DISUSUN OLEH :
2. Klasifikasi CHF
a. Gagal jantung akut kronik
1) Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai
dengan penurunan kardiak output dan tidak adekuatnya perfusi
jaringan. Ini dapat mengakibatkan edema paru dan kolaps
pembuluh darah.
2) Gagal jantung kronik terjadinya secara perlahan ditandai
dengan penyakit jantung iskemik, penyakit paru kronis. Pada gagal
jantung kronik terjadi retensi air dan sodium pada ventrikel
sehingga menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi
dan hipertrofi.
b. Gagal Jantung Kanan- Kiri
1) Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk
memompa darah secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti
pulmonal, hipertensi dan kelainan pada katub aorta/mitral
2) Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekanan
pulmo akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama
sehingga cairan yang terbendung akan berakumulasi secara
sistemik di kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura, dan lain-lain.
c. Gagal Jantung Sistolik-Diastolik
1) Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel
kiri sehingga ventrikel kiri tidak mampu memompa darah
akibatnya kardiak output menurun dan ventrikel hipertrofi.
2) Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam
pengisian darah akibatnya stroke volume cardiac output turun.
Berdasarkan American Heart Association (Yancy et al.,
2013), klasifikasi dari gagal jantung kongestif yaitu sebagai berikut
:
a. Stage A
Stage A merupakan klasifikasi dimana pasien mempunyai resiko
tinggi, tetapi belum ditemukannya kerusakan struktural pada jantung
serta tanpa adanya tanda dan gejala (symptom) dari gagal jantung
tersebut. Pasien yang didiagnosa gagal jantung stage A umumnya
terjadi pada pasien dengan hipertensi, penyakit jantung koroner,
diabetes melitus, atau pasien yang mengalami keracunan pada
jantungnya (cardiotoxins).
b. Stage B
Pasien dikatakan mengalami gagal jantung stage B apabila
ditemukan adanya kerusakan struktural pada jantung tetapi tanpa
menunjukkan tanda dan gejala dari gagal jantung tersebut. Stage B
pada umumnya ditemukan pada pasien dengan infark miokard,
disfungsi sistolik pada ventrikel kiri ataupun penyakit valvular
asimptomatik.
c. Stage C
Stage C menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan struktural
pada jantung bersamaan dengan munculnya gejala sesaat ataupun
setelah terjadi kerusakan. Gejala yang timbul dapat berupa nafas
pendek, lemah, tidak dapat melakukan aktivitas berat.
d. Stage D
Pasien dengan stage D adalah pasien yang membutuhkan
penanganan ataupun intervensi khusus dan gejala dapat timbul bahkan
pada saat keadaan istirahat, serta pasien yang perlu dimonitoring
secara ketat
The New York Heart Association (Yancy et al., 2013)
mengklasifikasikan gagal jantung dalam empat kelas, meliputi :
a. Kelas I
Aktivitas fisik tidak dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara
normal tidak menyebabkan dyspnea, kelelahan, atau palpitasi.
b. Kelas II
Aktivitas fisik sedikit dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara
normal menyebabkan kelelahan, dyspnea, palpitasi, serta angina
pektoris (mild CHF).
c. Kelas III
Aktivitas fisik sangat dibatasi, melakukan aktivitas fisik sedikit saja
mampu menimbulkan gejala yang berat (moderate CHF).
d. Kelas IV
Pasien dengan diagnosa kelas IV tidak dapat melakukan aktivitas
fisik apapun, bahkan dalam keadaan istirahat mampu menimbulkan
gejala yang berat (severe CHF).
3. Epidemiologi
Angka kejadian gagal jantung di Amerika Serikat mempunyai
insidensi yang besar tetapi tetap stabil selama beberapa dekade terakhir
yaitu >650.000 pada kasus baru setiap tahunnya. Meskipun angka bertahan
hidup telah mengalami peningkatan, sekitar 50% pasien gagal jantung
dalam waktu 5 tahun memiliki angka kematian yang mutlak (Yancy et al.,
2013).
