Anda di halaman 1dari 13

KAPPA KARAGENAN SEBAGAI STABILIZER PRODUK

ICE CREAM

DISUSUN OLEH
Judith Yasmika Nugraeni (1321400005)
Zahra Afifa (1321400007)
Galuh Citraloka Widita (1321400011)

TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA
SERPONG, TANGERANG SELATAN
BANTEN
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat yang Tuhan YME kepada kita sehingga diberikan kesehatan badan, iman
dan pikiran tercurahkan kepada kita melalui rahmat-Nya. Karena kami telah menyelesaikan
makalah ini pada waktunya, karya tulis saya ini berjudul Kappa Karagenan Sebagai Stabilizer
Produk Ice Cream.

Kemudian, makalah ini kami susun agar pembaca dapat mengetahui lebih jelas tentang
karagenan, karakteristik karagenan, serta peran karagenan dalam industri pangan. Dalam mencari
data kami menggunakan internet.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ir. Darti Nurani, MSi selaku pengajar Kimia
Industri yang membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini. Terima kasih juga kepada
teman-teman sekelas karena teman-teman sudah banyak membantu kami dalam memberi
masukan dan mencari data. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu saya yang tidak sempat saya sebutkan dalam makalah ini.

Serpong, Tangerang Selatan, 21 Maret 2016


Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 2
1.5 Sumber Data................................................................................................................ 2
1.6 Metode dan Teknik ..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3
2.1 Pengertian Karagenan ................................................................................................ 3
2.2 Jenis Karagenan ......................................................................................................... 4
2.3 Sifat Dasar Karagenan ............................................................................................... 5
2.3.1 Kelarutan ........................................................................................................... 5
2.3.2 Viskositas .......................................................................................................... 6
2.4 Pembentukan Gel Karagenan ...................................................................................... 6
2.5 Stabilitas Karagenan .................................................................................................. 7
2.6 Sinergisasi dengan Bahan Pengental dan Stabilizer Lainnya .................................... 8
BAB III PENUTUP ........................................................................................................................ 9
3.1 Rangkuman ................................................................................................................. 9
3.2 Kesimpulan ................................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara maritim dengan panjang garis pantai kurang
lebih 81.000 km, kaya akan berbagai jenis sumber hayati terutama rumput laut.
Potensi rumput laut ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk
kesejahteraan masyarakat, dimana rumput laut dari dulu telah digunakan sebagai
bahan makanan dan obat-obatan. Akan tetapi belum semua rumput laut yang ada
dimanfaatkan secara optimal.
Rumput laut termasuk salah satu komoditas ekspor yang potensial untuk
dikembangkan. Produksi rumput laut kering di Indonesia setiap tahunnya
mengalami peningkatan dimana pada tahun 2004 sekitar 410.570 ton dan
meningkat hingga 1.343.700 ton pada tahun 2007 (Numberi 2007). Peningkatan
produksi ini didukung karena Indonesia memiliki sumberdaya yang cukup besar
baik yang alami maupun budidaya. Salah satu jenis rumput laut Indonesia yang memiliki
nilai ekonomis penting adalah Rhodophyceae (ganggang merah). Rumput laut ini merupakan
penghasil agar-agar dan karaginan. Beberapa jenis rumput laut penghasil
agar-agar yaitu Gracilaria sp., Gelidium sp., Gellidiopsis sp. dan rumput laut
penghasil karaginan adalah Eucheuma sp. Budidaya Eucheuma sp. tersebar di
Kepulauan Seribu, Pantai Jawa bagian Selatan, Madura, Bali, NTB, Kepulauan
Riau, Pantai Barat Sumatera dan Sulawesi Selatan (Anggadiredja 2006).
Karaginan merupakan suatu jenis galaktan yang memiliki karakteristik unik
dan memiliki daya ikat air yang cukup tinggi. Peranan karaginan tidak kalah
penting bila dibandingkan dengan agar-agar maupun alginat. Berdasarkan
sifat-sifatnya karaginan digunakan sebagai pengemulsi, penstabil, pengental, dan
bahan pembentuk gel. Karaginan umumnya digunakan pada industri makanan
sebagai pengemulsi, selain itu juga dimanfaatkan pada industri kosmetik, tekstil,
obat-obatan dan cat. Karaginan terdiri dari dua fraksi yaitu kappa karaginan dan
iota karaginan. Kappa karaginan terdapat pada Kappaphycus alvarezii yang larut

