Anda di halaman 1dari 30

Agra Maharddhika

240210150062

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pengupasan Tomat
Sampel W1 W2 Rendemen
t kupas Kenampakan Gambar
(Kel) (g) (g) (%)
Tomat
Halus, merah
(Rebus) 95 92 96,84 8,97
kekuningan
(1)
Tomat Merah cerah,
(Rebus) 114 101 88,60 7,17 tersisa kulit di
(2) pangkal atas.
Tomat
Halus, merah
(Rebus) 122 117 95,90 17
oranye
(3)
Tomat
Halus, merah
(Rebus) 96 84 88,72 7
pucat
(4)
Tomat
Halus, merah
(Rebus) 96 91 94,79 20 -
pucat
(5)
Tomat
(Kukus) 94 87 92,55 41 Rapi
(6)

Tomat
(Kukus) 97 91 93,8 19 Rapi +++
(7)

Tomat
(Kukus) 103 96 93,2 13 Rapi
(8)
Tomat
(Kukus) 92 82 89,13 60 Rapi
(9)

Tomat
(Kukus) 100 93 93 28 Rapi
(10)

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)


Agra Maharddhika
240210150062

Tabel 2. Hasil Pengamatan Pengupasan Kentang dengan Sabut


Sampel W1 W2 Rendemen
Kenampakan Gambar
(Kel) (g) (g) (%)

Kentang
152 147 96,71 Kuning kecoklatan
(1)

Kentang
134 130 97,01 Kuning kecoklatan +++
(2)

Kentang
174 167 95,97 Kuning kecoklatan
(3)

Kentang
(4) 137 131 95,62 Kuning kecoklatan

Kentang
(5) 149 142 95,30 Kuning kecoklatan -
(sabut)
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Tabel 3. Hasil Pengamatan Pengupasan Kentang dengan Peeler


Sampel W1 W2 Rendemen
Kenampakan Gambar
(Kel) (g) (g) (%)

Kentang
135 122 90,37 Kuning kecoklatan
(6)

Kentang
118 108 91,52 Kuning kecoklatan -
(7)
Kentang
148 128 86,48 Kuning kecoklatan
(8)

Kentang
135 121 89,63 Kuning kecoklatan
(9)

Kentang
160 158 86,25 Kuning kecoklatan
(10)

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)


Agra Maharddhika
240210150062

Tabel 4. Hasil Pengamatan Pengupasan Kentang dengan Pisau


Sampel W1 W2 Rendemen
Kenampakan Gambar
(Kel) (g) (g) (%)

Kentang
118 109 92,37 Kuning cerah
(1)

Kentang
128 117 91,41 Kuning kecoklatan ++
(2)

Kentang
121 109 90,08 Kuning cerah
(3)

Kentang
143 128 89,51 Kuning cerah
(4)

Kentang
113 104 92,03 Kuning cerah -
(5)

Kentang
139 124 89,2 Kuning cerah
(6)

Kentang
127 109 85,82 Kuning cerah -
(7)
Kentang
142 129 90,84 Kuning kecoklatan +++
(8)

Kentang
(9) 125 111 88,8 Kuning cerah

Kentang
150 135 90 Kuning cerah
(10)

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)


Agra Maharddhika
240210150062

Tabel 5. Hasil Pengamatan Pengolahan Minimalis Selada


Hari
Kel Kesegaran Kerenyahan Pencoklatan Warna Daun Warna Batang Kilap Gambar
Ke-

0 +++++ +++++ - 35% putih, 65% hijau Hijau muda +++

1 ++++ +++ + 35% putih, 65% hijau Hijau muda ++

2 +++ +++ + 80% ijo 15% putih Hijau muda ++


1

3 ++ ++ ++ 90% hijau 10% putih Hijau muda -


++

Hijau muda dan


4 ++ ++ +++ 90% hijau 10% putih +
coklat

Hijau muda dan


5 + - ++++ 95% hijau 10% putih -
coklat

3 0 +++++ +++++ - Hijau Hijau +++++


Agra Maharddhika
240210150062

Hari
Kel Kesegaran Kerenyahan Pencoklatan Warna Daun Warna Batang Kilap Gambar
Ke-

1 +++++ +++++ - Hijau Hijau +++++

2 ++++ ++++ - Hijau Hijau ++++

3 ++++ ++++ - Hijau Hijau ++++

4 ++++ ++++ - Hijau Hijau ++++

5 ++++ ++++ - Hijau Hijau ++++


Agra Maharddhika
240210150062

Hari
Kel Kesegaran Kerenyahan Pencoklatan Warna Daun Warna Batang Kilap Gambar
Ke-

85% hijau muda, 15%


0 +++++ +++++ - Hijau muda +++
putih

1 +++++ ++++ + Hijau tua Hijau muda ++

Putih kehijauan-
Putih bercak
2 ++++ ++++ + kekuningan bercak +++
coklat
coklat
Putih kehijauan-
5 Putih bercak
3 +++ +++ ++ kekuningan bercak +
coklat +
coklat +

