Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degenerative yang
menjadi ancaman utama pada umat manusia pada abad ke 21. Diabetes
mellitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang prevalensi
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dibetes mellitus sering di sebut
dengan The Great Imitator, yaitu penyakit yang mengenai semua organ tubuh
dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Penyakit ini timbul secara
perlahan, sehingga seseorang tidak menyadari bahwa adanya berbagai macam
perubahan pada dirinya. Perubahan seperti minum lebih banyak, buang air
kecil menjadi lebih sering, berat badan terus menurun, dan berlangsung cukup
lama, biasanya tidak diperhatikan, hingga baru di ketahui setelah kondisi
menurun dan setelah dibawa ke rumah sakit lalu di periksa kadar glukosa
darahnya (Mirza, 2012).
Diabetes mellitus adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik dengan
ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi
insulin, defek kerja insulin atau keduanya. Penyakit DM sering menimbulkan
komplikasi berupa stroke, gagal ginjal, jantung, nefropati, kebutaan dan
bahkan harus menjalani amputasi jika anggota badan menderita luka gangren.
DM yang tidak ditangani dengan baik angka kejadian komplikasi dari DM
juga akan meningkat, termasuk komplikasi cedera kaki diabetes (Waspadji,
2010).
Waspadji (2010) lebih lanjut menyebutkan bahwa penderita DM dapat
terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik.
Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat pembuluh darah
kecil (mikrovaskular) berupa kelainan pada retina mata, glomerulus ginjal,
syaraf dan pada otot jantung (kardiomiopati). Pada pembuluh darah besar
(makrovaskuler), manifestasi komplikasi kronik DM dapat terjadi pada
pembuluh darah serebral, jantung (penyakit jantung koroner) dan pembuluh

1
darah perifer (tungkai bawah). Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan
berlebih terhadap infeksi dengan akibat mudahnya terjadi infeksi saluran
kemih, tuberkolosis paru dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang
menjadi ulkus atau gangren diabetes.
Menurut Waspadji (2010), cedera kaki diabetes merupakan salah satu
komplikasi kronik DM yang paling ditakuti. Hasil pengelolaan cedera kaki
diabetes sering kali berakhir dengan kecacatan dan kematian. Di negara maju
cedera kaki diabetes masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
besar, tetapi dengan kemajuan cara pengelolaan dan adanya klinik cedera kaki
diabetes yang aktif mengelola sejak pencegahan primer, nasib penderita
cidera kaki diabetes menjadi lebih cerah. Angka kematian dan angka
amputasi dapat ditekan sampai sangat rendah, menurun sebanyak 49%-85%.
Masalah cidera kaki diabetes di Indonesia sampai saat ini masih menjadi
masalah yang kompleks. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi,
sebesar 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun 2012). Nasib para penyandang
DM pasca amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan
meninggal dalam setahun pasca amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal
3 tahun pasca operasi. Hal tersebut membuktikan bahwa di Indonesia masalah
cedera kaki diabetes masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola
secara maksimal.
Komplikasi dari Diabetes Mellitus yang sering adalah ulkus diabetes,
beberapa faktor secara bersamaan berperan terjadinya ulkus diabetes. Di
mulai dari faktor pengelolaan penderitan Diabetes penyakitnya yang kurang
baik, adanya neuropati perifer, dan autonom. Faktor komplikasi vaskuler
yang memperburuk aliran darah ke kaki tempat luka, faktor kerentaan
terhadap infeksi akibat respon kekebalan tubuh yang menurun pada keadaan
Diabetes Mellitus tidak terkendali, serta faktor ketidaktahuan pasien (Suyono,
2007).
Berdasarkan bukti epidemologi terkini, jumlah penderita Diabetes
Mellitus di seluruh dunia saat ini mencapai 20 juta (8,4 %), dan di perkirakan
meningkat lebih dari 330 juta pada tahun 2025. Alasan peningkatan ini

2
termasuk meningkatnya angka harapan hidup dan pertumbuhan populasi yang
tinggi, dua kali lipat disertai peningkatan angka obesitas yang di kaitkan
dengan urbanisasi dan ketergantungan terhadap makanan olahan
(WHO, 2009). Berdasarkan penelitian Departemen Kesehatan tahun 2001
dalam The Soedirman Journal of Nursing (2008), penyakit DM mempunyai
populasi terbesar dunia di kawasan Asia. Indonesia menempati peringkat ke-4
dunia, setelah India, China, dan Amerika Serikat.
Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013, prevalensi
Diabetes Mellitus di Indonesia berdasarkan wawancara adalah 2,1% (15.169
jiwa dari 722.329 jiwa). Angka tersebut lebih tinggi dibanding dengan tahun
2007 (1,1%). Sebanyak 31 provinsi (93,9%) menunjukkan kenaikan
prevalensi DM yang cukup berarti.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provisinsi Jawa Tengah pada
tahun 2014 Diabetes Mellitus menempati urutan ke 2 dari 12 penyakit yang
tidak menular di Jawa Tengah yaitu sebanyak 95.342 (14,96%) jiwa dari
jumlah 620.293 jiwa.
Data yang di dapat dari RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto
yaitu khususnya di Ruang Kenanga ditemukan 30 kasus dalam kurun waktu
satu bulan terakhir. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat kasus
ini kedalam asuhan keperawatan yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada
Tn. M Dengan Gangguan Sistem Endokrin : Post Amputasi Pedis Dextra
Ulkus Diabetikum H+2 Di Ruang Kenanga RSUD Prof Dr Margono Soekarjo
Purwokerto.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan ulkus
diabetikum.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan ulkus
diabetikum.

3
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan ulkus
diabetikum.
c. Mampu menentukan intervensi pada pasien dengan ulkus diabetikum.
d. Mampu melakukan implementasi pada pasien dengan ulkus
diabetikum.
e. Mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan ulkus diabetikum.
f. Mampu mendokumentasikan semua tindakan asuhan keperawatan
pada pasien dengan ulkus diabetikum.

C. Manfaat Penulisan
1. Akper serulingmas
Menjadi bahan referensi pendidikan dalam mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah.
2. Rumah Sakit
Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai angka kejadian di
rumah sakit, dan dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat yang
digunakan untuk mengelola klien dengan Ulkus Diabetikum.
3. Mahasiswa
Mampu mengaplikasikan teori yang diperoleh saat pembelajaran di
kampus dan di lahan praktik, untuk pemberian asuhan keperawatan yang
tepat pada pasien dengan Ulkus Diabetikum.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender
dengan kematian jaringan yang luas dan disertai invasive kuman saprofit.
Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum
juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit diabetes
mellitus dengan neuropati perifer (Andyagreni, 2010).
Ulkus diabetic merupakan komplikasi dari diabetes mellitus sebagai
penyebab utama morbiditas, mortalitas, serta kecacatan penderita diabetes.
Kadar LDL yang tinggi mempunyai peranan yang penting dalam penyebab
ulkus diabetikum, melalui pembentukan plak aterosklerosis pada dinding
pembuuh darah (Zaidah, 2005).
Luka diabetic adalah luka yang terjadi pada pasien diabetic yang
melibatkan gangguan pada syaraf peripheral dan autonomic (Suryadi, 2008).
Kesimpulan pengertian ulkus diabetikum adalah luka yang terjadi pada
pasien diabetes mellitus yang melibatkan gangguan pada syaraf peripheral dan
autonomy yang disebabkan melalui pembentukan aterosklerosis pada dinding
pembuluh darah.

B. Etiologi
Menurut Wijaya (2013) etiologi atau factor penyebab dari ulkus
diabetikum yaitu :
1. Factor endogen
a. Neuropati
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan
penurunan sensori nyeri, panas, tidak terasa, sehingga mudah terjadi
trauma dan otonom atau simpatis yang dimanifestasikan dengan
peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak aa dan hilangnya
tonus vaskuler.

5
b. Angiopati
Penyebab ulkus diabetikum angiopati dapat disebabkan oleh factor
genetic metabolic.
c. Iskemia
Iskemia adalah aterosklerosis pada pembuluh darah besar
menyebabkan penurunana aliran darah, jika terdapat thrombus akan
memperberat timbulnya gangrene yang luas.
2. Factor eksogen
a. Trauma
b. Infeksi
Factor utama yang berperan pada timbulnya ulkus diabetikum adalah
angipati, neuropati, dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan
hilang atau berkurangnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami
trauma tanpa terasa yang menyebabkan terjadinya ulkus pada kaki, gangguan
motoric juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki. Apabila
sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar makan
penderita akan merasa sakit. Andanya angiopati tersebut akan menyebabkan
terjadinya luka yang sulit sembuh. Infeksi sering merupakan komplikasi yang
menyertai ulus diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau nauropati,
sehingga factor angiopati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan
ulkus diabetikum.

C. Klasifikasi
Klasifikasi atau derajat luka ulkus diabetikum menurut Wijaya (2013)
adalah :
1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti claw, callus.
2. Derajat I : ulkus superficial terbatas pada kulit.
3. Derajat II : ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
4. Derajat III : abses dalam dengan atau tanpa osteomyelitis.

6
5. Derajat IV : gangrene jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
6. Derajat V : gangrene seluruh kaki atau sebagaian tungkai.

D. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari ulkus diabetikum menurut Brunner & Suddart
(2005) adalah gangrene diabetic akibat mikroangiopati disebut juga gangrene
panas, karena walaupun nekrosis daerah akral itu tampak merah dan terasa
hangat oleh pandangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri ke bagian distal.
Biasanya terdapat ulus diabetikum pada telapak kaki. Proses makrangiopati
menyebabkan sumbatan pembuluh darah sedangakan secara akut emboli akan
memberikan gejala klinis :
1. Pain (nyeri)
2. Paleness (kepucatan)
3. Parestesia (kesemutan)
4. Pulselessness (denyut nadi hilang)
5. Paralysis (lumpuh)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola
dari fontaince, yaitu :
1. Stadium I : asimtomatis atau gejala tidak tampak.
2. Stadium II : terjadi klaudikasio intermitten.
3. Stadium III : timbul nyeri saat istirahat.
4. Stadium IV : terjadi kerusakan jaringan karena ulkus.

E. Patofisiologi
Terjadinya ulkus diabetikum diawali dengan adanya hiperglikemi pada
penderita diabetes mellitus yang mengakibatkan kelainan neuropati dan
kelainan pada pembuluh darah. Neuropai, baik neuropati sensorik maupun
motoric dan autonomic akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit
dan otot yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahn distribusi tekanan
pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus.

7
Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak
menjadi infesi yang luas. Factor aliran darah yang kurang juga akan lebih
lanjut menambah sulitnya penanganan ulkus diabetikum.
Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus yang keras dan tebal. Awalnya
proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemi yang berefek
terhadap saraf perifer, kolagen, keratin, dan suplai vaskuler. Dengan adanya
tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami
beban terbesar. Neuropati sensori perifer menungkinkan terjadinya trauma
berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan diarea kalus.
Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya rupture sampai
permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka
yang abnormal menghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk
mengadakan kolonisasi didaerah tersebut. Karena system imun yang
abnormal, bakteri sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan
sekitarnya.
Penyakit neuropati dan vaskuler adalah factor utama yang mengkontribusi
terjadinya luka. Masalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetic terkait
dengan adanya pengaruh pada saraf yang terdapat pada kaki dan biasanya
dikenal dengan neuropati perifer. Pada pasien dengan diabetic sering
mengalami gangguan pada sirkulasi, gangguan sirkulasi ini berhubungan
dengan kerusakan pada saraf. Hal ini terkait dengan diabetic neuropati yang
berdampak pada system saraf autonomy yang mengontrol fungsi otot-otot
halus, kelenjar dan organ visceral.
Gangguan pada saraf autonomy menyebabkan terjadinya perubahan tonus
otot yang menyebabkan abnormalnya aliran darah sehingga kebutuhan nutrisi
dan oksigen tidak sampai ke jaringan perifer. Autonomi neuropati
menyababkan kulit kering, hilangnya sensasi, tekanan dan perubahan
temperature (Wijaya, 2013).

8
F. Pathway
Invasi bakteri tuberkulosi Sembuh

Infeksi primer

Sembuh dengan fokus ghon

Infeksi pasca primer bakteri dorman Sembuh dg fibrotik

Hipertermi Bakteri muncul beberapa tahun kemudian

Panas Reaksi inflamasi, kavitas dan merusak parenkim paru

prosuksi sekret kerusakan membran perubahan reaksi


pecahnya pembuluh alveolar kapiler merusak cairan intra sistematis
darah pleura, atelektasis pleura

batuk produktif sesak nafas, aspirasi sesak, sianosis,


batuk darah thorak penggunaan
otot bantu
nafas
Ketidakefektifan Gangguan
bersihan jalan pertukaran
nafas gas Ketidakefektifan
pola nafas

Nyeri Akut anoreksia, lemah


mual, BB
Hambatan
mobilitas
Ketidakseimbangan
fisik
Sumber : nutrisi kurang dari
Setiono W (2013) kebutuhan tubuh

9
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada ulkus diabetikum menurut Wijaya (2013)
antara lain :
1. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Denervasi kulit menyebabkan produktivitas keringat menurun,
sehingga kulit kaki kering, pecah, rambut kaki tidak ada, kalus. Ulkus
tergantung pada derajat ulkus.
b. Palpasi
1) Kulit kering, pecah-pecah.
2) Klusi arteri dingin, tidak ada pulsasi.
3) Ulkus : kalus tebal dan keras.
2. Pemeriksaan vaskuler
Tes vaskuler non invasive : pengukuran oksigen transkutaneus, ankle
brakial index (ABI), absolut toe systolic preasure. ABI : tekanan sistolis
betis dengan tekanan sistoik lengan.
3. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dilakukan antaralain untuk mengetahui
adanya gas subkutan, benda asing, osteomyelitis.
4. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi GDS > 200 mg/dl, GDP > 120 mg/dl
dan dua jam post pradial > 200 mg/dl.
b. Pemeriksaan urin
Pemeriksaan urin didapatkan adanya glukosa dalam urin.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara benedict (reduksi). Hasil dapat
dilihat melalui perubahan pada warna urin : hijau (+), kuning (++),
merah (+++), dan merah bata (++++).
c. Pemeriksaan kultur pus
Untuk mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan
antibiotic yang sesuai dengan jenis kuman yang ditemukan.

10
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada ulkus diabetikum menurut
Smetlzer (2005) antaralain :
1. Perawatan luka diabetikum
a. Mencuci luka
Bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka yang
berlebihan, sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolic tubuh pada
permukaan luka. Caitan yng aman dan baik untuk mencuci luka adalah
non toksik pada proses penyembuhan luka (missal NaCl 0,9 %).
b. Debridement
Debridement adalah pembuangan jaringan nekrosis. Dilakukan
untuk menghindari terjadinya infeksi dan selulitis. Setelah
debridement, jumlah bakteri akan menurun dengan sendirinya yang
diikuti dengan kemampuan tubuh secara efektif melawan infeksi.
c. Terapi antibiotika
Pemberian antibiotic biasanya diberikan peroral yang bersifat
menghambat kuman gram positif dan gram negative. Apabila tidak
dijumpai perbaikan pada luka tersebut, maka terapi antibiotic dapat
diberikan parenteral yang sesuai dengan kepekaan kuman.
d. Nutrisi
Factor nutrisi merupakan salah satu factor penting yang berperan
dalam penyembuhan luka. Penderita dengan ulkus diabetikum
biasanya diit B1 dengan nilai gizi 60% karbohidrat. 20% lemak, 20%
protein.
2. Pengobatan
Pengobatan dari gangrene diabetic sangat dipengaruhi oleh derajat dan
dalamnya ulkus, apabila dijumpai ulkus yang dalam harus dilakukan
pemeriksaan yang seksama untuk menentukan kondisi ulkus dan besar
kecilnya debridement yang akan dilakukan. Tujuan dulakukan pengobatan
yaitu :

11
a. Mengurangi atau menghilangkan factor penyabab.
b. Optimalisasi suasana lingkungan luka dalam kondisi yang lembab.
c. Dukungan kondisi pasien.
d. Mreningkatkan edukasi pasien dan keluarga.
3. Tindakan bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit tindakan pembedahan dapat
ditentukan sebagai berikut :
a. Derajat 0 : perawatan local secara khusus tidak ada.
b. Derajat I V : pengelolaan medic dan bedah minor.

I. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan ulkus diabetikum menurut Wijaya AS
(2013) adalah :
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, no
CM, dan diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Adanya rasa kesemutan dikaki/tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh-sembuh dan berbau, adanya
nyeri pada luka.
3. Riwayat penyakit sekarang
Berisi tentang terjadinya luka mulai kapan, penyebab luka serta upaya
yang telah dilakukan oleh pasien untuk mengatasinya.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat DM atau penyakit lain yang ada kaitannya dengan
defisiensi insulin misalnya penyakit prankrean. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah
didapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan.

12
5. Riwayat penyakit keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga
yang juga menderita diabetes mellitus atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan terjadinya defisensi insulin misalnya hipertensi dan
jantung.
6. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku , perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakit dan tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.
7. Pemeriksan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda-tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi
mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, adakah penglihatan
kabur/ganda, dipoplia, lensa mata keruh.
c. Sistem integument
Turgor kulit menurun.adanya warna kehitaman pada luka,
kemerahan disekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernapasan
Pada pengkajian system pernafasan, kaji adakah sesak nafas, batuk,
sputum, nyeri dada.
e. Sistem kordiovaskuler
Pengkajian system kardiovaskuler antaralain perfusi jaringan
menurun, nadi perifer lemah, takikardia atau bradikardia, hipertensi
atau hipotensi, aritmia, kardiomegali.

13
f. Sitem urinary
Pada pengkajian system perkemihan atau urinary kaji adanya
poliuri, retensi urin, inkontinensia urin, rasa sakit saat berkemih.

J. Diagosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada ulkus diabetikum menurut
Wijaya (2013):
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient.
4. Ansietas berhubungan perubahan status kesehatan.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan sirkulasi.
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan
metabolic.
7. Risiko infeksi berhubungan dengan respon inflamasi.
8. Risiko cedera berhubungan dengan gangguan penglihatan.
9. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya suatu penyakit.
10. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.

K. Intervensi
Intervensi untuk diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada ulkus
diabetikum menurut Nurarif (2015) :
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan ganguuan musculoskeletal.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama . . . . x 24
jam diharapkan masalah hambatan mobilitas fisik dapat
teratasi dengan kriteria hasil :
NIC : joint movement active, mobility level, self care
(ADLs), transfer performance.

