Anda di halaman 1dari 10

Agra Maharddhika

240210150062

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pengolahan Selai
Kel Selai Warna Aroma Rasa Kekentalan Daya Gambar
Oles
1 Nanas Kuning Khas Manis Kental +++ Sulit
sari buah kecoklatan nanas,
karamel

2 Nanas Kuning Khas Manis Kental ++ Mudah


bubur keemasan nanas asam
buah khas
nanas
5 Stoberi Merah tua Khas Manis Kental + Mudah
bubur stoberi asam
buah khas
stoberi
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Tabel 2. Hasil Pengamatan Pengolahan Marmalade


Daya
Kel Warna Aroma Rasa Kekentalan Gambar
Oles
Asam
Kuning Jeruk
3 Asin Kental Mudah
keemasan manis
Manis
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Tabel 3. Hasil Pengamatan Pengolahan Chutney


Kel Warna Aroma Rasa Tekstur Gambar
Kental,
Kuning Cuka, bawang
4 Asam lembek,
cerah bombay
berbutir
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Agra Maharddhika
240210150062

4.2 Pembahasan
Buah-buahan merupakan bahan pangan sumber vitamin. Selain buahnya
yang dimakan dalam bentuk segar, daunnya juga dapat dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan. Warna buah cepat sekali berubah oleh pengaruh fisika misalnya
sinar matahari dan pemotongan, serta pengaruh biologis (jamur) sehingga mudah
menjadi busuk. Oleh karena itu pengolahan buah untuk memperpanjang masa
simpannya sangat penting. Pada praktikum kali ini akan diolah tiga jenis makanan
dengan pengolahan kadar gula tinggi, yaitu selai nanas dan stroberi, marmalade
jeruk, dan chutney mangga.
4.2.1 Selai
Selai merupakan produk makanan dengan konsistensi gel atau semi padat
yang dibuat dari bubur buah. Konsistensi gel atau semi padat pada selai diperoleh
dari senyawa pektin yang berasal dari buah atau pektin yang ditambahkan dari luar,
gula sukrosa dan asam. Interaksi ini terjadi pada suhu tinggi dan bersifat menetap
setelah suhu diturunkan. Kekerasan gel tergantung pada konsentrasi gula, pektin
dan asam pada bubur. tujuan penambahan gula dalam pembuatan jam adalah untuk
memperoleh tekstur, penampakan, dan flavor yang ideal. Asam merupakan bahan
tambahan yang merupakan zat pengatur pH dan menghindari pengkristalan gula.
Pektin adalah golongan substansi yang terdapat dalam sari buah, yang
membentuk larutan koloidal dalam air dan berasal dari perubahan protopektin
selama proses pemasakan buah. Pektin sangat penting dalam pembuatan jam karena
pektin berfungsi sebagai pembentuk kekentalan. Konsentrasi pektin terbaik dalam
pembuatan selai adalah 1-1,5% (Hasbullah, 2007).
Gula dalam pembuatan jam ini berfungsi sebagai pemanis sekaligus
pengawet (Gaman & Sherington, 1992:61). Selain itu kadar gula yang tinggi dalam
selai juga menambah stabilitas terhadap mikroorganisme karena gula dapat
menurunkan keseimbangan kelembaban relatif (Agustina, 2007). Menurut Subroto
(2008), dalam kehidupan sehari-hari gula adalah sukrosa (disakarida). Dalam
kehidupan sehari-hari gula sangat dibutuhkan untuk bahan makanan dan minuman.
Pada makanan dan minuman gula tidak hanya digunakan sebagai pemanis, tetapi
juga sebagai pengawet makanan dan minuman. Selain itu,gula dapat berfungsi
Agra Maharddhika
240210150062

