Anda di halaman 1dari 12

JOURNAL READING

Rhinitis Alergi pada Orang Dewasa dengan Otitis Media Supuratif Kronik

Disusun Oleh:
Tirza Yeslika
110100080
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
BEDAH KEPALA LEHER (THT-KL)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
2016
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, telah menyerahkan hardcopy dan
softcopy makalah ilmiah kepada dr. Daniel Ginting

Nama Full Text Power Point Soft Copy Tanda Tangan


Tirza
Yeslika

Yang menerima, Telah disetujui,


Juni 2016 Juni 2016

(dr. Daniel Ginting) (dr. Daniel Ginting)


Rhinitis Alergi pada Orang Dewasa dengan Otitis Media Supuratif Kronik
ShadmanNemati, Reza JafariShakib, Maryam Shakiba, NematollahAraghi,
SeyyedeZeinabAzimi

Diterima: 24 Agustus 2014/ Disetujui: 15 Oktober 2014


Iranian Journal of Otorhinolaryngology, Vol.27 (4), Serial No.81, Jul 2015

Abstrak
Pendahuluan
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) telah diketahui sebagai penyebab utama
gangguan pendengaran yang didapat pada negara-negara berkembang. OMSK
merupakan penyakit inflamatori pada telinga tengah yang memiliki banyak faktor
penyebab (multifaktorial). Patofisiologi yang khusus yang menghubungkan rinitis
alergi (RA) dengan OMSK masih dalam terus dikembangkan. Tujuan penelitian
ini adalah untuk meneliti hubungan antara RA dan OMSK pada orang dewasa.
Penelitian ini merupakan penelitian bersifat case-control study.
Material dan metode
Peserta penelitian ini adalah 62 orang dewasa (23 pria, 39 wanita) yang menderita
OMSK dan 61 orang dewasa sehat sebagai kontrol. Pada subjek penelitian ini,
OMSK didiagnosa ketika terdapat riwayat kronik (lebih dari 3 bulan) otorea,
akumulasi eksudat mukopurulen pada saluran auditori eksternal atau telinga
tengah dan/atau terdapat perforasi membran timpani saat pemeriksaan otoskopi.
Seluruh peserta telah dievaluasi untuk kemunculan RA dengan evaluasi klinis dan
gejala alergi, dan melewati pemeriksaan skin-prick test untuk 23 alergen umum
yang regional. Analisis statistik dilakukan dengan penggunaan SPSS versi 16.
Hasil
Prevalensi rinitis secara klinis (alergi maupun non-alergi) secara signifikan lebih
tinggi diantara subjek dibandingkan dengan kontrol (62,5% vs 37,5%, P=0,02).
Prevalensi dari RA (dibuktikan dengan skin-prick test yang positif) juga lebih
tinggi secara signifikan diantara subjek dibandingkan dengan kontrol (24,6% vs
13,8%, secara berurut). Pada penyesuaian umur, dengan logistic regression model
menunjukka n bahwa ada perbedaan yang signifikan diantara kedua kelompok.
Pasien dengan RA dan tanpa RA memiliki nilai 3.27-(95% CI=1,15-
9,92;P=0,036) dan 2,57-(95% CI=1,01; P=0,048) kali lipat lebih beresiko terkena
OMSK, secara berurut, dibandingkan dengan individu yang sehat.
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dari RA pada pasien
OMSK dibanding kontrol. Hal ini dapat bermakna pada pengobatan pasien dalam
evaluasi dan kontrol penyakit.
Kata Kunci
Alergi, Hipersensitifitas, Penyakit Otorinolaringologis, Otitis Media, Rhinitis,
Supuratif, Skin Test.