14
Indikator Awal Tujuan Akhir
a. Memperagakan penggunaan
alat,
b. Bantu untuk mobilisasi
(walker),
c. Perasaan dalam meningkatkan
kekuatan
d. Kemampuan berpindah
e. Aktivitas fisik pasien
meningkat
Keterangan :
1 : sangat terganggu
2 : terganggu
3 : cukup terganggu
4 : sedikit terganggu
5 : tidak terganggu
Intervensi : NIC : exercise therapy (ambulation)
a. Monitor kemampuan pasien dalam aktivitas
b. Monitor tanda tanda vital
c. Ajarkan pasien dan keluarga pasien tentang teknik
ambulasi
d. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
secara mandiri yang sesuai dengan kemampuan
e. Kolaborasi dengan keluarga dalam membantu pasien
saat mobilisasi
f. Berikan alat bantu jika pasien membutuhkan
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama . . . . x 24
jam diharapkan masalah gangguan rasa nyaman nyeri
dapat teratasi dengan kriteria hasil :
NOC : Pain Level
Indikator Awal Tujuan Akhir
a. Melaporkan adanya nyeri
b. Durasi nyeri
c. Ekspresi wajah dari nyeri
Keterangan :
1 : sangat berat

15
2 : berat
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada keluhan
Intervensi : NIC : Pain management
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
b. Monitor tanda tanda vital
c. Observasi reaksi nonverbal
d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan istirahat
e. Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi
f. Libatkan keluarga dalam memonitor keluhan nyeri
pada pasien
g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik
untuk mengurangi nyeri
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutungan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama . . . .x 24
jam diharapkan masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh dapat teratasi dengan kriteria hasil :
NOC : Nutritional Status
Indikator Akhir Tujuan Awal
a. Intake nutrisi
b. Intake makan
c. Intake cairan
d. Berat badan
Keterangan :
1 : sangat berat dari batas normal
2 : berat dari batas normal
3 : sedang dari batas normal
4 : ringan dari batas normal
5 : normal

16
Intervensi : NIC : nutritin monitoring and management
a. Monitor intake nutrisi
b. Monitor adanya mual muntah
c. Monitor turgor kulit, pucat, kemerahan, dan
konjungtiva
d. Kaji adanya alergi makanan
e. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
f. Kolaborasi dengan keluarga pasien dalam memonitor
intake nutrisi pada pasien
g. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang di butuhkan pasien
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama . . . . x 24
jam diharapkan masalah ansietas dapat teratasi dengan
kriteria hasil :
NOC : anxiety self-control, anxiety level, coping.
Indicator Awal Tujuan Akhir
a. Klien mampu mengidentifikasi
dan mengungkapkan gejala
cemas,
b. Mengidentifikasi,
mengungkapkan dan
menunjukkan tehnik untuk
mengontrol cemas,
c. Vital sign dalam batas normal,
d. Postur tubuh,
e. Ekspresi wajah,
f. Bahasa tubuh dan tingkat
aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan.
Keterangan :
1 : sangat berat
2 : berat
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada keluhan
Intervensi : NIC : anxiety reduction

17
a. Identifikasi tingkat kecemasan
b. Jelaskan prosedur tindakan
c. Dorong pasien untuk mengungkapkan persepsi dan
perasaan
d. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi
untuk mengurangi kecemasan
e. Dorong keluarga untuk memotivasi pasien
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan sirkulasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama . . . . x 24
jam diharapkan masalah kerusakan integritas kulit dapat
teratasi dengan kriteria hasil :
NOC : tissue integrity (skin and mucous membranes),
hemodyalis akses.
Indicator Awal Tujuan Akhir
a. Integritas kulit bisa
dipertahankan,
b. Tidak ada luka/lesi pada kulit,
c. Perfusi jaringan baik,
d. Tidak ada produksi pus
e. Tidak ada edema pada luka
f. Tidak ada bau busuk pada luka
g. Menunjukkan pemahaman dalam
proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cedera
berulang,
h. Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembabaan
kulit dan perawatan alami.
Keterangan :
1 : sangat berat
2 : berat
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada keluhan
Intervensi : NIC : pressure management dan insision site care
a. Kaji luas dan keadaan luka
b. Monitor proses penyembuhan luka

18
c. Lakukan perawatan luka
d. Lakukan pemeriksaan gula darah pada pasien
e. Kolaborasi medis dalam pemberian insulin dan
antibiotik sesuai program
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan
metabolik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama . . . . x 24
jam diharapkan masalah Ketidakefektifan perfusi jaringan
otak dapat teratasi dengan kriteria hasil :
NOC : circulation status, tissue perfusion cerebral.
Indicator Awal Tujuan Akhir
a. Tekanan darah normal,
b. Tidak ada tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial,
c. Berkomunikasi dengan jelas,
d. Menunjukkan perhatian,
e. Konsentrasi dan orientasi,
f. Tingkat kesadaran membaik,
g. Tidak ada gerakan-gerakan
involunter.
Keterangan :
1 : sangat berat dari batas normal
2 : berat dari batas normal
3 : sedang dari batas normal
4 : ringan dari batas normal
5 : normal
Intervensi : NIC : peripheral sensation management
a. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
terhadap panas/dingin/tajam/tumpul.
b. Monitor adanya paretese.
c. Batasi gerakan kepala, leher dan punggung.
d. Monitor kemampuan BAB.
e. Kolaborasi pemberian analgetik.
f. Monitor adanya tromboplebitis.
g. Diskusikan megenai penyebab perubahan sensasi.

19
7. Risiko infeksi berhubungan dengan respon inflamasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama . . . . x 24
jam diharapkan tidak terjadi infeksi pada pasien.
NOC : immune status, knowledge (infection), risk control.
Indicator Awal Tujuan Akhir
a. Klien bebas dari tanda gejla
infeksi,
b. Jumlah leukosit dalam batas
normal,
c. Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi,
d. Menunjukkan perilaku hidup
sehat.
Keterangan :
1 : pernah menunjukkan
2 : jarang menunjukkan
3 : kadang-kadang menunjukkan
4 : sering menunjukkan
5 : konsisten
Intervensi : NIC : infection control and protection
a. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan.
b. Monitor tanda gejala infeksi.
c. Monitor nilai leukosit.
d. Dorong masukan nutrisi yang cukup.
e. Dorong masukan cairan.
f. Dorong istirahat.
8. Risiko cedera berhubungan dengan gangguan penglihatan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama . . . . x 24
jam diharapkan tidak terjadi cedera pada pasien dengan
kriteria hasil :
NOC : trauma risk for, injury risk for.
Indicator Awal Tujuan Akhir
a. Keseimbangan (kemampuan
untuk mempertahankan
ekuilibrium),
b. Gerakan terkoordinasi,

20
c. Tidak ada kejadian cedera.
Keterangan :
1 : sangat berat
2 : berat
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada keluhan
Intervensi : NIC : fall prevention
a. Mengidentifikasi defisit kognitif atau fisik pasien yang
dapat meningkatkan potensi jatuh dalam lingkungan
tertentu.
b. Mengidentifikasi perilaku dan faktor yang
mempengaruhi resiko jatuh.
c. Gunakan teknik yang tepat untuk mentransfer pasien ke
dan dari kursi roda, tempat tidur, toilet dsb.
d. Memberikan pencahayaan yang memadai untuk
meningkatkan visibilitas.
e. Menyediakan pegangan tangan terlihat dan memegang
tiang.
f. Sarankan alas kaki yang aman.
9. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya suatu penyakit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama . . . . x 24
jam diharapkan pasien tidak mengalami gangguan citra
tubuh dengan kriteria hasil :
NOC : body image dan self esteem.
Indicator Awal Tujuan Akhir
a. Body image positif,
b. Mampu mengidentifikasi
kekuatan personal,
c. Mendeskripsikan secara faktual
perubahan fungsi tubuh,
d. Mempertahankan interaksi
sosial.
Keterangan :

21
1 : pernah menunjukkan
2 : jarang menunjukkan
3 : kadang-kadang menunjukkan
4 : sering menunjukkan
5 : konsisten
Intervensi : NIC : body image enhancement
a. Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien terhadap
tubuhnya.
b. Monitor frekuensi mengkritik diri.
c. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan
prognosis penyakit.
d. Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
e. Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat
bantu.
f. Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok
kecil.
10. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama . . . . x 24
jam diharapkan volume cairan pada pasien dapat adekuat
dengan kriteria hasil :
NIC : electrolit and acid base balance, fluid balance,
hydration.
Indicator Awal Tujuan Akhir
a. Tidak ada dispnea/ortopnea,
b. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi,
c. Terbebas dari kelelahan,
d. Kecemasan atau kebingungan.
Keterangan :
1 : sangat berat
2 : berat
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada keluhan

22
Intervensi : NIC : fluid management and monitoring
a. Kaji tanda-tanda dehidrasi.
b. Monitor vital sign.
c. Monitor indikasi kekurangan cairan.
d. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
e. Berikan cairan via iv
f. Kolaborasi pemberian terapi sesuai instruksi.

