Anda di halaman 1dari 17

JURNAL PRAKTIKUM FITOKIMIA

IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN FLAVONOID

(Ekstrak Psidium guajava)

Muftia Mualimin

201410410311111

Kelompok 2

Farmasi C

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2017
I. TUJUAN

Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan flavonoid dalam tanaman.

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Klasifikasi Jambu Biji
Jambu biji berasal dari Amerika tropik, tumbuh pada tanah yang gembur maupun liat,
pada tempat terbuka dan mengandung air cukup banyak. Pohon ini banyak ditanam sebagai
pohon buah-buahan. Namun, sering tumbuh liar dan dapat ditemukan pada ketinggian 1-
1.200 m dpl. Jambu biji berbunga sepanjang tahun (Hapsoh, 2011).

Secara botanis tanaman jambu biji diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L.
Nama Lokal : Jambu Biji
B. Morfologi Tumbuhan Jambu Biji
Jambu biji perdu atau pohon kecil, tinggi 2-10 m, percabangan banyak. Batangnya
berkayu, keras, kulit batang licin, mengelupas, berwarna cokelat kehijauan. Daun tunggal,
bertangkai pendek, letak berhadapan, daun muda berambut halus, permukaan atas daun tua
licin. Helaian daun berbentuk bulat telur agak jorong,ujung tumpul, pangkal membulat, tepi
rata agak melekuk ke atas, pertulangan menyirip, panjang 6-14 cm, lebar 3-6 cm, berwarna
hijau. Bunga tunggal, bertangkai, keluar dari ketiak daun, berkumpul 1-3 bunga, berwarna
putih. Buahnya buah buni, berbentuk bulat sampai bulat telur, berwarna hijau sampai hijau
kekuningan. Daging buah tebal, buah yang masak bertekstur lunak, berwarna putih
kekuningan atau merah jambu. Biji buah banyak mengumpul di tengah, kecil-kecil. Keras,
berwarna kuning kecoklatan (Hapsoh, 2011).

C. Manfaat Tumbuhan Jambu Biji


Tanaman jambu biji atau Psidium guajava L. Termasuk familia Myrtaceae, banyak
tumbuh di daerah-daerah di tanah air kita. Penduduk terlalu mementingkan buahnya,
sedangkan daun-daunnya hanya sebagian kecil saja yang memperhatikannya, padahal
mempunyai nilai obat yang baik, terutama untuk menyembuhkan sakit: diare dan astringensia
(Kartasapoetra, 1992).
Jambu biji memiliki beberapa kelebihan, antara lain buahnya dapat dimakan sebagai
buah segar, dapat diolah menjadi berbagai bentuk makanan dan minuman. Selain itu, buah
jambu biji bermanfaat untuk pengobatan (terapi) bermacam-macam penyakit, seperti
memperlancar pencernaan, menurunkan kolesterol, antioksidan, menghilangkan rasa lelah
dan lesu, demam berdarah, dan sariawan. Selain buahnya, bagian tanaman lainnya, seperti
daun, kulit akar maupun akarnya, dan buahnya yang masih muda juga berkhasiat obat untuk
menyembuhkan penyakit disentri, keputihan, sariawan, kurap, diare, pingsan, radang
lambung, gusi bengkak, dan peradangan mulut, serta kulit terbakar sinar matahari (Cahyono
B, 2010).
Ekstrak etanol daun jambu biji juga telah dilakukan penelitian terhadap uji aktivitas
anti oksidannya (Soebagio,et al. 2007) dan uji aktivitasnya sebagai anti bakteri penyebab
diare (Adyana, et al. 2004).
Daun jambu biji mempunyai manfaat bagi kesehatan yaitu sebagai antiinflamasi,
antidiare, analgesik, antibakteri, antidiabetes, antihipertensi, mengurangi demam dan
penambah trombosit (Kirtikar dan Bashu., 1998). Daun jambu biji putih telah terbukti secara
klinis menghambat pertumbuhan rotavirus yang menyebabkan enteritis pada anak-anak dan
menyembuhkan kejang dan penyakit diare akut (Lozoya et al., 2002; Wei et al., 2000).

