Chapter II
Chapter II
TINJAUAN PUSTAKA
pasa umur 14-17 tahun pada wanita, 16-19 tahun pada pria dan masa itu lesi yang
pradominan adalah komedo dan papul dan jarang terlihat lesi beradang. Diketahui
pula bahwa ras Oriental (Jepang, Cina, Korea) lebih jarang menderita akne
vulgaris dibanding dengan ras Kaukasia (Eropa dan Amerika), dan lebih sering
terjadi nodulo-kistik pada kulit putih daripada Negro (Wasiaatmadja, 2007).
5. Iklim.
Cuaca yang panas dan lembab memperburuk akne. Hidrasi pada stratum
koreneum epidermis dapat merangsang terjadinya akne. Pajanan sinar
matahari yang berlebihan dapat memperburuk akne.
6. Lingkungan.
Akne lebih sering ditemukan dan gejalanya lebih berat di daerah industri dan
pertambangan dibandingkan dengan di pedesaan.
7. Stres.
Akne dapat kambuh atau bertambah buruk pada penderita stres emosional.
Mekanisme yang tepat dari proses jerawat tidak sepenuhnya dipahami, namun
diketahui dicirikan oleh sebum berlebih, hiperkeratinisasi folikel, stres oksidatif
dan peradangan. Androgen, mikroba dan pengaruh pathogenetic juga bekerja
dalam proses terjadinya jerawat (Thiboutot, 2008).
Perubahan patogenik pertama dalam akne adalah
1) Keratinisasi yang abnormal pada epitel folikel, mengakibatkan pengaruh pada
sel berkeratin di dalam lumen.
2) Peningkatan sekresi sebum oleh kelenjar sebasea. Penderita dengan akne
vulgaris memiliki produksi sebum yang lebih dari rata-rata dan biasanya
keparahan akne sebanding dengan produksi sebum (Pindha dalam Tumbuh
Kembang Remaja dan Permasalahanya 2004).
3) Proliferasi proprionebacterium akne dalam folikel.
4) Radang (Darmstadt dan Al Lane dalam Nelson 2000).
Lesi akne vulgaris tumbuh dalam folikel sebasea besar dan multilobus
yang mengeluarkan produknya ke dalam saluran folikel. Lesi permukaan akne
adalah komedo, yang merupakan kantong folikel yang berdilatasi berisi materi
keratinosa berlapis, lipid dan bakteri. Komedo sendiri terdiri atas dua jenis yaitu:
1) Komedo terbuka, dikenal sebagai kepala hitam, memiliki orifisium
pilosebasea patulosa yang member gambaran sumbatan. Komedo terbuka
lebih jarang mengalami radang.
c) Bedah kulit.
Tindakan bedah kulit kadang-kadang diperlukan terutama untuk
memperbaiki jaringan parut akibat akne vulgaris meradang yang berat yang
sering menimbulkan jaringan parut (Wasitaatmadja, 2007).
2.2. Remaja
2.3.1. Definisi Remaja
Remaja berasal dari kata latin adolesence yang berarti tumbuh atau
tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi
yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992).
Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk
golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Seperti yang
dikemukakan oleh Calon dalam Monks (1994) bahwa masa remaja menunjukkan
dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status
dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Ottorank (dalam Hurlock, 1990)
mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa perubahan yang drastis dari
keadaan tergantung menjadi keadaan mandiri, bahkan Daradjat (dalam Hurlock,
1990) mengatakan masa remaja adalah masa dimana munculnya berbagai
kebutuhan dan emosi serta tumbuhnya kekuatan dan kemampuan fisik yang lebih
jelas dan daya fikir yang matang.Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan
dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
Batasan usia remaja menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia)
adalah 12 sampai 24 tahun. Namun jika pada usia remaja seseorang sudah
menikah, maka ia tergolong dalam dewasa atau bukan lagi remaja. Sebaliknya,
jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi masih tergantung pada orang tua (tidak
mandiri), maka dimasukkan ke dalam kelompok remaja.
Ditinjau dari sisi bahwa remaja belum mampu menguasai fungsi fisik dan
psikisnya secara optimal, remaja termasuk golongan anak. Untuk hal ini, remaja
dikelompokkan menurut rentang usia sesuai dengan sasaran pelayanan kesehatan
anak. Disesuaikan dengan konvensi tentang hak-hak anak dan UU RI no. 23 tahun
2002 tentang perlindungan anak, remaja berusia antara 10-18 tahun (IDAI 2009).
Sedangkan menurut Undang-Undang No 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan
anak, definisi remaja yang digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah mereka
yang berusia 10 sampai 19 tahun dan belum kawin.
Menurut undang-undang Perkawinan No 1 tahun 1974, anak dianggap
sudah remaja apabila cukup matang untuk menikah, yaitu umur 16 tahun untuk
anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki. Sementara itu, menurut
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional) batasan usia remaja adalah 10 sampai 21 tahun.
Menurut Soetjiningsih (dalam Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya
2004) dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa berdasarkan dewasa,
berdasarkan kematangan psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati
tahapan berikut:
1. Masa remaja awal atau dini (Early adolescene): umur 11-13 tahun.
2. Masa remaja pertengahan (Middle adolescene): umur 14-16 tahun.
3. Masa remaja lanjut (Late adolescene): umur 17-20 tahun.
Tahapan ini mengikuti pola yang kosisten untuk masing-masing individu.
Walaupun setiap tahap mempunyai ciri tersendiri walau tidak memiliki batas yang
jelas, karena proses tumbuh kembang berlangsung secara berkesinambungan.
2.3.2. Sikap
Secara sederhana sikap didefenisikan sebagai ekspresi sederhana dari
bagaimana kita suka atau tidak suka terhadap beberapa hal (Rahayuningsih dalam
Psikologi umum 2 2008). Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang
masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu.
Dalam kehidupan sehari- hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial. Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa
sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Lebih dapat
dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan
tertentu sebagai penghayatan terhadap objek.
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:
1. Menerima (Receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan objek.
2. Merespon (Responding), memberikan jawaban apabila ditanya serta
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Lepas jawaban
dan pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide
tersebut.
3. Menghargai (Valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan terhadap suatu masalah.
4. Bertangguang jawab (Responsible), bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang telah dipilihnya merupakan tingkat sikap yang paling
tinggi (Notoatmodjo,2007).