sebagai pengawet. Pada konsistensi tinggi larutan gula dapat mencegah


pertumbuhan bakteri,ragi,dan kapang atau buasa disebut sebagai fungsi humektan.
Jumlah penambahan gula yang tepat pada pembuatan selai terganung pada banyak
faktor,antara lain tingkat keasaman buah yang digunakan,kandungan gula dalam
buah,dan tingkat kematangan buah yang diguakan.
Asam sitrat yang ditambahkan pada pembuatan selai bertujuan untuk
menurunkan pH selai agar diperoleh kondisi asam yang cocok untuk pembentukan
gel dan menghindari pengkristalan gula. Jumlah asam yang ditambahkan
tergantung dari keasaman buah dan pH akhir selai yang dikehendaki. Kondisi
optimum agar terbentuk gel terjadi pada pH 3,2. Selain itu asam juga digunakan
untuk memperbaiki sifat koloidal dari makanan yang mengandung pektin dan
membantu ekstraksi pektin dan pigmen dari buah-buahan (Agustina, 2007).
Asam sitrat digunakan sebagai bahan pemberi derajat keasaman cukup baik
karena kelarutannya dalam air tinggi. Asam sitrat dapat digunakan sebagai
flavoring agent, menurunkan pH dan sebagai chelating agent. Pada proses
pengalengan dapat menggunakan asam sitrat untuk menurunkan pH sampai 4 atau
lebih rendah (Siregar, 2008). Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang
ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Senyawa
ini merupakan bahan pengawet yang baik dan alami, selain digunakan sebagai
penambah rasa masam pada makanan dan minuman ringan. Dalam biokimia, asam
sitrat dikenal sebagai senyawa antara dalam siklus asam sitrat, yang penting dalam
metabolisme makhluk hidup, sehingga ditemukan pada hampir semua makhluk
hidup.
Prosedur pembuatannya yaitu pertama-tama buah nanas dan stroberi di
trimming. Trimming dilakukan untuk membuang bagian yang tidak digunakan.
Selanjutnya dilakukan pencucian sampel. Pencucian bertujuan untuk
membersihkan kotoran dan mengurangi jumlah mikroba dalam permukaan. Nanas
dan stroberi dihancurkan dengan menggunakan blender. Kemudian diberi dua
perlakuan yaitu disaring dan tanpa saring. Perlakuan yang disaring akan
menghasilkan sari buah yang kemudian diukur volumenya, sedangkan perlakuan
tanpa saring akan menghasilkan bubur buah yang kemudian ditimbang. Hasil kedua
perlakuan tersebut ditambahkan asam sitrat hingga pH 3 dan dilanjutkan dengan
Agra Maharddhika
240210150062

penambahan gula. Setelah itu, dipanaskan hingga kental menggunakan wajan di


atas api kecil dan ditambahkan pektin sambil diaduk diaduk sebanyak 1,5% dari
jumlah sari/bubur buah. Pengadukan terus dilanjutkan hingga campuran tersebut
menjadi gel, selanjutnya selai dimasukkan kedalam wadah, kemudian diamati
warna, aroma, kekentalan, rasa, dan daya oles. Penentuan titik akhir pemanasan
dapat dilakukan dengan menggunakan spoon test. Pengukuran dengan cara
spoon test adalah mengambil satu sendok makan selai panas dan diletakan diatas
piring kecil lalu dimiringkan sedikit dan apabila selai sukar mengalir kebawah
berarti selai telah masak. (Agustina, 2007).
Pemasakan harus dilakukan dalam waktu yang singkat untuk mencegah
hilangnya aroma,warna dan terjadinya hidrolisa pektin.Pemanasan bisa diakhiri bila
totol padatan terlarut telah mencapai 65%-68% yang dapat diukur dengan refrakto
meter. Apabila tidak ada refraktometer, titik akhir pemasakan dapat diketahui
dengan spoon test dengan cara mencelupkan sendok kedalam selai kemudian
diangkat.Apabila selai tidak meleleh tidak lama dan terpisah menjadi dua bagian,
berarti selai telah terbentuk dan pemanasan dihentikan. Busa yang terbentuk pada
waktu pemanasan harus dibuang agar selai yang dihasilkan bersih.
Menurut Yuliani (2011) selai yang bermutu baik memiliki sifat tertentu
diantaranya adalah konsistensi, warna cemerlang, tekstur lembut, flavor buah alami,
tidak mengalami sineresis yaitu keluarnya air dari gel sehingga kekentalan selai
berkurang, dan kristalisasi selama penyimpanan.
Berdasarkan hasil pengamatan tabel 1, sampel kelompok 2 dan 5 memiliki
karakteristik warna yang sesuai dengan literatur, aroma dan rasa yang khas, yang
memenuhi kriteria sebagai selai yang bermutu baik. Sedangkan pada sampel
kelompok 1 mengalami kegagalan, yaitu terbentuknya karamel yang memiliki
karakteristik warna kecoklatan, aroma karamel, rasa yang manis, tingkat kekentalan
yang amat tinggi, bahkan mengeras setelah didiamkan beberapa saat dan memiliki
daya oles yang sangat sulit. Semakin tinggi jumlah sukrosa yang ditambahkan maka
warna yang dihasilkan semakin kecoklatan, hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi
karamelisasi dari gula dengan adanya pemanasan dan terjadinya dehidrasi membentuk
warna coklat (Winarno, 2004).
Agra Maharddhika
240210150062