23
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada Tn.M di Ruang Kenanga RSUD Prof Dr
Margono Soekarjo Purwokerto dengan ulkus diabetikum pada tanggal 18
Januari 2016, pengkajian dilakukan pada tanggal 25 Januari 2016 pada pukul
08.00 WIB di Ruang Kenanga RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto.
Pasien dikelola penulis selama 3 hari dari tanggal 25 Januari 2016 sampai
dengan tanggal 27 Januari 2016, dengan hasil :
1. Identitas pasien
Pada data biografi didapatkan nama pasien adalah Tn. M berumur 58
tahun, jenis kelamin laki - laki, alamatnya di Sumbang. Pasien sudah
menikah, beragama islam. Pada tanggal 18 Januari 2016 pasien masuk
Rumah Sakit, kemudian dikaji penulis pada tanggal 25 Januari 2016.
Sumber informasi didapat dari pasien dan keluarga pasien.
2. Riwayat penyakit
Keluhan utama saat pengkajian yaitu pasien mengatakan nyeri dikaki
kanan. P : pasien mengatakan nyeri di kaki kanan post amputasi, nyeri
bertambah jika istirahat malam hari dan berkurang jika sudah dibersihkan
dan diganti balutan. Q : pasien mengatakan nyeri seperti ditekan-tekan. R :
pasien mengatakan nyeri hanya dikaki kanan saja, tidak menjalar ke organ
tubuh yang lain. S : skala nyeri yang pasien rasakan 6. T : nyeri yang
dirasakan terus menerus.
Keluhan tambahan yang dirasakan pasien adalah pasien mengatakan
mual, nafsu makan berkurang, berat badan mengalami penurunan dari 62
kg menjadi 55 kg selama satu bulan terakhir. Pasien mengatakan kesulitan
untuk tidur malam hari karena nyeri. Pasien mengatakan cemas dengan
tindakan operasi yang akan dilakukan selanjutnya. Keluarga pasien
mengatakan pasien tidak mampu berjalan sendiri karena pasien lemas dan

24
keadaan kaki kanannya saat ini sehingga untuk kebutuhan aktivitas seperti
toileting, berpakaian, dan mandi dibantu oleh keluarga.
Riwayat penyakit sekarang, pasien baru datang dari IGD RSUD Prof
Dr Margono Soekarjo Purwokerto pada tanggal 18 Januari 2016 dengan
keluhan kaki kanan merasa nyeri, keluar nanah dan darah, post operasi
amputasi digiti 3 dan 4 pedis dextra 2 hari yang lalu, jika ditekan maka
nyeri bertambah, keadaan umum baik, kesadaran composmentis, tekanan
darah 130/70 mmHg, denyut nadi 80x/menit, respirasi rate 20 x/menit,
suhu badan 36,50C. Luka dibalut dengan kasa, tidak rembes, daerah
sekitar luka berwarna merah . kemudian pasien di pindah ke ruang
Kenanga RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto pada tanggal 18
Januari 2016.
Pasien mengatakan sejak 17 tahun yang lalu sudah mengalami diabetes
mellitus. Saat ini pasien dirawat dirumah sakit yang ke 6 kalinya dengan
diagnose ulkus diabetikum.
Pasien mengatakan penyakit diabetes mellitus adalah penyakit
keturunan dari ibunya. Saat ini di keluarganya yang mengalami diabetes
mellitus adalah pasien, adik pertama pasien, adik kedua pasien, namun
baru diabetes mellitus belum sampai ulkus diabetikum.
3. Pengkajian pola fungsional gordon
Pasien mengatakan rutin menjalani control di puskesmas dan
mengkonsumsi obat tradisional.
Pola nutrisi, intake makanan : pasien mengatakan sebelum sakit makan
3 x sehari habis satu porsi dengan makan rendah gula, sedangkan selama
sakit pasien mengatakan mengalami mual sehingga nafsu makan
berkurang, pasien makan 2 x dalam sehari sesuai diit dari rumah sakit dan
habis 3 sendok makan. Intake cairan: pasien mengatakan sebelum sakit
minum air putih 6 gelas/hari sedangkan selama sakit pasien mengatakan
minum air putih 2 gelas/hari
Pola eliminasi, pasien mengatakan sebelum sakit pasien BAB 1 x
sehari (lancar, warna kuning, berbentuk lunak) dan selama sakit pasien

25
mengatakan BAB 1x selama dua hari (warna kuning, berbentuk lunak).
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien BAK 4 x sehari (jernih, warna
kuning) sedangkan selama sakit pasien mengatakan BAK 2 x sehari
(jernih, warna kuning).
Pola aktifitas dan latihan seperti makan atau minum dapat dilakukan
mandiri namun untuk aktivitas mandi, toileting, mobilitas ditempat tidur,
berpindah, ambulasi atau ROM pasien dengan bantuan orang lain.
Pola persepsi sensasi dan kognitif, penglihatan pasien kabur,
penciuman berfungsi dengan baik, pendengaran berfungsi dengan baik,
indera pengecap berfungsi dengan baik, terdapat kerusakan integritas kulit
karena luka ulkus diabetic di kaki kanan dan kulitnya bersisik pada kedua
telapak tangan pasien.
Pola tidur dan istirahat, pasien mengatakan sebelum sakit pasien tidur
8 jam/hari sedangkan selama sakit pasien megalami gangguan tidur karena
nyeri yang dirasakan sehingga pasien tidur 2 jam/hari pada siang hari.
Konsep diri dan persepsi diri, pasien mengatakan sedih dengan
kondisinya saat ini dan pasien merasa takut jika dilakukan tindakan
operasi yang akan dilakukan akan membuat pasien tidak berguna untuk
keluarganya.
4. Pemeriksaan fisik
Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan hasil yaitu keadaan
umumnya baik, kesadaran composmentis dengan tanda - tanda vital (TTV)
berupa tekanan darah 150/80 mmHg, respirasi rate 20 x/menit, denyut nadi
78 x/menit, suhu 36,5oC dengan berat badan sebelum sakit 62 kg, berat
badan selama sakit 55 kg dan tinggi badan 160 cm.
Kepala bentuk mesochepal, tidak terdapat luka, rambut beruban,
rambut berminyak, matanya terlihat simetris, konjungtiva anemis, fungsi
penglihatan kabur, sclera tidak ikterik, pupil isokor, hidungnya simetris,
bersih, tidak ada polip, tidak terdapat pernafasan cuping hidung. Bentuk
telinga simetris, tidak keluarga cairan/darah dari telinga, fungsi
pendengaran baik. Pada pemeriksaan mulut dan gigi didapatkan data

26
mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis, bau mulut, pasien mampu
berbicara dengan baik.. Leher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak
ada benjolan, tidak mengalami kesulitan menelan.
Pada pemeriksaan dada didapatkan hasil inspeksi simetris dan tidak
ada luka, palpasi jantung denyut jantung teraba, perkusi jantung redup,
auskultasi jantung S2 > S1, palpasi paru vokal fromitus normal, perkusi
paru resonan, auskultas paru vesikuler.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan hasil abdomen simetris, tidak
ada bekas jahitan atau luka, bising usus 10 x/menit, palpasi tidak ada
benjolan, tidak ada nyeri tekan, bunyi perkusi tympani.
Pada pemeriksaan ektremitas atas antara kanan dan kiri simetris,
tangan kanan terpasang infus RL 500 cc 20 tpm dan tidak terdapat luka.
Ekstremitas bawah terdapat luka ulkus diabetikum dikaki kanan derajat 5,
terdapat nekrosis pada luka, terdapat purulent, ulkus pada seluruh kaki,
luka terasa nyeri, bengkak, kemerahan dan luka infeksi. Kekuatan otot
motorik ekstremitas atas maupun bawah termasuk kekuatan otot penuh.
5. Pemeriksaan penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap Tn. M pada tanggal 22
Januari 2016 didapatkan hasil yaitu hemoglobin 10,3 g/dl (nilai normal :
11,7 15,5), leukosit 21.190 /l (nilai normal : 3.600 11.000),
hematokrit 31 % (nilai normal : 35 47), RDW 15,3 % (nilai normal :
11,5 14,5), eosinofil 0,0 % (nilai normal 2 4), segmen 1,9 % (nilai
normal : 3 5), limfosit 3,2 % (nilai normal : 25 40). Hasil pemeriksaan
gula darah sewaktu yaitu pada tanggal 25 Januari 2016 adalah 367 mg/dl,
pada tanggal 26 Januari 2016 yaitu 123 mg/dl, dan gula darah sewaktu
pada tanggal 27 Januari 2016 adalah 96 mg/dl.
6. Terapi medik
Terapi medik yang diberikan kepada Tn. M pada tanggal 25-27 Januari
2016 yaitu IVFD RL 500 cc 20 tetes per menit, injeksi ceftriaxone 3 x 1
gram via iv, injeksi ketorolac 3 x 30 mg via iv, dan injeksi vitamin k 3 x
10 mg drip.