D. Kandungan Kimia Daun Jambu Biji


Kandungan kimia pada daun jambu biji (Psidium guajava L.) menurut Taiz dan
Zeiger (2002) yaitu terpen, fenolik, dan senyawa mengandung nitrogen terutama alkaloid.
Kandungan kimia tersebut merupakan bagian dari sistem pertahanan diri yang berperan
sebagai pelindung dari serangan infeksi mikroba patogen dan mencegah pemakanan oleh
herbivora. Hasil fitokimia dalam ekstrak daun jambu biji putih adalah senyawa flavonoid,
tanin, triterpenoid, saponin, steroid, dan alkaloid (Arya, et al.,2012).
Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari dari 15 atom karbon yang umumnya
tersebar di dunia tumbuhan. Quercetin adalah zat sejenis flavonoid yang ditemukan dalam
buah-buahan, sayuran, daun dan biji-bijian. Hal ini juga dapat digunakan sebagai bahan
dalam suplemen minuman atau makanan. Saponin adalah jenis glikosida yang banyak
ditemukan dalam tumbuhan. Saponin memiliki karakteristik berupa buih. Sehingga ketika
direaksikan dengan air dan dikocok maka akan terbentuk buih yang dapat bertahan lama.
Minyak atsiri adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu
ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri
merupakan bahan dasar dari wangi-wangian atau minyak gosok (untuk pengobatan) alami.
Tanin merupakan substansi yang tersebar luas dalam tanaman dan digunakan sebagai energi
dalam proses metabolisme dalam bentuk oksidasi, Tanin juga sebagai sumber asam pada
buah. Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan
heterosiklik dan terdapat didunia tumbuhan (tetapi ini tidak mengecualikan senyawa yang
berasal dari hewan).
E. GolonganSenyawaFlavonoid

Kerangka C6-C3-C6 flavonoid

Flavonoid memiliki 15 atom pada intinya, dasarnya tersusun dari konfigurasi C6-C3-
C6 yaitu 2 cincin aromatic dan dihubungkan oleh tiga atom karbon yang membentuk atau
tidak membentuk cincin ketiga. Flavonoid adalah golongan metabolit sekunder yang banyak
terdapat pada bagian tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji. Flavoloid
merupakan kelompok senyawa polifenol terbesar di alam sebagai pigmen dari tumbuhan
yang memiliki berbagai fungsi diantaranya menarik serangga, mengatur tumbuhan, melawan
penyakit, melindungi dari serangga binatang. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari
tumbuhan yang telah di identifikasi, namun ada tiga kelompok yang umum dipelajari, yaitu
antosianin, flavonol, dan flavon. Flavonoid sering terdapat di sel epidermis. Sebagian besar
flavonoid terhimpun di vakuola sel tumbuhan walaupun tempat sintesisnya ada di luar
vakuola. Flavonoid merupakan senyawa polar karena memiliki sejumlah gugus hidroksil
yang tidak tersubstitusi. Pelarut polar seperti etanol, metanol, etil asetat, atau campuran dari
pelarut tersebut dapat digunakan untuk mengekstrak flavonoid dari jaringan tumbuhan (Rijke,
2005).
Flavonoid dapat berperan sebagai antioksidan. Aktivitas antioksidatif flavonoid
bersumber pada kemampuan mengkelat logam. Senyawa ini dapat digunakan sebagai anti
mikroba, obat infeksi pada luka, anti jamur, anti virus, anti kanker, dan anti tumor. Selain itu
flavonoid juga dapat digunakan sebagai anti bakteri, anti alergi, sitotoksik, dan anti hipertensi
(Sriningsih, 2008).
F. Identifikasi Senyawa
a. Preparasi sampel
1. 0.3 gram ekstrak dikocok dengan 3 ml n-heksana berkali-kali dalam tabung reaksi
sampai ekstrak n-heksan tidak berwarna.
2. Residu dilarutkan dalam 20 ml etanoldan dibagi menjadi 4 bagian, masing-masing
disebut sebagai larutan IIIA, IIIB, dan IIIC.
b. Reaksi warna
1. Uji Bate-Smith dan Metcalf
Larutan IIIA sebagai blanko, larutan IIIB ditambah 0.5 ml HCl pekat dan diamati
perubahan warna yang terjadi, kemudian dipanaskan di atas penangas air dan di amati
lagi perubahan warna yang terjadi.
Bila perlahan-lahan menjadi warna merah terang atau ungu menunjukkan adanya
senyawa leukoantosianin (dibandingkan dengan blanko)
2. Uji Wilstater
Larutan IIIA sebagai blanko, larutan IIIC ditambah 0.5 ml HCl pekat dan 4 potong
magnesium.
Diamati perubahan warna yang terjadi, diencerkan dengan 2 mL air suling, kemudian
ditambah 1 mL butanol.
Diamati warna yang terjadi disetiap lapisan. Perubahan warna jingga menunjukkan
adanya flavon, merah pucat menunjukkan adanya flavonol, merah tua menunjukkan
adanya flavanon.
c. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
1. Larutan IIIB ditotolkan pada fase diam.
2. Uji kromatografi lapis tipis menggunakan :
Fase diam : lapisan tipis selulosa (diganti Kiesel gel GF 254)
Fase gerak : CHCL3 : Aseton : Asam Formiat (6 :6 : 1 )
Penampak noda : pereaksi sitrat borat atau uap ammonia atau asam sulfat 10 %
3. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan timbunya noda berwarna kuning intensif.
4. Noda kuning yang ditimbulkan oleh uap ammonia akan hilang secara perlahan ketika
ammonianya menguap meninggalkan noda.
5. Sedangkan noda kuning yang ditimbukan oleh pereaksi sitrat-borat sifatnya permanen.
G. Pemisahan KLT