1
dalam air panas, sedangkan iota karaginan berasal dari jenis Eucheuma spinosum
larut dalam air dingin (Aslan 1998). Gel yang terbentuk dari kappa karaginan
berwarna agak gelap dan mempunyai tekstur mudah retak, sedangkan gel yang
terbentuk dari jenis iota karaginan berwarna lebih jernih dibandingkan kappa dan
mempunyai tekstur empuk dan elastis (Fardiaz 1989).
Pergeseran pola makan masyarakat Indonesia dari pola makanan berserat
tinggi ke pola makanan berserat rendah dapat menimbulkan berbagai penyakit
degeneratif seperti diabetes mellitus, kegemukan, jantung koroner, stroke,
kolesterol tinggi, kanker usus dan wasir. Penyakit degeneratif tersebut dapat
dicegah dengan mengkonsumsi serat pangan (Muchtadi 2001). Oleh karena itu,
perlu upaya diversifikasi serat pangan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi
masyarakat dengan cara menambahkannya ke dalam produk pangan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan karya ilmiah ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pembentukan dari gel karagenan?
2. Bagaimana karakteristik karagenan sehingga dapat berperan dalam pembuatan ice cream?
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan antara lain untuk:
1. Mendeskripsikan sifat-sifat dari karagenan
2. Mempelajari pembentukan gel karagenan
3. Mengetahui peranan karagenan dalam pembuatan ice cream
4. Mempelajari sinergisasi karagenan dengan bahan pengental lain sebagai stabilizer
1.4 Kerangka Teori
Sumber data yang kami gunakan adalah jurnal dari BPPT dan skripsi yang membahas tentang
karagenan untuk industri pangan.

1.5 Metode dan Teknik


Metode yang kami gunakan adalah deskriptif. Sedangkan teknik pengumpulan data yang kami
gunakan adalaah studi pustaka.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Karagenan


Karaginan merupakan getah rumput laut yang diekstrak dengan air atau
larutan alkali dari spesies tertentu dari kelas Rhodophyceae (alga merah). Karaginan merupakan
senyawa hidrokoloid yang terdiri dari ester kalium,
natrium, magnesium, dan kalsium sulfat, dengan galaktosa dan
3,6-anhidrogalaktopolimer (Winarno 1996). Karaginan tersusun dari unit D-galaktosa dan 3,6-
anhidro-D-galaktosa dengan ikatan -1,3 dan -1,4 pada
polimer heksosanya (Glicksman 1983). Pada atom hidroksil, terikat gugus sulfat
dengan ikatan ester. Berat molekul karaginan cukup tinggi yaitu berkisar
100-500 kDa (Angka dan Suhartono 2000).
Sumber karaginan untuk daerah tropis adalah dari spesies Kappaphycus alvarezii yang
menghasilkan kappa karaginan, Eucheuma spinosum
yang menghasilkan iota karaginan. Kedua jenis rumput laut tersebut banyak
terdapat di sepanjang pantai Filipina dan Indonesia. Sebagian besar karaginan
sebetulnya diproduksi dari jenis Chondrus crispus yang berwarna merah tua,
bentuknya seperti daun parsley, dan hidup pada kedalaman sekitar 3 meter
(Winarno 1996).
Karagenan dapat diekstraksi dari protein dan lignin rumput laut dan dapat digunakan
dalam industri pangan karena karakteristiknya yang dapat berbentuk geli, bersifat mengentalkan,
dan menstabilkan material utamanya. Karagenan sendiri tidak dapat dimakan oleh manusia dan
tidak memiliki nutrisi yang diperlukan oleh tubuh. Oleh karena itu, karagenan hanya digunakan
dalam industri pangan karena fungsi karakteristiknya yang dapat digunakan untuk
mengendalikan kandungan air dalam bahan pangan utamanya, mengendalikan tekstur, dan
menstabilkan makanan.