4. Faktor Resiko
a. Faktor resiko mayor meliputi usia, jenis kelamin, hipertensi,
hipertrofi pada LV, infark miokard, obesitas, diabetes.
b. Faktor resiko minor meliputi merokok, dislipidemia, gagal ginjal
kronik, albuminuria, anemia, stress, lifestyle yang buruk.
c. Sistem imun, yaitu adanya hipersensitifitas.
d. Infeksi yang disebabkan oleh virus, parasit, bakteri.
e. Toksik yang disebabkan karena pemberian agen kemoterapi
(antrasiklin, siklofosfamid, 5 FU), terapi target kanker (transtuzumab,
tyrosine kinase inhibitor), NSAID, kokain, alkohol.
f. Faktor genetik seperti riwayat dari keluarga.
(Ford et al., 2015)
5. Etiologi
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup
ateroslerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau
inflamasi
b. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium
karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut
jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
c. Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load)
meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.
d. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
e. Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi
darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis
AV), peningkatan mendadak after load
f. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme (misalnya : demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi
juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolic dan abnormalita elektronik dapat
menurunkan kontraktilitas jantung. Gagal jantung dan adanya faktor
eksaserbasi ataupun beberapa penyakit lainnya, mempunyai
pengaruh yang sangat penting dalam penanganannya dan
seharusnya dilakukan dengan penuh pertimbangan.
6. Patofisiologi
Kelainan fungi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis
koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik atau pulmonal
(peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada
gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut
(hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi
karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak
jelas, hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan
akhirnya akan terjadi gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah.
Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventriel kanan. Gagal
ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah
ventrikel berpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel
dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
a. Gagal jantung kiri (Left-Sided Heart Failure)
Bagian ventrikel kiri jantung kiri tidak dapat memompa dengan
baik sehingga keadaan tersebut dapat menurunkan aliran dari jantung
sebelah kiri keseluruh tubuh. Akibatnya, darah akan mengalir balik ke
dalam vaskulator pulmonal (Berkowitz, 2013). Pada saat terjadinya
aliran balik darah kembali menuju ventrikular pulmonaris, tekanan
kapiler paru akan meningkat (>10 mmHg) melebihi tekanan kapiler
osmotik (>25 mmHg). Keadaan ini akan menyebabkan perpindahan
cairan intravaskular ke dalam interstitium paru dan menginisiasi edema
(Porth, 2007).
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel
kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan
tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke
jaringan paru. Dispnu dapat terjadi akibat penimbunan cairan dalam
alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Mudah lelah dapat terjadi
akibat curah jantung yang kurang menghambat jaringan dari sirkulasi
normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil
katabolisme, juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan
untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan
dan batuk.
b. Gagal jantung kanan (Right-Sided Heart Failure)
Disfungsi ventrikel kanan dapat dikatakan saling berkaitan dengan
disfungsi ventrikel kiri pada gagal jantung apabila dilihat dari
kerusakan yang diderita oleh kedua sisi jantung, misalnya setelah
terjadinya infark miokard atau tertundanya komplikasi yang
ditimbulkan akibat adanya progresifitas pada bagian jantung sebelah
kiri. Pada gagal jantung kanan dapat terjadi penumpukan cairan di hati
dan seluruh tubuh terutama di ekstermitas bawah (Acton, 2013).
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti viscera
dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak
mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak
dapat mengakomodasikan semua darah yang secara normal kembali
dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak dapat meliputi
edema ekstremitas bawah, peningkatan berat badan, hepatomegali,
distensi vena leher, asites, anoreksia, mual dan nokturia.
c. Mekanisme neurohormonal
Istilah neurohormon memiliki arti yang sangat luas, dimana
neurohormon pada gagal jantung diproduksi dari banyak molekul yang
diuraikan oleh neuroendokrin (Mann, 2012). Renin merupakan salah
satu neurohormonal yang diproduksi atau dihasilkan sebagai respon
dari penurunan curah jantung dan peningkatan aktivasi sistem syaraf
simpatik.