Thin Layer Chromatography (TLC)

Kromatografi lapis tipis adalah salah satu contoh kromatografi planar. Fase diamnya
(Stationary Phase) berbentuk lapisan tipis yang melekat pada gelas/kaca, plastik, aluminium.
Sedangkan fase geraknya (Mobile Phase) berupa cairan atau campuran cairan, biasanya
pelarut organi dan kadangkadang juga air. Fase diam yang berupa lapisan tipis ini dapat
dibuat dengan membentangkan /meratakan fase diam (adsorbent=penjerap=sorbent) diatas
plat/lempeng kaca plastik ataupun aluminium.Digunakan untuk pemisahan zat secara cepat
dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rat pada
lempeng kaca. Lempeng yang dilapis dapat dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka
dan pemisahan didasarkan pada penyerapan pembagian atau gabungannya tergantung dari zat
penyerap pembagian atau gabungannya tergantung dari jenis zat penyerap dan cara
pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis zat pelarut. KLT dengan penyerap penukar ion
dapat digunakan untuk pemisahan senyawa polar.

Fase diam
Sifat fase diam yang satu dengan fase diam yang lain berbeda karena strukturnya,
ukurannya, kemurniannya, zat tambahan sebagai pengikat dll. Fasa diam yang digunakan
TLC tidak sama dengan yang digunakan untuk kromatografi kolom, terutama karena ukuran
dan zat yang ditambahkan. Fase diam dijual dengan spesifikasi tertentu, iaitu ukuran
(diameter) dalam mesh atau j^m dan untuk kegunaannya (mis: untuk TLC atau kromatografi
kolom). Beberapa fase diam yang banyak dijual dipasaran.

Silika gel
Silika gel merupakan fase diam yang sering digunakan pada TLC. Dalam
perdagangan dijual dengan variasi ukuran (diameter) 10-40m. Makin kecil diameter akan
makin lambat kecepatan alir fase geraknya dengan demikian mempengaruhi kualitas
pemisahan. Luas permukaan silica gel bervariasi dari 300-1000 m2/g. Bersifat higroskopis,
pada kelembaban relatif 45-75% dapat mengikat air 7-20%. Macam-macam silka gel yang
dijual dipasaran, Silika gel dengan pengikat. Pada umumnya digunakan pengikat gypsum,
(CaSO4 5-15%). Jenis ini diberi nama Silika gel G. Ada juga menggunakan pengikat pati
(starch) dan dikenal Silika gel S, penggunaan pati sebagai pengikat mengganggu penggunaan
asam sulfat sebagai pereaksi penentuan bercak.Silika gel dengan pengikat dan indicator
flouresensi. Jenis silica gel ini sama seperti silika gel diatas dengan tambahan zat
berfluoresensi bila diperiksa dibawah lampu UV A, panjang atau pendek. Sebagai indicator
digunakan timah kadmium sulfida atau mangan-timah silikat. Jenis ini disebut Silika gel GF
atau Silika gel GF254 (berflouresensi pada 254 , nm). Silika gel tanpa pengikat, dikenal
dengan nama Silika gel H atau Silika gel N. Silika gel tanpa pengikat tetapi dengan indicator
flouresensi. Silika gel untuk keperluan pemisahan preparatif.

Fase gerak
Yang digunakan sebagai fase gerak biasanya adalah pelarut organik. Dapat digunakan
satu macam pelarut organic saja ataupun campuran. Bilamana fase gerak merupakan
campuran pelarut organik dengan air maka mekanisme pemisahan adalah partisi. Pemilihan
pelarut organic ini sangat penting karena akan menentukan keberhasilan pemisahan.
Pendekatanpolaritas adalah yang paling sesuai untuk pemilihan pelarut. Senyawa polar akan
lebih mudah terelusi oleh fase gerak yang bersifat polar dari pada fase gerak yang non polar.
Sebaliknya, senyawa non polar lebih mudah terelusi oleh fase gerak non polar dari pada fase
gerak yang polar.

Pembuatan plat (lempeng) silica gel


30 Gram fase diam berbentuk serbuk (dengan diameter tertentu dijual dengan merk
dagang tertentu misalnya Silica gel GF 254) dibuat bubur dengan air atau pelarut lain
sejumlah tertentu (lihat tabel 2) diratakan diatas 4-5 lempeng kaca ukuran 20x20 cm, dalam
waktu tidak lebih dari 4 menit. Perataan ini dapat menggunakan alat perata Stahl-Desaga
untuk plat kaca ukuran 20x20 cm, 20x10 cm dengan ketebalan dapat diatur 0,25-2,0 mm. Bila
ukuran plat lebih kecil dapat dibuat dengan mencelupkan ke dalam bubur adsorbent. Setelah
lapisan bubur ini mengering diruangan kemudian dipanaskan di dalam oven pada 100-120C
selama 60 menit, dengan tujuan semua air akan menguap. Proses pengeringan atau
penghilangan air disebut proses mengaktifkan plat kromatografi (fase diam), selanjutnya
didalam rak penyimpan plat-plat ini dimasukkan kedalam dexicator. Sehingga pada waktu
penyimpanan plat-plat tadi tidak menyerap lembab (air) dari udara. Dengan demikian
mekanisme pemisahan komponen (senyawa-senyawa) yang ditahan fase diam adalah
mekanisme absorption.
Penyiapan dan penotolan sampel
Sampel atau cuplikan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai (hampir pelarut organik
dapat digunakan dan biasanya dipilih yang mudah menguap), air digunakan hanya bila tidak
dapat dicari pelarut organik yang sesuai. Untuk keperluan analisis kuantitatif sample harus
ditimbang demikian juga pelarut yang digunakan. Kemudian larutan sample disimpan dalam
wadah yang tertutup rapat untuk menghindari penguapan. Pada umumnya ditotolkan 1-20 l
larutan yang mengandung 50-100 g sample tiap bercak untuk kromatografi absorbsi dan 5-
2Qg sample untuk kromatografi partisi. Penotolan dapat dilakukan dengan gelas kapiler
yang dibuat sendiri atau dengan pipet mikro. Untuk keperluan kuantitatif digunakan
quantitative microsyringe. Kepada plat TLC konvensional (20X20 cm, 5X20 cm, tebal 0,2
mm) sample ditotolkan sebagai bercak
III.BAGAN ALIR

a. Preparasi sampel

0,3 gram ekstrak dikocok + 3 ml n-heksana berkali-kali dalam tabung reaksi

Sampai ekstrak h-heksan tidak berwarna

Residu dilarutkan dalam 20 mL etanol. Kemudian dibagi


menjadi 4 bagian, dan disebut sebagai larutan IIIA, IIIB,
IIIC, dan IIID

b. Reaksi warna
1. Uji Bate-Smith dan Metcalf

Larutan IIIA sebagai blanko, larutan IIIB + 0,5 ml HCl pekat, diamati perubahan
warna

Kemudian dipanaskan di atas penangas air, diamati lagi perubahan warna

Bila perlahan-lahan menjadi warna merah terang atau ungu adanya senyawa
leukoantosianin (dibandingkan dengan blanko)
2. Uji Wilstater

Larutan IIIA sebagai blanko, larutan IIIC + 0,5 ml HCl pekat + 4 potong magnesium

Diamati perubahan warna, diencerkan dengan 2 mL air suling + 1 ml butanol

Diamati warna yang terjadi setiap lapisan. Perubahan warna jingga adanya
flavon, merah pucat adanya flavonol, merah tua adanya flavanon.

c. Kromatografi Lapis Tipis

Larutan IIID ditotolkan pada fase diam

Pemeriksaan KLT

Adanya Flavonoid timbul noda berwarna kuning intensif

Noda kuning ditimbulkan oleh uap ammonia, akan hilang secara


perlahan, ketika amonianya menguap meninggalkan noda

Sedangkan noda kuning, ditimbulkan oleh pereaksi sitrat-borat


sifatnya permanen.
IV. SKEMA KERJA

a. Preparasi Sampel

+ 0,3 gram Residu


ekstrak dilarutkan dalam
20 ml etanol dan
+ 3 ml n-heksana
dibagi 4 bagian.
Dikocok berkali- Masing-utan
kali dalam tabung masing sebagai
reaksi ad tidak larutan IIIA, IIIB,
berwarna.
IIIC

b. Reaksi Warna
1. Uji Bate-Smith dan Metchaf

Bila perlahan-lahan
Larutan IIIB + 0,5 ml HCL menjadi warna
pekat diamati perubahan merah terang atau
Larutan
warna yang terjadi, ungu menunjukan
IIIA
kemudian dipanaskan di adanya senyawa
sebagai
penangas air dan amati leukoantosianin
blanko (bandingkan
perubahan warna yang
terjadi dengan blanko

2. Uji Wilstater

-Larutan IIIC + 0,5 ml HCL pekat dan 4


Larutan potong magnesiuim.
IIIA
blanko. - diamati perubahan warna yang terjaid,
diencerkan dengan 2 ml air suling.
Ditambah 1 ml butanol

- diamati warna yang terjadi di setiap


lapisan. Perubahan warna jingga
menunjukan adanya flavon, merah pucat
menunjukan adanya flavonol, merah tua
menunujukan adanya flavonon
c. Kromatografi Lapis Tipis

Filtrat di
Ad uapkan ad
larutan kering
menjadi dengan
basa metanol.

Masukan plat
Totolkan KLT ke dalam
pada plat chamber yang
KLT telah jenuh.
Kemudian
lakukan
pemeriksaan
KLT
V. HASIL

Gambar V.1: IIIA sebagai Blanko (Preparasi Sampel); IIIB (Uji Bate-Smith dan
Metcalf) ; IIIC (Uji Wilstater)

Gambar V.2: KLT dengan Sinar UV 254nm (N-Heksan) dan Sinar UV 254nm
(Larutan IIID)

Perhitungan Nilai Rf
Noda 1 = 7,5 : 8 = 0,9375
Noda 2 = 7,5 : 8 = 0,9375
VI. PEMBAHASAN

Uji flavonoid bertujuan untuk mengetahui adanya senyawa flavonoida di dalam


ekstrak daun Psidium guajava. Flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15
atom kuinon, terdiri dari 2 cincin benzena yang dihubungkan menjadi rantai linear yang
terdiri dari 3 atom karbon. Penentuan uji flavonoid dilakukan dengan reaksi warna dan
kromatografi lapis tipis (KLT). Sampel berupa ekstrak yang telah dibebaskan dari klorofil
dengan n-heksana, dilarutkan dalam etanol dan dibagi menjadi 4 bagian yaitu larutan IIIA,
IIIB, IIIC dan IIID

Larutan IIIA digunakan sebagai blanko. Larutan IIIB dilakukan pengujian dengan
metode Bate-Smith dan Metcalf yaitu dengan mencampur larutan coba dengan 0,5 ml HCl
kemudian dipanaskan. Terjadi perubahan warna menjadi merah yang menunjukkan adanya
kandungan flavonoid dalam ekstrak Psidium guajava. Pada praktikum yang kami lakukan
untuk percobaan IIIB, percobaan tersebut berhasil menunjukkan adanya senyawa
leukoantosianin dengan ditandai perubahan warna merah dibandingkan dengan warna blanko.
Perubahan tersebut disebabkan karena terbentuknya garam flavilium (Achmad, 1986)

Larutan IIIC dilakukan pengujian dengan metode Wilstater yaitu dengan


menambahkan 0,5 ml HCl pekat ke dalam larutan uji. Penambahan asam akan menyebabkan
perubahan warna ketika reaksi reduksi berlangsung. Kemudian larutan coba ditambahkan
serbuk Mg. Pada proses penambahan ini terjadi reaksi eksoterm yaitu reaksi yang melepaskan
panas yang ditandai dengan terbentuknya gelembung-gelembung gas dan pelepasan kalor
pada permukaan tabung reaksi. Gelembung gas yang terbentuk ini adalah gas H2.
Reaksi yang terjadi:
Mg + 2HCl Mg2+ + 2Cl- + H2

Produk yang dihasilkan pada reaksi di atas adalah MgCl2 dan H2 dimana MgCl2 berada dalam
kesetimbangan.
Reaksi:
MgCl2(aq) MgCl+ (aq) + Cl-

MgCl+ akan bereaksi dengan gugus karbonil pada flavon yang mengalami resonansi,
sehingga akan terbentuk ikatan baru yaitu pelepasan ikatan rangkap dan pembentukan gugus
hidroksil.
Reaksi yang terjadi merupakan pembentukan ikatan baru dimana adanya MgCl+ mampu
melarutkan flavon sehingga flavonoid dapat dipisahkan dari golongan kimia lain.
Setelah diberi serbuk Mg, larutan coba IIIC diencerkan dengan 2 ml air suling dan 1
ml butanol sehingga terbentuk 2 lapisan antara larutan fase butanol yang ada pada bagian
bawah. Diamati perubahan warna yang terjadi diantara kedua cairan. Terbentuk cincin
berwarna jingga yang menunjukkan adanya senyawa flavon dalam ekstrak Psidium guajava.
Namun hasil yang didapatkan pada kelompok kami tidak membentuk cincin berwarna
jingga. Dikarenakan saat perlakuan sampel tidak sesuai dengan petunjuk praktikum. Dimana
larutan n-butanol dan aquadest dimasukkan lebih dulu kedalam pereaksi kemudian
ditambahkan potongan magnesium, sehingga mengahasilkan warna yang keruh.
Larutan IIID dilakukan uji metode KLT dengan fase diam Kiesel gel 254, fase gerak
kloroform:aseton:asam formiat (6:6:1) dan penampak noda berupa uap amonia. Larutan IIID
dan fase n-heksana ditotolkan pada plat KLT, dimasukkan ke dalam chamber untuk dieluasi.
Terbentuk noda berwarna kuning intensif dengan nilai Rf 0,9375 yang menunjukkan bahwa
ekstrak Psidium guajava mengandung flavonoid
VII. KESIMPULAN

1. Uji Bate-Smith dan metcalf, terjadi perubahan warna larutan IIIB menjadi merah yang
menunjukkan adanya kandungan flavonoid dalam ekstrak Psidium guajava.
2. Uji Wilstater, tidak terjadi lapisan berwarna jingga kecoklatan, sehingga kelompok kami tidak
menunjukkan adanya kandungan flavon dalam ekstrak Psidium guajava
3. Uji dengan metode KLT di dapatkan harga Rf dengan harga:
Rf = 7,5 : 8 = 0,9375
Dan menghasilkan penampakan noda berwarna kuning intensif yang menunjukkan adanya
kandungan flavonoid dalam ekstrak Psidium guajava

Anda mungkin juga menyukai