Anda di halaman 1dari 40

2.

3 Jenis-Jenis Bioenergi
Bioenergi merupakan energi alternatif yang berasal dari sumber-sumber
biologis. Keunggulan pemanfaatan bioenergi ini adalah meningkatkan kualitas
lingkungan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, serta mengurangi
ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.
Saat ini pengembangan bioenergi telah sampai pada generasi keempat yakni
mengubah vegoil dan biodiesel menjadi gasolin. Generasi pertama pengembangan
bioenergi ini dinilai kurang etis karena berkompetisi dengan bahan pangan dan
pakan menjadi vegetable oil, biodiesel, bio-alcohol, biogas, solid biofuel, dan
syngas. Pemanfaatan bahan diluar pangan dan pakan dimulai pada generasi kedua
diantaranya menggunakan limbah, cellulose dan tanaman yang didedikasikan untuk
pengembangan energi (dedicated energy crops), yang mengubah biomassa menjadi
liquid technology. Generasi ketiga pengembangan biofuel adalah oligae yang
berasal dari algae. Selain itu, Pemanfaatan bioenergi saat ini bahkan telah sampai
pada pengembangan bahan bakar pesawat terbang. The Embraer EMB 202 Ipanema
merupakan pesawat pertama yang berbahan bakar ethanol dan banyak
dimanfaatkan di lahan pertanian (agricultural aircraft). Selain itu, telah
dikembangkan juga syngas berbahan dasar kayu yang dimanfaatkan sebagai
generator.

2.3.1 Pelet Kayu


Pelet kayu menjadi bahan bakar primadona saat ini terutama di negara yang
memiliki 4 musim sebagai bahan pengganti batubara (sebagian/seluruhnya)
dalam PLTU batubara, penghangat ruangan, kompor biomassa, dan
pengeringan pada jasa laundry. Ekspor batubara Indonesia mulai merosot
(Januari-September 2015 ekspor batubara turun 19,8%, menjadi 235 juta ton,
sedangkan produksinya turun menjadi 308 juta ton). Akibatnya 37 dari 43
perusahaan tambang batubara di Jambi tutup, dan 70% atau 60 perusahaan di
Samarinda juga tutup. Sekitar 80% perusahaan tambang batubara menyetop
produksi mereka dan tutup sementara. Hanya 500 dari 3.000 perusahaan
pemegang izin usaha pertambangan yang masih beroperasi. Sementara, harga
batubara acuan Indonesia di pasar internasional (Februari 2016) jatuh menjadi
US$50,92/ton, bahkan harga batubara lokal hanya Rp.300.000/ton (yang
normalnya sekitar Rp 1juta/ton). Hal itu disebabkan oleh negara tujuan ekspor
batubara (Korsel, Jepang, China, dan India) secara perlahan beralih ke pelet
kayu Indonesia yang berkualitas baik, ramah lingkungan, dan terbarukan
(terbukti dari permintaan pelet kayu di pasar internasional meningkat pesat).
Di sisi lain, China secara bertahap juga mulai melarang penggunaan batubara
(kalori rendah) bagi warganya (karena polusi dan emisi sulfur yang tinggi).
Australia dan AS meminimalkan penggunaan batubara. Indonesia juga
mengganti penggunaan batubara dengan pelet kayu.
Guna memanfaatkan kelebihan pasokan batubara sekaligus memperbaiki
harga batubara, maka pengusaha batubara diminta melengkapi usahanya
dengan membangun PLTU mulut tambang (dengan teknologi sub-critical pada
boilernya agar ramah lingkungan) sekaligus mempercepat program realisasi
daya listrik 35.000MW.
Ada beberapa alasan batubara akan terhempas oleh pelet kayu:
1. Pelet kayu adalah bahan bakar terbarukan, dan ramah lingkungan,
sedangkan batubara tidak terbarukan dan kurang ramah lingkungan. Oleh
karena itu, pemanfaatan batubara di level internasional berkurang secara
bertahap. Jadi, ada peluang untuk menambah pasokan listrik nasional
menggunakan bahan bakar pelet kayu. Kalori pelet kayu setara dengan
kalori batubara rendah.
2. Produksi karbon lebih rendah dari batubara.
3. Biaya listrik yang dihasilkan pelet kayu pengganti batubara sama dengan
yang dihasilkan gas alam yang tentu saja lebih murah dari batubara.
4. Posisi staf yang diperlukan untuk kehadiran PLTU pelet kayu (termasuk
penyiapan infrastruktur pelet kayu) sekitar 3.480 orang, sedangkan PLTU
batubara dengan daya yang sama membutuhkan staf sekitar 2.540 orang
(menambah lapangan kerja)
5. Permintaan pelet kayu berkelanjutan dalam jangka panjang memotivasi
pemangku kepentingan untuk melestarikan dan memperbaiki manajemen
hutan, sekaligus mengembangkan lahan kritis menjadi hutan tanaman
industri khusus pelet kayu (misalnya kayu Kaliandra Merah, Mahang /
Macaranga Gigantean, Karamunting / Melastoma Malabatricum)
6. Permintaan pelet kayu yang datang dari segenap penjuru dunia terus
berdatangan ke Indonesia yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat

Jenis-Jenis Pellet Kayu


1. Pelet Batang

Gambar 2.11 Pelet Batang


Bahan dasar pelet ini adalah, batang jagung, jerami gandum, jerami padi,
kulit kacang tanah, tongkol jagung, ranting kapas, batang kedelai, gulma
(rumput liar), ranting, dedaunan, serbuk gergaji, dan limbah tanaman lainnya.
Setelah bahan baku diremukkan, lalu ditekan, dan dicetak, dibentuk menjadi
bentuk pelet dengan memberikan tekanan antara roller dan dies pada bahan.
Densitas bahan semula sekitar 130kg/m3, tetapi densitas pelet menaik hingga
di atas 1100kg/m3, sehingga memudahkan untuk disimpan dan ditranspor,
sekaligus kinerja bakarnya menaik.

2. Pelet Bagas
Pelet bagas adalah bioenergi yang baru. Pelet bagas berfungsi sebagai
pengganti kayu bakar, batubara, minyak bakar, dan LPG. Pelet ini dapat
digunakan sebagai pemanas ruangan, kompor, boiler air panas dan industri, dan
PLTBm.
Gambar 2.12 Pelet Bagas

Pemanfaatan pelet bagas


Bagas (ampas tebu) memiliki kandungan energi dan kualitas bakar tinggi.
Prosedur produksinya: pembelian bahan mentah, pengeringan, peletisasi, dan
pengepakan. Kualitas bahan tergantung kepada periode penanaman. Semua
bahan dapat disimpan secara efisien pada waktunya, kemudian dikeringkan,
dan dipeletisasi. Kandungan air pada tanaman tebu sekitar 20-25%. Pelet bagas
memiliki nilai kalori tinggi 3.400-4.200 kKal (sebelum dipeletisasi hanya
sekitar 1.825kKal, dan bila bagas mentah itu hanya dipanaskan menggunakan
gas buang dari cerobong ketel, kadar air ampas turun 40%, dan nilai kalor
menjadi 2305kKal).

3. Pelet Serbuk Gergaji


Jalur produksi pelet serbuk gergaji: pembelian bahan mentah, pengumpulan
bahan, pengeringan, peletisasi dan pengepakan. Kandungan air serbuk gergaji
sekitar 30-45% dan harga bahan mentah sekitar 21,05 - 24,29 USD/ton. Nilai
kalorinya dapat mencapai 4.000 - 4.500 kKal.

Gambar 2.13 Pelet Serbuk Gergaji


4. Pelet Ranting
Jalur produksi pelet ranting: pembelian bahan mentah, peremukan,
pengeringan, peletisasi dan pengepakan. Biaya bahan mentah ~16,19 USD/ton.
Nilai kalori pelet ranting lebih rendah dari pelet serbuk gergaji.