7. Manifestasi klinis
Tanda dominan :
a. Meningkatnya volume intravaskuler
b. Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat
penurunan curah jantung. Manifestasi kongesti berbeda tergantung
pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
c. Gagal Jantung Kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel
kiri tak mampu memompa darah yang dating dari paru. Manifestasi
klinis yang terjadi yaitu :
1) Dispnea, Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli
dan mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnoe. Beberapa
pasien dapat mengalami ortopnoe pada malam hari yang
dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND).
2) Batuk
Mudah lelah, Terjadi karena curah jantung yang kurang yang
menghambat jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Karena
meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia
yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
3) Kegelisahan atau kecemasan, Terjadi karena akibat
gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik
d. Gagal jantung Kanan :
1) Kongestif jaringan perifer dan visceral
2) Oedema ekstremitas bawah (oedema dependen), biasanya
oedema pitting, penambahan BB.
3) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas
abdomen terjadi akibat pembesaran vena hepar
4) Anoreksia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan
statis vena dalam rongga abdomen
5) Nokturia
6) Kelemahan
e. CHF Akut
1) Ansietas
2) Peningkatan berat badan
3) Restletness
4) Nafas pendek, bunyi krekels,
5) Fatigue takikardi
6) Penurunan resistensi vaskuler
7) Distensi vena jugularis
8) Dyspnea , orthopnea,
9) Batuk , batuk darah,
10) Wheezing bronchial,
11) Sianosis
12) Denyut nadi lemah dan tidak teraba
13) Penurunan urin noutput
14) Delirium
15) Sakit kepala.
f. CHF Kronik
1) Anoreksia
2) Nokturia
3) Edema perifer
4) Hiperpigmentasi ekstremitas bawah
5) Kelemahan
6) Hepatomegali
7) Ascites
8) Dyspnea
9) Intoleransi aktivitas berat
10) Kulit kehitaman.
8. Penatalaksanaan Medis
Tujuan terapi pada pasien gagal jantung kongestif (CHF)
berdasarkan American Heart Association (Yancy et al., 2013) antara lain
sebagai berikut :
a. Mencegah terjadinya CHF pada orang yang telah mempunyai
faktor resiko.
b. Deteksi dini asimptomatik disfungsi LV.
c. Meringankan gejala dan memperbaiki kualitas hidup.
d. Progresifitas penyakit berjalan dengan lambat.
1) Non Farmakologis
a. CHF Kronik
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan
menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan
aktivitas.
2. Diet pembatasan natrium
3. Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti
NSAIDs karena efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan
retensi air dan natrium
4. Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari)
5. Olah raga secara teratur
b. CHF Akut
1. Oksigenasi (ventilasi mekanik)
2. Pembatasan cairan
2) Farmakologis
Tujuan: untuk mengurangi afterload dan preload
a. First line drugs; diuretic
Tujuan: mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan
mengurangi kongesti pulmonal pada disfungsi diastolic.
Obatnya adalah: thiazide diuretics untuk CHF sedang, loop diuretic,
metolazon (kombinasi dari loop diuretic untuk meningkatkan
pengeluaran cairan), Kalium-Sparing diuretic
b. Second Line drugs; ACE inhibitor
c. Tujuan; membantu meningkatkan COP dan menurunkan kerja
jantung. Obatnya adalah:
1) Digoxin; meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak
digunakan untuk kegagalan diastolic yang mana dibutuhkan
pengembangan ventrikel untuk relaksasi
2) Hidralazin; menurunkan afterload pada disfungsi sistolik.
3) Isobarbide dinitrat; mengurangi preload dan afterload untuk
disfungsi sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.
4) Calsium Channel Blocker; untuk kegagalan diastolic,
meningkatkan relaksasi dan pengisian dan pengisian ventrikel
(jangan dipakai pada CHF kronik).
