Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT

A. PENGERTIAN
Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang

didominasi oleh limfoblas yang abnormal.


Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel

prekursor limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi

limfosit T dan limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%,

sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA

adalah terjadinya keganasan pada sel T, dan sisanya adalah keganasan pada sel B.

Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan didominasi oleh anak-anak usia < 15

tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun.


B. KLASIFIKASI
Leukemia secara umum
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan

tipe sel asal yaitu :


a. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat

terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal

(blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia

akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan

meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.


1) Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi

dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang

mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan

1
kegagalan organ. LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%)

daripada umur dewasa (18%). Insiden LLA akan mencapai puncaknya

pada umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan

hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh

kegagalan dari sumsum tulang.


2) Leukemia Mielositik Akut (LMA)
LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang

akan berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia

nonlimfositik yang paling sering terjadi. LMA atau Leukemia

Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih sering ditemukan pada orang

dewasa (85%) dibandingkan anak-anak (15%). Permulaannya

mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan dengan durasi

gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6

bulan.
b. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi

neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan

hematologi.
1) Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit

T). Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi

progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur

panjang. LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang

menyerang individu yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan

perbandingan 2:1 untuk laki-laki.

2
2) Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)
LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan

produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang.

LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada

orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas genetik

yang dinamakan kromosom philadelphia ditemukan pada 90-95%

penderita LGK/LMK.
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah

memasuki fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi

berlebihan sel muda leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit,

disertai produksi neutrofil, trombosit dan sel darah merah yang amat

kurang.
c. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
FAB (French-American-British) dibuat klasifikasi LLA berdasarkan

morfologik untuk lebih memudahkan pemakaiannya dalam klinik, antara lain

sebagai berikut:
1) L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin

homogen, nucleus umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit


2) L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya bervariasi,

kromatin lebih besar dengan satu atau lebih anak inti


3) L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin

berbecak, banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik

dan bervakuolisasi
C. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi

yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :


1. Genetik

3
a. Keturunan
1) Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,

diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconis

Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld,

sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von

Reckinghausen, dan neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital

ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal

pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang

tidak stabil, seperti pada aneuploidy.


2) Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar

identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama

kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi

leukemia yang sangat tinggi


b. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan

kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang

dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut,

khususnya ALL.
2. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus

menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada

manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel

leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari

virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada

4
hewan. (Wiernik, 1985). Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan

leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang

ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia.


3. Bahan Kimia dan Obat-obatan
a. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan

peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang

sering terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan

dengan resiko tinggi dari AML, antara lain : produk produk minyak,

cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik


b. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II)

dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan

AML.
4. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan jug leukemia (ANLL) ditemukan pada
pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada

kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang

selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga

pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para

pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis .


5. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain

disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia.

Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker

payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk

5
golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan

DNA .
D. PATOFISIOLOGI
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan leukosit

atau sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel darah

normal diperoleh dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh sumsum

tulang. Sel batang dapat dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang darah

(myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal bakal sel yang terbagi

sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai hematopoiesis dan

terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang belakang., panggul, tulang

dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-tulang yang panjang. ALL

meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah dan

pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang. Biasanya

dijumpai tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum tulang

mulai dari yang sangat mentah hingga hampir menjadi sel normal. Derajat

kementahannya merupakan petunjuk untuk menentukan/meramalkan

kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda limfoblas dan

biasanya ada leukositosis, kadang-kadang leukopenia (25%). Jumlah leukosit

neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan trombosit.


Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas yang

dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian sel

stem limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia, sel B matang, sel plasmasitoid

dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel stem pluripoten, berkembang

6
menjadi sel stem limfoid, sel timosit imatur, cimmom thymosit, timosit matur,

dan menjadi sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.


Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular

sehingga anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan

hepatosplenomegali. Sakit tulang juga sering dijumpai. Juga timbul serangan

pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-muntah, seizures dan

gangguan penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang

berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum

tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur

berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu

perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat,

akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit.

Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa,

limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian.

Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit

mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis

dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat

menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami

infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel

kekurangan makanan.
E. PATWAY

7
F. MANIFESTASI KLINIS
Leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan tanda

dan gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan

sumsum tulang) atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi

sel-sel limfoblas ganas di sumsumtulang menyebabkan berkurangnya sel-sel

normal di darah perifer dengan manifestasi utama berupa infeksi, perdarahan,

dan anemia. Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu:


1. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada

2. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise

8
3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia),

biasanya terjadi pada anak

4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme)

5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah

gramnegatif usus

6. stafilokokus, streptokokus, serta jamur

7. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria

8. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati

9. Massa di mediastinum (T-ALL)

10. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik,

muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan

perubahan statusmental.

G. PEMERIKSAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang mengenai leukemia adalah :
1. Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik.

2. Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml

3. Retikulosit : jumlah biasanya rendah

4. Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (<50.000/mm)

9
5. SDP : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang imatur

(mungkin menyimpang ke kiri). Mungkin ada sel blast leukemia.

6. PT/PTT : memanjang

7. LDH : mungkin meningkat

8. Asam urat serum/urine : mungkin meningkat

9. Muramidase serum (lisozim) : penigkatabn pada leukimia monositik akut dan

mielomonositik.

10. Copper serum : meningkat

11. Zinc serum : meningkat/ menurun

12. Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih

dari SDP pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor

eritroid, sel matur, dan megakariositis menurun.

H. KOMPLIKASI
1. Perdarahan
Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang rendah

ditandai dengan:
a. Memar (ekimosis)
b. Petekia (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum

dipermukaan kulit)
Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm 3 darah. Demam dan

infeksi dapat memperberat perdarahan

10
2. Infeksi
Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai derajat

netropenia dan disfungsi imun.


3. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal.
Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan kadar

asam urat sehingga perlu asupan cairan yang tinggi.


4. Anemia
5. Masalah gastrointestinal.
a. Mual
b. Muntah
c. Anoreksia
d. Diare
e. Lesi mukosa mulut
Terjadi akibat infiltrasi lekosit abnormal ke organ abdominal, selain akibat

kemoterapi.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Leukemia Limfoblastik Akut :
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan

menghancurkan sel-sel leukemik sehingga sel noramal bisa tumbuh kembali

di dalam sumsum tulang. Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat

di rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada

respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang.


Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin

memerlukan: transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi

trombosit untuk mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi.

Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya

diulang selama beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri

dari prednison per-oral (ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin dengan

antrasiklin atau asparaginase intravena. Untuk mengatasi sel leukemik di otak,

11
biasanya diberikan suntikan metotreksat langsung ke dalam cairan spinal dan

terapi penyinaran ke otak. Beberapa minggu atau beberapa bulan setelah

pengobatan awal yang intensif untuk menghancurkan sel leukemik, diberikan

pengobatan tambahan (kemoterapi konsolidasi) untuk menghancurkan sisa-

sisa sel leukemik. Pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun. Sel-sel

leukemik bisa kembali muncul, seringkali di sumsum tulang, otak atau buah

zakar. Pemunculan kembali sel leukemik di sumsum tulang merupakan

masalah yang sangat serius. Penderita harus kembali menjalani kemoterapi.

Pencangkokan sumsum tulang menjanjikan kesempatan untuk sembuh pada

penderita ini. Jika sel leukemik kembali muncul di otak, maka obat

kemoterapi disuntikkan ke dalam cairan spinal sebanyak 1-2 kali/minggu.

Pemunculan kembali sel leukemik di buah zakar, biasanya diatasi dengan

kemoterapi dan terapi penyinaran.