Gambar 2.14 Pelet Ranting

5. Kaliandra Merah
Kaliandra merah (KM) merupakan bahan baku terbaik pelet kayu
(4600kkal/kg, arangnya 7.400 kKal/kg) dibandingkan petai Cina, gamal, dan
sengon buton dari sisi laju tumbuh, penyuburan tanah melalui fiksasi nitrogen
dalam tanah, dan berat jenis, sehingga kadar abu dapat lebih rendah. Lagipula,
umur KM dapat mencapai 29 tahun sekali tanam. KM tidak hanya sebagai
bahan baku pelet kayu (1 Ha KM dapat menghasilkan kayu 20-65m3/tahun),
daunnya sebagai pakan ternak (protein tinggi), dan bunganya sebagai ladang
ternak lebah (produksi madu berasal dari nektar bunga KM terkenal di dunia,
1 Ha KM menghasilkan madu 1 ton/tahun) selama 15 tahun tanpa perawatan
berarti. Ia tumbuh baik di ketinggian 400-600m di atas muka laut, pH~5, dan
sedikit air. Tanaman tersebut sekaligus berfungsi sebagai tanaman penutup
tanah sedang (perdu) (penyubur tanah / konservasi lahan / penahan erosi di
tanah miring) guna menghindari banjir karena akar tunjangnya menghunjam
ke dalam tanah, dan akar halus lainnya yang memanjang hingga ke permukaan
tanah.
Proses Pembuatan Pelet
1. Proses pengeringan
Secara umum, kadar air awal kayu adalah 50%. Perlu untuk
mengeringkan bahan baku ini hingga kadar air mencapai 10-20% untuk
mendapatkan kondisi optimum untuk proses penggilingan dan
pemeletan. Bahan baku dengan ukuran partikel yang besar seharusnya
dikeringkan dengan tanur putar, dan bahan baku dengan ukuran partikel
yang kecil harus dikeringkan dengan menggunakan pengering kilat.
2. Proses penggilingan
Bahan baku seharusnya digiling berdasarkan ukuran pelet. Untuk
keseluruhan kayu atau limbah ukuran besar, bahan baku harus
dihancurkan terlebih dahulu sebelum proses pengeringan supaya kadar
airnya seragam. Akan tetapi, proses ini tidak diperlukan untuk hal
dimana bahan bakunya adalah jerami padi.
3. Proses pemeletan
Penggintil terdiri atas pegumpan, penggulung, dan lumping
sebagaimana disajikan pada Gambar 2.2 menunjukkan diagram
skematik penggintil untuk pellet kayu. Penggintil jenis ini paling
populer di seluruh dunia.
4. Proses pendinginan
Karena pelet yang telah dibuat memiliki suhu yang tinggi dan
mengadung kadar air yang tinggi pula, maka diperlukan proses
pendinginan.
5. Proses penapisan
Pelet yang berkualitas rendah akan dikeluarkan di dalam proses ini.
Ia akan digunakan sebagai energi untuk pengeringan.

Berikut adalah contoh skema mesin alat pembuatan pelet dari jerami
padi/gandum dengan kapasitas pelet 200-300 kg/jam. Mesin tersebut juga
dapat memanfaatkan aneka bahan baku lainnya seperti kayu, ampas tebu,
batang / kulit jagung / sorgum, kulit kacang, ampas jarak pagar, kulit kopi,
tanaman cepat tumbuh, pelepah sawit (8,6ton/Ha, 3650kCal/kg) serbuk gergaji,
potongan kertas, dan tatal kayu. Mesin terdiri atas, hammer mill, pellet mill,
cooler, vibrated pellet separator yang dilengkapi dengan penangkap debu guna
mencegah polusi debu. Seperti diketahui, jerami adalah benda yang halus dan
sulit dipres. Oleh karena itu, mesin memerlukan pengumpanan screw conveyor
yang khusus dirancang dengan tambahan hopper, sehingga pengguna dapat
menambah serbuk gergaji dan potongan kertas guna meningkatkan kualitas
pelet. Bila umpan terlalu basah, maka pengering ekstra perlu ditambahkan.

Gambar 2.16 Jenis mesin membuat pelet dari aneka bahan baku biomassa.

Perbandingan Pelet jerami (terhadap jerami padi) adalah: Kandungan air: 8-


10% (15-30%); kadar abu 3% (15-20%); Nilai kalori: 18,5 MJ/kg (13,98
MJ/kg) atau 4422 kKal/kg (3341 kKal/kg). Pembakaran pelet jerami
menghasilkan karbon netral yang dapat digunakan kembali pada pertumbuhan
biomassa berikutnya.
Pembuatan pelet jerami dapat menaikkan densitas curahnya, mengurangi
biaya transpor, kandungan energi menaik
(4422kKal/kg), kadar abu rendah (3%), dan abu pembakaran pelet jerami
dapat digunakan sebagai pupuk mineral untuk pertumbuhan tanaman.

2.3.2 Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono--alkyl
ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi
bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti
minyak sayur atau lemak hewan.
Sebuah proses dari esterifikasi lipid digunakan untuk mengubah minyak
dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah
melewati proses ini, tidak seperti minyak sayur langsung, biodiesel memiliki
sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat
menggantikannya dalam banyak kasus. Namun, dia lebih sering digunakan
sebagai penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar diesel
petrol murni ultra rendah belerang yang rendah pelumas.
Biodiesel dapat dibuat dari berbagai minyak nabati (minyak nabati atau lemak
hewani) melalui proses esterifikasi gliserida atau dikenal dengan proses
alkoholisis.
Ester merupakan suatu senyawa turunan asam karboksilat dimana gugus
hidroksi dari asam karboksilat digantikan oleh gugus alkoksi. Esterifikasi
merupakan rekasi pembentukan ester antara asam karboksilat dan alcohol.
Esterifikasi adalah reaksi ionic yang merupakan kombinasi dari rekasi adisi dan
penyusunan ulang (reaarangement).
Esterifikasi langsung, yang merupakan rekasi antara alcohol dengan asam
lemak.
RCOOH + ROH RCOOR + H2O
Reaksinya merupakan rekasi substitusi nukleofilik gugus asil. Reaksinya
tidak langsung secara substitusi, tetapi melalui 2 tahap yaitu tahap pertama
adalah adisi nukleofilik dan diikuti tahap ke dua yaitu eliminasi.
Transesterifikasi yang meliputi :
1. Alkoholisis, merupakan reaksi antara ester dengan alcohol membentuk ester
yang baru.
RCOOR + ROH RCOOR + ROH
2. Asidolisi, merupakan reaksi antara ester dengan asam karboksilat
membentuk ester yang baru.
RCOOR + RCOOH RCOOR + RCOOH
Interesterifikasi merupakan suatu reaksi ester dengan ester lainnya atau disebut
ester interchange.
Teknik produksi biodiesel yang dilakukan saat ini pada umumnya yaitu
transesterifikasi. Cara ini merupakan teknik yang paling ekonomis karena :
proses memerlukan temperature rendah dan tekanan atmosfir (150F, 20Psi)
tingkat konversi tinggi (mencapai 98%) dengan waktu rekasi yang cukup
singkat dan reaksi samping yang minimal konversi langsung ke metal ester
(biodiesel) tanpa melalui tahapan intermediate tidak memerlukan konstruksi
yang rumit
Minyak atau lemak direaksikan dengan alcohol seperti methanol, dengan
bantuan katalis. Dari proses ini dihasilkan glycerin dan metal ester (Biodiesel).
Methanol kemudian di-recovery. Katalis yang digunakan umumnya KOH atau
NaOH yang tercampurkan secara baik dalam alcohol.
Proses produksi biodiesel yang akan dipaparkan lebih lanjut adalah
biodiesel berbahan baku minyak sawit / CPO (Crude Palm Oil). Secara garis
besar, proses produksi biodiesel berbahan baku minyak sawit / CPO
digambarkan pada Gambar 19.
Gambar 2.17 produksi biodiesel berbahan baku minyak sawit / CPO
Tahapan-tahapan proses produksi biodiesel berbahan baku minyak sawit serta
produk sampingnya meliputi :