27
B. Analisa Data
No. Tanggal Data Etiologi Problem
1. 25 Januari DS : Pasien mengatakan nyeri. P : pasien Agen cedera Nyeri akut
2016 mengatakan nyeri dikaki kanan post fisik
amputasi, nyeri bertambah jika malam hari
dan berkurang jika balutan sudah diganti. Q
: pasien mengatakan nyeri seperti ditekan-
tekan. R : pasien mengatakan nyeri di kaki
kanan, tidak menjalar. S : skala nyeri 6. T :
nyeri yang dirasa terus menerus.
DO :
1. Pasien tampak meringis kesakitan
2. Pasien tampak menahan nyeri
3. Pasien sangat berhati-hati ketika
menggerakan daerah yang nyeri
2. 25 Januari DS : Penurunan Kerusakan
2016 1. Pasien mengatakan luka ulkus post sirkulasi integritas
amputasi kulit
2. Pasien mengatakan nyeri pada luka
DO :
1. Terdapat luka ulkus dikaki kanan
2. Luka diseluruh kaki
3. Pus produktif
4. Terdapat kemerahan disekitar luka
5. Terdapat edema disekitar luka
6. Terdapat nekrosis dan kehitaman pada
luka
3. 25 Januari DS : Ketidakmam ketidakseimb
2016 1. Pasien mengatakan mual puan angan nutrisi
2. Pasien mengatakan lemas mengabsorb kurang dari
DO : si nutrien kebutuhan
1. Pasien tampak lemas tubuh
2. Pasien hanya habis dua sendok makan
jika diberikan diit dari rumah sakit dan
pasien kadang tidak memakannya.
3. A : tinggi badan pasien 168 cm, berat
badan awal 62 kg, berat badan sekarang
55 kg.
B : hemoglobin 10,3 g/dl, hematocrit
31%
C : mukosa bibir kering, konjungtiva
anemis, kuit pasien kering
D : diit yang diberikan dari rumah sakit
untuk pasien yaitu tinggi karbohidrat
tinggi protein, dengan bentuk makanan
biasa.
4. 25 Januari DS : Perubahan Ansietas
2016 1. Pasien mengatakan sedih dengan status
keadaan sekarang kesehatan
2. Pasien mengatakan takut dengan
tindakan operasi yang akan dilakukan
selanjutnya
DO :
1. Pasien tampak sedih saat menceritakan

28
proses penyakitnya seperti sekarang
2. Pasien cemas karena akan dilakukan
program amputasi selanjutnya
3. Tekanan darah pasien 150/80 mmHg
5. 25 Januari DS : pasien mengatakan dalam melakukan Gangguan Hambatan
2016 aktivitas dibantu oleh keluarganya muskuloskel mobilitas
DO : dalam beraktivitas pasien dibantu etal fisik
keluarga karena keadaan pasien yang
seperti sekarang ini.

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan sesuai prioritas pada tanggal 25 Januari 2016
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan pasien
mengatakan nyeri. P : pasien mengatakan nyeri dikaki kanan post
amputasi, nyeri bertambah jika malam hari dan berkurang jika balutan
sudah diganti. Q : pasien mengatakan nyeri seperti ditekan-tekan. R :
pasien mengatakan nyeri di kaki kanan, tidak menjalar. S : skala nyeri 6. T
: nyeri yang dirasa terus menerus. Pasien tampak meringis kesakitan,
Pasien tampak menahan nyeri, Pasien sangat berhati-hati ketika
menggerakan daerah yang nyeri.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan sirkulasi
ditandai dengan pasien mengatakan luka ulkus post amputasi, pasien
mengatakan nyeri pada luka, terdapat luka ulkus dikaki kanan, luka
diseluruh kaki, pus produktif, terdapat kemerahan disekitar luka, terdapat
edema disekitar luka, terdapat nekrosis dan kehitaman pada luka
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien ditandai dengan pasien
mengatakan mual, pasien mengatakan lemas, pasien tampak lemas, pasien
hanya habis dua sendok makan jika diberikan diit dari rumah sakit dan
pasien kadang tidak memakannya. A : tinggi badan pasien 168 cm, berat
badan awal 62 kg, berat badan sekarang 55 kg. B : hemoglobin 10,3 g/dl,
hematocrit 31%. C : mukosa bibir kering, konjungtiva anemis, kulit pasien
kering. D : diit yang diberikan dari rumah sakit untuk pasien yaitu tinggi
karbohidrat tinggi protein, dengan bentuk makanan biasa.

29
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan,
Pasien mengatakan sedih dengan keadaan sekarang, Pasien mengatakan
takut dengan tindakan operasi yang akan dilakukan selanjutnya, Pasien
tampak sedih saat menceritakan proses penyakitnya seperti sekarang,
Pasien cemas karena akan dilakukan program amputasi selanjutnya, dan
Tekanan darah pasien 150/80 mmHg.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal
ditandai dengan pasien mengatakan dalam melakukan aktivitas dibantu
oleh keluarganya, dalam beraktivitas pasien dibantu keluarga karena
keadaan pasien yang seperti sekarang ini.

D. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi


Intervensi
1. Diagnosa keperawatan 1 : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
fisik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan masalah nyeri akut pada pasien dapat teratasi
dengan kriteria hasil :
NOC : Pain Level
Indikator Awal Tujuan Akhir
a. Melaporkan nyeri 3 4
b. Durasi nyeri 3 4
c. Ekspresi wajah dari nyeri 3 4
Keterangan :
1 : sangat berat
2 : berat
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada keluhan
Intervensi : NIC : Pain management
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
b. Monitor tanda tanda vital
c. Observasi reaksi nonverbal

30
d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan istirahat
e. Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi
f. Libatkan keluarga dalam memonitor keluhan nyeri pada
pasien
g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik
untuk mengurangi nyeri
2. Diagnosa keperawatan 2 : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
penurunan sirkulasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan masalah kerusakan integritas kulit dapat teratasi
dengan kriteria hasil :
NOC : tissue integrity (skin and mucous membranes)
Indikator Awal Tujuan Akhir
a. Pus berkurang 2 4
b. Edema berkurang 2 4
c. Bau busuk luka 2 4
berkurang
Keterangan :
1 : sangat berat
2 : berat
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada keluhan
Intervensi : NIC : pressure management dan insision site care
a. Kaji luas dan keadaan luka
b. Monitor proses penyembuhan luka
c. Lakukan perawatan luka
d. Lakukan pemeriksaan gula darah pada pasien
e. Kolaborasi medis dalam pemberian insulin dan
antibiotik sesuai program

31
3. Diagnosa keperawatan 3 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi
nutrient.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 .x 24 jam
diharapkan masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh dapat teratasi dengan kriteria hasil : NOC
: Nutritional Status
Indikator Awal Tujuan Akhir
a. Masukan nutrisi 3 5
b. BB 3 5
c. cairan 3 5
Keterangan :
1 : sangat berat dari batas normal
2 : berat dari batas normal
3 : sedang dari batas normal
4 : ringan dari batas normal
5 : normal
Intervensi : NIC : nutritin monitoring and management
a. Monitor intake nutrisi
b. Monitor adanya mual muntah
c. Monitor turgor kulit, pucat, kemerahan, dan
konjungtiva
d. Kaji adanya alergi makanan
e. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
f. Kolaborasi dengan keluarga pasien dalam memonitor
intake nutrisi pada pasien
g. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang di butuhkan pasien
4. Diagnosa keperawatan 4 : Ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan.

32
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
diharapkan masalah ansietas dapat teratasi dengan kriteria
hasil :
NOC : anxiety self-control, anxiety level
Indicator Awal Tujuan Akhir
a. Mengontrol cemas 4 5
b. TTV normal 4 5
c. Reaksi nonverbal dari cemas 4 5
Keterangan :
1 : sangat berat
2 : berat
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada keluhan
Intervensi : NIC : anxiety reduction
a. Identifikasi tingkat kecemasan
b. Jelaskan prosedur tindakan
c. Dorong pasien untuk mengungkapkan persepsi dan
perasaan
d. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi
untuk mengurangi kecemasan
e. Dorong keluarga untuk memotivasi pasien
5. Diagnosa keperawatan 5 : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan musculoskeletal.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan masalah hambatan mobilitas fisik dapat teratasi
dengan kriteria hasil :
NIC : joint movement active, mobility level
Indicator Awal Tujuan Akhir
a. Meningkat dalam aktivitas 4 5
b. Mampu berpindah 4 5
Keterangan :
1 : sangat terganggu
2 : terganggu

33
3 : cukup terganggu
4 : sedikit terganggu
5 : tidak terganggu
Intervensi : NIC : exercise therapy (ambulation)
a. Monitor kemampuan pasien dalam aktivitas
b. Monitor tanda tanda vital
c. Ajarkan pasien dan keluarga pasien tentang teknik
ambulasi
d. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara
mandiri yang sesuai dengan kemampuan
e. Kolaborasi dengan keluarga dalam membantu pasien
saat mobilisasi
f. Berikan alat bantu jika pasien membutuhkan

Implementasi
1. Diagnosa Keperawatan 1 : nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
fisik
Senin, 25 Januari 2015
Pukul 10.00 WIB : a. Mengkaji nyeri secara komprehensif
b. Mengajarkan pasien teknik relaksasi nafas
dalam
c. Berolaborasi medis dalam pemberian terapi
analgetik untuk mengurangi nyeri
Selasa, 26 Januari 2016
Pukul 08.30 WIB : a. Mengkaji nyeri secara komprehensif
b. Berolaborasi medis dalam pemberian terapi
analgetik untuk mengurangi nyeri
Rabu, 27 Januari 2016
Pukul 08.15 WIB : a. Mengkaji nyeri secara komprehensif
b. Mengajarkan pasien teknik relaksasi nafas
dalam