Putih kehijauan-
Putih bercak
4 +++ +++ ++ kekuningan bercak +
coklat +
coklat +

Hijau kekuningan Putih bercak


5 ++ ++ + +
bercak coklat ++ coklat ++
Agra Maharddhika
240210150062

Hari
Kel Kesegaran Kerenyahan Pencoklatan Warna Daun Warna Batang Kilap Gambar
Ke-

0 +++++ +++++ - Hijaumuda - +++

1 ++++ +++++ + Hijau Muda Hijau Muda ++

7
2 ++++ ++++ ++ Hijau Muda Hijau Muda ++
Ashoy

3 ++++ ++++ ++ Hijau Muda Hijau Muda +

4 +++ +++ +++ Hijau Muda Hijau Muda -


Agra Maharddhika
240210150062

Hari
Kel Kesegaran Kerenyahan Pencoklatan Warna Daun Warna Batang Kilap Gambar
Ke-

5 +++ +++ +++ Hijau Muda Hijau Muda -

RaditTampan
0 +++++ +++++ - Hijau muda Putih kehijauan +++

Hijau muda, sedikit Putih


1 ++++ ++++ - ++
bercak hitam kehijauan

Hijau muda, sedikit Putih


2 ++++ +++ + +
bercak hitam kehijauan

9
Hijau muda, sedikit Putih
3 ++ +++ ++ +
bercak hitam kehijauan

Hijau muda, bercak Putih


4 + ++ ++ hitam bertambah +
kehijauan
Hijau muda, bercak
5 + + +++ hitam bertambah Putih kehijauan +

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)


Agra Maharddhika
240210150062

Tabel 6. Hasil Pengamatan Pengolahan Minimalis Brokoli


Hari
Kel Kesegaran Kerenyahan Pencoklatan Warna Daun Warna Batang Kilap Gambar
Ke-

15% Putih, 85% Hijau


0 +++++ +++++ - Hijau muda -
muda

95% hijau muda, 5%


1 ++++ ++++ - Hijau muda -
hijau tua

2 90% hijau tua, 10%


2 +++ +++ + Hijau muda -
hijau muda

90% hijau tua, 10%


3 +++ +++ ++ Hijau muda -
hijau muda

Hijau muda,
80% hijau tua, 20% sedikit
4 ++ ++ +++ -
hijau muda kecoklatan
diujung bawah
Hijau muda,
70% hijau tua, 30%
5 + + ++++ sedikit - -
hijau muda
kecoklatan
Agra Maharddhika
240210150062

Hari
Kel Kesegaran Kerenyahan Pencoklatan Warna Daun Warna Batang Kilap Gambar
Ke-
15% putih, 85% hijau
0 +++++ +++++ - Hijau muda -
muda

95% Hijau, 5%
1 ++++ ++++ + 15% putih, 85% hijau -
coklat

95% hijau muda,


2 +++ ++ + 20% putih, 80% hijau -
5 % coklat

4
90% hijau muda,
3 ++ ++ + 30% putih, 70% hijau -
10% coklat

70% hijau muda,


4 ++ + + 35% putih, 65% hijau -
30% coklat

70% hijau muda,


5 ++ + + 40% putih, 60% hijau -
30% coklat
Agra Maharddhika
240210150062

Hari
Kel Kesegaran Kerenyahan Pencoklatan Warna Daun Warna Batang Kilap Gambar
Ke-

Hijau tua 95%, putih


0 +++++ +++++ - Hijau muda +
5%

Hijau tua 95%, putih


1 ++++ ++++ - Hijau muda +
5%

Hijau tua 95%, putih


2 ++++ ++++ - Hijau muda +
5%
6

Hijau tua 95%, putih Hijau muda


3 ++++ ++++ + -
5% 97%, coklat 3%

Hijau tua 95%, putih Hijau muda


4 ++++ ++++ + -
5% 97%, coklat 3%

Hijau tua 95%, putih Hijau muda


5 +++ +++ + - -
5% 97%, coklat 3%
Agra Maharddhika
240210150062

Hari
Kel Kesegaran Kerenyahan Pencoklatan Warna Daun Warna Batang Kilap Gambar
Ke-

0 +++++ +++++ - Hijau tua Hijau muda +++

1 ++++ ++++ - Hijau tua Hijau muda ++

8
70% hijaumuda,
2 +++ ++ - 85% hijau, 15% putih -
30% putih

70% hijau muda,


3 +++ ++ - 80% hijau, 20% putih -
30% putih
Agra Maharddhika
240210150062

Hari
Kel Kesegaran Kerenyahan Pencoklatan Warna Daun Warna Batang Kilap Gambar
Ke-

68% hijau, 30% putih, Hijau muda


4 ++ + + -
2% coklat kecoklatan

68% hijau, 30 % Hijau muda


5 ++ + + +
kuning, 2% coklat kecoklatan

0 +++++ +++++ - Hijau tua +++ Hijau muda ++

10 Hijau muda
1 ++++ ++++ + Hijau tua +++ -
kecoklatan

Hijau muda
2 +++ +++ + Hijau tua ++ -
kecoklatan +
Agra Maharddhika
240210150062

Hari
Kel Kesegaran Kerenyahan Pencoklatan Warna Daun Warna Batang Kilap Gambar
Ke-