Penyiapan bahan baku dan reaksi esterifikasi


Bahan baku berupa CPO disiapkan untuk mengkondisikan bahan baku serta
mengurangi tingkat kesulitan pemurnian produk pada proses selanjutnya.
Proses penyiapan bahan baku terdiri dari :
1. Pemanasan untuk mencairkan CPO sekaligus untuk mencapai temperature
operasi reaksi esterifikasi
2. Proses degumming, yakni proses penghilangan pengotor berupa zat-zat
terlarut atau zat-zat yang bersifat koloidal seperti resin, gum, protein dan
fosfatida dalam minyak mentah. Proses degumming biasanya dilakukan
dengan beberapa cara yaitu : pemanasan, penambahan asam, penambahan
basa, proses hidrasi atau menggunakan reagen khusus. Proses degumming
dengan menggunakan asam dan pemanasan memiliki kelebihan karena tidak
menyebabkan proses penyabunan asam lemak bebas, yang dapat
menyerapzat lender dan sebagian pigmen. Selain itu, dengan cara ini
kandungan asam lemak bebas dalam CPO tidak akan hilang, bahkan dalam
proses selanjutnya sisa asam tersebut dapat dijadikan katalis pada reaksi
esterifikasi asam lemak bebas yang masih utuh menjadi metal ester,
sehingga perolehan produk lebih banyak. Rekasi esterifikasi tersebut
berlangsung menurut persamaan rekasi berikut ini :

Air yang terbentuk kemudian dihilangkan dengan cara pemanasan hingga


120C.

3. Pembuatan katalis sodium metoksida


Bahan baku pembuatan Sodium Metoksida adalah Metanol dan Sodium
Hidroksida (NaOH). Jumlah katalis yang digunakan biasanya 10% berat
minyak yang digunakan.

4. Reaksi Transesterifikasi
Reaksi transesterifikasi berlangsung pada temperature sekitar 60C dan
dilakukan selama 4 6 jam. Untuk mendapatkan yield yang tinggi, reaksi
transesterifikasi dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, katalis yang
digunakan sebanyak 2/3 bagian katalis total. Sisanya direaksikan dengan
produk hasil reaksi tahap pertama yang dipisahkan gliserolnya.
Produk dari reaksi transesterifikasi sempurna didalam reaktor berupa cairan
yang terpisah menjadi dua lapisan. Lapisan atas merupakan lapisan metal ester
kotor, sedangkan lapisan bawah adalah gliserol kotor. Jika reaksi belum
sempurna, akan ada lapisan ketiga ditengah berupa minyak yang tidak
terkonversi.
5. Pemurnian metil ester
Selanjutnya, metil ester yang diperoleh dimurnikan. Proses ini pada
umumnya melalui tahapan recovery methanol dan penghilangan pengotor.
Lapisan metal ester yang mengandung methanol dipanaskan, kemudian uap
methanol dikondensasikan.
Kemudian metil ester dibersihkan untuk menghilangkan sisa katalis dan
kotoran lain seperti sabun. Untuk meningkatkan kemurnian metal ester
dilakukan dua tahap pembersihan, yaitu menggunakan gliserol murni dan
penetralan diikuti dengan pencucian dengan air. Gliserol disemprotkan ke
permukaan metal ester dan karena lebih berat akan turun melewati metal ester
sambil membawa sisa-sisa pengotor. Pada tahap akhir, gliserol dipisahkan
kembali dari metal ester.
Pencucian menggunakan air dilakukan dengan beberapa metode sekaligus,
dimana diharapkan pencucian berlangsung efektif dan biodiesel yang diperoleh
cukup bersih. Metode pencucian tersebut adalah :
1. Menambahkan asam asetat. Dimaksudkan untuk menetralkan biodiesel dan
mengeluarkan sisa sodium. Penambahan asam asetat akan mengurangi
pemakaian air.
2. Menggunakan percikan air bersih. Air yang dipercikkan dipermukaan
biodiesel akan turun sepanjang lapisan biodiesel sambil melarutkan sisa-sisa
katalis dan kotoran
3. Menggunakan metode pengadukan mekanis. Pengadukan dilakukan sekitar
50 70 rpm untuk meningkatkan kontak air dengan biodiesel. Setelah
melalui tahap pencucian, metal ester dikeringkan untuk menghilangkan sisa
air pencuci dengan dipanaskan sampai suhu 120C. Metil ester kering
kemudian didinginkan sampai temperature dibawah 38C agar gliserol yang
masih tersisa membeku. Selanjutnya metal ester disaring dan dimasukkan
ke dalam tangki penyimpanan.
4. Perolehan kembali methanol dan pemurnian gliserol
Larutan gliserol kotor hasil pemisahan, dipanaskan untuk memperoleh
kembali methanol yang ada di dalamnya. Uap Metanol kemudian
dikondensasikan dan disalurkan kembali ke tangki Metanol. Gliserol bebas
methanol diencerkan dengan menambahkan 2/3 bagian air bersih, dan
dipanaskan agar sisa asam lemak bebas hasil hidrolisis tersabunkan oleh sisa
NaOH. Ester dari sabun yang terbentuk dikeluarkan dari larutan dengan cara
menambahkan sejumlah garam NaCl. Larutan Gliserin kemudian ditambahkan
H2SO4 dan Aluminium Hidroksida sampai mencapai pH 4,5. Padatan yang
terbentuk kemudian disaring. Larutan dinetralkan dengan penambahan 50 %
larutan NaOH, kemudian didistilasi. Gliserol yang teah murni (kemurnian >
99,5%) disimpan, dan sebagian dikirim ke unit pembersihan Biodiesel.

Kelebihan dan Kelemahan Biodiesel


Produksi dan penggunaan BBM alternatif harus segera direalisasikan
untuk menutupi kekurangan terhadap kebutuhan BBM fosil yang semakin
meningkat. Biodiesel dapat dibuat dari bermacam sumber, seperti minyak
nabati, lemak hewani dan sisa dari minyak atau lemak (misalnya sisa minyak
penggorengan). Biodiesel memiliki beberapa kelebihan dibanding bahan bakar
diesel petroleum. Keunggulan Biodiesel :
1. Biodiesel tidak beracun.
2. Biodiesel adalah bahan bakar biodegradable.
3. Biodiesel lebih aman dipakai dibandingkan dengan diesel konvensional.
4. Biodiesel dapat dengan mudah dicampur dengan diesel konvensional, dan
dapat digunakan di sebagian besar jenis kendaraan saat ini, bahkan dalam
bentuk biodiesel B100 murni.
5. Biodiesel dapat membantu mengurangi ketergantungan kita pada bahan
bakar fosil, dan meningkatkan keamanan dan kemandirian energi.
6. Biodiesel dapat diproduksi secara massal di banyak negara, contohnya USA
yang memiliki kapasitas untuk memproduksi lebih dari 50 juta galon
biodiesel per tahun.
7. Produksi dan penggunaan biodiesel melepaskan lebih sedikit emisi
dibandingkan dengan diesel konvensional, sekitar 78% lebih sedikit
dibandingkan dengan diesel konvensional.
8. Biodiesel memiliki sifat pelumas yang sangat baik, secara signifikan lebih
baik daripada bahan bakar diesel konvensional, sehingga dapat
memperpanjang masa pakai mesin.
9. Biodiesel memiliki delay pengapian lebih pendek dibandingkan dengan
diesel konvensional.
10.Biodiesel tidak memiliki kandungan sulfur, sehingga tidak memberikan
kontribusi terhadap pembentukan hujan asam.
Kelemahan Biodiesel:
1. Biodiesel saat ini sebagian besar diproduksi dari jagung yang dapat
menyebabkan kekurangan pangan dan meningkatnya harga pangan. Hal
ini bisa memicu meningkatnya kelaparan di dunia.
2. Biodiesel 20 kali lebih rentan terhadap kontaminasi air dibandingkan
dengan diesel konvensional, hal ini bisa menyebabkan korosi, filter rusak,
pitting di piston, dll.
3. Biodiesel murni memiliki masalah signifikan terhadap suhu rendah.
4. Biodiesel secara signifikan lebih mahal dibandingkan dengan diesel
konvensional.
5. Biodiesel memiliki kandungan energi yang jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan diesel konvensional, sekitar 11% lebih sedikit
dibandingkan dengan bahan bakar diesel konvensional.
6. Biodiesel dapat melepaskan oksida nitrogen yang dapat mengarah pada
pembentukan kabut asap.
7. Biodiesel, meskipun memancarkan emisi karbon yang secara signifikan
lebih aman dibandingkan dengan diesel konvensional, masih berkontribusi
terhadap pemanasan global dan perubahan iklim.
Karakteristik Biodiesel

Tabel 2.4 Syarat Mutu biodiesel ester alkil


No. Parameter Satuan Nilai

1 Massa jenis pada suhu 40 Kg/m3 850-890

2 Viskositas kinetic pada suhu Mm2/s(cSt) 2,3-6,0


40
3 Min. 51
Angka setana
4 Min.100
Titik nyala (mangkok tertutup)
5 Maks. 18
Titik Embun
6 Maks. No.3
Kororsi lempengan tembaga
7 % massa Maks. 0,05
Residu karbon
Maks. 0,30
-dalam contoh asli, atau

-dalam 10% ampas destilasi


8 % vol Maks. 0,05
Air dan sedimen
9 Ppm- Maks. 100
Belerang m(mg/kg)
10 Maks. 10
Fosfor Ppm-
11 Maks. 0,8
m(mg/kg)
Angka asam
Mg-KOH/g

Sumber : SNI 04-7182-2006


Sumber Sumber Biodiesel

Tabel 2.5 Yield minyak dari tanaman darat dan mikroalga per satuan luas
area (kL/ha)
Jenis Tanaman Hasil Minyak

Jagung 172

Kedelai 446

Minyak Jarak 1.892

Kelapa 2.689

Minyal Palm 5.950

Mikroalga 58.700

Sumber : Chisti, 2007

2.3.3 Bioetanol
Ethanol merupakan senyawa Hidrokarbon dengan gugus Hydroxyl (-
OH) dengan 2 atom karbon (C) dengan rumus kimia C2H5OH. Secara umum
Ethanol lebih dikenal sebagai Etil Alkohol berupa bahan kimia yang diproduksi
dari bahan baku tanaman yang mengandung karbohidrat (pati) seperti ubi
kayu,ubi jalar,jagung,sorgum,beras,ganyong dan sagu yang kemudian
dipopulerkan dengan nama Bioethanol. Bahan baku lain-nya adalah tanaman
atau buah yang mengandung gula seperti tebu, nira, buah mangga, nenas,
pepaya, anggur, lengkeng, dll. Bahan berserat (selulosa) seperti sampah
organik dan jerami padi pun saat ini telah menjadi salah satu alternatif
penghasil ethanol. Bahan baku tersebut merupakan tanaman pangan yang biasa
ditanam rakyat hampir di seluruh wilayah Indonesia,sehingga jenis tanaman
tersebut merupakan tanaman yang potensial untuk dipertimbangkan sebagai
sumber bahan baku pembuatan bioethanol. Namun dari semua jenis tanaman
tersebut, ubi kayu merupakan tanaman yang setiap hektarnya paling tinggi
dapat memproduksi bioethanol. Selain itu pertimbangan pemakaian ubi kayu
sebagai bahan baku proses produksi bioethanol juga didasarkan pada
pertimbangan ekonomi. Pertimbangan ke-ekonomian pengadaan bahan baku
tersebut bukan saja meliputi harga produksi tanaman sebagai bahan baku, tetapi
juga meliputi biaya pengelolaan tanaman, biaya produksi pengadaan bahan
baku, dan biaya bahan baku untuk memproduksi setiap liter ethanol.
Secara umum ethanol biasa digunakan sebagai bahan baku industri
turunan alkohol, campuran untuk miras, bahan dasar industri farmasi,
kosmetika dan kini sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan bermotor.
Mengingat pemanfaatan ethanol beraneka ragam, sehingga grade ethanol yang
dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaannya. Untuk ethanol
yang mempunyai grade 90-95% biasa digunakan pada industri, sedangkan
ethanol/bioethanol yang mempunyai grade 95-99% atau disebut alkohol teknis
dipergunakan sebagai campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi.
Sedangkan grade ethanol/bioethanol yang dimanfaatkan sebagai campuran
bahan bakar untuk kendaraan bermotor harus betul-betul kering dan anhydrous
supaya tidak menimbulkan korosif, sehingga ethanol/bio-ethanol harus
mempunyai grade tinggi antara 99,6-99,8 % (Full Grade Ethanol = FGE).
Perbedaan besarnya grade akan berpengaruh terhadap proses konversi
karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air.

Proses Produksi Bioethanol


Produksi ethanol/bioethanol (atau alkohol) dengan bahan baku tanaman
yang mengandung pati atau karbohydrat, dilakukan melalui proses konversi
karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air.
Tabel 2.7 Konversi Bahan Baku Tanaman Yang Mengandung Pati Atau
Karbohidrat Dan Tetes Menjadi Bio-Ethanol
Bahan Baku Kandungan Jmlh Hasil Perbandingan
Gula Dalam Konversi Bahan Baku
Jenis Konsumsi
Bahan Bioethanol dan Bioethanol
(Kg)
Baku (Liter)

(Kg)

Ubi
1000 250-300 166,6 6,5 : 1
Kayu

Ubi
1000 150-200 125 8:1
Jalar

Jagung 1000 600-700 200 5:1

Sagu 1000 120-160 90 12 : 1

Tetes 1000 500 250 4:1

Sumber:Suharyanto

Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, proses pembuatannya dapat


dibedakan berdasarkan zat pembantu yang dipergunakan, yaitu Hydrolisa
asam dan Hydrolisa enzyme. Berdasarkan kedua jenis hydrolisa tersebut,
saat ini hydrolisa enzyme lebih banyak dikembangkan, sedangkan hydrolisa
asam (misalnya dengan asam sulfat) kurang dapat berkembang, sehingga
proses pembuatan glukosa dari pati-patian sekarang ini dipergunakan
dengan hydrolisa enzyme. Dalam proses konversi karbohidrat menjadi gula
(glukosa) larut air dilakukan dengan penambahan air dan enzyme; kemudian
dilakukan proses peragian atau fermentasi gula menjadi ethanol dengan
menambahkan yeast atau ragi. Reaksi yang terjadi pada proses produksi
ethanol/bio-ethanol secara sederhana ditujukkan pada reaksi 1 dan 2.
H2O
(C6H10O5)n n C6H12O6 (1)
Enzim
(Pati) (glukosa)

(C6H12O6)n 2 C2H5OH + 2CO2 (2)


Yeast (ragi) (Glukosa) (etanol)

Selain ethanol/bioethanol dapat diproduksi dari bahan baku tanaman


yang mengandung pati atau karbohydrat, juga dapat diproduksi dari bahan
tanaman yang mengandung selulosa (mis: jerami padi), namun dengan adanya
lignin mengakibatkan proses penggulaannya menjadi lebih sulit, sehingga
pembuatan ethanol/bioethanol dari selulosa sementara ini tidak kami
rekomendasikan. Meskipun teknik produksi ethanol/bioethanol merupakan
teknik yang sudah lama diketahui, namun ethanol/bioethanol untuk bahan
bakar kendaraan memerlukan ethanol dengan karakteristik tertentu yang
memerlukan teknologi yang relatif baru di Indonesia antara lain mengenai
neraca energi (energy balance) dan efisiensi produksi, sehingga penelitian lebih
lanjut mengenai teknologi proses produksi ethanol masih perlu dilakukan.
Secara singkat teknologi proses produksi ethanol/bioethanol tersebut
dapat dibagi dalam 5 tahap, yaitu Persiapan Bahan Baku, Liquefikasi dan
Sakarifikasi, Fermentasi, Distilasi, dan Dehidrasi.

Persiapan Bahan Baku


Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai
tanaman, baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal
Tebu (sugarcane), gandum manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan
tepung seperti jagung (corn), singkong (cassava) dan gandum (grain sorghum)
disamping bahan lainnya. Persiapan bahan baku beragam bergantung pada
jenis bahan bakunya, sebagai contoh kami menggunakan bahan baku Singkong
(ubi kayu). Singkong yang telah dikupas dan dibersihkan dihancurkan untuk
memecahkan susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik.

Penghancuran Singkong Pemasakan bahan baku

Gambar 2.18 Treatment Bahan Baku Bioetanol Sebelum Diolah

Liquifikasi dan Sakarifikasi


Kandungan karbohidrat berupa tepung atau pati pada bahan baku
singkong dikonversi menjadi gula komplex menggunakan Enzym Alfa
Amylase melalui proses pemanasan (pemasakan) pada suhu 90 derajat celcius
(hidrolisis). Pada kondisi ini tepung akan mengalami gelatinasi (mengental
seperti Jelly). Pada kondisi optimum Enzym Alfa Amylase bekerja
memecahkan struktur tepung secara kimia menjadi gula komplex (dextrin).
Proses Liquifikasi selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang
diproses berubah menjadi lebih cair seperti sup. Sedangkan proses Sakarifikasi
(pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan tahapan
sebagai berikut :
- Pendinginan bubur sampai mencapai suhu optimum Enzym Glukosa
Amylase bekerja.
- Pengaturan pH optimum enzim.
- Penambahan Enzym Glukosa Amilase secara tepat dan mempertahankan
pH serta temperatur pada suhu 60 derajat celcius hingga proses
Sakarifikasi selesai (dilakukan dengan melakukan pengetesan kadar gula
sederhana yang dihasilkan).
Gambar 2.19 Liquifikasi dan Sakarifikasi

Fermentasi
Pada tahap ini, tepung telah telah berubah menjadi gula sederhana
(glukosa dan sebagian fruktosa) dengan kadar gula berkisar antara 5 hingga 12
%. Tahapan selanjutnya adalah mencampurkan ragi (yeast) pada cairan bahan
baku tersebut dan mendiamkannya dalam wadah tertutup (fermentor) pada
kisaran suhu optimum 27 s/d 32 derajat celcius selama kurun waktu 5 hingga
7 hari (fermentasi secara anaerob). Keseluruhan proses membutuhkan
ketelitian agar bahan baku tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Dengan
kata lain,dari persiapan baku,liquifikasi,sakarifikasi,hingga fermentasi harus
pada kondisi bebas kontaminan. Selama proses fermentasi akan menghasilkan
cairan etanol/alkohol dan CO2.
Hasil dari fermentasi berupa cairan mengandung alkohol/ethanol
berkadar rendah antara 7 hingga 10 % (biasa disebut cairan Beer). Pada kadar
ethanol max 10 % ragi menjadi tidak aktif lagi,karena kelebihan alkohol akan
beakibat racun bagi ragi itu sendiri dan mematikan aktifitasnya.

Gambar 2.20 Fermentasi bahan baku bioethanol


Distilasi
Distilasi atau lebih umum dikenal dengan istilah penyulingan dilakukan
untuk memisahkan alkohol dalam cairan beer hasil fermentasi. Dalam proses
distilasi, pada suhu 78 derajat celcius (setara dengan titik didih alkohol) ethanol
akan menguap lebih dulu ketimbang air yang bertitik didih 95 derajat celcius.
Uap ethanol didalam distillator akan dialirkan kebagian kondensor sehingga
terkondensasi menjadi cairan ethanol. Kegiatan penyulingan ethanol
merupakan bagian terpenting dari keseluruhan proses produksi bioethanol.
Dalam pelaksanaannya dibutuhkan tenaga operator yang sudah menguasai
teknik penyulingan ethanol. Selain operator, untuk mendapatkan hasil
penyulingan ethanol yang optimal dibutuhkan pemahaman tentang teknik
fermentasi dan peralatan distillator yang berkualitas.
Penyulingan ethanol dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara :
1. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator tradisional
(konvensional). Dengan cara ini kadar ethanol yang dihasilkan hanya
berkisar antara antara 20 s/d 30 %.
2. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator model kolom reflux
(bertingkat). Dengan cara dan distillator ini kadar ethanol yang dihasilkan
mampu mencapai 90-95 % melalui 2 (dua) tahap penyulingan.
5. Dehidrasi
Hasil penyulingan berupa ethanol berkadar 95 % belum dapat larut
dalam bahan bakar bensin. Untuk substitusi BBM diperlukan ethanol berkadar
99,6-99,8 % atau disebut ethanol kering. Dalam proses pemurnian ethanol 95
% akan melalui proses dehidrasi (distilasi absorbent) menggunakan beberapa
cara,antara lain : 1. Cara Kimia dengan menggunakan batu gamping 2. Cara
Fisika ditempuh melalui proses penyerapan menggunakan Zeolit Sintetis 3
angstrom. Hasil dehidrasi berupa ethanol berkadar 99,6-99,8 % sehingga dapat
dikatagorikan sebagai Full Grade Ethanol (FGE),barulah layak digunakan
sebagai bahan bakar motor sesuai standar Pertamina. Alat yang digunakan pada
proses pemurnian ini disebut Dehidrator.
Proses penyulingan ethanol dengan alat konvensional

Penyulingan (distilasi) ethanol menggunakan distillator model kolom reflux

Cairan ethanol dari proses distilasi Bioethanol kadar 95-96 % (alkohol teknis)
Cairan ethanol dari proses distilasi
Pengukuran kadar ethanol (alkohol)
Gambar 2.21 Langkah Kerja Pembuatan Bioetanol

Hasil samping penyulingan ethanol


Akhir proses penyulingan (distilasi) ethanol menghasilkan limbah
padat (sludge) dan cair (vinase). Untuk meminimalisir efek terhadap
pencemaran lingkungan, limbah padat dengan proses tertentu dirubah menjadi
pupuk kalium,bahan pembuatan biogas,kompos,bahan dasar obat nyamuk
bakar dan pakan ternak. Sedangkan limbah cair diproses menjadi pupuk cair.
Dengan demikian produsen bioethanol tidak perlu khawatir tentang isu
berkaitan dengan dampak lingkungan.

Limbah padat (sludge) Limbah cair (Vinase)

Gambar 2.22 Limbah Hasil Pemuatan Bioetanol

Rumus Kimia Bioetanol/Etanol


Etanol adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar,
tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat
ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol adalah
obat rekreasi yang paling tua. Etanol termasuk dalam alkohol rantai tunggal,
dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan
isomernstitusional dari dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH,
dengan Et merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5).

Sifat Fisika Dan Sifat Kimia Bioetanol


a. Sifat Fisika Bioetanol
- Berbentuk cair
- Tidak berwarna
- Mudah terbakar
- Larut dalam air dan pelarut organik lainnya (meliputi asam asetat,
aseton, benzena, karbon tetraklorida, dietil eter, etilena glikol, gliserol,
nitrometana, piridina, dan toluena).
- Larut dalam hidrokarbon alifatik yang ringan, seperti pentana dan
heksana
- Larut dalam senyawa klorida alifatik seperti trikloroetana dan
tetrakloroetilena.
b. Sifat Kimia Bioetanol
- Memiliki titik didih 78,40c dan titik leleh -114,30c
- Densitasnya 0,789 g/cm3
- Dan memiliki tingkat keasaman 15,9.

Manfaat Bioetanol
Manfaat bioetanol sendiri dalam kehidupan sehari-hari adalah
sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan karena memiliki
bilangan oktan yang cukup tinggi, selain itu juga bioetanol dijadikan sebagai
bahan baku beralkohol. Adapun manfaat bioetanol yang lainnya adalah:
Sebagai bahan bakar kendaraan
Sebagai bahan dasar minuman beralkohol
Sebagai bahan kimia dasar senyawa organik
Sebagai bahan bakar roket
Sebagai antiseptik
Sebagai antidote beberapa racun
Sebagai pelarut untuk parfum, cat dan larutan obat.

Keunggulan dan Kelemahan Bahan Bakar Etanol


Seperti semua bahan bakar lainnya, bahan bakar etanol juga memiliki
keunggulan dan kelemahan yang akan dibahas di artikel ini. Salah satu
keunggulan bahan bakar etanol yang paling jelas adalah bahan bakar etanol
merupakan sumber energi terbarukan, yang berarti bahwa bahan bakar etanol
tidak terbatas seperti bahan bakar fosil.
Negara yang menggunakan etanol akan mengurangi ketergantungannya
pada impor minyak asing, dan juga mengurangi efek harga minyak yang tak
stabil. Produksi etanol dalam jumlah besar di dalam negeri akan memastikan
bahwa uang akan tetap berputar di dalam negeri dan bukannya dibelanjakan
pada minyak asing yang mahal. Tentu saja peningkatan produksi etanol dalam
negeri juga akan menciptakan lebih banyak pekerjaan, dan juga sangat
mungkin akan menurunkan harga bahan bakar.
Pembakran etanol lebih bersih daripada bahan bakar fosil yang berarti
mengurangi emisi gas rumah kaca. Hal ini merupakan keuntungan etanol yang
paling signifikan bagi lingkungan dibandingkan dengan bahan bakar fosil.
Bahan bakar etanol juga memiliki kelemahan dan fakta bahwa sebagian
besar produksi etanol berasal dari tanaman pangan memiliki potensi untuk
meningkatkan harga pangan dan bahkan menyebabkan kekurangan pangan. Isu
bahan bakar vs makanan adalah bahan perdebatan utama, karena dengan
adanya peningkatan penggunaan etanol maka banyak lahan yang akan
dipergunakan untuk memproduksi etanol, bukan untuk menghasilkan
makanan, dan ini akan menyebabkan kekurangan jumlah pangan yang diikuti
dengan peningkatan harga pangan, dan kemungkinan akan menghasilkan lebih
banyak masalah kelaparan di dunia.
Etanol menghasilkan energi per satuan volume lebih rendah dibandingkan
dengan bensin. Etanol juga cenderung sangat korosif karena dapat dengan
mudah menyerap air dan kotoran. Tanpa sistem penyaringan yang tepat, etanol
dapat menyebabkan korosi di dalam blok mesin terjadi dengan cepat.
Saat kompresi, mesin yang didesain untuk etanol murni memiliki efisiensi
bahan bakar 20-30% lebih rendah dibandingkan mesin yang didesain untuk
bensin murni. Mesin yang menggunakan campuran etanol tinggi akan menjadi
masalah saat cuaca dingin (musim dingin).
Selain itu, beberapa keunggulan yang dapat diperoleh dari bioethanol adalah
sebagai berikut:
1. Nilai oktan yang tinggi menyebabkan campuran bahan bakar terbakar tepat
pada waktunya sehingga tidak menyebabkan fenomena knocking.
2. Emisi gas buang tidak begitu berbahaya bagi lingkungan salah satunya gas
CO2 yang dapat dimanfaatkan kembali oleh tumbuhan untuk proses
fotosintesa serta emisi NO yang rendah
3. Efisiensi tinggi dibanding bensin

Selain memiliki keunggulan yang begitu banyak bioethanol ini pun terdapat
kelemahan, kelemahan-kelemahan tersebut diantaranya:
1. Memerlukan modifikasi mesin jika ingin menggunakan bioethanol murni
pada kendaraan
2. Bisa terjadi kemungkinan ethanol mengeluarkan emisi polutan beracun.
Kelebihan bioetanol dibanding minyak tanah adalah api berwarna biru
sehingga tidak menghanguskan alat masak. Bahan bakar dari bioetanol juga
tidak berbau dan mudah dipadamkan dengan air.

Hambatan-hambatan yang mempengaruhi pengembangan bioetanol


1. Industri non-energi juga membutuhkan bioetanol
Menurut Kepala Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati,
Alhilal Hamdi(dalam Market Intelligence Report On Perkembangan
Industri Biofuel di Indonesia) menyatakan, keterbatasan salah satu bahan
baku utama biofuel, yaitu etanol untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar
menjadi kendala utama. Etanol yang tersedia, jadi rebutan dengan dengan
industri lain. Etanol di Indonesia juga digunakan untuk industri alkohol atau
industri lain seperti rokok, kosmetik dan plastik.

2. Harga yang Belum Bersaing


Biaya produksi biofuel seperti biodiesel berkisar antara Rp. 8000
Rp. 10000, sementara biaya produksi bioetanol melebihi biodiesel. Hal ini
mengakibatkan bioetanol kalah bersaing dengan BBM bersubsidi.
Disamping itu proses pembuatan biodiesel yang menggunakan unit destilasi
juga memerlukan energi yang besar sehingga modal yang diperlukan untuk
biaya produksi pun meningkat.
Terlebih lagi, apabila industri ingin mengekspor bioetanol ke negara
lain, pajak impor yang ditetapkan sangat besar, yakni 30%. Hal ini yang
menyebabkan pasar bioetanol sepi peminat.

3. Efisiensi produksi bioetanol


Menurut Agus Haryono, Koordinator Proyek Kerja Sama Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan Korea International
Cooperation Agency (Koica) dalam pengembangan pabrik bioetanol
generasi kedua, meneliti bahwa efisiensi kerja enzim dalam fermentasi
bahan baku menjadi bioetanol perlu ditingkatkan, karena enzim hanya
mampu menghasilkan kadar bioetanol sebesar 6% saja. Disamping itu,
kemurnian bioetanol harus dijaga kualitasnya, hal ini berpengaruh terhadap
performa mesin kendaraan dimana kandungan air yang terdapat pada
bioetanol dapat menyebabkan korosi pada mesin kendaraan.

4. Bahan baku bietanol untuk energi atau pangan


Tebu merupakan bahan baku bioetanol yang paling potensial
digunakan. Namun, tidak seperti Brazil yang memiliki luas daratan yang
besar. Indonesia adalah negra kepulauan, sehingga keterbatasan lahan
menjadi kendala. Disamping itu, komoditas tebu di Indonesia lebih
cenderung dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan gula pasir sebagai
bahan pangan.

Solusi-solusi strategis untuk meningkatkan pengembangan bietanol


Strategi yang dapat diambil agar bioetanol dapat bertahap digunakan
sebagai bahan bakar pengganti bensin antara lain:
- Menghapus atau mengurangi subsidi premium sampai harga bioetanol
dapat bersaing dipasaran
- Meningkatkan subsidi bioetanol dibarengi dengan pengurangan subsidi
premium
- Melakukan budidaya tanaman-tanaman sebagai bahan baku bioetanol yang
tidak bersaing dengan pangan dan memperluas wilayahnya
Disamping itu, pemerintah harus konsisten melaksanakan kebijakan
terkait bioetanol agar pemanfaatan energi terbarukan ini bisa berjalan dengan
optimal dan dapat menjaga ketahanan energi Indonesia di masa depan.

2.3.4 Biogas
Biogas merupakan teknologi pembentukan energi dengan
memanfaatkan limbah, seperti limbah pertanian, limbah peternakan, dan
limbah manusia. Selain menjadi energi alternatif, biogas juga dapat
mengurangi permasalahan lingkungan, seperti polusi udara dan tanah.
Misalnya, seekor sapi potong yang berbobot 400500 kg/ekor menghasilkan
kotoran ternak segar sebanyak 2029 kg/harinya. Bisa dibayangkan berapa
banyak limbah yang dihasilkan dari sebuah peternakan yang mengelola
puluhan sampai ratusan ekor sapi potong. Kondisi tersebut sebenarnya
merupakan peluang usaha untuk dijadikan bahan baku pembuatan biogas. Hasil
dari pembuatan biogas dapat dijadikan sumber energi serta sisa keluaran
berupa lumpur (sludge) dapat dijadikan pupuk siap pakai sehingga dapat
menambah penghasilan bagi
peternak sapi itu sendiri.