2. Pengobatan Leukeumia Limfositik Kronik
Leukemia limfositik kronik berkembang dengan lambat, sehingga banyak

penderita yang tidak memerlukan pengobatan selama bertahun-tahun sampai

jumlah limfosit sangat banyak, kelenjar getah bening membesar atau terjadi

penurunan jumlah eritrosit atau trombosit. Anemia diatasi dengan transfusi

darah dan suntikan eritropoietin (obat yang merangsang pembentukan sel-sel

darah merah). Jika jumlah trombosit sangat menurun, diberikan transfusi

trombosit. Infeksi diatasi dengan antibiotik.


Terapi penyinaran digunakan untuk memperkecil ukuran kelenjar getah

bening, hati atau limpa. Obat antikanker saja atau ditambah kortikosteroid

12
diberikan jika jumlah limfositnya sangat banyak. Prednison dan kortikosteroid

lainnya bisa menyebabkan perbaikan pada penderita leukemia yang sudah

menyebar. Tetapi respon ini biasanya berlangsung singkat dan setelah

pemakaian jangka panjang, kortikosteroid menyebabkan beberapa efek

samping. Leukemia sel B diobati dengan alkylating agent, yang membunuh

sel kanker dengan mempengaruhi DNAnya. Leukemia sel berambut diobati

dengan interferon alfa dan pentostatin.

Penatalaksanaan lain:

1. Pelaksanaan kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan

kanker ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia.

Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau

kombinasi dari dua obat atau lebih.


Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
a. Melalui mulut
b. Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena)
c. Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam

pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas - perawat

akan menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan

yang berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau

cedera pada pembuluh darah balik/kulit.


d. Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal jika ahli patologi

menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak

dan sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi

intratekal. Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan

13
cerebrospinal. Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui

suntikan IV atau diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan

sumsum tulang belakang.


Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase yang

digunakan untuk semua orang.


a. Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian

besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi

kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang

karena obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses

membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi

kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase.


b. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang

bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps

dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan

setelah 6 bulan kemudian.


c. Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan

yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih

rendah. Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-

kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia

memasuki otak dan sistem saraf pusat


d. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini

biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup yang membaik

14
dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai

remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa

mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka

panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada

sumsum tulang dan SSP.


2. Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk

meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan

melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan

leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan adalah

antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia.

Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia

di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid

kronis, terapi biologi yang digunakan adalah bahan alami bernama interferon

untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia.


3. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi

tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah

mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain

dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien

mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh. (radiasi seluruh tubuh

biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang.)


4. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell).

Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang

15
tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel

leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian,

pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung

fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau

leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil

transplantasi ini. Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya

harus menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan

melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil

transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang

memadai.
5. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada

trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi

trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.


6. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah

dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
7. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp,

metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten

seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid,

L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan sebagainya.

Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan

prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping

berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiagis.

Hendaknya lebih berhziti-hati bila jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3.

16
8. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar

yang suci hama).


9. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai

remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (10 5 - 106), imunoterapi mulai

diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi

BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk

antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik

dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara

ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia,

sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita

leukemia dapat sembuh sempurna.


10. Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya.

Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan

mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut,

pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:


a) Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai
obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel

blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.


b) Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c) Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi

yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh

dosis biasa.
d) Reinduksi

17
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan

setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama

10-14 hari.
e) Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk

mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500

rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral. Radiasi

ini tidak diulang pada reinduksi.


f) Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan

dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.

(Carpenito, 2010).

DAFTAR PUSTAKA

Aster, Jon. 2011. Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi Edisi

7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Baldy, Catherine M. 2010. Komposisi Darah dan Sistem Makrofag-Monosit dalam

Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Carpenito, Lynda Juall. 2010 Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta:

Penerbit buku Kedokteran EGC.

Ngastiyah. 2007. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Soparman dan Sarwono. 2008. Ilmu penyakit Dalam. Jakarta: Balai Peberbit FKUI.

18
Wong, Donna L. 2010. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Vol 2. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

19

Anda mungkin juga menyukai