34
c. Berolaborasi medis dalam pemberian terapi
analgetik untuk mengurangi nyeri
2. Diagnosa Keperawatan 2 : kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan penurunan sirkulasi.
Senin, 25 Januari 2016
Pukul 09.00 WIB : a. Mengkaji luka dan keadaan luka
b. Memonitor proses penyembuhan luka
c. Berkolaborasi dalam pemberian antibiotic
certriaxone 1 gram via iv
Selasa, 26 Januari 2016
Pukul 08.00 WIB : a. Mengkaji luka dan keadaan luka
b. Memonitor proses penyembuhan luka
c. Melakukan perawatan luka
d. Berkolaborasi dalam pemberian antibiotic
certriaxone 1 gram via iv
Rabu, 27 Januari 2016
Pukul 08.00 WIB : Berkolaborasi dalam pemberian antibiotic
certriaxone 1 gram via iv
3. Diagnosa keperawatan 3 : ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan intuk
mengabsobsi makanan.
Senin, 25 Januari 2016
Pukul 11.15 WIB : a. Memonitor intake nutrisi
b. Mengkaji adanya mual dan muntah
c. Memonitor turgor kulit, pucat, kemerahan,
konjungtiva
d. Mengkaji adanya alergi pada makanan
e. Memberikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
Rabu, 27 Januari 2016
Pukul 08.30 WIB : a. Memonitor intake nutrisi

35
b. Mengkaji adanya mual dan muntah
c. Berkolaborasi dalam pemberian vit k 10 mg
drip.
4. Diagnose 4 : ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Senin, 25 Januari 2016
Pukul 10.30 WIB : Mengidentifikasi tingkat kecemasan
Menjelaskan prosedur tindakan
Menganjurkan pasien intuk relaksasi nafas dalam
Dorong keluarga untuk memotivasi pasien
Selasa, 26 Januari 2016
Pukul 08.45 WIB : Mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien
5. Diagnose 5 : hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal
Senin, 25 Januari 2016
Pukul 11.15 WIB : a. Mengidentifikasi kemampuan pasien dalam
aktivitas
b. Memonitor tanda-tanda vital
c. Menganjurkan pasien teknik ambulasi
d. Berkolaborasi dengan keluarga dalam
membantu pasien saat mobilisasi
Rabu, 27 Januari 2016
Pukul 09.00 WIB : Mengidentivikasi kemampuan pasien dalam
aktivitas
Memonitor tanda-tanda vital
Evaluasi
1. Diagnosa keperawatan 1 : nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
fisik.
Rabu, 27 Januari 2016 pukul 10.00 WIB
Evaluasi : S:
Pasien mengatakan nyeri. P : pasien mengatakan nyeri
dikaki kanan post amputasi, nyeri bertambah jika malam

36
hari dan berkurang jika balutan sudah diganti. Q : pasien
mengatakan nyeri seperti ditekan-tekan. R : pasien
mengatakan nyeri di kaki kanan, tidak menjalar. S : skala
nyeri 4. T : nyeri yang dirasa hilang timbul.
O:
a. Pasien tampak menahan nyeri
b. Ekspresi wajah pasien menahan nyeri
c. Terapi farmakologi injeksi ketorolac 30 mg via iv
A: Masalah nyeri akut belum teratasi
Indikator Awal Tujuan Akhir
a. Melaporkan nyeri 3 4 3
b. Durasi nyeri 3 4 3
c. Ekspresi wajah dari 3 4 4
nyeri
Keterangan:
1 : keluhan sangat berat
2 : keluhan berat
3 : keluhan sedang
4 : keluhan ringan
5 : tidak ada keluhan
P : lanjutkan intervensi : pasien dilakukan amputasi
2. Diagnosa keperawatan 2 : kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
penurunan sirkulasi.
Rabu, 27 Januari 2016 pukul 10.30 WIB
Evaluasi : S:
1. Pasien masih nyeri di luka ulkus
2. Pasien mengatakan luka ulkus rembes
O:
1. Terdapat luka ulkus dikaki kanan
2. Injeksi ceftriaxone 1 gram masuk via iv
3. Luka d seluruh kaki
4. Luka rembes
5. Pus pridektif

37
6. Edema disekitar luka
7. Kemerahan disekitar luka
8. Terdapat nekrosis dan kehitaman pada luka
A : Masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi
Indikator Awal Tujuan Akhir
a. Pus berkurang 2 4 2
b. Edema berkurang 2 4 2
c. Bau busuk luka 2 4 2
berkurang
Keterangan:
1 : keluhan sangat berat
2 : keluhan berat
3 : keluhan sedang
4 : keluhan ringan
5 : tidak ada keluhan
P : lanjutkan intervensi : pasien dilakukan amputasi
3. Diagnosa keperawatan 3 : ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrient.
Rabu, 25 Februari 2015 pukul 14.30 WIB
Evaluasi : S:
1. Pasien mengatakan masih mual
2. Pasien mengatakan nafsu makan berkurang
O:
1. Pasien tampak lemas
2. Pasien makan habis kering
3. Mukosa bibir kering
4. Pasien minum 3 gelas aqua gelas
5. Kulit kering
6. Konjungtiva anemis
7. Vit k masuk 10 mg drip
A : Masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.

38
Indikator Awal Tujuan Akhir
a. Masukan nutrisi 3 5 4
b. BB 3 5 3
c. cairan 3 5 4
Keterangan:
1 : sangat berat dari batas normal
2 : berat dari batas normal
3 : sedang dari batas normal
4 : ringan dari batas normal
5 : normal
P : lanjutkan intervensi : pasien dilakukan amputasi
4. Diagnose keperawatan 4 : ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan.
Selasa, 26 Januari 2016 pukul 14.00 WIB
Evaluasi : S:
a. Pasien mengatakan siap menjalani amputasi
b. Pasien mengatakan dapat ikhlas apapun yang terjadi
pada dirinya
c. Pasien mengatakan paham dengan prosedur tindakan
amputasi yang akan dilakukan
O:
a. Pasien tampak rileks
b. Pasien tampak tidak sedih lagi
c. Tanda-tanda vital : td : 130/80 mmHg, N : 72 x/menit,
RR : 20 x/menit, s : 360C.
A : masalah ansietas teratasi
Indicator Awal Tujuan Akhir
a. Mengontrol cemas 4 5 5
b. TTV normal 4 5 5
c. Reaksi nonverbal dari 4 5 5
cemas
Keterangan:
1 : keluhan sangat berat
2 : keluhan berat

39
3 : keluhan sedang
4 : keluhan ringan
5 : tidak ada keluhan
P : hentikan intervensi
5. Diagnose keperawatan 5 : hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan musculoskeletal.
Rabu, 27 Januari 2016 pukul 10.40 WIB
Evaluasi : S : pasien mengatakan melakukan aktivitas dibantu oleh
keluarga
O:
a. Aktivitas pasien tampak dibantu oleh keluarga
b. Keluarga selalu memberikan dukungan untuk pasien
c. Tanda-tanda vital : td : 130/80 mmHg, N : 72 x/menit,
RR : 20 x/menit, s : 360C.
A : masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi
Indicator Awal Tujuan Akhir
a. Meningkat dalam aktivitas 4 5 4
b. Mampu berpindah 4 5 5
Keterangan:
1 : sangat terganggu
2 : terganggu
3 : cukup terganggu
4 : sedikit terganggu
5 : tidak terganggu
P : lanjutkan intervensi : pasien dilakukan amputasi

40
BAB IV
PEMBAHASAN

Penulis akan membahas Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dengan cara


membandingkannya dengan konsep dasar teori. Asuhan Keperawatan Pada Tn. M
Dengan Gangguan Sistem Endokrin : Post Amputasi Ulkus Diabetikum Pedis
Dextra H+2 Di Ruang Kenanga RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto,
dilaksanakan selama tiga hari, 25 januari 2016 sampai dengan 27 Januari 2016
dengan teori yang menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari
tahapan pengkajian dan diagnosa keperawatan.

A. Pengkajian
Pengkajian juga disebut pengumpulan data adalah langkah awal dalam
berpikir kritis dan pengambilan keputusan yang menghasilkan diagnosis
keperawatan (Wilkinson, 2013). Pengkajian merupakan data dasar pasien yang
komprehensif mencakup riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, hasil
pemeriksaan diagnostik dan laboratorium serta informasi dari tim kesehatan
dan keluarga pasien. Pengkajian adalah tahap yang sistematis dalam
pengumpulan data tentang individu, keluarga dan kelompok (Capernito dan
Moyet, 2007).
Berdasarkan pengkajian pada tanggal 25 Januari 2015 ditemukan data
Pasien mengatakan nyeri. P : pasien mengatakan nyeri dikaki kanan post
amputasi, nyeri bertambah jika malam hari dan berkurang jika balutan sudah
diganti. Q : pasien mengatakan nyeri seperti ditekan-tekan. R : pasien
mengatakan nyeri di kaki kanan, tidak menjalar. S : skala nyeri 6. T : nyeri
yang dirasa terus menerus, pasien tampak meringis kesakitan, pasien tampak
menahan nyeri, pasien sangat berhati-hati ketika menggerakan daerah yang
nyeri. Pasien mengatakan luka ulkus post amputasi, pasien mengatakan nyeri
pada luka, terdapat luka ulkus dikaki kanan, luka diseluruh kaki, pus
produktif, terdapat kemerahan disekitar luka, terdapat edema disekitar luka,
terdapat nekrosis dan kehitaman pada luka pasien mengatakan mual, pasien