Pendahuluan
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan problem kesehatan
yang banyak dijumpai pada fasilitas-fasilitas kesehatan di seluruh dunia.
Karakteristik penyakit ini adalah inflamasi persisten dari telinga tengah dan
rongga mastoid yang berhubungan dengan otorea pada membran timpani yang
mengalami perforasi dan telah terjadi selama lebih dari 6 minggu(1). Jumlah
penderita OMSK seluruh dunia adalah sekitar 65-330 juta orang dan sekitar 60%
mengalami gangguan pendengaran yang signifikan secara klinis (2,3).
Patogenesis OMSK multifaktoral dan kebanyakan pasien dengan OMSK
memiliki riwayat otitis media akut sebelumnya, faktor risiko yang berhubungan
dengan otitis media akut, atau otitis media dengan efusi. Patogenesis meliputi
disfungsi tuba eustachius, status imunologi yang terganggu atau imatur, alergi
saluran pernafasan atas, faktor predisposisi familial, jenis kelamin laki-laki,
perokok pasif, dan faktor-faktor lainnya(4,5). Faktor risiko dari OMSK sampai
saat ini belum seluruhnya diketahui(6).
Rhinitis alergi (RA) merupakan gangguan alergi paling umum dengan
prevalensi 10-30%. RA terjadi berhubungan dengan sejumlah gangguan lain,
yaitu sinusitis, asma, konjungtivitis alergi, dan dermatitis atopi (7-10). Beberapa
penelitian menunjukkan meningkatnya prevalensi sakit kepala migrain pada
pasien-pasien dengan RA (11,12). Suatu hubungan antara RA dan OMSK telah
didalilkan sejak lama. Bukti dari adanya mekanisme patofisiologi yang
menghubungkan kedua penyakit ini terus berkembang (13). Dikarenakan
hubungan anatomis yang dekat antara tuba eustachius dan nasofaring, gangguan
alergi seperti RA dapat menyebabkan disfungsi tuba eustachius dengan inflamasi
dan pembengkakan pada tuba (14,15), dan beberapa penelitian telah menunjukkan
bahwa alergi dapat menyebabkan obstruksi tuba eustachius. Analisis dari
mediator-mediator inflamasi menunjukkan bahwa mukosa pada telinga tengah
dapat merespon antigen dengan cara yang sama dengan mukosa pada saluran
pernafasan bagian bawah (16). Meskipun hubungan kausal yang pasti antara RA
dan OMSK masih harus dibuktikan lebih lanjut, sejumlah penelitian mendukung
adanya hubungan antara RA dan OMSK(5,15,17,18).
Terlepas dari penelitian-penelitian lainnya, masih terdapat kontroversi
tentang hubungan RA dan OMSK, dan dibutuhkan lebih banyak penelitian terkait
dengan prevalensi dan peran alergi dalam patogenesis OMSK (5,13,15,17,18).
Karena itu, kami melakukan penelitian ini untuk meneliti hubungan antara rhinitis
alergi dan OMSK pada sebuah populasi pasien dewasa pada ENT-HNS University
Hospital di Rasht, kota dengan populasi terbesar di Iran Utara.

Metode dan Bahan


Dengan penelitian case-control, dipilih 62 pasien yang merupakan
kandidat timpanoplasti dan mastoidektomi dengan OMSK kronik dan 61 kontrol.
Kontrol diambil dari pasien-pasien yang dirujuk ke rumah sakit yang sama dengan
trauma kepala dan leher minor tanpa adanya riwayat OMSK atau gangguan
telinga.
Satu dari sampel dan tiga dari kontrol dieksklusi dari penelitian
dikarenakan ketidakmampuan untuk memberhentikan pengobatan yang sedang
dijalani atau adanya faktor dermografis.
Seluruh subyek ditangani oleh spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan (THT),
dan dilakukan pemeriksaan rekam medik dan fisis menyeluruh, termasuk
rinoskopi anterior dan otoskopi.
Penelitian ini dilakukan di Amiralmomenin Educational Hospital dan ENT
Research Center of Guilan University of Medical Sciences (GUMS) di Rasht,
Iran. Persetujuan tindakan medis tertulis telah didapat dari seluruh partisipan.
Protokol penelitian telah disetujui oleh komite etik dari GUMS. OMSK
didiagnosis jika terdapat riwayat kronik (menetap setidaknya 3 bulan) otore,
akumulasi eksudat mukopurulen pada kanal auditori eksternal atau telinga tengah
dan/atau perforasi membran timpani pada otoskopi.
Rhinitis alergi ditegakkan dengan adanya tanda dan gejala klinis dari
rhinitis, diantaranya rinorea anterior yang berair, obstruksi atau kongesti nasal,
pruritus nasal, dan bersin, terutama paroksisimal (sesuai dengan kuisioner
standard (19)). Post-nasal drip, warna yang pucat, dan pembengkakan dari hidung
dan mukosa konka yang tidak disebabkan oleh flu dapat mendukung diagnosis
klinis. Pasien dengan dua atau lebih gejala positif tersebut selama lebih dari 1 jam
perharinya didiagnosis secara klinis dengan rhinitis alergi (19). Rhinitis yang telah
ditegakkan secara klinis selanjutnya dikonfirmasi dengan hasil skin-prick test
positif . Penegakan diagnosis RA dilakukan oleh spesialis THT berbeda yang
tidak mengetahui kondisi telinga dari pasien.
Pada seluruh subyek dilakukan skin-prick test dengan 23 alergen umum
yang relevan di Iran Utara oleh imunologis tunggal yang tidak mengetahui kondisi
otologi dan rinologi dari para partisipan. Alergen meliputi enam jenis rerumputan,
empat gulma, sembilan jenis pohon, dua jenis tungau, alergen kucing dan
Cladosporium.
Kontrol positif adalah histamine hydrochloride (10 mg/mL) dan kontrol
negatif adalah pelarut (AllergoPharma). Ukuran rata-rata ruam kulit dievaluasi
setelah 15 menit dan skin-prick test ditegakkan positif jika terdapat ruam dengan
diameter rata-rata setidaknya 3 mm lebih besar dari ruam pada tempat kontrol
negatif. Seluruh subyek yang hamil atau memiliki riwayat konsumsi antihistamin,
imunoterapi dengan alergen spesifik, atau dermografisme dieksklusi dari
penelitian. Hasil skin-prick test positif menegakkan diagnosis klinis RA dan hasil
negatif dipertimbangkan sebagai bukan RA. Seluruh data dianalisis menggunakan
SPSS versi 16. Test X2 dan Fisher digunakan untuk menguji adanya perbedaan
yang signifikan antara kedua kelompok. P-value kurang dari 0.05 dianggap
signifikan. Perhitungan odds ratio dan 95% confidence intervals juga dilakukan.

Hasil
Terdapat 61 kasus (22 laki-laki dan 39 perempuan) dengan usia rerata
37.1 14.3 tahun ( rentang usia15-70 tahun) dan 58 kontrol (27 laki-laki dan 31
perempuan) dengan usia rerata 28.3 11.7 tahun (rentang usia 15-70 tahun) pada
penelitian ini. Terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik pada kelompok
berdasarkan usia (P=0.047). Diantara 61 kasus dengan OMSK, 26 (42.6%) pasien
memiliki OMSK pada telinga kanan, 25 (41%) pasien pada telinga kiri, dan 10
(16.4%) pasien memiliki OMSK bilateral. Rasio perempuan dan laki-laki 1.7:1,
namun perbedaannya tidak signifikan secara statistik. Tiga puluh tujuh (60.7%)
pasien memiliki riwayat OMSK pada masa kanak-kanak (usia<18tahun);
sedangkan yang lainnya menderita penyakit ini pada usia dewasa. Data tentang
waktu pasti munculnya gejala OMSK pada subyek yang mengalami OMSK dari
masa kanak-kanak tidak tersedia.
Proporsi pasien dengan rhinitis klinis (alergi dan non-alergi) secara
signifikan lebih tinggi pada grup kasus dibandingkan dengan grup kontrol (62.5%
vs 37.5%, P=0.02). Prevalensi RA (rhinitis klinis dengan skin-prick test positif)
sebanyak 24.6% (n=15) pada kasus, dan 13.8% (n=8) pada kontrol.Prevalensi RA
lebih banyak pada pasien dengan OMSK dibandingkan dengan pada kontrol,
walaupun perbedaannya tidak signifikan secara statistik (P=0.065) (Tabel 1).
Dengan menggunakan model regresi logistik, setelah mengkoreksi faktor
usia, perbedaan dari kedua grup tersebut menjadi signifikan. Secara berurutan,
pasien dengan RA dan non-RA memiliki risiko 3.27(95% CI=1.15-9.29; P=0.036)
dan 2.57(95% CI=1.01-6.57;P=0.048) kali lipat lebih tinggi mendapat OMSK
dibandingkan dengan individu yang sehat. Prevalensi RA pada pasien dengan
riwayat OMSK pada masa kanak-kanak lebih tinggi dibandingkan dengan pada
grup kontrol (29.7% vs 13.8%, P=0.038).
Tabel 1: Distribusi hasil pemeriksan klinis dan SPT1 pada kasus dan kontrol
OMSK2 Kontrol P-value
N=61 N=58
Atopi dengan 15(24.6%) 8(13.8%)
Rhinitis
Rhinitis 45(73.8%) 48(82.8%)
Atopi tanpa Atopi 0.28
Atopi tanpa 1(1.6%) 2(3.4%)
Rhinitis
Rhinitis 15(24.6%) 8(13.8%)
Alergi
Rhinitis Rhinitis Non- 20(32.8%) 13(22.4%) 0.065
Alergi
Tanpa 26(42.6%) 37(63.8%)
rhinitis
SPT Positif 16(26.2) 10(17.2) 0.23
Negatif 45(73.8) 48(82.8)
1. Skin Prick Test 2. Otitis Media Supuratif Kronik