Hijau muda
3 ++ ++ ++ Hijau tua + -
kecoklatan ++

Hijau muda
4 ++ ++ ++ Hijau tua -
kecoklatan +

Hijau muda
5 + + ++ Hijau tua -
kecoklatan ++

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)


Agra Maharddhika
240210150062

Tabel 7. Hasil Pengamatan Susut Bobot


Kel Hari BDD (%) W Sampel (g) Susut Bobot (%) Rendemen (%)
0 22 0
1 22 0
2 23 -4,54
1 95 95,46
3 21 4,54
4 22 0
5 21 4,54
0 18 0
1 17 5,5
2 17 5,5
2 90 94,5
3 17 5,5
4 17 5,5
5 17 5,5
0 18 0
1 18 0
2 18 0
3 90 100
3 18 0
4 18 0
5 18 0
0 20 0
1 19 5
2 19 5
4 100 90
3 18 10
4 18 10
5 18 10
0 17 0
1 17 0
2 17 0
5 85 100
3 17 0
4 17 0
5 17 0
0 20 0
1 20 0
2 20 0
6 95
3 20 0
4 19 5
5 19 5
0 20 0
1 19 5
2 19 5
7 100 95
3 19 5
4 19 5
5 19 5
0 20 0
1 22 -10
8 95 90
2 19 5
3 18 10
Agra Maharddhika
240210150062

Kel Hari BDD (%) W Sampel (g) Susut Bobot (%) Rendemen (%)
4 18 10
5 18 10
0 21 0
1 20 4,7
2 20 4,7
9 95 95,2
3 20 4,7
4 20 4,7
5 20 4,7
0 23 0
1 23 4,3
2 23 4,3
10 100 95,6
3 22 4,3
4 22 4,3
5 22 4,3
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

24
1
23
2
22 3
4
21
Berat (g)

5
20
6
19 7

18 8
9
17
10
16
0 1 2 3 4 5
Hari

Gambar 1. Grafik Hubungan Berat Terhadap Hari Dengan Berbagai Perlakuan


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Agra Maharddhika
240210150062

4.2 Pembahasan
Pengupasan kulit merupakan kegiatan penting pada penyiapan
berbagaijenis sayuran dan buah-buahan yang akan diolah lebih lanjut. Pengupasan
kulit harus dilakukan dengan sempurna karena mempengaruhi kenampakan
produk dan kebersihan bahan. Di lain pihak, pengupasan harus dilakukan seefisien
mungkin agar kehilangan bahan bersama kulitnya dapat ditekan serendah-
rendahny (Wills, 1981).
Pengupasan bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu pengupasan dengan
tangan dan pengupasan dengan cara pengelupasan kulit (panas). Pengupasan
dengan tangan terdiri dari pengupasan dengan pisau stainless steel, pengupasan
dengan peeler, dan pengupasan dengan sabut. Sedangkan pengupasan dengan cara
pengelupasan kulit (panas) terdiri dari pencelupan dalam air mendidih dan
pengelupasan dengan uap panas (Wills, 1981).
Sampel yang digunakan untuk pengupasan bahan ini adalah tomat dan
kentang. Pertama-tama bahan tersebut dicuci bersih dan ditiriskan, setelah itu
ditimbang sebagai berat awal. Untuk perlakuan pengupasan dengan tangan, bahan
tinggal dikupas menggunakan alat berupa pisau stainless steel, peeler, serta
penggosokan. Perlakuan tersebut dihitung untuk mengetahui seberapa lama waktu
yang diperlukan untuk pengupasan tersebut. Setelah bahan telah dikupas, bahan
tersebut ditimbang lagi sebagai berat akhir sehingga kita bisa mengetahui berat
rendemennya menggunakan rumus:

%Rendemen = 100%

Untuk sampel yang diberi perlakuan pengupasan dengan cara


pengelupasan kulit (panas) bisa menggunakan dua cara, yakni pencelupan dalam
air mendidih dan pengukusan. Pengukusan dilakukan dengan cara memasukkan
bahan ke dalam saringan/wadah berlubang yang dibawahnya terdapat air
mendidih selama 4-5 menit. Waktu pencelupan dalam air mendidih ini tidak boleh
terlalu lama, asal cukup untuk memanaskan kulit hingga mudah mengelupas.
Airnya harus mendidih karena pada suhu yang lebih rendah kulit tidak akan
mengelupas, tetapi hanya akan menyebabkan pelunakan jaringan bahan. Setelah
itu direndam 3 menit pada air dingin. Pendinginan ini tidak boleh terlalu lama,
Agra Maharddhika
240210150062

asal cukup saja untuk mengerutkan/memecah kulit dengan tangan. Lalu dikupas
dan dicatat waktu yang diperlukan untuk mengupas bahan tersebut. Setelah bahan
telah dikupas, bahan tersebut ditimbang lagi sebagai berat akhir sehingga kita bisa
mengetahui persen rendemennya dengan rumus :

%Rendemen = 100%

Pengolahan minimalis merupakan penanganan dan penyiapan


produk-produk hortikultura yang bertujuan untuk mempertahankan
kesegaran sampai tiba ditangan konsumen serta memberikan kemudahan
bagi konsumen. Pengolahan minimal meliputi tahap-tahap pemilihan
bahan baku, sortasi, pembersihan, trimming, pengupasan, pencucian,
pengecilan ukuran, pengemasan, dan penyimpanan.