1. Prinsip Dasar Biogas


Prinsip dasar teknologi biogas adalah proses penguraian bahan-
bahan organik oleh mikroorganisme dalam kondisi tanpa udara (anaerob)
untuk menghasilkan campuran dari beberapa gas, di antaranya metan dan
CO2. Biogas dihasilkan dengan bantuan bakteri metanogen atau
metanogenik. Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang
mengandung bahan organik, seperti limbah ternak dan sampah organik.
Proses tersebut dikenal dengan istilah anaerobic digestion atau pencernaan
secara anaerob. Umumnya, biogas diproduksi menggunakan alat yang
disebut reaktor biogas (digester) yang dirancang agar kedap udara
(anaerob), sehingga proses penguraian oleh mikroorganisme dapat berjalan
secara optimal. Berikut beberapa keuntungan yang dihasilkan dari digester
anaerob.

Gambar 2.23 Pembuatan Biogas

a). Keuntungan Pengolahan Limbah


1. Digunakan untuk proses pengolahan limbah yang alami.
2. Lahan yang dibutuhkan lebih kecil dibandingkan dengan lahan untuk
proses kompos.
3. Memperkecil rembesan polutan.
4. Menurunkan volume limbah yang dibuang.
b). Keuntungan Energi
1. Menghasilkan energi yang bersih.
2. Bahan bakar yang dihasilkan berkualitas tinggi dan dapat diperbaharui.
3. Biogas yang dihasilkan dapat digunakan untuk berbagai penggunaan.

c). Keuntungan Lingkungan


1. Mengurangi polusi udara.
2. Memaksimalkan proses daur ulang.
3. Pupuk yang dihasilkan bersih dan kaya nutrisi.
4. Menurunkan emisi gas metan dan CO2 secara signifikan.
5. Memperkecil kontaminasi sumber air karena dapat menghilangkan
bakteri Coliform sampai 99%.
d). Keuntungan Ekonomi
Ditinjau dari siklus ulang proses, digester anaerobik lebih ekonomis
dibandingkan dengan proses lainnya.

2. Potensi dan Sumber Bahan Baku Biogas


Sumber bahan baku biogas dapat berasal dari berbagai limbah yakni :

a). Biogas dari Limbah Peternakan


Sektor peternakan skala usaha kecil umumnya dilakukan masyarakat
pedesaan dengan memelihara 25 ekor ternak. Sementara itu peternak skala
usaha besar biasanya memelihara puluhan sampai ratusan ternak secara
intensif.

Tabel 2.8 Produksi Kotoran Ternak


Jenis Bobot Ternak Produksi KTS (kg/hari)

Ternak Kg/ekor

Sapi potong 400-500 20-29

Sapi perah 500-600 30-50

Ayam petelur 1,5-2,0 0,1


Ayam pedaging 1,0-1,5 0,06

Babi dewasa 80-90 7

Domba 30-40 2

Keterangan : KTS (Kotoran Ternak Segar)


Sumber: United Nations (1984)

Namun, berkembangnya usaha sektor peternakan menghasilkan limbah


berupa kotoran ternak yang cukup banyak, sehingga dapat menimbulkan bau
yang dapat mengakibatkan polusi udara dan dapat mengganggu kesehatan
manusia. Karena, gas metana yang dihasilkan memiliki potensi pemanasan
global 21 kali lebih tinggi dibandingkan gas

Karbondioksida (CO2).
Dekomposisi kotoran ternak menghasilkan polutan berupa BOD
(Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), polusi air,
polusi udara, dan bakteri patogen. Salah satu solusi untuk mengurangi dampak
negatif limbah peternakan adalah mengelolanya dengan baik.

Tabel 2.9 Produksi Gas


Jenis Kotoran Produksi Gas per Kg Kotoran (m3)

Sapi/kerbau 0,023-0,040

Babi 0,040-0,059

Ayam 0,065-0,116

Manusia 0,020-0,028

Sumber: Chengdu Biogas Research Institut (1989)


Limbah peternakan seperti kotoran padat dan cair dapat dijadikan bahan
baku biogas yang akan menghasilkan energi dan pupuk organik. Umumnya,
kebutuhan energi untuk memasak satu keluarga rata-rata 2000 liter per hari,
sedangkan produksi biogas dari seekor sapi berkisar 6001000 liter biogas per
hari. Dengan demikian, untuk memenuhi kebutuhan energi untuk memasak
satu keluarga dibutuhkan 23 ekor sapi

b). Biogas dari Limbah Pertanian


Pertanian merupakan salah satu sektor usaha yang turut mendukung
perekonomian di Indonesia. Sama seperti sektor peternakan, lahan pertanian
yang cukup luas juga menghasilkan limbah yang tidak sedikit. Tanaman
padi yang merupakan komoditas pangan utama dapat menghasilkan limbah
berupa jerami sekitar 3,03,7 ton/ha. Biasanya, limbah pertanian diatasi
dengan cara dibakar dan ditimbun.
Padahal, cara tersebut dapat merugikan petani dan lingkungan
sekitar. Karena, pembakaran yang dilakukan dapat menghasilkan gas CO2
yang berbahaya bagi kesehatan petani. Sementara itu, penimbunan limbah
di dalam tanah, dapat menjadi faktor penyebab penyakit bagi pertanaman
selanjutnya. Salah satu pola pengelolaan limbah yang tepat agar limbah
tersebut dapat dimanfaatkan yaitu dengan cara mengolah limbah menjadi
biogas. Biogas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh petani sebagai
sumber energi, sedangkan hasil sampingan berupa pupuk organik dapat
dimanfaatkan untuk pertanaman selanjutnya.

c). Biogas dari Limbah Perairan


Hasil perairan yang sampai saat ini dimanfaatkan hanya sebatas
kekayaan ikan saja. Padahal, masih banyak sumber daya air lain yang dapat
dimanfaatkan seperti rumput laut, alga, dan eceng gondok.
Rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan perairan.
Jumlahnya di perairan Indonesia meningkat setiap tahunnya, namun
pemanfaatannya baru sebagian kecil dan belum menyeluruh. Rumput laut
memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena mengandung banyak manfaat.
Jenis rumput laut yang berpotensi dijadikan bahan baku biogas adalah
Euchema cottoni karena memiliki imbangan C/N (43,98) yang dapat
digunakan untuk pembuatan biogas. Selain rumput laut, jenis tumbuhan air
yang dapat dimanfaatkan yaitu eceng gondok
(Eichhornia crassipes). Tumbuhan air yang mengapung ini sering
dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan karena
memiliki tingkat kecepatan tumbuh yang tinggi. Karena itu, ketersediaan
eceng gondok yang melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal dapat
dijadikan bahan baku pembuatan biogas.

d). Biogas dari Limbah Industri


Saat ini, agroindustri di Indonesia telah banyak berkembang.
Berbagai hasil pertanian seperti kelapa sawit, tebu, singkong, dan kedelai
diolah menjadi produk yang lebih tinggi nilainya. Umumnya, proses
pengolahan hasil pertanian ini akan menghasilkan limbah sebagai produk
sampingan. Karena itu, untuk mencegah pencemaran dan kerusakan
lingkungan, agroindustri harus diikuti dengan pengolahan lmbah yang baik.
Salah satu pengolahan limbah yang saat ini dikembangkan yaitu biogas.
Pengolahan limbah industri menggunakan teknologi biogas dapat
menghasilkan energi yang dapat dijadikan bahan bakar pengganti solar
sehingga dapat mengurangi biaya produksi.
Pabrik tapioka dan pabrik gula termasuk penghasil limbah organik
yang berpotensi memproduksi biogas. Limbah yang dihasilkan dari pabrik
tapioka berupa limbah padat dan limbah cair. Selain limbah tapioka, potensi
pemanfaatan tongkol jagung menjadi biogas juga terbilang besar. Karena,
selama ini tongkol jagung sisa pakan ternak dibuang begitu saja, sehingga
menjadi limbah. Berdasarkan struktur organnya, tongkol jagung merupakan
bagian dari organ betina tempat bulir-bulir jagung menempel. Organ itulah
yang dapat diolah menjadi biogas. Tongkol jagung dapat dimanfaatkan
sebagai biogas karena memiliki kandungan senyawa selulosa sebesar 41%
dan hemiselulosa sebanyak 36%. Kedua bahan itu dapat diubah menjadi
biogas.