Diantara seluruh pasien dengan RA, pada 52.2% (n=12) terdapat poterior nasal
drip, 34.8% (n=8) terdapat hipertrofi konka inferior, dan 60.7% (n=14) terdapat
pembengkakan mukosa konka dan warna pucat pada konka. Alergen domestik,
terutama tungau (dermatophagoides farina dan dermatophagoides pteronyssinus)
merupakan jenis alergen dengan prevalensi terbanyak pada kedua grup, sedangkan
alergen non domestik, seperti rerumputan, serbuk sari, dan gulma prevalensinya
lebih sedikit (Tabel 2).
Tabel 2: Perbandingan frekuensi sensitivitas pada alergen umum antara grup
kasus dan kontrol
Alergen Umum OMSK1 Kontrol
Rumput2 1(6.25%) 1(10%)
Pohon I3 1(6.25%) 0(0%)
Pohon II4 2(12.5%) 3(30%)
Gulma 1(6.25%) 1(10%)
Dermatophagoides 12(75%) 9(90%)
farina
Dermatophagoides 8(50%) 6(60%)
pteronyssinus
Cladosporium 1(6.25%) 0(0%)
Epitel kucing dan 1(6.25%) 0(0%)
anjing
1. Otitis MediaSupuratifKronik
2. Rumput (Orchard grass, Velvet grass, Rye grass, Timothy grass, Kentucky grass, Meadow
grass)
3. Pohon (Alder, Hazel, Poplar, Elm, Willow tree)
4. Pohon (Birch, Beech, Oak, Plane tree)
5. Gulma (Mugwort, Nettle, Dandelion, Engl. Plantain)

Diskusi
Karena OMSK terkait dengan serangan rekuren dari otitis media dan alergi
dan dapat menyebabkan otitis media kronik dengan efusi, merupakan hal yang
logis bahwa alergi juga memiliki peran pada OMSK. Penelitian-penelitian
sebelumnya telah melaporkan prevalensi yang besar kasus rhinitis alergi pada
otitis media dengan efusi, dengan rentang 24-89% (14,20,21). Terdapat sejumlah
penilitian yang meneliti hubungan OMSK dan alergi, namun hasilnya masih
berupa kontroversi (5,18,22-24). Penemuan-penemuan yang didapat dari
penelitian ini mengungkapkan bahwa terdapat suatu hubungan antara OMSK dan
RA. Penemuan ini sejalan dengan hasil dari beberapa penelitian sebelumnya
(5,18,22) tetapi berbeda dengan penelitian dari Fliss et al. Dan Bakhshaee et al.
(23,24). Penjelasan yang mungkin dari hal ini bahwa perbedaan-perbedaan pada
hasil penelitian dapat disebabkan oleh metode yang berbeda dalam mengevaluasi
rhinitis alergi. Pada penelitian Lasisi, konsentrasi serum total Imunoglobulin E
(igE) dijadikan sebagai tes penilaian alergi (18), sedangkan penelitian terakhir
menunjukkan bahwa dikarenakan sensitivitas dan spesifisitas yang rendah, nilai
serum total IgE tidak dapat dijadikan parameter yang terpercaya untuk mendeteksi
penyakit atopi (25). Bakhshaee et al. melaporkan prevalensi rhinitis alergi pada
orang dewasa dengan OMSK sebanyak 29.41%, lebih tinggi dari prevalensi yang
didapat dalam penelitian ini; akan tetapi, Bakhshaee menggunakan nilai serum
total IgE sebagai metode penilaian untuk diagnosis alergi. Pada penelitian ini,
kriteria diagnosis RA terdiri dari hasil positif skin prick-test pada paling sedikit
satu alergen dan/atau nilai yang tinggi dari serum total IgE, disertai dengan hasil
pemeriksaan klinis yang mendukung, dan adanya riwayat rhinitis. Nilai total IgE
diatas 100 IU/ml dijadikan sebagai pelengkap untuk mendukung kasus-kasus
dengan riwayat rhinitis sebelumnya (24).
Fliss et al. mengumpulkan data selama kunjungan anak-anak ke klinik dan
melakukan wawancara yang terstruktur pada para orang tua dengan menggunakan
kuisioner yang sesuai dan melakukan pengkajian rekam medik jika diperlukan
(23). Gorgulu et al. mengukur nilai dan jumlah alergen spesifik IgE beserta
eosinofil darah. Evaluasi endoskopis pada nasofaring juga telah dilakukan. Reaksi
positif terhadap setidaknya satu dari dua puluh aero-alergen regional juga
mendukung diagnosis disamping uji alergen spesifik IgE atau nilai total IgE >300
IU/ml atau nilai positif dari hitung eosinofil darah (5). Hong et al. melakukan tes
alergi yang melibatkan total IgE dan radioallergosorbent chemiluminescence
assay multipel untuk mengecek adanya hipersensitivitas yang dimediasi IgE.
OMSK dapat menjadi komplikasi dari otitis media akut atau otitis media
dengan efusi, kedua penyakit ini lebih sering terjadi pada masa kanak-kanak (4).
Rhinitis alergi lebih umum terjadi sebelum umur 20 tahun (26). Penelitian ini
merupakan yang tertama di regio ini yang mengelompokkan pasien dengan
OMSK ke dalam dua grup menurut waktu onset dari penyakit. Dalam penelitian
ini, RA lebih umum terjadi pada mereka yang menderita OMSK sewaktu anak-
anak. Sebagian besar penelitian sebelumnya mengevaluasi hubungan RA dan
OMSK pada anak-anak. Berbeda dengan penelitian ini yang meneliti orang
dewasa. Walaupun terdapat hubungan antara RA dan OMSK dalam penelitian ini,
hubungan antara hasil SPT positif dan OMSK tidak dijumpai (Tabel 1). Penemuan
ini sejalan dengan hasil dari sebuah penelitian oleh Caffareli et al. (27) yang
menunjukkan bahwa hanya pada kasus rhinitis alergi dan bukan hasil SPT positif
yang memerlukan evaluasi untuk otitis media dengan efusi. Dalam penelitian ini,
prevalensi SPT positif pada OMSK juga mirip dengan penelitian Caffareli
(masing-masing 26,2% dan 26,74%). Dalam penelitian ini, alergen domestik lebih
sering terdapat pada kasus OMSK. Prevalensi yang tinggi ini dapat disebabkan
oleh iklim yang lembap pada bagian utara Iran (28).

Kesimpulan
Rhinitis alergi banyak terdapat pada pasien-pasien OMSK dan dapat
menjadi faktor risiko untuk OMSK. Menjauhi alergen dan pencetus dapat
mengurangi risiko dan meningkatkan hasil terapi. Akan dilakukan penelitian lebih
lanjut dalam hal ini.

Ucapan terima kasih


Pengarang berterima kasih kepada Dr. Esmaeel Asgari untuk dukungan
ilmiah dalam melakukan penelitian ini. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada Sinonasal Research Center of Amiralmomenin Hospital dan the Research
Office of GUMS untuk dukungannya.

Referensi
1. Monasta L, Ronfani L, Marchetti F, Montico M, Brumatti LV, Bavcar A, et al.
Burden of disease

2. Olatoke F, Ologe FE, Nwawolo CC, Saka MJ. The prevalence of hearing loss
among school children with chronic suppurative otitis media in Nigeria, and its
effect on academic performance. Ear Nose Throat J 2008; 87(12).

3. Acuin J. Chronic suppurative otitis media: burden of illness and management


options. Geneva: World Health Organization 2004. Available at URL:
http://www. who. int/ pbd/ deafness/ activities/ hearing_care/otitis_ media. pdf.

4. Vikram BK, Khaja N, Udayashankar SG, Venkatesha BK, Manjunath D.


Clinico- epidemiological study of complicated and uncomplicated chronic
suppurative otitis media. J LaryngolOtol 2008; 122(5):4426.

5. Gorgulu O, Ozelci M, Ozdemir S, Yasar M, kemalOlgun M, KursatArikan O.


The role of allergy in the pathogenesis of chronic suppurative otitis
media.IntAdvOto 2012; 8(2): 27681.

6. Acuin J. Chronic suppurative otitis media; Evidence Report. ClinEvid (Online)


20077. Zhang XH, Zhang YN, Liu Z. MicroRNA in chronic rhinosinusitis and
allergic rhinitis. Curr Allergy Asthma Rep 2014;14(2):415.