4.2.2 Marmalade
Menurut Sarwono (1999), marmalade adalah makanan semi padat yang
dibuat dari sari jeruk ditambah dengan cicangan kulit buah jeruk. Makanan semi
padat ini bias kental karena mengandung gel dan pektin. Marmalade merupakan
produk yang menyerupai selai dibuat dari sari buah beserta kulitnya dengan gula.
Sama seperti halnya selai, campuran daging buah, albedo, flavedo, gula dan pectin
ini dikentalkan hingga membentuk struktur gel, dengan standar yang sama tetapi
dengan irisan kulit jeruk (Desrorier, 1988). Struktur khusus marmalade disebabkan
karena terbentuknya kompleks gel-pektin-gula-asam. Pectin terdapat secara
alamiah dalam jaringan buah buahan sebagai hasil degradasi protopektin selama
pematangan. Dalam pembuatan marmalade pektin dapat dapat ditambahkan dalam
bentuk padat atau cair untuk melengkapi buah buahan yang kekurangan pectin
seperti arbei (Cruess, 1958).
Mula-mula jeruk dicuci kemudian dikupas dan dibagi berdasarkan bagian
flavedo, albedo, dan daging buah. Flavedo (kulit buah) direndam pada larutan
garam 2% selama 5 menit. Penambahan garam ditujukan untuk mengurangi reaksi
pencoklatan yang terjadi. Selanjutnya bagian flavedo ditiriskan lalu diiris-irs. Tahap
berikutnya adalah perlakuan pada bagian albedo. Albedo (daging buah) ditimbang
kemudian rendam pula pada larutan garam 2% selama 5 menit kemudian diblender
atau haluskan. Tahap terakhir pada daging buah. Daging buah dipisahkan dari
bijinya kemudian timbang. Sampel diblender kemudian saring untuk mendapat sari
buah. Kemudian ditambahkan bagian flavedo dan albedo dengan perbandingan
daging buah : albedo : flavedo adalah 80 : 20 : 1 pada suhu 100C selama 20 menit.
Penambahan gula dalam pembuatan marmalade adalah untuk memperoleh
tekstur, penampakan, dan flavor yang ideal dan berpengaruh terhadap kekentalan
gel. Sifat ini disebabkan karena gula dapat menyerap air. Akibatnya pengembangan
pati menjadi lebih lambat sehingga suhu gelatinasi lebih tinggi. pada pembuatan
marmalade terjadi inversi atau pemecahan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa
akibat pengaruh panas dan asam, yang akan meningkatkan kelarutan sukrosa.
Asam yang sering digunakan pada pembuatan marmalade adalah asam
organik seperti asam tartarat, asam sitrat dan asam malat. Asam digunakan untuk
menurunkan pH sari buah hingga 3.2 3.6 karena struktur gel hanya terbentuk
Agra Maharddhika
240210150062

