu
a. Panggul Sempit Absolut

Pada panggul ukuran normal, apapun jenisnya, yaitu panggul ginekoid,


anthropoid, android, dan platipelloid. Kelahiran pervaginam janin dengan
berat badan normal tidak akan mengalami gangguan. Panggul sempit
absolut adalah ukuran konjungata vera kurang dari 10 cm dan diameter
transversa kurang dari 12 cm.
Oleh karena panggul sempit, kemungkinan kepala tertahan di pintu
atas panggul lebih besar, maka dalam hal ini serviks uteri kurang
mengalami tekanan kepala. Hal ini dapat mengakibatkan inersia uteri serta
lambatnya pembukaan serviks (Prawirohardjo, 2009).
b. Tumor yang dapat mengakibatkan Obstruksi
Tumor dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janin pervaginam.
Tumor yang dapat dijumpai berupa mioma uteri, tumor ovarium, dan
kanker rahim. Adanya tumor bisa juga menyebabkan resiko persalinan
pervaginam menjadi lebih besar. Tergantung dari jenis dan besarnya
tumor, perlu dipertimbangkan apakah persalinan dapat berlangsung
melalui vagina atau harus dilakukan tindakan sectio caesarea.
Pada kasus mioma uteri, dapat bertambah besar karena pengaruh
hormon estrogen yang meningkat dalam kehamilan. Dapat pula terjadi
gangguan sirkulasi dan menyebabkan perdarahan. Mioma subserosum
yang bertangkai dapat terjadi torsi atau terpelintir sehingga menyebabkan
rasa nyeri hebat pada ibu hamil (abdomen akut). Selain itu, distosia tumor
juga dapat menghalangi jalan lahir.
Tumor ovarium mempunyai arti obstetrik yang lebih penting. Ovarium
merupakan tempat yang paling banyak ditumbuhi tumor. Tumor yang
besar dapat menghambat pertumbuhan janin sehingga menyebabkan
abortus dan bayi prematur, selain itu juga dapat terjadi torsi. Tumor seperti
ini harus diangkat pada usia kehamilan 16-20 minggu.
Adapun kanker rahim, terbagi menjadi dua; kanker leher rahim dan
kanker korpus rahim. Pengaruh kanker rahim pada persalinan antara lain
dapat menyebabkan abortus, menghambat pertumbuhan janin, serta
perdarahan dan infeksi. (Mochtar,1998).

c. Plasenta Previa
Perdarahan obstetrik yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga
dan yang terjadi setelah anak atau plasenta lahir pada umumnya adalah
perdarahan yang berat, dan jika tidak mendapat penanganan yang cepat
bisa mengakibatkan syok yang fatal. Salah satu penyebabnya adalah
plasenta previa.
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terdapat di bagian
atas uterus. Sejalan dengan bertambah besarnya rahim dan meluasnya
segmen bawah rahim ke arah proksimal memungkinkan plasenta
mengikuti perluasan segmen bawah rahim.
Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan
plasenta melalui pembukaan jalan lahir. Disebut plasenta previa komplit
apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta. Plasenta previa
parsialis apabila sebagian permukaan tertutup oleh jaringan. Dan disebut
plasenta previa marginalis apabila pinggir plasenta berada tepat pada
pinggir pembukaan (Decherney, 2007).

d. Ruptura Uteri
Ruptura uteri baik yang terjadi dalam masa hamil atau dalam proses
persalinan merupakan suatu malapetaka besar bagi wanita dan janin yang
dikandungnya. Dalam kejadian ini boleh dikatakan sejumlah besar janin
atau bahkan hampir tidak ada janin yang dapat diselamatkan, dan sebagian
besar dari wanita tersebut meninggal akibat perdarahan, infeksi, atau
menderita kecacatan dan tidak mungkin bisa menjadi hamil kembali
karena terpaksa harus menjalani histerektomi. (Prawirohardjo, 2009).
Ruptura uteri adalah keadaan robekan pada rahim dimana telah
terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dengan rongga
peritoneum (Mansjoer, 1999).
Kausa tersering ruptur uteri adalah terpisahnya jaringan parut bekas
sectio caesarea sebelumnya. (Lydon,2001).Selain itu, ruptur uteri juga
dapat disebabkan trauma atau operasi traumatik, serta stimulus berlebihan.
Namun kejadiannya relatif lebih kecil (Cunningham, 2005).
e. Disfungsi Uterus
Mencakup kerja uterus yang tidak adekuat. Hal ini menyebabkan tidak
adanya kekuatan untuk mendorong bayi keluar dari rahim. Dan ini
membuat kemajuan persalinan terhenti sehingga perlu penanganan dengan
sectio caesarea (Prawirohardjo, 2009)

f. Solutio Plasenta
Disebut juga abrupsio plasenta, adalah terlepasnya sebagian atau
seluruh plasenta sebelum janin lahir. Ketika plasenta terpisah, akan diikuti
pendarahan maternal yang parah. Bahkan dapat menyebabkan kematian
janin. Plasenta yang terlepas seluruhnya disebut solutio plasenta totalis,
bila hanya sebagian disebut solutio plasenta parsialis, dan jika hanya
sebagian kecil pinggiran plasenta yang terpisah disebut ruptura sinus
marginalis (Impey, 2008).

Frekuensi terjadinya solutio plasenta di Amerika Serikat sekitar 1%


dan solutio plasenta yang berat mengarah pada kematian janin dengan
angka kejadian sekitar 0,12% kehamilan atau 1:830 (Deering,2008).

Gambar 2.1 Abruptio & Plasenta Previa (Sumber: Obgyn.net)


2.3.2 Indikasi Janin
a. Kelainan Letak
1. Letak Lintang
Pada letak lintang, biasanya bahu berada di atas pintu atas panggul
sedangkan kepala berada di salah satu fossa iliaka dan bokong pada
sisi yang lain. Pada pemeriksaan inspeksi dan palpasi didapati
abdomen biasanya melebar dan fundus uteri membentang hingga
sedikit di atas umbilikus. Tidak ditemukan bagian bayi di fundus, dan
balotemen kepala teraba pada salah satu fossa iliaka.
Penyebab utama presentasi ini adalah relaksasi berlebihan dinding
abdomen akibat multiparitas yang tinggi. Selain itu bisa juga
disebabkan janin prematur, plasenta previa, uterus abnormal, cairan
amnion berlebih, dan panggul sempit. (Cunningham, 2005).
2. Presentasi Bokong
Presentasi bokong adalah janin letak memanjang dengan bagian
terendahnya bokong, kaki, atau kombinasi keduanya. Dengan insidensi
3 4% dari seluruh persalinan aterm. Presentasi bokong adalah
malpresentasi yang paling sering ditemui. Sebelum usia kehamilan 28
minggu, kejadian presentasi bokong berkisar antara 25 30%.
(Decherney,2007).
Faktor resiko terjadinya presentasi bokong ini antara lain
prematuritas, abnormalitas uterus, polihidamnion, plasenta previa,
multiparitas, dan riwayat presentasi bokong sebelumnya.
(Fischer,2006).
3. Presentasi Ganda atau Majemuk
Presentasi ini disebabkan terjadinya prolaps satu atau lebih
ekstremitas pada presentasi kepala ataupun bokong. Kepala memasuki
panggul bersamaan dengan kaki dan atau tangan. Faktor yang
meningkatkan kejadian presentasi ini antara lain prematuritas,
multiparitas, panggul sempit, kehamilan ganda (Prawirohardjo, 2009).
b. Gawat Janin
Keadaan janin biasanya dinilai dengan menghitung denyut jantung
janin (DJJ) dan memeriksa kemungkinan adanya mekonium di dalam
cairan amnion. Untuk keperluan klinik perlu ditetapkan kriteria yang
termasuk keadaan gawat janin.
Disebut gawat janin, bila ditemukan denyut jantung janin di atas
160/menit atau di bawah 100/menit, denyut jantung tak teratur, atau
keluarnya mekonium yang kental pada awal persalinan. (Prawirohardjo,
2009).
Keadaan gawat janin pada tahap persalinan memungkinkan dokter
memutuskan untuk melakukan operasi. Terlebih apabila ditunjang kondisi
ibu yang kurang mendukung. Sebagai contoh, bila ibu menderita
hipertensi atau kejang pada rahim yang dapat mengakibatkan gangguan
pada plasenta dan tali pusar. Sehingga aliran darah dan oksigen kepada
janin menjadi terganggu.
Kondisi ini dapat mengakibatkan janin mengalami gangguan seperti
kerusakan otak. Bila tidak segera ditanggulangi, maka dapat menyebabkan
kematian janin. (Oxorn, 2003)

c. Ukuran Janin
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby),
menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya pertumbuhan
janin yang berlebihan disebabkan sang ibu menderita kencing manis
(diabetes mellitus). Bayi yang lahir dengan ukuran yang besar dapat
mengalami kemungkinan komplikasi persalinan 4 kali lebih besar
daripada bayi dengan ukuran normal. (Oxorn, 2003).