41
mengatakan lemas, pasien tampak lemas, pasien hanya habis dua sendok
makan jika diberikan diit dari rumah sakit dan pasien kadang tidak
memakannya. A : tinggi badan pasien 168 cm, berat badan awal 62 kg, berat
badan sekarang 55 kg. B : hemoglobin 10,3 g/dl, hematocrit 31%. C : mukosa
bibir kering, konjungtiva anemis, kuit pasien kering. D : diit yang diberikan
dari rumah sakit untuk pasien yaitu tinggi karbohidrat tinggi protein, dengan
bentuk makanan biasa. Pasien mengatakan sedih dengan keadaan sekarang,
pasien mengatakan takut dengan tindakan operasi yang akan dilakukan untuk
yang ke dua kalinya, pasien tampak sedih saat menceritakan proses
penyakitnya seperti sekarang, pasien cemas karena akan dilakukan program
amputasi selanjutnya, tekanan darah pasien 150/80 mmHg. Pasien mengatakan
dalam melakukan aktivitas dibantu oleh keluarganya, dalam beraktivitas
pasien dibantu keluarga karena keadaan pasien yang seperti sekarang ini. Hal
tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Wijaya (2013).
Kepala bentuk mesochepal, tidak terdapat luka, rambut beruban, rambut
berminyak, matanya terlihat simetris, konjungtiva anemis, fungsi penglihatan
kabur, sclera tidak ikterik, pupil isokor, hidungnya simetris, bersih, tidak ada
polip, tidak terdapat pernafasan cuping hidung. Bentuk telinga simetris, tidak
keluarga cairan/darah dari telinga, fungsi pendengaran baik. Pada pemeriksaan
mulut dan gigi didapatkan data mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis, bau
mulut, pasien mampu berbicara dengan baik.. Leher tidak ada pembesaran
kelenjar tyroid, tidak ada benjolan, tidak mengalami kesulitan menelan.
Pada pemeriksaan dada didapatkan hasil inspeksi simetris dan tidak ada
luka, palpasi jantung denyut jantung teraba, perkusi jantung redup, auskultasi
jantung S2 > S1, palpasi paru vokal fromitus normal, perkusi paru resonan,
auskultas paru vesikuler.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan hasil abdomen simetris, tidak ada
bekas jahitan atau luka, bising usus 10 x/menit, palpasi tidak ada benjolan,
tidak ada nyeri tekan, bunyi perkusi tympani.
Pada pemeriksaan ektremitas atas antara kanan dan kiri simetris, tangan
kanan terpasang infus RL 500 cc 20 tpm dan tidak terdapat luka. Ekstremitas

42
bawah terdapat luka ulkus diabetikum dikaki kanan derajat 5, terdapat
nekrosis pada luka, terdapat purulent, ulkus pada seluruh kaki, luka terasa
nyeri, benkak, kemerahan dan luka infeksi. Kukatan otot motorik ekstremitas
atas maupun bawah termasuk kekuatan otot penuh.

B. Diagnosa Keperawatan
Selama melakukan pengkajian pada tanggal 25 Januari 2016 penulis
menemukan ada lima diagnosa keperawatan, berdasarkan tinjauan teori ada
sepuluh diagnosa keperawatan.
1. Diagnosa keperawatan yang muncul sesuai dengan pengkajian yang
dilakukan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual
atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian
rupa (International Association for the study of Pain) : awitan yang
tiba tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan
akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berangsung < 6
bulan (Nurarif AH. 2015). Batasan karakteristik diagnosa nyeri akut
adalah melaporkan nyeri secara verbal, sikap melindungi area nyeri,
dilatasi pupil, perubahan posisi untuk menghindari nyeri.
Diagnosa keperawatan tersebut ditegakan karena pada saat
pengkajian ditemukan data Pasien mengatakan nyeri. P : pasien
mengatakan nyeri dikaki kanan post amputasi, nyeri bertambah jika
malam hari dan berkurang jika balutan sudah diganti. Q : pasien
mengatakan nyeri seperti ditekan-tekan. R : pasien mengatakan nyeri
di kaki kanan, tidak menjalar. S : skala nyeri 6. T : nyeri yang dirasa
terus menerus, pasien tampak meringis kesakitan, pasien tampak
menahan nyeri, pasien sangat berhati-hati ketika menggerakan
daerah yang nyeri.

43
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan sirkulasi.
Kerusakan integritas kulit adalah perubahan / gangguan
epidermis dan / atau dermis. Faktor yang berhubungan antara lain
eksternal (zat kimia, radiasi, usia yang ekstrim, kelembaban,
hipertermi, hipotermi, faktor mekanik, medikasi, lembab, imobilisasi
fisik) dan internal (perubahan status cairan, perubahan pigmentasi,
perubahan turgor, fektor perkembangan, kondisi ketidakseimbangan
nutrisi, penurunan imunologis, penurunan sirkulasi, kondisi
gangguan metabolik, gangguan sensasi, tonjolan tulang). Batasan
karakteristik antara lain kerusakan lapisan kulit (dermis), gangguan
permukaan kulit (epidermis), invasi struktur tubuh (Nurarif, 2015).
Diagnosa keperawatan tersebut ditegakan karena pada saat
pengkajian ditemukan data pasien mengatakan luka ulkus post
amputasi, pasien mengatakan nyeri pada luka, terdapat luka ulkus
dikaki kanan, luka diseluruh kaki, pus produktif, terdapat kemerahan
disekitar luka, terdapat edema disekitar luka, terdapat nekrosis dan
kehitaman pada luka
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah
asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
Faktor yang berhubungan antara lain faktor biologis, faktor ekonomi,
ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien, ketidakmampuan
untuk mencerna makanan, ketidakmampuan untuk menelan, faktor
psikologis. Batasan karakteristik antara lain kram abdomen, nyeri
abdomen, menghindari makanan, berat badan 20% atau lebih
dibawah berat badan ideal, kerapuhan kapiler, diare, kehilangan
rambut berlebihan, bising usus hiperaktif, kurang makanan, kurang
informasi, kurang minat pada makanan, penurunan berat badan
dengan asupan makanan adekuat, kesalahan konsepsi, kesalahan
informasi, membran mukosa pucat, ketidakmampuan memakan

44
makanan, tonus otot menurun, mengeluh gangguan sensasi rasa,
mengeluh asupan makanan kurang dari RDA (recommended daily
allowance), cepat kenyang setelah makan, sariawan rongga mulut,
steatorea, kelemahan otot pengunyah, kelemahan otot untuk menelan
(Nurarif, 2015).
Diagnosa keperawatan tersebut ditegakan karena pada saat
pengkajian ditemukan data pasien mengatakan mual, pasien
mengatakan lemas, pasien tampak lemas, pasien hanya habis dua
sendok makan jika diberikan diit dari rumah sakit dan pasien kadang
tidak memakannya. A : tinggi badan pasien 168 cm, berat badan
awal 62 kg, berat badan sekarang 55 kg. B : hemoglobin 10,3 g/dl,
hematocrit 31%. C : mukosa bibir kering, konjungtiva anemis, kuit
pasien kering. D : diit yang diberikan dari rumah sakit untuk pasien
yaitu tinggi karbohidrat tinggi protein, dengan bentuk makanan biasa
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan stastus kesehatan.
Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang
samar disertai respon autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau
tidak diketahui oleh individu), perasaan takut yang disebabkan oleh
antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan
yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan kemampuan
individu untuk bertindak menghadapi ancaman. Faktor yang
berhubungan antara lain perubahan dalam status ekonomi,
lingkungan, status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, status
peran, pemajanan toksin, terkait keluarga, herediter,
infeksi/kontaminan interpersonal, penularan penyakit interpersonal,
krisis maturasi, krisis situasional, stres, ancaman kematian,
penyalahgunaan zat, konflik tidak disadari mengenai tujuan penting
hidup, konflik tidak disadari mengenai nilai yang esensial/penting,
kebutuhan yang tidak dipenuhi. Batasan karakteristik antara lain
perilaku penurunan produktivitas, gerakan yang irrevelen, gelisah,

45
insomnia, agitasi, mengekspresikan kekhawatiran karena perubahan
dalam peristiwa hidup (Nurarif, 2015).
Diagnosa keperawatan tersebut ditegakan karena pada saat
pengkajian ditemukan data pasien mengatakan sedih dengan keadaan
sekarang, pasien mengatakan takut dengan tindakan operasi yang
akan dilakukan selanjutnya, pasien tampak sedih saat menceritakan
proses penyakitnya seperti sekarang, pasien cemas karena akan
dilakukan program amputasi selanjutnya, tekanan darah pasien
150/80 mmHg. Namun pada hal ini penulis dalam memasukkan data
kurang lengkap karena saat pengkajian tidak didokumentasikan, data
yang didapat saat pengkajian adalah pasien mengatakan takut dengan
tindakan operasi yang akan dilakukan untuk yang kedua kalinya
setelah tindakan operasi yang pertama, padahal data tersebut sangat
membantu dalam perumusan diagnosa keperawatan sehingga data
dalam analisa data kurang jelas dan menimbulkan pertanyaan.
e. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal.
Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan
fisik tubuh atau satu atau lebih ekstermitas secara mandiri dan
terarah. Faktor yang berhubungan antara lain ketiadaan orang
terdekat, perubahan konsep diri, perubahan sistem saraf pusat, defek
anatomis, tumor otak, harga diri rendah kronik, perubahan harga diri,
perbedaan budaya, penurunan sirkulasi ke otak, perbedaan yang
berhubungan dengan usia perkembangan, gangguan emosi, kendala
lingkungan, kurang informasi, hambatan fisik, kondisi psikologi,
harga diri rendah situasional, stres, gaya hidup monoton, gangguan
sensori perseptual. Batasan karakteristik antara lain penurunan waktu
reaksi, kesulitan membolak-balik posisi, melakukan aktivitas lain
sebagai pengganti pergerakan, dispnea setelah beraktivitas,
perubahan cara berjalan, gerakan bergetar, keterbatasan kemampuan
melakukan ketrampilan motorik halus, keterbatasan melakukan