3
2.2 Jenis Karagenan
Karaginan merupakan kompleks campuran dari lima polimer yaitu kappa,
lamda, iota, mu dan nu (Fennema dan Rol 1985).
Kappa karaginan tersusun dari unit D-galaktosa-4-sulfat dengan ikatan
-1,3 dan unit 3,6-anhidro-D-galaktosa dengan ikatan -1,4. Disamping itu
karaginan sering mengandung D-galaktosa-6-sulfat ester dan
3,6-anhidro-D-galktosa-2-sulfat ester. Kappa karaginan terbentuk sebagai hasil
aktivitas enzim dekinkase yang mengkatalis -karaginan menjadi kappa
karaginan dengan cara menghilangkan atom C6 pada ikatan 1,4 galaktosa-6-sulfat
(Glicksman 1983). Adanya gugusan 6-sulfat, dapat menurunkan daya gelasi dari
karaginan, tetapi dengan pemberian alkali mampu menyebabkan terjadinya
transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang menghasilkan terbentuknya
3,6-anhidro-D-galaktosa. Dengan demikian derajat keseragaman molekul
meningkat dan daya gelasinya juga bertambah (Winarno 1996). Peningkatan
kandungan unit 3,6-anhidro-D-galaktosa akan menyebabkan peningkatan
sensitivitas terhadap ion kalium yang pada akhirnya dapat meningkatkan kekuatan
gel dari karaginan. Kappa karaginan yang baik mempunyai kandungan
3,6-anhidro-D-galaktosa yang hampir mendekati 35% (Glicksman 1983).
Iota karaginan merupakan jenis karaginan dengan kandungan sulfat berada
di antara lamda dan kappa karaginan. Iota karaginan dapat membentuk gel
dengan sifat yang elastis. Iota karaginan ditandai dengan adanya ikatan
1,3-D-galaktosa-4-sulfat dan ikatan 1,4 dari unit 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat.
Iota karaginan terbentuk karena hilangnya sulfat pada atom C6 dari
(nu)-karaginan sehingga terbentuk 3,6-anhidro-D-galaktosa yang selanjutnya
menjadi iota karaginan (Glicksman 1983). Gugusan 2-sulfat ester tidak dapat
dihilangkan oleh proses pemberian alkali seperti halnya kappa karaginan. Iota
karaginan sering mengandung beberapa gugusan 6-sulfat ester yang menyebabkan
kurangnya keseragaman molekul yang dapat dihilangkan dengan pemberian alkali
(Winarno 1996). Perbedaan utama antara iota dengan kappa karaginan adalah adanya gugus
2-sulfat pada 3,6-anhidro-D-galaktosa pada iota karaginan yang mempengaruhi
sensitivitas terhadap ion kalium. Peningkatan gugus 2-sulfat hingga 25-50%
menyebabkan penurunan sensitivitas terhadap ion kalium yang juga
mengakibatkan penurunan kekuatan gel yang terbentuk. Walaupun demikian,

4
adanya gugus 2-sulfat ester hingga 80% akan menyebabkan peningkatan
sensitivitas terhadap ion kalsium. Hal inilah yang akan menyebabkan iota
karaginan akan membentuk gel yang kuat bila dicampur dengan ion kalsium
(Glicksman 1983). Lamda karaginan tersusun dari ikatan 1,3-D-galaktosa-2-sulfat dan
1,4-D-galaktosa-2,6-disulfat. Lamda karaginan berbeda dengan kappa dan iota
karaginan, karena memilki sebuah residu disulfat (1,4) D-galaktosa. Tidak
seperti halnya pada kappa dan iota karaginan yang selalu memiliki gugus
4-fosfat ester. Lamda karaginan yang terekstraksi oleh alkali kuat akan menjadi
-karaginan dengan melepas 6-sulfat dari ikatan 1,4-D-galaktosa-2,6-disulfat
untuk membentuk 3,6-anhidro-D-galaktosa (Glicksman 1983). Posisi sulfat dapat
dengan mudah ditentukan dengan infrared spectrophotometer (Winarno 1996).

2.3 Sifat Dasar Karagenan


Sifat-sifat yang dimiliki karaginan antara lain: kelarutan, pH, stabilitas,
viskositas, pembentukan gel dan reaktifitas dengan protein. Sifat-sifat tersebut
sangat dipengaruhi oleh adanya unit bermuatan (ester sulfat) dan penyusun dalam
polimer karaginan. Karaginan biasanya mengandung unsur berupa garam sodium
dan kalium yang juga berfungsi untuk menentukan sifat-sifat karaginan
(Pebrianata 2006).

2.3.1 Kelarutan
Air merupakan pelarut utama karaginan. Kelarutan karaginan di dalam air
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: suhu, ada tidaknya kation, tipe ion yang
berhubungan dengan polimer, ada tidaknya senyawa organik yang larut dalam air
dan garam (Towle 1973). Semua jenis karaginan larut dalam air panas. Di dalam
larutan garam kation K+ atau Ca2+, kedua jenis karaginan tersebut tidak dapat larut
dan hanya menunjukkan pengembangan, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu: jenis dan konsentrasi kation, densitas karaginan, suhu, pH, adanya ion
penghambat dan lain-lain (Glicksman 1983). Lamda karaginan larut di dalam air
dingin dan larutan garam segala jenis kation. Jenis lamda adalah karaginan yang
tidak dapat membentuk gel. Diantara semua tipe karaginan, lamda karaginan larut
baik di dalam cairan susu dingin. Di dalam susu panas, semua karaginan
dilaporkan larut (Glicksman 1983).