8. Moussu L, Saint-Pierre P, Panayotopoulos V, Couderc R, Amat F, Just J.


Determinants of allergic rhinitis in young children with asthma. PLoS One 2014;
9(5):e97236.

9. Hom MM, Bielory L. The anatomical and functional relationship between


allergic conjunctivitis and allergic rhinitis. Allergy Rhinol (Providence)
2013;4(3):e1109.

10. Darlenski R, Kazandjieva J, Hristakieva E, Fluhr W. Atopic dermatitis as a


systemic disease. ClinDermatol 2014; 32(3):40913.11. Saberi A, Nemati S,
Shakib RJ, Kazemnejad E, Maleki MB. Association between allergic rhinitis and
migraine. J Res Med Sci 2012;17(6):50812. 12. Ku M, Silverman B, Prifti N,
Ying W, Persaud Y, Schneider A. Prevalence of migraine headaches in patients
with allergic rhinitis. Ann Allergy Asthma Immunol 2006; 97(2):226-30.

13. Yeo SG, Park DC, Eun YG, Cha C. The role of allergic rhinitis in the
development of otitis media with effusion: effect on Eustachian tube function. Am
J Otolaryngol 2007; 28(3):14852.

14. Lack G, Caulfield H, Penagos M. The link between otitis media with effusion
and allergy: a potential role for intranasal corticosteroids. Pediatr Allergy
Immunol 2011;22(3):25866.

15. Lazo-Saenz JG, Galvan-Aguilera AA, Martinez- Ordaz VA, Velasco-


Rodriguez VM, Nieves Renteria A, Rincon Castaneda C. Eustachian tube
dysfunctionin allergic rhinitis.

Otolaryngol Head Neck Surg 2005;132(4):62629. 16. Luong A, Roland P. The


link between allergic rhinitis and chronic otitis media with effusion in atopic
patients.OtolaryngolClin North Am 2008; 41(2):31123.

17. Mion O, de Mello JF Jr, Lessa MM, Goto EY, Miniti A. The role of rhinitis in
chronic otitis media.Otolaryngol Head Neck Surg 2003; 128(1): 2731.
18. Lasisi A, Arinola O, Olayemi O. Role of elevated immunoglobulin E levels in
suppurative otitis media. Ann Trop Paediatr 2008;28(2):1237. 19. Bousquet J,
Reid J, Van Weel C, BaenaCagnani C, Canonica GW, Demoly P, et al. Allergic
rhinitis management pocket reference. Allergy 2008;63(8):9906.

20. Alles R, Parikh A, Hawk L, Darby Y, Romero JN, Scadding G. The


prevalence of atopic disorders in children with chronic otitis media with
effusion.Pediatr Allergy Immunol 2001; 12(2):1026.

21. Umapathy D, Alles R, Scadding GK. A community based questionnaire study


on the association between symptoms suggestive of otitis media with effusion,
rhinitis and asthma in primary school children. Int J PediatrOtorhinolaryngol
2007; 71(11):70512.

22. Hong SD, Cho YS, Hong SH, Chung HW, Chung KW. Chronic otitis media
and immunoglobulin E-mediated hypersensitivity in adults: is it a contributor of
cholesteatoma? Otolaryngol Head Neck Surg 2008;138(5): 63740. 23. Fliss DM,
Shoham I, Leiberman A, Dagan R. Chronic suppurative otitis media without
cholesteatoma in children in southern Israel: incidence and risk factors. Pediatr
Infect Dis J 1991; 10(12):89599.

24. Bakhshaee M, Rajati M, Fereidouni M, fereidouni M, Khadivi E, Varasteh A.


Allergic rhinitis and chronic suppurative otitis media. Eur Arch Otorhinolaryngol
2011; 268: 8791.

25. Wallace DV, Dykewicz MS, Bernstein D, Blessing Moore J, Cox L, Khan
DA, et al. The diagnosis and management of rhinitis: An updated practice
parameter. J Allergy ClinImmunol 2008; 122 (2):S184.

26. Settipane RA. Rhinitis: A dose of epidemiological reality. Allergy Asthma


Proc 2003; 24(3):14754.27. Caffarelli C, Savini E, Giordano S, Cavagni.
Atopy in children with otitis media with effusion.ClinExp Allergy 1998; 28(5):
5916.

28. Ghaffari J, Khademloo M, Saffar MJ, Rafiei AR, Masiha F. Hypersensitivity


to house dust mite and cockroach is the most common allergy in north of Iran.
Iran J Immunol 2010; 7(4):2349.

Anda mungkin juga menyukai