Menentukan apakah bayi besar atau tidak terkadang sulit. Hal ini dapat
diperkirakan dengan cara :
i. Adanya riwayat melahirkan bayi dengan ukuran besar, sulit
dilahirkan atau ada riwayat diabetes melitus.
ii. Kenaikan berat badan yang berlebihan tidak oleh sebab lainnya
(edema, dll).
iii. Pemeriksaan disproporsi sefalo atau feto-pelvik.

2.3.3 Indikasi Ibu dan Janin


a. Gemelli atau Bayi Kembar
Kehamilan kembar atau multipel adalah suatu kehamilan dengan dua
janin atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda (2
janin), triplet (3 janin), kuadruplet (4 janin), quintuplet (5 janin) dan
seterusnya sesuai dengan hukum Hellin.
Morbiditas dan mortalitas mengalami peningkatan yang nyata pada
kehamilan dengan janin ganda. Oleh karena itu, mempertimbangkan
kehamilan ganda sebagai kehamilan dengan komplikasi bukanlah hal yang
berlebihan. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain anemia pada ibu,
durasi kehamilan yang memendek, abortus atau kematian janin baik salah
satu atau keduanya, gawat janin, dan komplikasi lainnya. Demi mencegah
komplikasi komplikasi tersebut, perlu penanganan persalinan dengan
sectio caesarea untuk menyelamatkan nyawa ibu dan bayi bayinya.
(Prawirohardjo, 2009).

b. Riwayat Sectio Caesarea


Sectio caesarea ulangan adalah persalinan dengan sectio caesarea yang
dilakukan pada seorang pasien yang pernah mengalami sectio caesarea pada
persalinan sebelumnya, elektif maupun emergency. Hal ini perlu dilakukan jika
ditemui hal hal seperti :
Indikasi yang menetap pada persalinan sebelumnya seperti kasus
panggul sempit.
Adanya kekhawatiran ruptur uteri pada bekas operasi sebelumnya.
c. Preeklampsia dan Eklampsia
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau
edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Bila tekanan darah mencapai 160/110 atau lebih, disebut preeklampsia
berat.Sedangkan eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam
persalinan atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan
karena kelainan neurologi) dan atau koma dimana sebelumnya sudah
menunjukkan gejala preeklampsia.
Janin yang dikandung ibu dapat mengalami kekurangan nutrisi dan
oksigen sehingga dapat terjadi gawat janin. Terkadang kasus preeklampsia
dan eklampsia dapat menimbulkan kematian bagi ibu, janin, bahkan
keduanya. (Decherney,2007).

2.3.4 Indikasi Sosial


Menurut Mackenzie et al (1996) dalam Mukherjee (2006), permintaan
ibu merupakan suatu faktor yang berperan dalam angka kejadian sectio
caesarea yaitu mencapai 23%. Di samping itu, selain untuk menghindari
sakit, alasan untuk melakukan sectio caesarea adalah untuk menjaga tonus
otot vagina, dan bayi dapat lahir sesuai dengan waktu yang diinginkan.
Walaupun begitu, menurut FIGO (1999) dalam Mukherjee (2006),
pelaksanaan sectio caesarea tanpa indikasi medis tidak dibenarkan secara
etik.
2.4 Jenis Jenis Operasi Sectio Caesarea
2.4.1 Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
a. Sectio caesarea transperitonealis :
Sectio caesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada
korpus uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada
korpus uteri kira kira sepanjang 10 cm.
Kelebihan :
Mengeluarkan janin lebih cepat
Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih
Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
Infeksi mudah menyebar
Sering mengakibatkan ruptur uteri pada persalinan berikutnya.