e). Biogas dari Limbah Sampah Organik


Sampah merupakan salah satu masalah lingkungan yang sampai saat
ini belum dapat ditangani dengan tepat dan cepat. Kemampuan pengelola
kebersihan dalam menangani sampah belum seimbang dengan akumulasi
sampah yang dihasilkan. Padahal, sampah yang tidak dikelola dengan baik
dapat menurunkan etika dan estetika lingkungan, menimbulkan bau tidak
sedap, dapat menjadi tempat berkembangnya berbagai macam penyakit, dan
dapat memicu pemanasan global. Pengolahan sampah yang benar
mensyaratkan adanya keterpaduan dari berbagai aspek, mulai dari hulu
sampai hilir. Di tempat yang pengolahannya terpadu, tiap jenis sampah
ditempatkan sesuai dengan jenisnya, sehingga bak sampah yang digunakan
ada dua macam, sampah organik dan sampah anorganik. Pemisahan ini
memudahkan dalam pengelolaan sampah selanjutnya. Sampah organik
dapat dijadikan bahan untuk pembuatan biogas dan pupuk organik.
Sementara itu, sampah anorganik dapat didaur ulang, sehingga menambah
nilai guna seperti dijadikan bahan kerajinan tangan.

f). Biogas dari Limbah Kotoran Manusia


Limbah lain yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan
biogas berasal dari kotoran manusia. Kandungan nutrisi kotoran manusia
tidak jauh berbeda dibanding dengan kotoran ternak. Kotoran manusia
memiliki keunggulan dari segi nutrisi, dimana imbangan C dan N jauh lebih
rendah daripada kotoran ternak.

3. Pemanfaatan Biogas
Berkembangnya usaha pemanfaatan limbah menjadi biogas turut
mengembangkan beragam alat instalasi biogas, seperti kompor biogas, rice
cooker, lampu biogas, pompa air, traktor pertanian, dan alat pasteurisasi
yang dimodifikasi agar sesuai dengan penggunaan biogas. Alat tersebut
fungsinya sama dengan yang terdapat di pasaran, hanya saja bahan bakar
yang digunakan berbeda dan sama mudahnya dalam penggunaan.

4. Pemanfaatan Hasil Samping Biogas


Biogas memang pilihan yang tepat untuk dijadikan sebagai energi
alternatif. Selain murah, biogas juga sangat ramah lingkungan. Limbah yang
dihasilkan selama proses produksi biogas juga masih dapat dimanfaatkan.
Hasil samping biogas yang berupa lumpur atau yang lebih dikenal dengan
sebutan sludge mengandung banyak unsur hara yang dapat dimanfaatkan
menjadi pupuk untuk tanaman.
Pupuk organik yang dihasilkan dari alat keluaran biogas sudah dapat
digunakan dan berkualitas prima. Kandungan unsur haranya yang tinggi
sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan memperbaiki sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah. Proses pembuatan pupuk organik dengan
memanfaatkan hasil keluaran biogas ini lebih efisien dibandingkan dengan
pembuatan kompos yang memerlukan lahan yang lebih luas serta proses
yang lebih lama. Selain itu, digester yang didesain kedap udara juga
mengurangi tingkat kegagalan proses dekomposisi sehingga pupuk organik
yang dihasilkan berkualitas maksimal.

5. Perkembangan Biogas di Indonesia


Biogas mulai diperkembangkan di Indonesia sekitar tahun 1970.
Namun, tingginya penggunaan bahan bakar minyak tanah dan tersedianya
kayu bakar menyebabkan penggunaan biogas menjadi kurang berkembang.
Teknologi biogas mulai berkembang kembali sejak tahun 2006 ketika
kelangkaan energi menjadi topik utama di Indonesia.
Awalnya, biogas dibangun dalam bentuk denplot oleh pemerintah
dengan reaktor berbentuk kubah dari bata/beton (fixed dome) dan bentuk
terapung (floating) yang terbuat dari drum yang disambung. Kini, bahan
reaktor yang digunakan telah berkembang, ada yang terbuat dari beton/bata,
plat besi, plastik, dan serat kaca (fiber glass), dengan masing-masing
kelebihan dan kekurangan sebagai berikut :

Tabel 2.10 Kelebihan dan kekurangan reaktor biogas


Beton/bata Fiber Glass (Swen IT) Plastik

Pembangunan harus Produk pabrik , sistim Konstruksi sederhana,


teliti, butuh waktu lama knock don sangat kedap waktu pasang singkat
udara , waktu pasang
singkat
Tidak dapat dipindah Dapat dipindah tapi
Dapat dipindah, mudah
cukup riskan (rusak)
untuk direnovasi
Kalau bocor susah
Kalau bocor susah Kalau bocor mudah
diperbaiki
dideteksi dideteksi dan diperbaiki
Biaya konstruksi murah
Biaya konstruksi agak Biaya konstruksi agak
mahal mahal

Operasional mudah Operasional mudah Operasi agak rumit,


kotoran langsung kotoran langsung kotoran dimasuki pakai
disalurkan ke dalam disalurkan ke dalam tangan
reaktor reactor

Daya tahan tergantung Daya tahan kuat, tahan


Daya tahan snagat
saat pembuatan segala cuaca, tahan 10-
kurang, mudah rusak
15 tahun

Sumber : Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional


Keberhasilan Kegiatan Pengembangan Biogas dipengaruhi beberapa faktor :
1. Sumber Daya Manusia
a. Dalam pnerapan memerlukan SDM yang terampil. Untuk itu perlu
pelatihan dan pendampingan , sehingga pengguna terampil dalam
pengoperasian digester dan mampu mengatasi hambatan
b. Bila Biogas dan pupuk diposisikan sebagai sumber pendapatan,
Pengguna harus dilatih bagaimana membangun kelembagaan,
membina jaringan dan kewirausahaan.
2. Pemasaran dan Promosi
a. Pesaing utama biogas adalah minyak tanah, kayu bakar dan biomass
lainnya.
b. Agar masyarakat tertarik menggunakan biogas , berbagai kegiatan
yang perlu dilakukan yakni pemasaran dan promosi terutama oleh
pemerintah.
3. Sosial Budaya
a. Kotoran masih dianggap sesuatu yang menjijikan dan belum
dimanfaatkan terutama sebagai bahan biogas
b. Persepsi ini perlu dihapus secara perlahan, Kotoran ternak memiliki
nilai ekonomi, baik sebagai energi maupun pupuk organik yang
potensial sebagai pendapatan tambahan peternak.
c. Kebijakan pemerintah yang jelas dan konsisten terutama dalam
penyediaan anggaran yang memadai pada tahap pemasyarakatan
biogas.
2.4 Kelebihan dan Kekurangan Biomassa
Tabel 2.11 Kelebihan dan Kelemahan Sumber Energi dari Biomassa dibandingkan
Sumber Energi Terbarukan Lain
Biomassa Sumber Energi
Lain
Terbarukan

1. Dapat disimpan dalam jangka


lama
2. Dapat dimanfaatkan sebagai
sumber panas maupun daya
(CHP) sehingga efisiennya 1. Tergantung lokasi,
tinggi. persediaannya cukup

Kelebihan 3. Teknologinya fleksibel, baik banyak.


untuk skala kecil, sedang, 2. Pengembangannya
ataupun besar. lebih ke arah
4. Lebih efisien jika antara pembangkitan daya.
sumber energi dan
pemanfaatannya berjarak
dekat (reduced transportation
cost).
1. Untuk beberapa teknologi
proses masih menghasilkan
bau.
2. Perlu gas cleaning. 1. Beberapa sulit
3. Abu yang dihasilkan cukup disimpan dalam
Kelemahan tinggi sehingga maintenance waktu yang lama
peralatan lebih sering 2. Efisiensinya masih
dilakukan. rendah
4. Sparepart untuk proses
gasifikasi, pirolisis,
cogeneration masih terbatas.

Anda mungkin juga menyukai