4.1. Pengupasan
Pengupasan merupakan salah satu jenis kegiatan trimming. Trimming
adalah istilah umum untuk pemotongan atau pembuangan bagian-bagian
yang tidak diinginkan bagi konsumen atau jika bagian ini tidak dibuang dapat
memperpendekumur simpan komoditas tersebut. Pengupasan mempengaruhi
rendemen akhir produk pangan, pengupasan harus dilakukan se-efisien mungkin
agar kehilangan bahan dapat ditekan seminimal mungkin.

4.1.1. Pengupasan dengan Cara Pengelupasan Kulit (Panas)


Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 1, blansing dalam medium air
memerlukan waktu pengupasan lebih singkat dibandingkan dengan
blansing yang menggunakan uap air karena penetrasi panas lebih cepat terjadi
pada medium cair. Blansing dengan menggunakan medium air
memungkinkan kehilangan komponen-komponen larut air dari bahan lebih besar
jika dibandingkan dengan menggunakan uap air. Itulah yang menyebabkan bahan
pangan dengan perlakuan blansing rebus mengalami perubahan yang lebih
besar dibanding dengan perlakuan blansing kukus sehingga waktu
pengupasannya juga dapat mempengaruhi. Waktu yang diperlukan oleh setiap
sayuran dalam proses pengupasan juga beragam. Didapatkan karakteristik warna
Agra Maharddhika
240210150062

tomat setelah proses blansing menjadi lebih terang dibandingkan


karakteristik awalnya dan teksturnya menjadi lebih lunak. Hal ini terjadi
karena dampak dari blansing terhadap sifat-sifat inderawi adalah dapat merubah
tekstur menjadi lunak, warna menjadi lebih mantap, dan kenampakan
menjadi lebih berkerut.

4.1.2. Pengupasan dengan Cara Manual


Berdasarkan perbandingan hasil pengamatan antara tabel 2, 3, dan 4,
sampel kentang yang dikupas menggunakan pisau stainless steel menghasilkan
warna yang lebih cerah jika dibandingkan dengan sampel kentang yang dikupas
menggunakan peeler dan sabut, namun persen rendemen yang dihasilkan pada
sampel kentang yang dikupas dengan sabut lebih baik daripada sampel kentang
yang dikupas dengan peeler dan pisau stainless steel.
Nilai rendemen pada sampel kentang yang dikupas dengan sabut lebih
banyak karena pada pengupasan menggunakan sabut, kulit kentang terkelupas
dengan baik dan dapat meminimalisir daging yang ikut terkelupas bersama
kulitnya, tidak seperti penggunaan peeler dan pisau stainless steel yang berisiko
ikut terpotongnya daging bersamaan dengan kulit kentang. Namun pada tekstur
yang dihasilkan melalui pengupasan menggunakan sabut, permukaan kentang
menjadi bergerigi yang disebabkan oleh gesekan antara kentang dengan sabut,
sementara pada sampel yang dikupas dengan pisau stainless steel dan peeler,
teksturnya cenderung rata pada permukaannya.
Prinsip kerja sabut ini yaitu dengan menggesekannya dengan permukaan
kasar, sehingga kulitnya dapat terkelupas. Hasil pengamatan menunjukan bahwa
sabut ini lebih cocok digunakan pada permukaan sampel yang rata, atau teratur.
Hal tersebut karena pada permukaan sampel yang teratur, limbah yang terbuang
akan sedikit, namun pada permukaan yang tidak teratur limbah buangan yang
dihasilkan akan cukup banyak.
Sementara pada perubahan warna, pada sampel kentang yang dikupas
menggunakan pisau stainless steel cenderung lebih cerah dibandingkan dengan
sampel kentang yang dikupas dengan peeler maupun sabut, karena kerusakan
akibat browning dapat terminimalisir karena pisau yang berpermukaan halus serta
Agra Maharddhika
240210150062

tidak terdapat ion-ion Fe2+,Mg2+ dan Ca2+. Sedangkan pada peeler, perubahan
warna menjadi coklat yang disebabkan karena bahan terjadi proses browning yang
dipicu oleh adanya ion Fe2+,Mg2+ dan Ca2+ serta kontak dengan oksigen bebas,
sehingga bahan akan mengalami oksidasi lebih cepat yang menghasilkan warna
coklat. Adapun pada sampel yang dikupas dengan sabut berwarna coklat karena
proses pengupasannya yang terlalu lama sehingga sebelum proses pengupasan
selesai, permukaan daging kentang yang sudah terkelupas bereaksi dengan
oksigen yang ada pada lingkungan dan menyebabkan reaksi pencoklatan.
Penggunaan peeler pada pengupasan kentang ini sangat mudah karena
tekstur kentang sendiri yang permukaanya kasar serta bentuknya yang mudah
digenggam sehingga dapat mempercepat pengupasan. Namun dengan
menggunakan peeler ini kurang efisien karena karena mengalami penurunan BDD
hampir dibawah 90%. Hal tersebut dapat terjadi karena orang yang mengupas
kentang ini terlalu tebal dalam mengupas, sehingga ada bagian yang bisa dimakan
namun ikut terkelupas (Kader, 1992).

4.2. Pengolahan Minimalis


Pengolahan minimalis banyak digunakan pada produk sayur yang masih
segar. Pada praktikum ini pengolahan minimalis dilakukan dengan penambahan
bahan-bahan kimia. Penggunaan bahan kimia dimadsudkan untuk mengurangi
jumlah mikroorganisme, dan sebagai zat inhibitor enzim pencoklatan (Tjahjadi, et
al., 2007). Bahan kimia yang digunakan yaitu asam askorbat, Na EDTA, asam
sitrat dan asam asetat. Sampel yang digunakan adalah selada.
Penggunaan pengawet dalam produk pangan dalam prakteknya berperan
sebagai antimikroba atau antioksidan atau keduanya. Jamur, bakteri dan enzim
sebagai penyebab pembusukan pangan perlu dihambat pertumbuhan maupun
aktivitasnya.Untuk menghambat pembusukan dan menjamin mutu awal pangan
agar tetap terjaga selama mungkin, maka makanan perlu diawetkan.
Pencucian dengan klorin sebelum sampel direndam dengan larutan
inhibitor merupakan langkah sanitasi untuk menghilangkan kotoran, residu
pestisida dan mikroorganisme yang mempengaruhi penurunan kualitas dan
kerusakan (Barry, 2007). Menurut Jongen (2002) senyawa klorin dapat
Agra Maharddhika
240210150062

mengurangi jumlah mikroflora aerobik pada sayuran daun seperti selada. Namun,
penggunaan klorin memiliki batas efektif untuk menekan pertumbuhan Listeria
monocytogenes pada selada dan kubis.
Pemberian inhibitor asam sitrat bertujuan untuk memberikan rasa asam,
memodifikasi manisnya gula, berlaku sebagai pengawet dan dapat mempercepat
inversi gula (Zentimer, 2009). Sementara itu, asam askorbat (vitamin C)
merupakan antioksidan yang dapat mencegah oksidasi, dan merupakan nutrien
serta vitamin yang larut dalam air dan penting untuk menjaga kesehatan. Vitamin
C merupakan satusatunya vitamin yang memiliki gugus enadiol dengan daya
reduksi kuat dan juga pemberi sifat asam (Moeljohardjo, 1998). Vitamin C juga
berperan sebagai pemberi proteksi bagi bagian yang mengandung air dari sel
jaringan ataupun organ, dan sebagai antioksidan untuk menangkal beberapa
radikal bebas (Halliwell, 1989). Asam asetat, menurut Waluyo (1984) selain
digunakan sebagai bahan penyedap rasa, juga banyak digunakan sebagai bahan
baku industri untuk memproduksi asam-asam alifatis terpenting. Asam cuka ini
juga digunakan sebagai pengawet, untuk pembuatan obat-obatan (aspirin), dan
lainnya. Larutan inhibitor berfungsi untuk menonaktifkan enzim, menurunkan pH,
sebagai antioksidan, dan pengikat logam (Tjahjadi, 2008).
Susut bobot menunjukkan kesegaran bahan sehingga semakin
meningkatknya susut bobot maka kesegaran pun semakin berkurang. Kader
(1992) menjelaskan bahwa terjadinya susut bobot disebabkan hilangnya air dalam
buah dan oleh respirasi yang mengubah gula menjadi CO2 dan H2O. Hal ini juga
dijelaskan oleh Winarno (1992) bahwa kehilangan bobot pada buah dan sayuran
selama penyimpanan disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat proses
penguapan dan kehilangan karbon selama respirasi sehingga menimbulkan
kerusakan dan menurunkan mutu produk tersebut. Selain itu, menurut Lamikanra
(2002), penggunaan suhu rendah dapat mengurangi reaksi metabolisme pada
bahan. Temperatur memengaruhi sifat permeabilitas gas yang melalui kemasan
plastik dan menghambat pertumbuhan mikroba.
Berdasarkan hasil pengamatan pada sampel kontrol, dimana sampel selada
dan brokoli disimpan di suhu pendinginan dan tidak diberi penambahan larutan
inhibitor, terjadi peningkatan bobot yang di hari kedua dan keempat pada sampel
Agra Maharddhika
240210150062