Sectio caesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan


insisi pada segmen bawah rahim. Dilakukan dengan membuat
sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira kira 10
cm.
Kelebihan :
Penjahitan dan penutupan luka lebih mudah
Mencegah isi uterus ke rongga peritoneum
Kemungkinan ruptura uteri lebih kecil.
Kekurangan :
Luka dapat melebar
Keluhan kandung kemih postoperatif tinggi.
b. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Sectio caesarea yang dilakukan tanpa membuka peritoneum parietalis,
dengan demikian tidak membuka kavum abdominal.
2.4.2 Vagina (Sectio Caesarea Vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan
sebagai berikut :
a. Sayatan memanjang (vertikal) menurut Kronig
b. Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr
c. Insisi Klasik
d. Sayatan huruf T terbalik (T-incision).

Gambar 2.2 Skema Insisi Abdomen dan Rahim (Sumber: Obgyn.net)

2.5 Melahirkan Janin & Plasenta


Pada presentasi kepala, satu tangan diselipkan ke dalam rongga uterus
diantara simfisis dan kepala janin, lalu kepala diangkat secara hati-hati
dengan jari dan telapak tangan melalui lubang insisi dibantu oleh
penekanan sedang transabdominal pada fundus.
Setelah kepala lahir, tarik bahu secara ringan dan hati-hati. Begitu
juga dengan bagian tubuh lainnya. Bila presentasi bukan kepala, atau bila
janin lebih dari satu, atau keadaan-keadaan lainnya, insisi vertikal segmen
bawah rahim terkadang lebih menguntungkan. Perhatikan juga apakah
terdapat perdarahan.
Bila janin telah lahir, segera keluarkan plasenta. Masase fundus,
yang dimulai segera setelah janin lahir dapat mengurangi perdarahan dan
mempercepat lahirnya plasenta.

2.6 Penjahitan Uterus


Setelah plasenta lahir, uterus dapat diangkat melewati insisi dan
diletakkan di atas dinding abdomen, atau biasa disebut eksteriorisasi
uterus. Keuntungan eksteriorisasi uterus ini antara lain dapat segera
mengetahui uterus yang atonik dan melemas sehingga cepat melakukan
masase. Selain itu, lokasi perdarahan juga dapat ditentukan dengan jelas.
Insisi uterus ditutup dengan satu atau dua lapisan jahitan kontinu
menggunakan benang yang dapat diserap ukuran 0 atau 1. Penutupan
dengan jahitan jelujur mengunci satu lapis memerlukan waktu lebih
singkat.

2.7 Penjahitan Abdomen


Setelah rahim telah tertutup dan memastikan tidak ada instrumen
yang tertinggal, maka dilakukan penutupan abdomen. Sewaktu melakukan
penutupan lapis demi lapis, titik-titik perdarahan diidentifikasi, diklem dan
diligasi. Otot rektus dikembalikan ke letaknya semula, dan ruang subfasia
secara cermat diperiksa.
Fasia rektus di atasnya situtup dengan jahitan interrupted. Jaringan
subkutan biasanya tidak perlu ditutup secara terpisah apabila ketebalannya
2 cm atau kurang. Dan kulit ditutup dengan jahitan matras vertikal dengan
benang sutera 3-0 atau 4-0.
2.8 Penyulit Pascaoperasi
Morbiditas setelah sectio caesarea dipengaruhi oleh keadaan-keadaan
ketika prosedur tersebut dilakukan. Penyulit yang dapat terjadi mencakup
histerektomi, cedera operatif pada struktur panggul, serta infeksi dan
perlunya transfusi.

Rajasekar dan Hall (1997) secara spesifik meneliti laserasi kandung


kemih dan cedera uretra. Insidensi laserasi kandung kemih pada saat
operasi sesarea adalah 1,4 per 1000 prosedur, dan untuk cedera uretra
adalah 0,3 per 1000. Cedera kandung kemih cepat terdiagnosis. Sebaliknya
diagnosis cedera uretra sering terlambat terdiagnosis. (Cunningham,
2005).

2.9 Komplikasi
a. Infeksi Puerperal (nifas)
Ringan, kenaikan suhu beberapa hari saja
Sedang, kenaikan suhu disertai dehidrasi dan perut kembung
Berat, dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik.

b. Perdarahan, karena :
Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
Atonia Uteri
Perdarahan pada plasenta

c. Luka kandung kemih, emboli paru dan komplikasi lainnya yang jarang
terjadi.

d. Kemungkinan ruptura uteri atau terbukanya jahitan pada uterus karena


operasi sebelumnya. (Mochtar,1998).

Anda mungkin juga menyukai