3 Jenis-Jenis Bioenergi
Bioenergi merupakan energi alternatif yang berasal dari sumber-sumber
biologis. Keunggulan pemanfaatan bioenergi ini adalah meningkatkan kualitas
lingkungan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, serta mengurangi
ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.
Saat ini pengembangan bioenergi telah sampai pada generasi keempat yakni
mengubah vegoil dan biodiesel menjadi gasolin. Generasi pertama pengembangan
bioenergi ini dinilai kurang etis karena berkompetisi dengan bahan pangan dan
pakan menjadi vegetable oil, biodiesel, bio-alcohol, biogas, solid biofuel, dan
syngas. Pemanfaatan bahan diluar pangan dan pakan dimulai pada generasi kedua
diantaranya menggunakan limbah, cellulose dan tanaman yang didedikasikan untuk
pengembangan energi (dedicated energy crops), yang mengubah biomassa menjadi
liquid technology. Generasi ketiga pengembangan biofuel adalah oligae yang
berasal dari algae. Selain itu, Pemanfaatan bioenergi saat ini bahkan telah sampai
pada pengembangan bahan bakar pesawat terbang. The Embraer EMB 202 Ipanema
merupakan pesawat pertama yang berbahan bakar ethanol dan banyak
dimanfaatkan di lahan pertanian (agricultural aircraft). Selain itu, telah
dikembangkan juga syngas berbahan dasar kayu yang dimanfaatkan sebagai
generator.
2. Pelet Bagas
Pelet bagas adalah bioenergi yang baru. Pelet bagas berfungsi sebagai
pengganti kayu bakar, batubara, minyak bakar, dan LPG. Pelet ini dapat
digunakan sebagai pemanas ruangan, kompor, boiler air panas dan industri, dan
PLTBm.
Gambar 2.12 Pelet Bagas
5. Kaliandra Merah
Kaliandra merah (KM) merupakan bahan baku terbaik pelet kayu
(4600kkal/kg, arangnya 7.400 kKal/kg) dibandingkan petai Cina, gamal, dan
sengon buton dari sisi laju tumbuh, penyuburan tanah melalui fiksasi nitrogen
dalam tanah, dan berat jenis, sehingga kadar abu dapat lebih rendah. Lagipula,
umur KM dapat mencapai 29 tahun sekali tanam. KM tidak hanya sebagai
bahan baku pelet kayu (1 Ha KM dapat menghasilkan kayu 20-65m3/tahun),
daunnya sebagai pakan ternak (protein tinggi), dan bunganya sebagai ladang
ternak lebah (produksi madu berasal dari nektar bunga KM terkenal di dunia,
1 Ha KM menghasilkan madu 1 ton/tahun) selama 15 tahun tanpa perawatan
berarti. Ia tumbuh baik di ketinggian 400-600m di atas muka laut, pH~5, dan
sedikit air. Tanaman tersebut sekaligus berfungsi sebagai tanaman penutup
tanah sedang (perdu) (penyubur tanah / konservasi lahan / penahan erosi di
tanah miring) guna menghindari banjir karena akar tunjangnya menghunjam
ke dalam tanah, dan akar halus lainnya yang memanjang hingga ke permukaan
tanah.
Proses Pembuatan Pelet
1. Proses pengeringan
Secara umum, kadar air awal kayu adalah 50%. Perlu untuk
mengeringkan bahan baku ini hingga kadar air mencapai 10-20% untuk
mendapatkan kondisi optimum untuk proses penggilingan dan
pemeletan. Bahan baku dengan ukuran partikel yang besar seharusnya
dikeringkan dengan tanur putar, dan bahan baku dengan ukuran partikel
yang kecil harus dikeringkan dengan menggunakan pengering kilat.
2. Proses penggilingan
Bahan baku seharusnya digiling berdasarkan ukuran pelet. Untuk
keseluruhan kayu atau limbah ukuran besar, bahan baku harus
dihancurkan terlebih dahulu sebelum proses pengeringan supaya kadar
airnya seragam. Akan tetapi, proses ini tidak diperlukan untuk hal
dimana bahan bakunya adalah jerami padi.
3. Proses pemeletan
Penggintil terdiri atas pegumpan, penggulung, dan lumping
sebagaimana disajikan pada Gambar 2.2 menunjukkan diagram
skematik penggintil untuk pellet kayu. Penggintil jenis ini paling
populer di seluruh dunia.
4. Proses pendinginan
Karena pelet yang telah dibuat memiliki suhu yang tinggi dan
mengadung kadar air yang tinggi pula, maka diperlukan proses
pendinginan.
5. Proses penapisan
Pelet yang berkualitas rendah akan dikeluarkan di dalam proses ini.
Ia akan digunakan sebagai energi untuk pengeringan.
Berikut adalah contoh skema mesin alat pembuatan pelet dari jerami
padi/gandum dengan kapasitas pelet 200-300 kg/jam. Mesin tersebut juga
dapat memanfaatkan aneka bahan baku lainnya seperti kayu, ampas tebu,
batang / kulit jagung / sorgum, kulit kacang, ampas jarak pagar, kulit kopi,
tanaman cepat tumbuh, pelepah sawit (8,6ton/Ha, 3650kCal/kg) serbuk gergaji,
potongan kertas, dan tatal kayu. Mesin terdiri atas, hammer mill, pellet mill,
cooler, vibrated pellet separator yang dilengkapi dengan penangkap debu guna
mencegah polusi debu. Seperti diketahui, jerami adalah benda yang halus dan
sulit dipres. Oleh karena itu, mesin memerlukan pengumpanan screw conveyor
yang khusus dirancang dengan tambahan hopper, sehingga pengguna dapat
menambah serbuk gergaji dan potongan kertas guna meningkatkan kualitas
pelet. Bila umpan terlalu basah, maka pengering ekstra perlu ditambahkan.
Gambar 2.16 Jenis mesin membuat pelet dari aneka bahan baku biomassa.
2.3.2 Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono--alkyl
ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi
bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti
minyak sayur atau lemak hewan.
Sebuah proses dari esterifikasi lipid digunakan untuk mengubah minyak
dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah
melewati proses ini, tidak seperti minyak sayur langsung, biodiesel memiliki
sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat
menggantikannya dalam banyak kasus. Namun, dia lebih sering digunakan
sebagai penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar diesel
petrol murni ultra rendah belerang yang rendah pelumas.
Biodiesel dapat dibuat dari berbagai minyak nabati (minyak nabati atau lemak
hewani) melalui proses esterifikasi gliserida atau dikenal dengan proses
alkoholisis.
Ester merupakan suatu senyawa turunan asam karboksilat dimana gugus
hidroksi dari asam karboksilat digantikan oleh gugus alkoksi. Esterifikasi
merupakan rekasi pembentukan ester antara asam karboksilat dan alcohol.
Esterifikasi adalah reaksi ionic yang merupakan kombinasi dari rekasi adisi dan
penyusunan ulang (reaarangement).
Esterifikasi langsung, yang merupakan rekasi antara alcohol dengan asam
lemak.
RCOOH + ROH RCOOR + H2O
Reaksinya merupakan rekasi substitusi nukleofilik gugus asil. Reaksinya
tidak langsung secara substitusi, tetapi melalui 2 tahap yaitu tahap pertama
adalah adisi nukleofilik dan diikuti tahap ke dua yaitu eliminasi.
Transesterifikasi yang meliputi :
1. Alkoholisis, merupakan reaksi antara ester dengan alcohol membentuk ester
yang baru.
RCOOR + ROH RCOOR + ROH
2. Asidolisi, merupakan reaksi antara ester dengan asam karboksilat
membentuk ester yang baru.
RCOOR + RCOOH RCOOR + RCOOH
Interesterifikasi merupakan suatu reaksi ester dengan ester lainnya atau disebut
ester interchange.
Teknik produksi biodiesel yang dilakukan saat ini pada umumnya yaitu
transesterifikasi. Cara ini merupakan teknik yang paling ekonomis karena :
proses memerlukan temperature rendah dan tekanan atmosfir (150F, 20Psi)
tingkat konversi tinggi (mencapai 98%) dengan waktu rekasi yang cukup
singkat dan reaksi samping yang minimal konversi langsung ke metal ester
(biodiesel) tanpa melalui tahapan intermediate tidak memerlukan konstruksi
yang rumit
Minyak atau lemak direaksikan dengan alcohol seperti methanol, dengan
bantuan katalis. Dari proses ini dihasilkan glycerin dan metal ester (Biodiesel).