selada. Hal ini kemungkinan dikarenakan kemasan yang digunakan tertutup,


sehingga uap hasil respirasi dari sayuran terakumulasi, mencair kemudian
membeku pada selang penyimpanan tertentu sehingga kristal es yang dihasilkan
menambah bobot dari sampel tersebut atau pula dapat dikarenakan kesalahan pada
saat penimbangan seperti timbangan tidak di kalibrasi terlebih dahulu. Sampel
selada mulai mengalami degradasi warna pada hari ke dua sementara pada sampel
brokoli terjadi pelayuan pada hari keempat. Penyimpanan pada suhu dingin tanpa
inhibitor dapat meningkatkan umur simpan lebih dari dua hari. Daya simpan
sayuran akan lebih tahan lama bila diperlakukan dengan suhu kamar dingin 00C
10-14 hari dan 2-3 minggu untuk selada. Jika tanpa perlakuan tersebut, maksimal
daya tahannya 3 hari dengan pangkal batang berair dan seterusnya membusuk
(Safaryani et al., 2007). Penyimpanan sampel pada suhu dingin disertai
penambahan inhibitor pencoklatan, kemungkinan akan jauh meningkatkan umur
simpan karena larutan inhibitor berfungsi untuk menonaktifkan enzim,
menurunkan pH, sebagai antioksidan, dan pengikat logam (Tjahjadi, 2008).
Larutan pertama yang digunakan adalah larutan asam askorbat sebanyak
0,2% 200mL. Berdasarkan hasil pengamatan, brokoli dengan perlakuan tersebut
mengalami susut bobot yang cukup drastis di hari keempat, sementara berat selada
yang diberi perlakuan asam askorbat 0,2% 200mL beratnya tetap konstan yaitu
18gram.Warna pada sampel selada tidak mengalami perubahan, dan mengalami
penurunan tingkat kerenyahan dan kilap dimulai pada hari kedua. Sementara pada
sampel brokoli, mulai terjadi pelayuan pada hari pertama dan terdapat perubahan
warna hingga hari terakhir pengamatan terjadi pencoklatan yang semakin
meningkat. Penurunan mutu pada sampel brokoli terlihat lebih signifikan daripada
pada pada sampel selada. Penambahan asam askorbat hanya dapat
mempertahankan kesegaran dari hari ke 0 hingga ke 1 saja pada sampel brokoli,
sama seperti pada kontrol (tidak ada pengaruh yang signifikan), namun pada
sampel selada perubahannya sangat signifikan karena pada sampel kontrol yang
mengalami penurunan kualitas menjadi konstan atau tidak mengalami perubahan.
Di sisi lain, asam askorbat merupakan suatu senyawa reduktor dan juga
dapat bertindak sebagai precursor untuk pembentukan warna cokelat
nonenzimatik (Arsa,2016). Asam askorbat berperan sebagai agen pereduksi yang
Agra Maharddhika
240210150062

menyebabkan terjadinya reduksi kimia polyphenol oksidase (PPO) menjadi o-


quinon yang tidak berwarna. Asam askorbat juga mampu menurunkan pH
medium. Tidak adanya pengaruh yang signifikan pada sampel praktikum,
diperkirakan karena jumlah asam askorbat yang terdapat pada sampel terlalu
sedikit, sehingga telah digunakan semua dalam waktu yang singkat. Hal ini
didukung dengan penyataan Laminkara (2002) yang menyatakan apabila asam
askorbat dalam sistem sudah habis terpakai, maka reaksi pencoklatan enzimatis
akan berlangsung kembali. Kekurangan asam askorbat yaitu dapat menyebabkan
off color pada bahan.
Selanjutnya pada sampel selada dan brokoli yang diberi perlakuan
penambahan larutan asam askorbat 0.2% 100mL + asetat 0,6% 100mL. Perlakuan
ini merupakan perlakuan dengan susut bobot terkecil pada sampel brokoli
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Sampel selada mulai mengalami
perubahan pada hari kedua dan mulai tumbuh sedikit bercak coklat. Sementara
pada sampel brokoli sempat mengalami pelayuan pada hari pertama namun tidak
mengalami pelayuan hingga hari ke-5. Penambahan asam askorbat dapat
mempertahankan kesegaran brokoli dari hari ke 0 hingga ke 5, namun tidak
berpengaruh pada sampel selada karena sampel tetap mengalami penurunan
kualitas. Pengaruh penambahan larutan asam askorbat 0.2% + asetat 0,6% lebih
signifikan dalam mempertahankan kesegaran apabila dibandingkan dengan
kontrol dan perlakuan penambahan asam askorbat 0,5% pada sampel brokoli.
Asam asetat merupakan asam organik kuat. Asam asetat menghambat pencoklatan
dengan cara menurunkan pH lingkungan sampai pH-nya di bawah 3 oleh sebab itu
PPO tersebut menjadi inaktif. (Askanovi et al., 2009).
Selanjutnya pada sampel selada dan brokoli yang diberi perlakuan
penambahan larutan asam askorbat 0.2% 100mL + asam sitrat 0,3% 100mL
mengalami susut bobot pada hari pertama. Sampel selada mulai mengalami
perubahan warna dan mulai tumbuh sedikit bercak cokelat pada hari pertama.
Sementara pada sampel brokoli, tidak terdapat pencoklatan hingga hari ke-5,
namun mengalami pelayuan pada hari pertama. Asam sitrat merupakan asidulan
yang dapat menurunkan pH produk dan digunakan secara luas dalam mengontrol
pencoklatan enzimatis. Asam sitrat biasa dikombinasikan dengan agen anti
Agra Maharddhika
240210150062

pencoklatan yang lain karena cukup sulit untuk mencegah pencoklatan dengan
mengontrol pH (Lamikanra, 2002). Penggunaan asam sitrat yang digabung dengan
larutan askorbat dapat menurunkan pH lebih banyak sehingga dapat mengurangi
kemungkinan terjadi pencokelatan.
Selanjutnya pada sampel selada dan brokoli yang diberi perlakuan
penambahan larutan asam askorbat 0,2% 100mL + Na EDTA 0,5% 100mL
mengalami susut bobot drastis pada hari kedua dan ketiga. Namun, terjadi
kenaikan bobot pada sampel brokoli dan selada di hari pertama. Hal ini
kemungkinan dikarenakan kemasan yang digunakan tertutup, sehingga uap hasil
respirasi dari sayuran terakumulasi, mencair kemudian membeku pada selang
penyimpanan tertentu sehingga kristal es yang dihasilkan menambah bobot dari
sampel tersebut atau pula dapat dikarenakan kesalahan pada saat penimbangan
seperti timbangan tidak di kalibrasi terlebih dahulu.
Berdasarkan hasil pengamatan,sampel selada yang ditambahkan larutan
asam askorbat 0,2% 100mL + Na EDTA 0,5% 100mL mulai layu pada hari
ketiga, sementara pada sampel brokoli mulai terjadi degradasi warna pada hari
ketiga. Hal ini menunjukan bahwa penambahan larutan asam askorbat 0,2%
100mL + Na EDTA 0,5% 100mL hanya dapat mempertahankan kesegaran selada
dan brokoli dari hari ke 0 hingga ke 3. Jongen (2002) mengatakan bahwa asam
askorbat merupakan agen anti pencoklatan yang paling efektif apalagi bila
dikombinasikan dengan agen yang lainnya seperti asam sitrat dan EDTA. Etilen
diamin tetra asetat (EDTA) adalah sequestran logam yang sering digunakan dalam
minyak salad (Winarno, 1992). Mekanisme kerja EDTA sebagai antioksidan
adalah sebagai bahan pengkelat logam karena pada suatu reaksi, ion logam dapat
membentuk kompleks dengan oksigen dan kemudian membentuk radikal peroksi.
Karakteristik fisik yang menunjukkan penurunan mutu pada sampel selada
dan brokoli adalah terjadinya degradasi warna, kelayuan, bercak cokelat/hitam,
bobot menyusut dan kebusukan. Berdasarkan penurunan susut bobot yang terkecil
dan karakteristik fisik selama penyimpanan, dapat disimpulkan bahwa perlakuan
terbaik pada sampel brokoli adalah dengan penambahan larutan asam askorbat
0.2% + asetat 0,6% sebagai larutan inhibitor, sedangkan perlakuan terbaik pada
Agra Maharddhika
240210150062

sampel selada adalah dengan penambahan larutan asam askorbat 0.2% 100mL +
asam sitrat 0.3% 100mL.
Berdasarkan hasil pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa sampel
selada dan brokoli yang ditambahkan dengan berbagai jenis larutan inhibitor
hanya berpengaruh sedikit pada perpanjangan umur simpan. Mayoritas sampel
yang diberi perlakuan tersebut hanya dapat mempertahankan kesegarannya selama
dua sampai empat hari. Sementara seperti yang telah dibahas diatas, daya simpan
brokoli akan lebih tahan lama bila diperlakukan dengan suhu kamar dingin 00C
10-14 hari dan 2-3 minggu untuk selada . Jika tanpa perlakuan tersebut, maksimal
daya tahannya 3 hari dengan pangkal batang berair danseterusnya membusuk
(Safaryani et al, 2007). Namun, berdasarkan hasil praktikum sampel sayuran
hanya dapat bertahan kurang dari lima hari. Hal ini kemungkinan dikarenakan
kesalahan pengemasan pada saat praktikum. Sayuran adalah komoditas yang
masih mengalami respirasi walaupun dengan laju respirasi rendah karena
disimpan dalam suhu pendinginan. Uap air hasil respirasi diperkirakan
terakumulasi karena kemasan yang digunakan tidak ada ventilasi dan tertutup
rapat. Hal itu akan menyebabkan sayuran menjadi busuk basah sehingga
menurunkan umur simpan dari sayuran tersebut.
Agra Maharddhika
240210150062

V. KESIMPULAN
Hasil pengupasan yang terbaik pada sampel kentang adalah dengan
pengupasan menggunakan pisau stainless steel karena warna daging
kentang tetap cerah, namun memiliki kekurangan, yaitu banyaknya jumlah
daging yang ikut terbuang bersama kulit saat proses pengupasan.
Pengupasan menggunakan sabut dapat mengurangi jumlah berat daging
yang ikut terbuang saat dilakukan pengupasan, namun sampel mengalami
pencoklatan.
Pengelupasan pada sampel tomat yang direbus memiliki waktu yang lebih
cepat dan jumlah rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan tomat
yang dikukus.
Perlakuan terbaik pada sampel selada adalah dengan penambahan larutan
asam askorbat 0.2% + asam sitrat 0.3%.
Perlakuan terbaik pada sampel brokoli adalah dengan penambahan larutan
asam askorbat 0.2% + asam asetat 0.6%.
Berdasarkan hasil praktikum sampel selada yang ditambahhkan berbagai
perlakuan penambahan inhibitor hanya dapat bertahan kurang dari lima
hari.
Agra Maharddhika
240210150062

DAFTAR PUSTAKA

Arsa. 2016. Proses Pencoklatan (Browning Process) pada Bahan Pangan. Jurusan
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Udayana Denpasar

Askanovi.,Zulfahnur., Rina., Tito. 2009. Mempelajari Pengaruh Reaksi


Pencoklatan Enzimatis Pada Buah dan Sayur. Institut Pertanian Bogor,
Bogor

Barry, C. 2007. Extending and Measuring the Quality of Fresh-Cut Fruit and
Vegetables. Review DIT edisi 1 Juli.