5) Beta Blocker; sering dikontraindikasikan karena menekan
respon miokard. Digunakan pada disfungsi diastolic untuk
mengurangi HR, mencegah iskemi miocard, menurunkan TD,
hipertrofi ventrikel kiri.
9. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Informasikan pada klien, keluarga dan pemberi perawatan tentang
penyakit dan penanganannya.
b. Informasi difokuskan pada: monitoring BB setiap hari dan intake
natrium.
c. Tirah baring
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan
jantung dan menurunkan tekanan darah.
d. Pembatasan Aktivitas Fisik dan Istirahat
10. Komplikasi
a. Edema pulmoner akut
b. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,
katabolisme dan masukan diit berlebih.
c. Perikarditis: Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
d. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
renin-angiotensin-aldosteron.
e. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah.
f. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena
stasis darah.
g. Syok Kardiogenik, akibat disfungsi nyata.
h. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
2. Diagnosa Keperawatan
Masalah Yang lazim muncul pada klien
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan respon fisiologis
otot jantung, peningkatan frekuensi, dilatasi, hipertrofi atau
peningkatan isi sekuncup.
b. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan menurunnya
curah jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan
thrombus atau emboli.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru,
hipertensi pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis
laktat dan penurunan curah jantung.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan berkurangnya curah
jantung, retensi cairan dan natrium oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan
perifer dan hipertensi pulmonal.
e. Cemas berhubungan dengan penyakit kritis, takut kematian atau
kecacatan, perubahan peran dalam lingkungan social atau
ketidakmampuan yang permanen.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan curah jantung yang
rendah, ketidakmampuan memenuhi metabolisme otot rangka,
kongesti pulmonal yang menimbulkan hipoksinia, dyspneu dan status
nutrisi yang buruk selama sakit kritis.
g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan
pengetahuan penyakitnya, tindakan yang dilakukan, obat obatan yang
diberikan, komplikasi yang mungkin muncul dan perubahan gaya
hidup.
1. Discharge Planning :
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1 Penurunan curah jantung NOC : NIC :
b/d respon fisiologis otot 1. Cardiac Pump Cardiac Care
jantung, peningkatan effectiveness 1. Evaluasi adanya
frekuensi, dilatasi, 2. Circulation nyeri dada
hipertrofi atau peningkatan Status (intensitas,lokasi,
isi sekuncup 3. Vital Sign durasi)
Status 2. Catat adanya
Kriteria Hasil: disritmia jantung
1. Tanda 3. Catat adanya tanda
Vital dalam dan gejala penurunan
rentang normal cardiac putput
(Tekanan darah, 4. Monitor status
Nadi, respirasi) kardiovaskuler
2. Dapat 5. Monitor status
mentoleransi pernafasan yang
aktivitas, tidak menandakan gagal
ada kelelahan jantung
3. Tidak 6. Monitor abdomen
ada edema paru, sebagai indicator
perifer, dan tidak penurunan perfusi
ada asites 7. Monitor balance
4. Tidak cairan
ada penurunan 8. Monitor adanya
kesadaran perubahan tekanan
darah
9. Monitor respon
pasien terhadap efek
pengobatan antiaritmia
10. Atur periode
latihan dan istirahat
untuk menghindari
kelelahan
11. Monitor toleransi
aktivitas pasien
12. Monitor adanya
dyspneu, fatigue,
tekipneu dan ortopneu
13. Anjurkan untuk
menurunkan stress
AcidBase Managemen
1. Monitro IV line
2. Pertahankanjalan
nafas paten
3. Monitor AGD,
tingkat elektrolit
4. Monitor status
hemodinamik(CVP,
MAP, PAP)
5. Monitor adanya
tanda tanda gagal nafas
6. Monitor pola
respirasi
7. Lakukan terapi
oksigen
8. Monitor status
neurologi
9. Tingkatkan oral
hygiene
DAFTAR PUSTAKA
Smelltzer C, dkk,. Buku ajar keperawatan medikal bedah, Jakarta, EGC, 2002
Wilkinson J .M,. Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
Hasil
29