Methanol kemudian di-recovery. Katalis yang digunakan umumnya KOH atau
NaOH yang tercampurkan secara baik dalam alcohol.
Proses produksi biodiesel yang akan dipaparkan lebih lanjut adalah
biodiesel berbahan baku minyak sawit / CPO (Crude Palm Oil). Secara garis
besar, proses produksi biodiesel berbahan baku minyak sawit / CPO
digambarkan pada Gambar 19.
Gambar 2.17 produksi biodiesel berbahan baku minyak sawit / CPO
Tahapan-tahapan proses produksi biodiesel berbahan baku minyak sawit serta
produk sampingnya meliputi :
4. Reaksi Transesterifikasi
Reaksi transesterifikasi berlangsung pada temperature sekitar 60C dan
dilakukan selama 4 6 jam. Untuk mendapatkan yield yang tinggi, reaksi
transesterifikasi dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, katalis yang
digunakan sebanyak 2/3 bagian katalis total. Sisanya direaksikan dengan
produk hasil reaksi tahap pertama yang dipisahkan gliserolnya.
Produk dari reaksi transesterifikasi sempurna didalam reaktor berupa cairan
yang terpisah menjadi dua lapisan. Lapisan atas merupakan lapisan metal ester
kotor, sedangkan lapisan bawah adalah gliserol kotor. Jika reaksi belum
sempurna, akan ada lapisan ketiga ditengah berupa minyak yang tidak
terkonversi.
5. Pemurnian metil ester
Selanjutnya, metil ester yang diperoleh dimurnikan. Proses ini pada
umumnya melalui tahapan recovery methanol dan penghilangan pengotor.
Lapisan metal ester yang mengandung methanol dipanaskan, kemudian uap
methanol dikondensasikan.
Kemudian metil ester dibersihkan untuk menghilangkan sisa katalis dan
kotoran lain seperti sabun. Untuk meningkatkan kemurnian metal ester
dilakukan dua tahap pembersihan, yaitu menggunakan gliserol murni dan
penetralan diikuti dengan pencucian dengan air. Gliserol disemprotkan ke
permukaan metal ester dan karena lebih berat akan turun melewati metal ester
sambil membawa sisa-sisa pengotor. Pada tahap akhir, gliserol dipisahkan
kembali dari metal ester.
Pencucian menggunakan air dilakukan dengan beberapa metode sekaligus,
dimana diharapkan pencucian berlangsung efektif dan biodiesel yang diperoleh
cukup bersih. Metode pencucian tersebut adalah :
1. Menambahkan asam asetat. Dimaksudkan untuk menetralkan biodiesel dan
mengeluarkan sisa sodium. Penambahan asam asetat akan mengurangi
pemakaian air.
2. Menggunakan percikan air bersih. Air yang dipercikkan dipermukaan
biodiesel akan turun sepanjang lapisan biodiesel sambil melarutkan sisa-sisa
katalis dan kotoran
3. Menggunakan metode pengadukan mekanis. Pengadukan dilakukan sekitar
50 70 rpm untuk meningkatkan kontak air dengan biodiesel. Setelah
melalui tahap pencucian, metal ester dikeringkan untuk menghilangkan sisa
air pencuci dengan dipanaskan sampai suhu 120C. Metil ester kering
kemudian didinginkan sampai temperature dibawah 38C agar gliserol yang
masih tersisa membeku. Selanjutnya metal ester disaring dan dimasukkan
ke dalam tangki penyimpanan.
4. Perolehan kembali methanol dan pemurnian gliserol
Larutan gliserol kotor hasil pemisahan, dipanaskan untuk memperoleh
kembali methanol yang ada di dalamnya. Uap Metanol kemudian
dikondensasikan dan disalurkan kembali ke tangki Metanol. Gliserol bebas
methanol diencerkan dengan menambahkan 2/3 bagian air bersih, dan
dipanaskan agar sisa asam lemak bebas hasil hidrolisis tersabunkan oleh sisa
NaOH. Ester dari sabun yang terbentuk dikeluarkan dari larutan dengan cara
menambahkan sejumlah garam NaCl. Larutan Gliserin kemudian ditambahkan
H2SO4 dan Aluminium Hidroksida sampai mencapai pH 4,5. Padatan yang
terbentuk kemudian disaring. Larutan dinetralkan dengan penambahan 50 %
larutan NaOH, kemudian didistilasi. Gliserol yang teah murni (kemurnian >
99,5%) disimpan, dan sebagian dikirim ke unit pembersihan Biodiesel.
Tabel 2.5 Yield minyak dari tanaman darat dan mikroalga per satuan luas
area (kL/ha)
Jenis Tanaman Hasil Minyak
Jagung 172
Kedelai 446
Kelapa 2.689
Mikroalga 58.700
2.3.3 Bioetanol
Ethanol merupakan senyawa Hidrokarbon dengan gugus Hydroxyl (-
OH) dengan 2 atom karbon (C) dengan rumus kimia C2H5OH. Secara umum
Ethanol lebih dikenal sebagai Etil Alkohol berupa bahan kimia yang diproduksi
dari bahan baku tanaman yang mengandung karbohidrat (pati) seperti ubi
kayu,ubi jalar,jagung,sorgum,beras,ganyong dan sagu yang kemudian
dipopulerkan dengan nama Bioethanol. Bahan baku lain-nya adalah tanaman
atau buah yang mengandung gula seperti tebu, nira, buah mangga, nenas,
pepaya, anggur, lengkeng, dll. Bahan berserat (selulosa) seperti sampah
organik dan jerami padi pun saat ini telah menjadi salah satu alternatif
penghasil ethanol. Bahan baku tersebut merupakan tanaman pangan yang biasa
ditanam rakyat hampir di seluruh wilayah Indonesia,sehingga jenis tanaman
tersebut merupakan tanaman yang potensial untuk dipertimbangkan sebagai
sumber bahan baku pembuatan bioethanol. Namun dari semua jenis tanaman
tersebut, ubi kayu merupakan tanaman yang setiap hektarnya paling tinggi
dapat memproduksi bioethanol. Selain itu pertimbangan pemakaian ubi kayu
sebagai bahan baku proses produksi bioethanol juga didasarkan pada
pertimbangan ekonomi. Pertimbangan ke-ekonomian pengadaan bahan baku
tersebut bukan saja meliputi harga produksi tanaman sebagai bahan baku, tetapi
juga meliputi biaya pengelolaan tanaman, biaya produksi pengadaan bahan
baku, dan biaya bahan baku untuk memproduksi setiap liter ethanol.
Secara umum ethanol biasa digunakan sebagai bahan baku industri
turunan alkohol, campuran untuk miras, bahan dasar industri farmasi,
kosmetika dan kini sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan bermotor.
Mengingat pemanfaatan ethanol beraneka ragam, sehingga grade ethanol yang
dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaannya. Untuk ethanol
yang mempunyai grade 90-95% biasa digunakan pada industri, sedangkan
ethanol/bioethanol yang mempunyai grade 95-99% atau disebut alkohol teknis
dipergunakan sebagai campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi.
Sedangkan grade ethanol/bioethanol yang dimanfaatkan sebagai campuran
bahan bakar untuk kendaraan bermotor harus betul-betul kering dan anhydrous
supaya tidak menimbulkan korosif, sehingga ethanol/bio-ethanol harus
mempunyai grade tinggi antara 99,6-99,8 % (Full Grade Ethanol = FGE).
Perbedaan besarnya grade akan berpengaruh terhadap proses konversi
karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air.
(Kg)
Ubi
1000 250-300 166,6 6,5 : 1
Kayu
Ubi
1000 150-200 125 8:1
Jalar
Sumber:Suharyanto
Fermentasi
Pada tahap ini, tepung telah telah berubah menjadi gula sederhana
(glukosa dan sebagian fruktosa) dengan kadar gula berkisar antara 5 hingga 12
%. Tahapan selanjutnya adalah mencampurkan ragi (yeast) pada cairan bahan
baku tersebut dan mendiamkannya dalam wadah tertutup (fermentor) pada
kisaran suhu optimum 27 s/d 32 derajat celcius selama kurun waktu 5 hingga
7 hari (fermentasi secara anaerob). Keseluruhan proses membutuhkan
ketelitian agar bahan baku tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Dengan
kata lain,dari persiapan baku,liquifikasi,sakarifikasi,hingga fermentasi harus
pada kondisi bebas kontaminan. Selama proses fermentasi akan menghasilkan
cairan etanol/alkohol dan CO2.