Halliwel, B. and Gutteride, CMJ.1989. FreeRadicals in Biology and Medicine, 2nd


edition, Clarendon Press, Oxford.

Jongen, W. 2002. Fruit and Vegetable Processing: Improving Quality. CRC.


Woodhead Publishing Limited. Washington DC.

Kader, A.A. 1992. Modified Atmosphere During Transport and Storage. In


Postharvest Technology of Horticultural Crops. Division of Agriculture and
Natural Resources. University of California.

Lamikanra, O. 2002. Fresh-cut Fruits and Vegetables: Science, Technology and


Market. CRC Press. New York.

Moeljohardjo, Djoko S., Vitamin dan Peran Metaboliknya, FMIPA Universitas


Pakuan, Bogor, 1998.

Safaryani, Sri H, Endah D. 2007. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan


terhadap Penurunan Kadar Vitamin C Brokoli (Brassica oleracea L). Buletin
Anatomi dan Fisiologi Vol. XV, No.2, Oktober 2007

Tjahjadi C, Marleen.H, Herlina.M . 2007. Bahan Ajar Praktikum Teknologi


Pengolahan Pangan. Universitas Padjadjaran.Bandung

Tjahjadi, C. 2008. Teknologi Pengolahan Sayur dan Buah. Widya Padjadjaran.


Jatinangor

Waluyo, S., 1984. Beberapa Aspek Tentang Pengolahan Vinegar, Jakarta. Dewi
Ruci Press.

Wills, R.H.H., T.H. Lee, D. Graham, W.B. Mc Glasson and E.G. Hall., 1981.
Postharvest an Introduction to The Physiology and handling of Fruit and
Vegetables., New South Wales University Press, Kensington, N.S.W

Winarno, F.G. 1992. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta
Agra Maharddhika
240210150062

Zentimer, S. 2009. Pengaruh Konsentrasi Natrium Benzoat dan Lama


Penyimpanan Terhadap Mutu Minuman Sari Buah Sirsak (Annona muricata
L) Berkarbonasi. Skripsi. USU. Medan.
Agra Maharddhika
240210150062

LAMPIRAN

JAWABAN PERTANYAAN
1. Apa sebabnya pengelupasan kulit umumnya dilaksanakan dengan metode
campuran yang terdiri dari cara mekanis dan cara pengupasan tangan ?
Karena pada saat pengupasan, terdapat beberapa bagian bahan yang
tidak dapat dikupas secara mekanis sehingga harus dilakukan secara
manual menggunakan tangan. Selain itu, pengupasan secara mekanis
biasanya selalu diikuti dengan pengupasan tangan dengan tujuan
untuk mengupas bagian-bagin yang terlewati, bagian yang agak dalam
seperti mata, dan bagian yang busuk, memar, atau berwarna
menyimpang seperti hijau pada kentang.

2. Apa keuntungan dan kerugian dari cara pengupasan dengan tangan, mekanis
dan pengelupasan ? Uraikan dengan ringkas !
Pengupasan dengan tangan :
+ Biaya yang lebih murah.
- Kurang efisien, memerlukan waktu yang lebih lama, serta
kehilangan bahan bersama kulit cukup banyak.
Pengupasan mekanis :
+ Cepat dan mudah.
- Ada beberapa bagian kulit bahan yang tidak terjangkau oleh
alat.
Pengelupasan :
+ Lebih cepat, dan warna bahan menjadi lebih baik.
- Hanya cocok untuk bahan yang memiliki kulit ari saja.

3. Apakah fungsi perendaman sayuran dalam larutan asam pada proses


pengolahan minimalis sayuran tersebut ?
Penggunaan larutan asam dalam pengolahan minimal sayuran dan
buah-buahan dilakukan antara lain untuk mengurangi jumlah
mikroorganisme kontaminan/ pembusuk dan menjamin mutu awal
Agra Maharddhika
240210150062

pangan agar tetap terjaga selama mungkin, sebagai zat inhibitor


enzim pencoklatan enzimatis/fenolase, menurunkan pH, sebagai
antioksidan, dan pengikat logam.

4. Jelaskan pengaruh jenis dan konsentrasi asam (larutan inhibitor) terhadap


produk pengolahan minimalis yang dihasilkan !
Berdasarkan hasil praktikum dari bahan kimia yang digunakan, selada
yang direndam dengan asam asetat lebih baik kenampakan
karakteristiknya dibandingkan dengan selada yang direndam dengan
larutan inhibitor lainnya. Hal ini terjadi karena asam asetat lebih
banyak berperan daripada asam sitrat dalam membantu
mempertahankan bahan makanan dari serangan mikroba pembusuk.
Apabila jumlah pemakaiannya tepat, pengawetan dengan bahan-bahan
kimia dalam bahan pangan sangat praktis karena dapat menghambat
berkembangbiaknya mikroorganisme seperti jamur atau kapang,
bakteri, dan ragi.

Anda mungkin juga menyukai