46
ketrampilan motorik kasar, keterbatasan rentang pergerakan sendi,
tremor akibat pergerakan, ketidakstabilan postur, pergerakan lambat,
pergerakan tidak terkoordinasi (Nurarif, 2015).
Diagnosa keperawatan tersebut ditegakan karena pada saat
pengkajian ditemukan data Pasien mengatakan dalam melakukan
aktivitas dibantu oleh keluarganya, dalam beraktivitas pasien dibantu
keluarga karena keadaan pasien yang seperti sekarang ini.
2. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada konsep teori tetapi tidak
ditemukan pada kasus nyata.
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif.
Kekurangan volume cairan adalah penurunan cairan
intravaskuler, interstisial, dan/atau intraseluler. Ini mengacu pada
dehidrasi, kehilangan cairan sel tanpa perubahan pada natrium.
Faktor yang berhubungan antara lain kehilangan cairan aktif dan
kegagalan mekanisme regulasi. Batasan karakteristik antara lain
perubahan status mental, penurunan tekanan darah, penurunan
tekanan nadi, penurunan volume nadi, penurunan turgor kulit,
penurunan turgor lidah, penurunan haluaran urin, penurunan
pengisian vena, membran mukosa kering, kulit kering, peningkatan
hematokrit, peningkatan suhu tubuh, peningkatan frekuensi nadi,
peningkatan konsentrasi urin, penurunan berat badan, haus,
kelemahan (Nurarif, 2015).
Diagnosa ini tidak ditegakkan penulis karena pada saat
pengkajian pasien tidak menampakkan tanda dan gejala mengalami
masalah tersebut.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
gangguan metabolik.
Ketidakefektifan perfusi jaringan otak adalah mengalami
penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat mengganggu
kesehatan. Batasan karakteristik antara lain massa tromboplastin

47
parsial abnormal, massa protrombin abnormal, sekmen ventrikel kiri
akinetik, aterosklerosis aerotik, diseksi arteri, fibrilasi atrium,
miksoma atrium, tumor otak, stenosis karotid, aneurisme serebri,
koagulopati, kardiomiopati dilatasi, koagulasi intravaskular
diseminata, embolisme, trauma kepala, hiperkolesterolemia,
hipertensi, endokarditis infeksi, katup prostetik mekanis, stenosis
mitral, neoplasma otak, infark miokardium, sindrom sick sinus,
penyalahgunaan zat, terapi trombolitik, efek samping terkait terapi
bypass kardiopulmonal. Batasan karakteristik antara lain massa
tromboplastin parsial abnormal, massa protrombin abnormal, sekmen
ventrikel kiri akinetik, aterosklerosis aerotik, diseksi arteri, fibrilasi
atrium, miksoma atrium, tumor otak, stenosis karotid, aneurisme
serebri, koagulopati, trauma kepala, hipertensi, neoplasma otak,
penyalahgunaan zat, efek samping terkait terapi (Nurarif, 2015).
Diagnosa ini tidak ditegakkan penulis karena pada saat
pengkajian pasien tidak menampakkan tanda dan gejala mengalami
masalah tersebut.
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya suatu penyakit.
Gangguan citra tubuh adalah konfusi dalam gambaran mental
tentang diri-fisik individu. Faktor yang berhubungan antara lain
biofisik, kognitif, budaya, tahap perkembangan, penyakit, cedera,
perseptual, psikososial, spiritual, pembedahan, trauma, terapi
penyakit. Batasan karakteristiknya abtara lain perilaku mengenali
tubuh individu, perilaku menghindari tubuh individu, perilaku
memantau tubuh individu, respon nonverbal terhadap perubahan
aktual pada tubuh, perubahan aktual pada fungsi, perubahan aktual
pada struktur, perubahan dalam keterlibatan sosial, secara sengaja
menyembunyikan bagian tubuh (Nurarif, 2015).
Diagnosa ini tidak ditegakkan penulis karena pada saat
pengkajian pasien tidak menampakkan tanda dan gejala mengalami
masalah tersebut.

48
d. Risiko infeksi berhubungan dengan respon inflamasi.
Risiko infeksi dalah mengalami peningkatan resiko terserang
organisme patogenik. Faktor resiko antara lain penyakit kronis,
pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemajanan
patogen, pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat,
ketidakadekuatan pertahanan sekunder, vaksinasi tidak adekuat,
pemajanan terhadap patogen lingkungan meningkat, prosdur invasif
dan malnutrisi (Nurarif, 2015).
Diagnosa ini tidak ditegakkan penulis karena pasien telah
terinfeksi dan sudah mengalami ulkus diabetikum grade 5.
e. Risiko cedera berhubungan dengan gangguan penglihatan.
Resiko cedera adalah peningkatan kerentanan untuk jatuh yang
dapat menyebabkan bahaya fisik. Faktor resiko antara lain usia 65
tahun ke atas, riwayat jatuh, usia dua tahun atau kurang, penurunan
status mental, lingkungan yang tidak terorganisasi, penggunaan
alcohol, agen anti ansietas, sakit akut, anemia, penurunan kekuatan
ekstermitas bawah, neuropati, penyakit vaskuler, kesulitan melihat
(Nurarif, 2015).
Diagnosa ini tidak ditegakkan penulis karena pada saat
pengkajian pasien tidak menampakkan tanda dan gejala mengalami
masalah resiko cedera.

49
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Selama dilakukan asuhan keperawatan pada tanggal 25 Januari 2016
sampai dengan 27 Januari 2016 pada Tn.M dengan gangguan sistem endokrin
: ulkus diabetikum, dapat diambil kesimpulan pasien mengalami beberapa
masalah dan belum dapat ditangani secara keseluruhan setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 hari kelolaan. Dari hasil pengkajian pada 25
Januari 2016 diperoleh diagnosa keperawatan yaitu nyeri akut, kerusakan
integritas kulit, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,
ansietas, dan hambatan mobilitas fisik.
Pada diagnosa keperawatan pada pasien dengan ulkus diabetikum yaitu
nyeri akut, kerusakan integritas kulit, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, ansietas, dan hambatan mobilitas fisik, penulis membuat
intervensi keperawatan berdasarkan NANDA NIC-NOC.
Dari intervensi yang sudah disusun tersebut, penulis mampu
mengimplementasikan tindakan yang telah direncanakan pada pasien untuk
mengatasi masalah keperawatan yang dialami oleh Tn.M dengan gangguan
sistem endokrin : ulkus diabetikum. Implementasi dilakukan selama 3 hari
kelolaan yaitu dari Hari Senin samapai Hari Rabu, 25 Januari 2016 sampai
dengan 27 Januari 2016.
Evaluasi keperawatan terhadap asuhan keperawatan yang dilakukan
selama 3 hari kelolaan pada 27 Januari 2016 yaitu didapatkan hasil masalah
nyeri akut, kerusakan integritas kulit, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, dan hambatan mobilitas fisik belum teratasi, dan masalah
ansietas suda teratasi.
Setelah penulis menetapkan diagnosa, intervensi, implementasi dan
evaluasi penulis melakukan pendokumentasian tindakan yang sudah dilakukan

50
secara menyeluruh pada pasien dalam bentuk asuhan keperawatan pada Tn.M
dengan gangguan sistem endokrin : ulkus diabetikum.

B. Saran
1. Akper Serulingmas Cilacap
Untuk referensi buku di perpustakaan terkait dengan ulkus diabetikum
mohon untuk diperbaharui karena diperpustakaan banyak ditemukan
bukubuku lama sedangkan referensi yang digunakan diatas tahun 2005,
sarana prasaranan penunjang seperti internet mohon untuk diperbaiki
kualitasnya, dan untuk memotivasi mahasiswa untuk meningkatkan minat
untuk membaca.
Adanya laporan kasus ulkus diabetikum ini diharapkan dapat menjadi
referensi untuk mempelajari mata kuliah keperawatan medikal bedah.
2. Rumah Sakit
Untuk rumah sakit, angka kejadian ulkus diabetikum di rumah sakit
cukup banyak, di satu ruangan dalam kurun waktu satu bulan terdapat 30
kasus dengan ulkus diabetikum. Pemberian asuhan keperawatan pada
pasien dengan ulkus diabetikum cukup baik, dalam penggunaan instrimen
perawatan luka cukup baik, dari peralatan yang digunakan steril dengan
satu alat perawatan luka satu pasien. Namu, dalam penanganan diabetikum
di rumah sakit kurang. Khususnya dalam perawatan luka yang dilakukan
untuk pasien dengan ulkus diabetikum belum maksimal sehingga angka
infeksi tergolong tinggi.
3. Mahasiswa
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan ulkus
diabetikum sesuaikan dengan kondisi pasien, dalam perumusan diagnosa
keperawatan sesuai prioritas perhatikan teori kebutuhan dasar manusia
menurut Maslow dan teori yang lain. Implementasi yang dilakukan
hendaknya sesuai dengan rencana tindakan yang telah disusun dan
dilanjutkan pendokumentasien evaluasi tindakan.

51

Anda mungkin juga menyukai