Hasil dari fermentasi berupa cairan mengandung alkohol/ethanol
berkadar rendah antara 7 hingga 10 % (biasa disebut cairan Beer). Pada kadar
ethanol max 10 % ragi menjadi tidak aktif lagi,karena kelebihan alkohol akan
beakibat racun bagi ragi itu sendiri dan mematikan aktifitasnya.
Cairan ethanol dari proses distilasi Bioethanol kadar 95-96 % (alkohol teknis)
Cairan ethanol dari proses distilasi
Pengukuran kadar ethanol (alkohol)
Gambar 2.21 Langkah Kerja Pembuatan Bioetanol
Manfaat Bioetanol
Manfaat bioetanol sendiri dalam kehidupan sehari-hari adalah
sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan karena memiliki
bilangan oktan yang cukup tinggi, selain itu juga bioetanol dijadikan sebagai
bahan baku beralkohol. Adapun manfaat bioetanol yang lainnya adalah:
Sebagai bahan bakar kendaraan
Sebagai bahan dasar minuman beralkohol
Sebagai bahan kimia dasar senyawa organik
Sebagai bahan bakar roket
Sebagai antiseptik
Sebagai antidote beberapa racun
Sebagai pelarut untuk parfum, cat dan larutan obat.
Selain memiliki keunggulan yang begitu banyak bioethanol ini pun terdapat
kelemahan, kelemahan-kelemahan tersebut diantaranya:
1. Memerlukan modifikasi mesin jika ingin menggunakan bioethanol murni
pada kendaraan
2. Bisa terjadi kemungkinan ethanol mengeluarkan emisi polutan beracun.
Kelebihan bioetanol dibanding minyak tanah adalah api berwarna biru
sehingga tidak menghanguskan alat masak. Bahan bakar dari bioetanol juga
tidak berbau dan mudah dipadamkan dengan air.
2.3.4 Biogas
Biogas merupakan teknologi pembentukan energi dengan
memanfaatkan limbah, seperti limbah pertanian, limbah peternakan, dan
limbah manusia. Selain menjadi energi alternatif, biogas juga dapat
mengurangi permasalahan lingkungan, seperti polusi udara dan tanah.
Misalnya, seekor sapi potong yang berbobot 400500 kg/ekor menghasilkan
kotoran ternak segar sebanyak 2029 kg/harinya. Bisa dibayangkan berapa
banyak limbah yang dihasilkan dari sebuah peternakan yang mengelola
puluhan sampai ratusan ekor sapi potong. Kondisi tersebut sebenarnya
merupakan peluang usaha untuk dijadikan bahan baku pembuatan biogas. Hasil
dari pembuatan biogas dapat dijadikan sumber energi serta sisa keluaran
berupa lumpur (sludge) dapat dijadikan pupuk siap pakai sehingga dapat
menambah penghasilan bagi
peternak sapi itu sendiri.
Ternak Kg/ekor
Domba 30-40 2
Karbondioksida (CO2).
Dekomposisi kotoran ternak menghasilkan polutan berupa BOD
(Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), polusi air,
polusi udara, dan bakteri patogen. Salah satu solusi untuk mengurangi dampak
negatif limbah peternakan adalah mengelolanya dengan baik.
Sapi/kerbau 0,023-0,040
Babi 0,040-0,059
Ayam 0,065-0,116
Manusia 0,020-0,028
3. Pemanfaatan Biogas
Berkembangnya usaha pemanfaatan limbah menjadi biogas turut
mengembangkan beragam alat instalasi biogas, seperti kompor biogas, rice
cooker, lampu biogas, pompa air, traktor pertanian, dan alat pasteurisasi
yang dimodifikasi agar sesuai dengan penggunaan biogas. Alat tersebut
fungsinya sama dengan yang terdapat di pasaran, hanya saja bahan bakar
yang digunakan berbeda dan sama mudahnya dalam penggunaan.