pada pH rendah. Tujuan penambahan asam selain untuk menurunkan pH


marmalade juga untuk menghindari terjadinya pengkristalan gula. Bila tingkat
keasaman buah rendah, penambahan asam dapat meningkatkan jumlah gula yang
mengalami inversi. Jumlah gula yang mengalami inversi selama pendidihan sangat
penting untuk menghindari terjadinya pengkristalan gula. Hal ini disebabkan karena
jika jumlah gula inversi semakin banyak, maka molekul glukosa yang kurang
melarut kemudian akan mengkristal. Selain itu, asam juga digunakan untuk
memberikan flavor dalam marmalade.
Mekanisme pembentukan gel yang berhubungan dengan peranan asam
adalah sebagai berikut: pektin mula-mula terdispersi dalam air membentuk koloid
hidrofilik bermuatan negatif. Dengan adanya ion h+ dari asam, koloid tersebut
dinetralkan muatannya dan akhirnya terbentuk ikatan hidrogen yang merubah
bentuk rantai polimer pektin yang semula lurus menjadi bentuk tiga dimensi yang
mampu menangkap air. Tetapi konsentrasi ion H+ yang terlalu banyak dapat
mengganggu kesetimbangan pektin dan air. Tingkat keasaman pulp buah memiliki
pengaruh terhadap pembentukan gel yang merupakan aspek penting dalam
pengolahan selai. pH dari pulp buah dalam menyeimbangkan gula dan pektin dalam
memfasilitasi pembentukan gel.
Leslie, et al., (1971) menyatakan bahwa marmalade yang baik adalah
marmalade yang memiliki kriteria sebagai berikut:
Mempunyai perbandingan 35% bagian dari sari buah dan 65% bagian dari
gula.
Mempunai pH 3.2 3.6.
Mempunyai total padatan terlarut 66% - 68%.
Penyebaran kulit yang merata.
Gel yang terbentuk tidak keras tetapi bila dituangkan dari wadahnya tidak
mengalir.
Mempunyai rasa manis.
Mempunyai daya oles yang baik.

Berdasarkan hasil pengamatan tabel 2, karakteristik warna marmalade yang


dihasilkan adalah kuning keemasan; aroma jeruk manis, rasa asam, asin, dan manis;
Agra Maharddhika
240210150062

tingkat kekentalan yang sedang; dan daya oles yang mudah (baik). Warna kuning
pada sampel timbul sebagai efek proporsi daing buah banding albedo yang juga
mengandung vitamin C dan gula yang relatif tinggi sehingga pada proses
pemanasan terjadi reaksi pencoklatan akibat adanya Vitamin C (Winarno, 2004).
Rasa asam dan manis dihasilkan oleh bahan baku marmalade, yaitu jeruk.
Sedangkan rasa asin disebabkan oleh perendaman larutan garam 2% pada sampel.
Bahan yang digunakan selain buah yang dijadikan bahan utama dalam
pembuatan marmalad adalah sukrosa, pektin, potongan buah dan air. Buah yang
digunakan harus asam karena gel tidak akan terbentuk jika suasana tidak asam.
Gelasi atau pembentukan gel merupakan fenomena yang menarik dan sangat
kompleks, namun sampai saat ini masih banyak hal-hal yang belum diketahui
tentang mekanismenya. Pada prinsipnya pembentukan gel hidrokoloid terjadi
karena adanya pembentukan jala atau jaringan tiga dimensi oleh molekul primer
yang terentang pada seluruh volume gel yang terbentuk dengan memerangkap
sejumlah air di dalamnya.
Gel pektin dapat membentuk gel dengan gula bila lebih dari 50 % gugus
karboksil telah termetilasi. Pembentukkan gel dari pektik dipengaruhi oleh
konsentrasi pektin, presentasi gula dan pH. Maka dari itu tiga komponen
pembentukkan gel antara lain pektin, gula dan asam. Tetapi pH yang terlalu rendah
dalam pembentukkan gel akan menimbulkan sineresis, yaitu air gel akan keluar
pada suhu kamar.

4.2.3 Chutney
Chutney terbuat dari potongan buah-buahan dan atau sayuran dan kacang-
kacangan yang dimasak dalam campuran manis dan asam dari tumbuhan, rempah-
rempah, gula dan cuka. Chutney disajikan sebagai bumbu dengan makanan seperti
produk olahan daging, olahan unggas, dan sandwich (Oregon State University,
2013). Chutney dibuat dari buah atau sayuran atau merupakan campuran keduanya
dengan pemotongan, pemasakan, diberi rasa pedas, asam cuka dan bahan tambahan
lain dan dicampur menjadi cairan kental lembut. Chutney buah dibuat dari buah
dengan penambahan cabai, garam, bawang merah, bawang putih, gula, jiggery,
cuka buah atau asam asetat yang kesemuanya tidak lebih dari 50 persen dari total
Agra Maharddhika
240210150062

berat cairan kental. Pada umumnya chutney dibuat dari buah mangga dan di india
terdapat grade tersendiri mengenai produk chutney yang berasal dari mangga
tersebut.
Sampel yang digunakan pada pembuatan chutney yaitu buah mangga. Mula-
mula mangga dan bawang bombay dengan perbandingan 5 : 1 dikupas kemudian
dipotong kecil-kecil. Setelah itu dimasak kemudian ditambahkan gula, air, cuka,
dan garam. Chutney diaduk selama 5-15 menit kemudian didapatkan produk akhir
berupa chutney mangga. Pemasukkan chutney ke dalam jar ini dilakukan secara
steril yaitu chutney yang masih panas langsung dimasukkan ke dalam jar yang telah
disterilisasi dan disisakan head space 2,5 cm dari bagian atas jar. Head space adalah
ruang kosong antara permukaan produk dengan tutup yang berfungsi sebagai ruang
cadangan untuk pengembangan produk selama disterilisasi, agar tidak menekan
wadah karena akan menyebabkan kaleng menjadi menggelembung (Muchtadi,
1994).
Berdasarkan hasil pengamatan tabel 3, chutney memiliki karakteristik warna
kuning cerah, berbau cuka dan bawang bombay, memiliki rasa asam, serta tekstur
yang kental, lembek, dan berbutir. Warna kuning cerah dihasilkan dari buah
mangga yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan chutney. Rasa asam
dihasilkan dari bahan baku (mangga) dan penambahan air cuka. Bumbu-bumbu
yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu bawang bombay, gula, air, cuka, dan
garam. Bumbu ditambahkan ke dalam chutney hingga diperoleh rasa yang sesuai
selera.
Agra Maharddhika
240210150062

V. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
Selai nanas sari buah yang dihasilkan oleh kelompok 1 memiliki warna
kuning kecoklatan, aroma yang khas dan aroma karamel yang menyengat,
rasanya manis, memiliki tingkat kekentalan yang tinggi dan daya oles yang
sangat sulit.
Selai nanas bubur buah yang dihasilkan oleh kelompok 2 memiliki warna
kuning keemasan, aroma yang khas, rasanya manis dan asam, memiliki
tingkat kekentalan sedang dan daya oles yang mudah.
Selai stroberi bubur buah yang dihasilkan oleh kelompok 5 memiliki warna
merah tua, aroma yang khas, rasanya manis dan asam, memiliki tingkat
kekentalan yang tidak terlalu tinggi dan daya oles yang mudah.
Marmalade saat sudah menjadi selai memiliki warna kuning keemasan dan
beraroma khas jeruk manis, rasa yang asam, manis dan asin, tingkat
kekentalan yang tidak terlalu tinggi dan memiliki daya oles mudah.
Chutney memiliki warna kuning cerah, aroma asam menyengat dan rasanya
yang asam serta tekstur yang kental, lembek, dan berbutir.
Agra Maharddhika
240210150062

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Adelynniesa. 2007. Pengaruh Jenis & Konsentrasi Bahan Pengental


Terhadap Karakteristik Selai Lembaran, Jurusan Teknologi Pangan :
Universitas Pasundan Bandung.

Cruess, W.F. 1958. Commercial Fruit and Vegetable Products. Mc. Graw Hill
Book Company Inc. New York-Toronto. London.

Desrosier, N. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan: M.Muljoharjo,


Ui-Press. Jakarta.

Gaman, P.M, dan Sherrington, K.B. 1992. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan
Nutrisi dan Mikro Biologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Hasbullah. 2007. Otonomi Pendidikan (Kebijakan Otonomi Daerah Dan


Implikasinya Terhadap Penyelanggaraan Pendidikan). Jakarta. Raja Grafindo
Persada.

Leslie, F.H., H. Jonstone, and C. Fisher. 1971. Modern Food Analysis. Springer
Verlag. New York.

Muchtadi D.1994. Makanan Kaleng: Teknologi dan Pengawasan Mutu. Institut


Pertanian Bogor. Bogor.

Sarwono, B. 1999. Jeruk Nipis. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Siregar, Roselda. 2008. Pengaruh Konsentrasi dan Lamanya Waktu Penyimpanan


Marmalade.

Subroto, A. 2008. Pemanfaatan Tepung Bekatul Rendah Lemak Pada Pembuatan


Kripik Simulasi. Jurnal Gizi Dan Pangan, 2006 1:2, 34-44.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Yuliani, HR. 2011. Karakteristik Selai Tempurung Kelapa Muda. Prodiding


Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai