Anda di halaman 1dari 13

Peggy Bhanuwati

240210150106
Kel 7B
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Praktikum kali ini ialah membahas tentang pengolahan pangan dengan
pemberian gula. Pengolahan pangan dengan pemberian gula ini merupakan salah
satu teknik pengawetan pangan. Pengawetan makanan adalah cara yang
digunakan untuk membuat makanan memiliki daya simpan yang lama dan
mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan. Pengawetan makanan perlu
memperhatikan beberapa hal, yaitu jenis bahan makanan yang diawetkan, keadaan
bahan makanan, cara pengawetan yang dipilih dan daya tarik produk pengawetan
makanan (Satuhu, 2003).
Pengawetan yang dilakukan yakni dengan pemberian bahan pengawet,
yaitu gula. Bahan pengawet adalah bahan yang dapat membantu mempertahankan
bahan pangan dari serangan mikroorganisme pembusuk, baik bakteri, kapang,
maupun khamir dengan cara menghambat, mencegah, dan menghentikan proses
pembusukan, pengasaman, atau kerusakan komponen lain dari bahan pangan
(Tjahjadi dan Marta, 2011).
Pengawetan dengan pemberian gula dilakukan di praktikum ini ialah pada
pembuatan selai nanas, marmalade jeruk, chutney, dan jelly.
4.1 Selai Nanas
Selai atau sering disebut juga jam adalah buah awetan yang dibuat dengan
merebus buah bersama gulanya sampai kental. Salah satu arti kata jam dalam
bahasa Inggris adalah menghancurkan sesuatu dengan tekanan. Jam dibuat dengan
menghancurkan buah utuh atau irisan selagi dimasak agar cairan sarinya mengalir.
Hasilnya berupa cairan manis, kental dan penuh buah (Satuhu, 2003).
Pembuatan selai pada praktikum ini dilakukan terhadap buah nanas. Buah
nanas di trimming terlebih dahulu baru kemudian dicuci. Trimming ini bertujuan
untuk menghilangkan bagian yang tidak bisa dimakan pada nanas. Pencucian ini
dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang masih menempel pada nanas.
Selanjutnya nanas dipotong kecil dan diblender. Pemotongan kecil pada nanas
bertujuan agar memudahkannya pada saat diblender sehingga nanas bisa cepat
hancur. Terdapat dua perlakuan pada nanas yang telah diblender, yaitu nanas yang
telah diblender disaring untuk diambil sari buahnya dan yang kedua ialah nanas
yang tanpa disaring sehingga digunakan bubur buahnya secara langsung. Sari
Peggy Bhanuwati
240210150106
Kel 7B
buah nanas dan bubur buah kemudian ditimbang untuk diketahui beratnya.
Selanjutnya ialah penambahan asam sitrat hingga mencapai pH 3. Lalu
ditambahkan gula dengan perbandingan antara gula dan bahan ialah 2:3, serta
penambahan pektik sebanyak 1,5%. Penambahan asam sitrat ini akan menetralkan
muatan pektin sehingga pektin akan menggumpal dan membentuk suatu serabut
halus dan bersifat kenyal (Syarief, 1983). Sementara gula berfungsi untuk
pengawet. Sifat gula pasir adalah higroskopis atau menyerap air sehingga sel-sel
bakteri akan mengalami dehidrasi dan akhirnya mati. Selain itu, gula juga
berfungsi sebagai penambah citarasa selai. Setelah itu, panaskan sari buah atau
bubur buah nanas hingga kental dan menjadi selai. Pengujian kecukupan
kekentalan pada selai ialah dilakukan dengan tes sendok, yaitu apabila selai
diteteskan pada air menggunakan sendok tetesan yang terbentuk utuh dan tidak
menyebar, maka kekentalan selai dapat dikatakan cukup. Tujuan pemasakan atau
pemanasan adalah untuk mengekstraksi pektin karena pemanasan dapat mengubah
protopektin menjadi pektin sehingga buah menjadi lunak. Produk akhir selai
kemudian dimasukkan ke dalam jar, lalu diamati karakteristik warna, rasa,
kekentalan, aroma, serta daya olesnya. Hasil pengamatan terhadap produk akhir
selai yang dibuat dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Hasil Pengamatan pada Selai Nanas
Daya Gambar
Kekent
Kel Produk Warna Aroma Rasa Oles
alan
Selai
Asam
Sari Kuning Khas sediki
Encer -
Buah Mentega Nanas t
6 manis

Coklat Asam, Kental


Selai Karamel -
karamel manis (+5)

Bubur Kuning Khas


Asam Encer -
Buah Keputihan Nanas
Khas
7 Nanas +1 Manis
Kuning Kental
Selai Aroma Asam +3
Kecoklatan +3
gula, +3
asam
Peggy Bhanuwati
240210150106
Kel 7B
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat perbedaan warna pada sari buah
atau bubur buah dengan setelah menjadi selai, yaitu menjadi kecoklatan. Warna
yang dihasilkan menjadi kecoklatan karena pemanasan yang dilakukan saat
pengentalan membuat gula yang ditambahkan menjadi terkaramelisasi sehingga
warna menjadi kecoklatan. Pembuatan selai nanas yang dibuat dari sari buah
memiliki warna yang lebih coklat disebabkan karena proses pemanasan yang
terlalu lama. Selain itu juga pembuatan selai dari sari buah nanas ini juga lebih
cepat terjadi proses karamelisasi saat dipanaskan sehingga warna yang dihasilkan
lebih coklat dibanding dengan selai dari bubur buah. Sama halnya dengan aroma
yang ditimbulkan pada selai nanas, yaitu aroma karamel. Aroma karamel ini
berasal dari gula yang ditambahkan kemudian dipanaskan sehingga terbentuk
aroma karamel.
Jika dilihat berdasarkan kekentalannya, sari buah atau bubur buah yang
tadinya encer menjadi kental setelah dipanaskan dan menjadi selai. Hal ini
disebabkan karena penambahan pektin yang menyebabkannya menjadi lebih
kental karena pektin dapat mengikat air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Estiasih
dan Ahmadi (2009) bahwa gel pektin merupakan sistem seperti spon yang diisi
oleh air. Rantai molekul pektin membentuk jaringan tiga dimensi di mana gula, air
dan padatan terlarut yang lain diikat. Selain itu juga, gula ikut berperan dalam
pengentalan selai ini. Gula dapat meningkatkan kemampuan pektin membentuk
gel, dan mempengaruhi tekstur dan konsistensi selai. Gula berfungsi sebagai
humektan, membantu pembentukan tekstur, memberi flavor melalui reaksi
pencoklatan dan memberi rasa manis (Buckle et al, 1987).
Berdasarkan daya oles selai, selai yang dibuat dari sari buah tidak
memiliki daya oleh selai karena selai yang dihasilkan terlalu padat bahkan keras.
Sedangkan selai yang dibuat dari bubur nanas memiliki daya oles yang baik. Hal
ini dapat disebabkan karena telah terjadi kristalisasi gula pada selai. pemanasan
yang terlalu lama dengan suhu tinggi menyebabkan gula yang terdapat pada selai
mengkristal sehingga tekstur yang dihasilkan lebih keras. Selain itu juga selai
yang dibuat dari sari buah lebih memudahkannya mengkristal dibanding yang
dibuat dari bubur buah.
Peggy Bhanuwati
240210150106
Kel 7B
4.2 Marmalade Jeruk
Pembuatan marmalade jeruk yang dilakukan pada praktikum ini ialah
dengan mencuci jeruk terlebih dahulu kemudian baru dikupas. Pencucian
bertujuan untuk menghilangkan kotoran pada jeruk. Terdapat tiga bagian hasil
pengupasan, yaitu flavedo, albedo, dan bagian daging buah. Bagian albedo
pertama tama direndam dalam larutan garam 2% selama 5 menit kemudian
ditiriskan dan diiris iris. Bagian albedo direndam dalam larutan garam 2% selama
5 menit kemudian diblender dengan perbandingan air dan bahan yaitu 1:5
sehingga terbentuk bubur albedo. Perendaman dalam larutan garam pada albedo
dan flavedo berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme
pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk dan juga pembentuk spora
merupakan mikroorganisme yang paling mudah terpengaruh dengan kadar garam
yang rendah sekalipun. Garam juga mempengaruhi aktivitas air dari bahan, jadi
mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metoda yang bebas
dari pengaruh racunnya (Buckle et al, 1987). Selain itu juga, perendaman larutan
garam ini juga bertujuan untuk meningkatkan cita rasa pada marmalade yang akan
dibuat. Bagian terakhir ialah daging buah. Pertama tama hilangkan biji dari
daging buah kemudian timbang. Daging buah selanjutnya diblender dengan
perbandingan air dan bahan ialah 1:1. Hasil daging buah yang telah diblender lalu
disaring sehingga didapat sari buahnya. Sari buah kemudian ditambahkan bubur
buah dan flavedo dengan perbandingan 80:20:1. Selain itu juga ditambahkan gula
dengan konsentrasi 50% dari beratnya. Setelah itu, dilakukan pemanasan sari buah
selama 20 menit dengan suhu 1000C sehingga terbentuklah marmalade.
Pembuatan marmalade ini tidak ditambahkan pektin dan asam karena pada buah
jeruk telah mengandung pektin dan asam yang cukup. Selain itu, jeruk yang
digunakan ialah yang tidak begitu matang.
Semakin matang buah atau sayuran maka kandungan pektin dalam
tanaman tersebut akan semakin sedikit kandungan pektin di dalam bahan pangan.
Hal itu disebabkan karena adanya enzim yang memecah pektin menjadi asam
pektat dan alkohol. Maka dari itu agar mendapatkan pektin dengan konsentrasi
cukup menggunakan buah dengan matang fisiologis atau setengah matang
(Fachruddin, 1997).
Peggy Bhanuwati
240210150106
Kel 7B
Gula yang digunakan pada pembuatan marmalade digunakan sebagai
bahan pemanis dan pembentuk tekstur. Apabila pektin ditambahkan pada
makanan yang mengandung gula yang tinggi maka gula berfungsi sebagai
dehydrating agent yang artinya mengurangi jumlah air yang ada di permukaan
bahan (Gardjito dan Sari, 2005). Sementara pemanasan bertujuan untuk
melarutkan pektin dan gula sehingga didapatkan marmalade yang kental.
Pengamatan marmalade yang dilakukan ialah pengamatan warna, aroma, rasa,
kekentalan, dan daya oles selai. Berikut hasil pengamatan yang telah dilakukan.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Marmalade
Daya Gambar
Kel. Produk Warna Aroma Rasa Kekentalan Oles
Selai

Sari Kuning
Sunkist Asam Encer +3 -
Buah keorenan

Bubur Putih
8 Sunkist Asam Kental -
Buah kekuningan
Asam
Selai Kuning Tua Sunkist Kental +5 +4
Manis
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Berdasarkan hasil pengamatan, warna marmalade yang terbentuk ialah
kuning tua dari yang sebelumnya kuning keorenan. Warna pada marmalade
timbul karena efek perbandingan antara daging buah : albedo yang juga
mengandung vitamin C dan gula yang relatif tinggi sehingga pada proses
pemasakan terjadi reaksi pencoklatan akibat adanya vitamin C (Winarno, 2002).
Marmalade yang dibuat pada praktikun ini memiliki aroma sunkist dan rasa asam
manis. Rasa manis ini berasal dari penambahan gula yang dilakukan pada
pembuatan marmalade, sedangkan rasa asam berasal dari asam jeruk itu sendiri.
Jika dilihat berdasarkan kekentalan dan daya oles, marmalade yang dibuat
pada praktikum ini ialah kental dan memiliki daya oles yang baik. Terbentuknya
tekstur yang kental pada marmalade disebabkan karena terjadinya pembentukan
gel selama pemanasan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarwono (2001) bahwa gel
akan terbentuk dalam suatu olahan makanan apabila di dalam makanan tersebut
Peggy Bhanuwati
240210150106
Kel 7B
mengandung pektin, gula, dan asam yang mengalami proses pemanasan dalam
olahan makanan tersebut lalu dilakukan pendinginan. Sedangkan daya oles
sebelum di jadikan marmalade meningkat setelah dilakukan penambahan gula dan
pemanasan.
Daya oles ini dipengaruhi oleh rasio perbandingan daging buah, albedo,
dan gula yang tepat. Penambahan gula akan mempengaruhi keseimbangan pektin
yang ada dan meniadakan kemantapan pektin, pekin akan menggumpal dan
membentuk suatu serabut halus sehingga daya oles marmalade turun. Penambahan
gula berkaitan erat dengan pengikatan air dalam marmalade, sedangkan proporsi
albedo yang tinggi akan menghasilkan kandungan pektin yang tinggi juga dimana
kandungan pektin dalam albedo lebih tinggi dari pada daging buah. Oleh karena
itu dapat mempengaruhi proses pembentukan gel pada marmalade, selain itu
albedo menghasilkan serabut lebih banyak dibandingkan daging buah sehingga
mempengaruhi daye oles marmalade. Jika suatu produk kandungan pektinnya
tidak seimbang maka produk akan mengalami keras gel. Makin tinggi kadar gula,
makin berkurang air yang ditahan oleh struktur (Desrosier,1988). Berdasarkan
pernyataan tersebut, maka gula yang terlalu tinggi juga tidak baik karena dapat
menyebabkan tesktur tersebut menjadi terlalu padat dan keras sehingga daya
olesnya dapat menurun.
Oleh karena itu dengan adanya proporsi daging buah yang tinggi maka
produk akan semakin bagus daya olesnya, hal tersebut juga dipengaruhi oleh
kadar gula dalam bahan. Sedangkan peningkatan proporsi penambahan albedo dan
penambahan gula yang tinggi menyebabkan daya oles yang rendah. Berdasarkan
pernyataan tersebut, maka perbandingan antara daging buah, albedo, dan gula
haruslah tepat sehingga dapat dihasilkan marmalade dengan kualitas yang baik.
Perbandingan rasio pada pembuatan marmalade di praktikum ini dapat dikatakan
cukup sesuai karena dihasilkan marmalade yang memiliki warna, aroma, rasa, dan
daya oles yang baik.
4.3 Chutney Mangga
Chutney adalah selai buah-buahan yang mengalami penambahan bumbu
tertentu dan pada umumnya berasa pedas (Astawan, 1988). Bahan-bahan yang
umum ada dalam chutney adalah Pemanis gizi, madu, buah, dan sayuran lainnya,
Peggy Bhanuwati
240210150106
Kel 7B
garam (natrium klorida), rempah-rempah dan bumbu (seperti cuka, bawang
merah, bawang putih, dan jahe) dan bahan makanan lain yang sesuai.
Produk chutney dapat dibuat dari berbagai macam buah yang mempunyai
rasa perpaduan antara manis dan agak adam, misalnya toma, jeruk, manga dan
sebagainya. Oleh karena itu chutney memiliki karakteristik yang mirip dengan
selai maka karakteristik dan kegunaannya juga tidak jauh berbeda. Beberapa
faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan chutney antara lain, proporsi
gula, pH, pektin dan kondisi proses sehingga produk akhir yang dihasilkan dapat
menghambat terjadinya kristalisasi dan sineresis.
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan chutney mangga. Buah
mangga yang digunakan adalah buah mangga hampir matang sehingga kandungan
asam sitratnya masih tinggi untuk mempertahankan pH dari produk chutney yang
dihasilkan. Hal pertama yang dilakukan adalah pengupasan mangga dan bawang
bombay. Pengupasan ini dilakukan untuk menghilangkan bagian-bagian yang
tidak bisa dimakan atau bagian yang tidak diperlukan dalam pembuatan chutney.
Kemudian kedua bahan tersebut dipotong kecil kecil untuk mempermudah proses
pemasakan dan pengemasan. Kemudian potongan mangga dan bawang bombay
dimasak dengan campuran gula, air, cuka dan garam. Larutan cuka yang
digunakan dibuat dengan mencampurkan 3 sendok makan cuka ke dalam 75 ml
air. Penambahan cuka bertindak sebagai pengawet dengan cara menembus dan
mengganti cairan (kebanyakan air) dan dengan demikian menghambat
pertumbuhan mikroorganisme yang akan menyebabkan pembusukan makanan.
Penambahan cuka berfungsi untuk menjaga pH pada nilai 4,6 agar produk tidak
terjadi kerusakan pada saat dipasteurisasi atau diberi perlakuan panas tertentu.
Perbandingan berat mangga, bawang bombay dan gula yang dimasak adalah
5:1:2. Selama pemasakan harus dilakukan pengadukan agar tidak terjadi
penyimpangan dari segi organoleptik. Pemasakkan dilakukan hingga satu tingkat
kekentalan tertentu, sehingga tingkat kekentalan dapat diatur selama proses
pemasakkan.
Peggy Bhanuwati
240210150106
Kel 7B
Tabel 3. Hasil Pengamatan Chutney Mangga
Kel. Warna Aroma Rasa Kekentalan Gambar
Asam
Asam + Bawang
Kuning +3 Kental +5
9 Bombay
keorangean Manis Lembut +2
menyengat
+3
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat terlihat bahwa chutney yang
dihasilkan memiliki warna kuning keorangean, aroma yang asam menyengat
disertai aroma bawang bombay yang cukup kuat. Rasa chutney cenderung asam
dan manis dan tekstur yang kental dan lembut. Warna dari chutney hasil
pengolahan sudah dibilang cukup baik karena tidak transparan dan berwarna
hampir sama dengan produk awal yakni mangga sehingga dapat dikatakan masih
bisa mempertahankan kualitas mangga.
Aroma chutney yang beraroma asam disebabkan karena adanya penambahan
cuka, sedangkan aroma bawang bombay karena terjadinya pelapasan senyawa
volatile dari bawang bombay. Berdasarkan rasa terdapat rasa asam dan manis
yang dihasilkan dari mangga, gula, cuka dan juga sedikit garam. Sedangkan jika
dilihat berdasarkan tekstur dari chutney, chutney memiliki tekstur yang kental dan
lembut. Berdasarkan seluruh parameter yang diamati dapat dikatakan chutney
hasil praktikum sudah sesuai dengan literatur, yaitu tekstur yang lembut, rasa
fruity mangga dan sedikit rasa rempah (bawang bombay) serta rasa yang asam
karena chutney harus memiliki nilai pH 4,6 (Codex, 1997).
4.4 Jelly Stroberi
Jelly adalah makanan setengah padat yang terbuat dari sari buah-buahan
dan gula. Syarat jelly yang baik ialah transparan, mudah dioleskan dan
mempunyai aroma dan rasa buah asli (Koswara, 2006). Komposisi jelly secara
umum yakni 45 bagian buah dan 55 bagian gula, serta dibutuhkan sejumlah air
(60 - 62%) untuk melarutkannya hingga diperoleh produk akhir.
Hal pertama yang dilakukan pada pembuatan jelly stroberi adalah
trimming. Trimming ini dilakukan untuk membuang bagian stroberi yang kotor,
rusak dan tidak dapat dikonsumsi lagi. Kemudian dilakukan penimbangan untuk
mengetahui berat gula yang ditambahkan. Gula yang ditambahkan sesuai dengan
perbandingan, yakni 45 bagian buah dan 55 bagian gula (Jellen, 1985). Kemudian
Peggy Bhanuwati
240210150106
Kel 7B
buah yang telah ditrimming diblender untuk menghaluskan bahan menjadi bubur
buah. Setelah itu ditambahkan gula sesuai dengan takarannya ( Gula : Air = 1:3).
Tujuan penambahan gula adalah untuk memperbaiki flavor (rasa dan bau) bahan
makanan sehingga rasa manis yang timbul dapat meningkatkan kelezatan
(Winarno dan Rahayu,1994). Kemudian bahan didiamkan selama 30 menit, hal
ini dilakukan untuk mengendapkan semua kotoran yang masih ada sehingga
diperoleh cairan sari buah yang bening. Kemudian dilakukan penyaringan untuk
mendapatkan hasil sari buah stroberi yang bening tanpa ada kotoran di dalamnya.
Lalu ditambahkan gelatin. Gelatin adalah salah satu hidrokoloid yang dapat
membantu proses gelasi selama pembentukan jelly. Selain gelatin, pembuatan
jelly juga dapat dibantu dengan hidrokoloid lain seperti pektin atau karagenan.
Setelah itu dilakukan pemasakan hingga mengental. Tanda kematangannya ialah
bila dituangkan jatuhnya terputus-putus dan tercium aroma buah yang khas
(Koswara, 2006).
Penentuan titik akhir pembuatan jelly dapat dilakukan dengan dua cara.
Cara pertama dilakukan dengan mencelupkan sebuah sendok kedalam sari buah,
kemudian diangkat. Bila masakan sari buah meleleh tidak lama, dan terpisah
menjadi dua bagian, hentikan pemasakan, artinya jelly telah terbentuk. Cara
penentuan yang kedua adalah dengan fork test atau uji menggunakan garpu,
dimana sebuah garpu dicelupkan kedalam masakan sari buah kemudian diangkat.
Bila garpu diselimuti masakan sari buah yang kemudian jatuh meninggalkan
beberapa bagian jelly pada sisi garpu maka jelly telah terbentuk (Gladys, et
al.,1978).
Tabel 4. Hasil Pengamatan Jelly Stroberi
Kel. Warna Aroma Rasa Kejernihan Kekenyalan Gambar

Asam Asam
Merah
10 khas sedikit +2 -
tua
stroberi manis

(Sumber : Dokumentasi Pribadi,2017)


Peggy Bhanuwati
240210150106
Kel 7B
Berdasarkan hasil praktikum, warna sari buah yang awalnya berwarna
merah cerah menjadi merah tua setelah menjadi jelly. Hal ini disebabkan karena
adanya proses pencoklatan non-enzimatis yang disebabkan oleh panas. Selain itu
terjadi juga perubahan aroma menjadi aroma stroberi matang karena adanya
proses pemanasan yang cukup lama selama pemasakan. Dari segi rasa, produk
yang dihasilkan memiliki rasa manis dan asam, rasa manis diperoleh dari
penambahan gula selama proses pengolahan sementara rasa asam diperoleh dari
flavor buah stroberi yang asam karena adanya kandungan asam malat pada
stroberi. Selama pemasakan juga terjadi perubahan tekstur berupa peningkatan
viskositas karena adanya pengikatan air dengan gelatin dan juga penghilangan air
terus menerus selama proses pemasakan. Meskipun viskositas jelly pada
praktikum ini tinggi, namun jelly yang dihasilkan pada praktikum ini tidaklah
kenyal. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya gelatin yang ditambahkan
sehingga proses pembentukkan gel pada jelly kurang maksimal.
Peggy Bhanuwati
240210150106
Kel 7B
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh berdasarkan praktikum ini ialah
sebagai beriku.
1. Selai nanas yang berasal dari sari buah memiliki warna yang lebih coklat
dengan aroma karamel, rasa asam manis, serta kekentalan yang tinggi
sehingga tidak memiliki daya oles. Sedangkan selai nanas yang berasal
dari bubur buah memiliki warna kuning kecoklatan dengan aroma khas
nanas dan karamel, rasa asam manis, serta kekentalan yang sedang
sehingga memiliki daya oles.
2. Marmalade yang dibuat pada praktikum ini memiliki warna kuning tua
dengan aroma sunkist dan rasa asam manis, serta kental dan memiliki daya
oles yang baik sehingga dapat dikatakan marmalade yang dibuat pada
praktikum ini telah cukup baik.
3. Chutney yang dibuat pada praktikum ini memiliki warna kuning keorenan
dengan aroma asam dan bawang yang menyengat, dan rasa yang asam
manis, serta memiliki tekstur kental dan lembut sehingga chutney yang
dibuat pada praktikum ini telah sesuai literatur.
4. Jelly yang dibuat pada praktikum ini memiliki warna merah tua, dengan
aroma khas stroberi dan rasa asam manis, serta jernih dan kental namun
tidak kenyal sehingga jelly pada praktikum ini tidak cukup baik.
5.2 Saran

Adapun saran pada praktikum ini ialah sebagai berikut.


1. Sebaiknya perbandingan antara bahan satu dengan yang lainnya haruslah
sesuai, tidak kurang dan tidak lebih agar produk yang dihasilkan memiliki
kualitas yang baik.
2. Sebaiknya praktikan memahami setiap prosedur dalam praktikum
sehingga tidak terjadi kesalahan.
Peggy Bhanuwati
240210150106
Kel 7B
DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. W dan M. Astawan. 1988. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani


Tepat Guna. Akademi Pressindo. Jakarta.

Codex Commite in Food Hygienie. 1997. HACCP System and Guidenes for it’s
Application, Annexe to CAC/RCP 1-1969, Rev 3 dalam Codex
Alimentarius Commision Food Hygienie Basic Text, Food and Agriculture
Organization of United Nations, World Health Organization, Rome.
Dalam Mortimore, S and Wallace, C. 2001. HACCP. Diterjemahkan oleh
Aprinignsih dengan judul HACCP: Sekilas Pandang. Jakarta: EGC, 2004.

Buckle, K. A., R. A. Edwards., G. H. Fleet, dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan


(terjemahan). UI Press, Jakarta.

Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Edisi III. Penerjemah


Muchji Mulyohardjo. Jakarta: Universitas Indonesia.

Estiasih, T. dan Ahmadi, K. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta: PT.


Bumi Aksara. Hal. 236-237.

Fachruddin. 1997. Membuat Aneka Selai. Yogyakarta: Kanisius.

Gardjito, Theresia Fitria Kartika Sari dan Murdijati. 2005. Pengaruh Penambahan
Asam Sitrat Dalam Pembuatan Manisan Kering Labu Kuning (Cucurbita
Maxima) Terhadap SifatSifat Produknya. Jurnal Teknologi Pertanian 1(2):
81-85, Maret 2006.

Gladys, E. V, J.A. Philips, L.O. Rust, R.M. Griswold dan M.M. Justin. 1978.
Foods. Seventh Edition Houghton Miffin, Boston.

Jelen, Pavel. 1985. Introduction to Food Processing. Virginia : Reston


Publishing Company. Hal. 83-84.

Koswara, Sutrisno. 2006. Cara Sederhana Membuat Jam dan Jelly. Diambil
dari : http:/www.ebookpangan.com. Tgl. 6 Desember 2017

Sarwono, 2001. Khasiat dan manfaat jeruk nipis : Mengenal jeruk nipis. Jakarta :
Agro Media Pustaka.h.2-10.

Satuhu, S. 2003. Penanganan dan Pengolahan Buah. Penebar Swadaya, Jakarta.

Syarief, R. dan A.,Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian.


Mefiyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

Tjahjadi, C. dan H. Marta. 2011. Pengantar Teknologi Pangan Volume 1. Jurusan


Teknologi Industri Pangan. FTIP. Universitas Padjadjaran, Sumedang.
Peggy Bhanuwati
240210150106
Kel 7B
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F.G. dan T.S. Rahayu, 1994. Bahan Makanan Tambahan untuk
Makanan dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai