Muftia Mualimin
201410410311111
Kelompok 2
Farmasi C
2017
I. TUJUAN
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L.
Nama Lokal : Jambu Biji
B. Morfologi Tumbuhan Jambu Biji
Jambu biji perdu atau pohon kecil, tinggi 2-10 m, percabangan banyak. Batangnya
berkayu, keras, kulit batang licin, mengelupas, berwarna cokelat kehijauan. Daun tunggal,
bertangkai pendek, letak berhadapan, daun muda berambut halus, permukaan atas daun tua
licin. Helaian daun berbentuk bulat telur agak jorong,ujung tumpul, pangkal membulat, tepi
rata agak melekuk ke atas, pertulangan menyirip, panjang 6-14 cm, lebar 3-6 cm, berwarna
hijau. Bunga tunggal, bertangkai, keluar dari ketiak daun, berkumpul 1-3 bunga, berwarna
putih. Buahnya buah buni, berbentuk bulat sampai bulat telur, berwarna hijau sampai hijau
kekuningan. Daging buah tebal, buah yang masak bertekstur lunak, berwarna putih
kekuningan atau merah jambu. Biji buah banyak mengumpul di tengah, kecil-kecil. Keras,
berwarna kuning kecoklatan (Hapsoh, 2011).
Flavonoid memiliki 15 atom pada intinya, dasarnya tersusun dari konfigurasi C6-C3-
C6 yaitu 2 cincin aromatic dan dihubungkan oleh tiga atom karbon yang membentuk atau
tidak membentuk cincin ketiga. Flavonoid adalah golongan metabolit sekunder yang banyak
terdapat pada bagian tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji. Flavoloid
merupakan kelompok senyawa polifenol terbesar di alam sebagai pigmen dari tumbuhan
yang memiliki berbagai fungsi diantaranya menarik serangga, mengatur tumbuhan, melawan
penyakit, melindungi dari serangga binatang. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari
tumbuhan yang telah di identifikasi, namun ada tiga kelompok yang umum dipelajari, yaitu
antosianin, flavonol, dan flavon. Flavonoid sering terdapat di sel epidermis. Sebagian besar
flavonoid terhimpun di vakuola sel tumbuhan walaupun tempat sintesisnya ada di luar
vakuola. Flavonoid merupakan senyawa polar karena memiliki sejumlah gugus hidroksil
yang tidak tersubstitusi. Pelarut polar seperti etanol, metanol, etil asetat, atau campuran dari
pelarut tersebut dapat digunakan untuk mengekstrak flavonoid dari jaringan tumbuhan (Rijke,
2005).
Flavonoid dapat berperan sebagai antioksidan. Aktivitas antioksidatif flavonoid
bersumber pada kemampuan mengkelat logam. Senyawa ini dapat digunakan sebagai anti
mikroba, obat infeksi pada luka, anti jamur, anti virus, anti kanker, dan anti tumor. Selain itu
flavonoid juga dapat digunakan sebagai anti bakteri, anti alergi, sitotoksik, dan anti hipertensi
(Sriningsih, 2008).
F. Identifikasi Senyawa
a. Preparasi sampel
1. 0.3 gram ekstrak dikocok dengan 3 ml n-heksana berkali-kali dalam tabung reaksi
sampai ekstrak n-heksan tidak berwarna.
2. Residu dilarutkan dalam 20 ml etanoldan dibagi menjadi 4 bagian, masing-masing
disebut sebagai larutan IIIA, IIIB, dan IIIC.
b. Reaksi warna
1. Uji Bate-Smith dan Metcalf
Larutan IIIA sebagai blanko, larutan IIIB ditambah 0.5 ml HCl pekat dan diamati
perubahan warna yang terjadi, kemudian dipanaskan di atas penangas air dan di amati
lagi perubahan warna yang terjadi.
Bila perlahan-lahan menjadi warna merah terang atau ungu menunjukkan adanya
senyawa leukoantosianin (dibandingkan dengan blanko)
2. Uji Wilstater
Larutan IIIA sebagai blanko, larutan IIIC ditambah 0.5 ml HCl pekat dan 4 potong
magnesium.
Diamati perubahan warna yang terjadi, diencerkan dengan 2 mL air suling, kemudian
ditambah 1 mL butanol.
Diamati warna yang terjadi disetiap lapisan. Perubahan warna jingga menunjukkan
adanya flavon, merah pucat menunjukkan adanya flavonol, merah tua menunjukkan
adanya flavanon.
c. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
1. Larutan IIIB ditotolkan pada fase diam.
2. Uji kromatografi lapis tipis menggunakan :
Fase diam : lapisan tipis selulosa (diganti Kiesel gel GF 254)
Fase gerak : CHCL3 : Aseton : Asam Formiat (6 :6 : 1 )
Penampak noda : pereaksi sitrat borat atau uap ammonia atau asam sulfat 10 %
3. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan timbunya noda berwarna kuning intensif.
4. Noda kuning yang ditimbulkan oleh uap ammonia akan hilang secara perlahan ketika
ammonianya menguap meninggalkan noda.
5. Sedangkan noda kuning yang ditimbukan oleh pereaksi sitrat-borat sifatnya permanen.
G. Pemisahan KLT
Kromatografi lapis tipis adalah salah satu contoh kromatografi planar. Fase diamnya
(Stationary Phase) berbentuk lapisan tipis yang melekat pada gelas/kaca, plastik, aluminium.
Sedangkan fase geraknya (Mobile Phase) berupa cairan atau campuran cairan, biasanya
pelarut organi dan kadangkadang juga air. Fase diam yang berupa lapisan tipis ini dapat
dibuat dengan membentangkan /meratakan fase diam (adsorbent=penjerap=sorbent) diatas
plat/lempeng kaca plastik ataupun aluminium.Digunakan untuk pemisahan zat secara cepat
dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rat pada
lempeng kaca. Lempeng yang dilapis dapat dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka
dan pemisahan didasarkan pada penyerapan pembagian atau gabungannya tergantung dari zat
penyerap pembagian atau gabungannya tergantung dari jenis zat penyerap dan cara
pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis zat pelarut. KLT dengan penyerap penukar ion
dapat digunakan untuk pemisahan senyawa polar.
Fase diam
Sifat fase diam yang satu dengan fase diam yang lain berbeda karena strukturnya,
ukurannya, kemurniannya, zat tambahan sebagai pengikat dll. Fasa diam yang digunakan
TLC tidak sama dengan yang digunakan untuk kromatografi kolom, terutama karena ukuran
dan zat yang ditambahkan. Fase diam dijual dengan spesifikasi tertentu, iaitu ukuran
(diameter) dalam mesh atau j^m dan untuk kegunaannya (mis: untuk TLC atau kromatografi
kolom). Beberapa fase diam yang banyak dijual dipasaran.
Silika gel
Silika gel merupakan fase diam yang sering digunakan pada TLC. Dalam
perdagangan dijual dengan variasi ukuran (diameter) 10-40m. Makin kecil diameter akan
makin lambat kecepatan alir fase geraknya dengan demikian mempengaruhi kualitas
pemisahan. Luas permukaan silica gel bervariasi dari 300-1000 m2/g. Bersifat higroskopis,
pada kelembaban relatif 45-75% dapat mengikat air 7-20%. Macam-macam silka gel yang
dijual dipasaran, Silika gel dengan pengikat. Pada umumnya digunakan pengikat gypsum,
(CaSO4 5-15%). Jenis ini diberi nama Silika gel G. Ada juga menggunakan pengikat pati
(starch) dan dikenal Silika gel S, penggunaan pati sebagai pengikat mengganggu penggunaan
asam sulfat sebagai pereaksi penentuan bercak.Silika gel dengan pengikat dan indicator
flouresensi. Jenis silica gel ini sama seperti silika gel diatas dengan tambahan zat
berfluoresensi bila diperiksa dibawah lampu UV A, panjang atau pendek. Sebagai indicator
digunakan timah kadmium sulfida atau mangan-timah silikat. Jenis ini disebut Silika gel GF
atau Silika gel GF254 (berflouresensi pada 254 , nm). Silika gel tanpa pengikat, dikenal
dengan nama Silika gel H atau Silika gel N. Silika gel tanpa pengikat tetapi dengan indicator
flouresensi. Silika gel untuk keperluan pemisahan preparatif.
Fase gerak
Yang digunakan sebagai fase gerak biasanya adalah pelarut organik. Dapat digunakan
satu macam pelarut organic saja ataupun campuran. Bilamana fase gerak merupakan
campuran pelarut organik dengan air maka mekanisme pemisahan adalah partisi. Pemilihan
pelarut organic ini sangat penting karena akan menentukan keberhasilan pemisahan.
Pendekatanpolaritas adalah yang paling sesuai untuk pemilihan pelarut. Senyawa polar akan
lebih mudah terelusi oleh fase gerak yang bersifat polar dari pada fase gerak yang non polar.
Sebaliknya, senyawa non polar lebih mudah terelusi oleh fase gerak non polar dari pada fase
gerak yang polar.
a. Preparasi sampel
b. Reaksi warna
1. Uji Bate-Smith dan Metcalf
Larutan IIIA sebagai blanko, larutan IIIB + 0,5 ml HCl pekat, diamati perubahan
warna
Bila perlahan-lahan menjadi warna merah terang atau ungu adanya senyawa
leukoantosianin (dibandingkan dengan blanko)
2. Uji Wilstater
Larutan IIIA sebagai blanko, larutan IIIC + 0,5 ml HCl pekat + 4 potong magnesium
Diamati warna yang terjadi setiap lapisan. Perubahan warna jingga adanya
flavon, merah pucat adanya flavonol, merah tua adanya flavanon.
Pemeriksaan KLT
a. Preparasi Sampel
b. Reaksi Warna
1. Uji Bate-Smith dan Metchaf
Bila perlahan-lahan
Larutan IIIB + 0,5 ml HCL menjadi warna
pekat diamati perubahan merah terang atau
Larutan
warna yang terjadi, ungu menunjukan
IIIA
kemudian dipanaskan di adanya senyawa
sebagai
penangas air dan amati leukoantosianin
blanko (bandingkan
perubahan warna yang
terjadi dengan blanko
2. Uji Wilstater
Filtrat di
Ad uapkan ad
larutan kering
menjadi dengan
basa metanol.
Masukan plat
Totolkan KLT ke dalam
pada plat chamber yang
KLT telah jenuh.
Kemudian
lakukan
pemeriksaan
KLT
V. HASIL
Gambar V.1: IIIA sebagai Blanko (Preparasi Sampel); IIIB (Uji Bate-Smith dan
Metcalf) ; IIIC (Uji Wilstater)
Gambar V.2: KLT dengan Sinar UV 254nm (N-Heksan) dan Sinar UV 254nm
(Larutan IIID)
Perhitungan Nilai Rf
Noda 1 = 7,5 : 8 = 0,9375
Noda 2 = 7,5 : 8 = 0,9375
VI. PEMBAHASAN
Larutan IIIA digunakan sebagai blanko. Larutan IIIB dilakukan pengujian dengan
metode Bate-Smith dan Metcalf yaitu dengan mencampur larutan coba dengan 0,5 ml HCl
kemudian dipanaskan. Terjadi perubahan warna menjadi merah yang menunjukkan adanya
kandungan flavonoid dalam ekstrak Psidium guajava. Pada praktikum yang kami lakukan
untuk percobaan IIIB, percobaan tersebut berhasil menunjukkan adanya senyawa
leukoantosianin dengan ditandai perubahan warna merah dibandingkan dengan warna blanko.
Perubahan tersebut disebabkan karena terbentuknya garam flavilium (Achmad, 1986)
Produk yang dihasilkan pada reaksi di atas adalah MgCl2 dan H2 dimana MgCl2 berada dalam
kesetimbangan.
Reaksi:
MgCl2(aq) MgCl+ (aq) + Cl-
MgCl+ akan bereaksi dengan gugus karbonil pada flavon yang mengalami resonansi,
sehingga akan terbentuk ikatan baru yaitu pelepasan ikatan rangkap dan pembentukan gugus
hidroksil.
Reaksi yang terjadi merupakan pembentukan ikatan baru dimana adanya MgCl+ mampu
melarutkan flavon sehingga flavonoid dapat dipisahkan dari golongan kimia lain.
Setelah diberi serbuk Mg, larutan coba IIIC diencerkan dengan 2 ml air suling dan 1
ml butanol sehingga terbentuk 2 lapisan antara larutan fase butanol yang ada pada bagian
bawah. Diamati perubahan warna yang terjadi diantara kedua cairan. Terbentuk cincin
berwarna jingga yang menunjukkan adanya senyawa flavon dalam ekstrak Psidium guajava.
Namun hasil yang didapatkan pada kelompok kami tidak membentuk cincin berwarna
jingga. Dikarenakan saat perlakuan sampel tidak sesuai dengan petunjuk praktikum. Dimana
larutan n-butanol dan aquadest dimasukkan lebih dulu kedalam pereaksi kemudian
ditambahkan potongan magnesium, sehingga mengahasilkan warna yang keruh.
Larutan IIID dilakukan uji metode KLT dengan fase diam Kiesel gel 254, fase gerak
kloroform:aseton:asam formiat (6:6:1) dan penampak noda berupa uap amonia. Larutan IIID
dan fase n-heksana ditotolkan pada plat KLT, dimasukkan ke dalam chamber untuk dieluasi.
Terbentuk noda berwarna kuning intensif dengan nilai Rf 0,9375 yang menunjukkan bahwa
ekstrak Psidium guajava mengandung flavonoid
VII. KESIMPULAN
1. Uji Bate-Smith dan metcalf, terjadi perubahan warna larutan IIIB menjadi merah yang
menunjukkan adanya kandungan flavonoid dalam ekstrak Psidium guajava.
2. Uji Wilstater, tidak terjadi lapisan berwarna jingga kecoklatan, sehingga kelompok kami tidak
menunjukkan adanya kandungan flavon dalam ekstrak Psidium guajava
3. Uji dengan metode KLT di dapatkan harga Rf dengan harga:
Rf = 7,5 : 8 = 0,9375
Dan menghasilkan penampakan noda berwarna kuning intensif yang menunjukkan adanya
kandungan flavonoid dalam ekstrak Psidium guajava