5
Bahan terlarut lain seperti gula dan garam menurunkan kelarutan karaginan
dalam air. Kappa dan lamda karaginan larut dalam sukrosa pekat panas (sampai
dengan 60%), sedangkan iota hanya sedikit larut. Dalam larutan garam sampai
25% lamda dan iota larut, sedangkan kappa mengendap. Pada konsentrasi garam
di atas 25% ketiga jenis karaginan tersebut mengendap (Guiseley et al. 1980).
Faktor terpenting dalam pengamatan kelarutan karaginan adalah sifat
hidrofilik molekul yaitu pada kelompok ester-sulfat dan unit galaktopiranosa,
sedangkan unit 3,6-anhidro-galaktopiranosa bersifat hidrofobik. Kappa dan lamda
karaginan larut dalam larutan gula jenuh dalam keadaan panas, tetapi iota
karaginan mempunyai gel yang bersifat elastis, bebas sineresis, dan reversible
sehingga lebih mudah larut dalam air dingin dan larutan garam natrium
(Glicksman 1983).

2.3.2 Viskositas
Viskositas larutan karaginan akan turun oleh peningkatan
suhu. Perubahan tersebut berbentuk eksponensial dan bersifat reversible jika
pemanasan dilakukan pada pH sekitar 9 dan tidak berlangsung dalam waktu yang
lama sehingga terjadi degradasi secara thermal (Towle 1973).
Pendinginan iota dan kappa karaginan akan meningkatkan viskositas,
khususnya jika mendekati suhu pembentukan gel dan adanya kation K+ dan Ca2+
karena mulai terjadi interaksi antar rantai-rantai polimer. Oleh karena itu,
biasanya pengukuran viskositas dilakukan pada suhu tinggi (misalnya 75oC untuk
mencegah terjadinya pembentukan gel) (Guiseley et al. 1980).

2.4 Pembentukan Gel Karagenan


Pembentukan gel merupakan suatu fenomena pengikatan silang rantai-rantai
polimer sehingga membentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya
jala ini dapat menangkap atau mengimobilisasikan air di dalamnya dan
membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentukan gel tergantung pada
jenis hidrokoloidnya. Gel mungkin mengandung sampai 99,9% air. Gel
mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat elastis dan kekakuan (Fardiaz
1989). Pada umumnya karaginan dapat melakukan interaksi dengan makromolekul
yang bermuatan, misalnya protein sehingga mampu menghasilkan berbagai jenis
pengaruh seperti peningkatan viskositas, pembentukan gel, pengendapan dan

6
penyaringan stabilisasi. Hasil interaksi dari karaginan dan protein sangat
tergantung pada pH larutan serta pH isoelektrik dari protein (Winarno 1996).
Proses pembentukan gel terjadi karena adanya ikatan antar rantai polimer
sehingga membentuk struktur tiga dimensi yang mengandung pelarut pada
celah-celahnya (Glickman 1983). Pembentukan kerangka tiga dimensi oleh
double helix akan mempengaruhi pembentukan gel. Proses pemanasan dengan
suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel mengakibatkan polimer
karaginan menjadi acak. Bila suhu diturunkan maka larutan polimer akan
membentuk pilinan ganda dan apabila penurunan suhu dilanjutkan maka polimer
ini akan membentuk stuktur tiga dimensi (Glicksman 1983).
Kemampuan pembentukan gel pada kappa dan iota karaginan terjadi pada
saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin, karena mengandung gugus
3,6-anhidro-D-galaktosa. Proses ini bersifat reversible, artinya gel akan mencair
bila dipanaskan dan apabila didinginkan akan membentuk gel kembali. Adanya
perbedaan jumlah, tipe dan posisi sulfat serta adanya ion-ion akan mempengaruhi
proses pembentukan gel. Ion monovalen yaitu K +, NH4+, Rb+ dan Cs+ membantu
pembentukan gel. Kappa karaginan membentuk gel yang keras dan elastis. Dari
semua karaginan, kappa karaginan memberikan gel yang paling kuat. Iota
karaginan membentuk gel yang kuat dan stabil bila ada ion Ca2+. Ion Na+
dilaporkan menghambat pembantukan gel jenis kappa dan lamda (Angka dan
Suhartono 2000).
Karaginan berfungsi sebagai penstabil, pengental, pengemulsi, pembentuk
gel, tablet kapsul, plester. Karaginan banyak digunakan pada produk pangan dan
non-pangan. Kurang lebih 80% produksi karaginan digunakan pada industri
makanan, farmasi, dan kosmetik (Whistler dan Miller 1973).

