BAB I Saja Fixx
BAB I Saja Fixx
BAB I
PENDAHULUAN
keduanya. (King., 2007). Infeksi peritonitis dibagi menjadi primer, sekunder, dan
2004).
terbanyak severe sepsis pada intensive care unit (ICU). Penelitian terbaru
yang signifikan. (Lopez, et al., 2011). Tingkat mortalitasnya dapat hanya 1% saja
pada pasien dengan apendisitis perforasi, namun bisa mencapai 20% atau lebih
pada pasien dengan perforasi colon atau trauma tajam pada abdomen, bahkan
dapat mencapai 81% pada pasien yang mendapatkan infeksi intra abdominal
akhir pada pasien dengan peritonitis perforasi, akan tetapi belum ada sistem
skoring yang lebih superior. Saat ini skor ASA, APACHE II, skor Boey, skor
PULP dan skor MPI (Mannheim Peritonitis Index). Skor Boey dan skor PULP
2
dengan perforasi ulkus peptik. Skor ASA merupakan skor resiko pembedahan
secara umum dan tidak khusus pada pasien peritonitis perforasi. (Soreide, et al.,
(komorbid), syok preoperatif, dan perforasi lebih dari 24 jam. (Thorsen, et al.,
2013).
Pada tahun 1983 di Jerman, Wach dan Linder membuat skor MPI untuk
retrospektif dari medikal record, terdapat 8 variabel yang dinilai yaitu usia, jenis
kelamin, gagal organ, keganasan, durasi pre operasi, origin sepsis, diffuse
generalized peritnitis dan eksudat. (Batra, et al., 2013). Skor MPI tidak spesifik
untuk memprediksi kematian pada pasien dengan ulkus peptik. (Thorsen, et al.,
al., 2001) Nilai potong dalam memprediksi kematian pada pasien peritonitis yang
spesifisitas 67%. Seri 3 tahun 1994, sensitivitas 85%, spesifisitas 61%. Seri 4
dari Van-Laarhosen et al tahun 1988 dengan sensitifitas 24% dan spesifisitas 35%.
(Dani, et al., 2015). Dengan hasil yang tidak konsisten itu menyebabkan
3
terjadinya perdebatan bahwa sistem skoring tersebut tidak dapat dipakai untuk
menentukan terapeutik. (Krishna, et al., 2016). Kerugian dari skor MPI ini juga
tidak dapat digunakan pada pasien dengan penyakit kronis dan penyakit sistemik
komplikasi yang serius. (Budzynski, et al., 2015). Variasi dari hasil tersebut dapat
Usia merupakan faktor prognostik yang penting pada perforasi ulkus peptik.
(Testini, et al., 2003). Pasien yang berusia lebih dari 60 tahun mempunyai resiko
et al., 2012).
cukup signifikan terjadinya mortalitas dan morbiditas pasca operasi (p<0,05) pada
analisis univarian tetapi tidak pada analisis multivarian. (Kim, et al., 2012).
al., 2012).
sampai dilakukan operasi lebih dari 24 jam beresiko terjadi mortalitas sebesar
4
(Krishna, et al., 2016). Studi lain juga menyebutkan bahwa kontaminasi cairan
perforasi ulkus peptik, dimana mortalitas post operasi dilaporkan sebanyak (65%)
perforasi. Hipoalbuminemia (kadar albumin serum < 3,5 gr/dL) merupakan akibat
dari gangguan proses sintesis, distribusi dan degradasi (Peralta, et al., 2012). Oleh
sebesar 33,3%. Chao Wen Hsu pada studinya menunjukkan kematian akibat
keputusan klinis dan sebagai dasar pemberian inform consent yang realistis bagi
melihat data awal saat masuk rumah sakit merupakan faktor penting dalam
membuat sistem skor klinis dari faktor-faktor tersebut. Model prognostik ini
keputusan klinis segera dan memberikan inform consent yang realistis tentang
sebagai berikut:
1. Apakah usia lebih dari 60 tahun merupakan faktor resiko terjadinya kematian
perforasi?
4. Apakah onset lebih dari 24 jam merupakan faktor resiko kematian pada
7. Apakah adanya syok pre operasi merupakan faktor resiko kematian pada
10. Apakah keganasan merupakan faktor resiko kematian pada pasien peritonitis
perforasi?
7
perforasi.
perforasi?
4. Mengetahui apakah onset lebih dari 24 jam merupakan faktor resiko kematian
10. Mengetahui apakah keganasan merupakan faktor resiko kematian pada pasien
peritonitis perforasi?
1.4 Manfaat
keputusan klinis rasional, alokasi sumber daya yang tepat dan sebagai dasar