2.5 Stabilitas Karagenan


Karaginan akan stabil pada pH 7 atau lebih, tetapi pada pH yang rendah
stabilitasnya akan menurun bila terjadi peningkatan suhu (Glicksman 1983).
Karaginan kering dapat disimpan dengan baik selama 1,5 tahun pada suhu kamar
dengan pH 56,9 karena selama penyimpanan pada pH tersebut tidak terjadi
penurunan kekuatan gel. Asam dan unsur pengoksidasi dapat menghidrolisis
karaginan dalam larutan yang menyebabkan kehilangan sifat-sifat fisik melalui
pemutusan ikatan glikosidik. Penurunan pH menyebabkan hidrolisis dari ikatan

7
glikosidik yang mengakibatkan kehilangan viskositas dan potensi untuk
membentuk gel. Hidrolisis dipercepat oleh panas pada pH rendah
(Moirano 1977).
Karaginan akan mengalami depolimerisasi secara perlahan-lahan selama
penyimpanan. Dua sifat penting karaginan yaitu kekuatan gel dan reaktivitas
dengan protein dipengaruhi oleh proses polimerisasi ini. Kappa dan iota
karaginan biasanya memiliki daya kekuatan gel serta kekuatan reaksi terhadap
protein dan tidak terpengaruh oleh proses depolimerisasi. Penyimpanan dalam
suhu kamar selama satu tahun, penurunan kekuatan gelnya tidak dapat dideteksi
karena terlalu kecil (Winarno 1996).

2.6 Sinergisasi dengan Bahan Pengental dan Stabilizer Lainnya


Locust Bean Gum (LBG) adalah senyawa jenis galactomannan dengan level substitusi dari satu
bagian mannose menjadi 4 unit galaktosa. Area bebas mannose dalam LBG dapat
berasosiasi dengan struktur helik karagenan dimer untuk membentuk gel. Larutan Panas
karagenan kappa dengan LBG akan membentuk gel yang kuat dan elastic dengan sineresis
rendah ketika didinginkan pada temperatur di bawah 5060C. Interaksi maksimum terjadi pada
perbandingan penggunaan karagenan kappa terhadap LBG adalah 60:40 dan 40:60. Interaski ini
ditunjukan oleh gambar. Kombinasi kedua polimer tersebut sangat sering digunakan dalam
industri pangan sebagai stabilizer. Interaksi sinergisasi karagenan yang paling diketahui adalah
dengan protein susu. Proses ini sering ditemukan dalam proses pembuatan es krim. Dalam
aplikasi karagenan dalam protein susu, karagenan kappa akan membentuk gel lemah dalam fasa
larutan dan kemudian berinteraksi secara positif dengan ion asam amino dalam protein pada
permukaan misel kasein.
Pada konsentrasi rendah sekitar 150-250 ppm, karagenan kappa sudah dapat mencukupi
kebutuhan stabilisasi es krim dengan kandungan protein susu, dan menjaga kualitas komposisi
produk selama proses pembuatan dan selama masa penyimpanan. Dalam industri cokelat susu,
juga hanya dibutuhkan kadar karagenan yang rendah untuk proses stabilisasi suspensi produk.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Rangkuman

3.2 Kesimpulan

9
DAFTAR PUSTAKA

Glickman. 1983. Food Hydrocolloid vol 1I. Florida: CRC Press Inc Boca Raton.

Guiseley KB, Stanley NF, Whitchouse PA. 1980. Carrageenan. Di dalam:


Whistler RL (ed). Handbook of Water Solube Gums and Resins. New
York: McGraw Hill Book Co.

Towle. 1973. Carrageenan. Dalam: Whisler RL (ed). Industrial Gums:


Polysaccharides and Their Derivatives. New York: Academic Press. Hal
83-114.

Whistler RL, JNB Miller. 1973. Industrial gum: polysaccharides and


polysaccharide gel and Network. Di dalam. Adv. Carbohydrate Chemistry
and Biochemistry. Edinburg, Scotland. 24:279-282.

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: P.T Gramedia Pustaka
Utama.

iii

Anda mungkin juga menyukai