PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Hazard lingkungan kerja (environmental hazard) dapat berupa faktor lingkungan kerja yang
mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja yaitu faktor fisik, faktor biologi, faktor faal
ergonomi serta faktor psikososial. Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan
pekerja adalah faktor lingkungan fisik yaitu ventilasi, kelembababan, suhu, pencahayaan, dan debu.
Kasus gangguan paru yang disebabkan oleh paparan debu banyak ditemukan di Indonesia,
berbagai faktor dalam timbulnya gangguan saluran nafas akibat debu yang meliputi ukuran partikel,
bentuk, konsentrasi, daya larut dan sifat kimia serta lama paparan, beberapa faktor dari karakteristi
pekerja juga juga dapat mempengaruhi keadaan paru diantaranya, kebiasaan merokok, kebiasaan
memakai alat pelindung diri, kebiasaan olah raga dll (karbella 2011).
Infeksi Saluran Pemapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pemapasan atas atau
bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari
penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung
Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi Inpeksi
Saluran Pemapasan Akut (ISPA) sebesar 25,0% . Berdasarkan Data Dinas Kesehatan Kabupaten
Kampar prevalensi insiden Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada tahun 2014 sebesar 27,8%
urutan pertama dari 10 besar penyakit terbanyak di kabupaten Kampar ( Profil Dinas Kesehatan
Berdasakan fenomena diatas maka periu dikaji bagaimana pengaruh paparan asap dan
penggunaan APD dengan kejadian ISPA pada pegawai dapur RS Ibnu Sina. Untuk memberikan
informasi yang jelas tentang hal tersebut diatas maka perlu dilakukan penelitian ini.
1
II. TUJUAN
l) Tujuan Umum
Penulis mampu membuat penanganan pada pasien dengan ISPA yang merupakan Penyakit
Akibat Keija.
2) Tujuan Khusus
III. MANFAAT
Setelah membaca makalah tentang ISPA ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
I. ANAMNESIS
A. Anamnesis Klinis
1) IdentitasPasien
- Nama :Ny.D
- Umur : 35 tahun
- Agama : Islam
2) Keluhan utama
Batuk
3
disangkal. Riwayat menderita penyakit yang sama sebelumnya (+) Riwayat alergi (-
). Riwayat sosioekonomi dan kebiasaan pasien yaitu pasien tinggal di lingkungan
yang cukup bersih dan padat penduduk. Pasien mempunyai kebiasaan mandi l kali
sehari. Pasien sudah menikah dan memiliki 4 orang anak. Sehari-hari pasien bekerja
searang diri sebagai pegawai dapur yang bertugas memasak makanan di RS. Ibnu
Sina. Setiap hari pasien bekerja tanpa menggunakan masker dalam waktu yang lama.
4) Anamnesis Sistemik
Anamnesis Okupasi
1. Jenis Pekerjaan
2. Uraian tugas
Pasien adalah pegawai di dapur RS. Ibnu Sina bertugas sebagai tukang masak. Bekerja 6
hari dalam seminggu, bekerja dari jam 07.30 - 14.00 atau sekitar 7 jam dalam sehari dengan
waktu istirahat yang tidak tentu.
Uraian Tugas Rutin (Shift pagi)
Jam 05.00 Bangun tidur, sholat, mandi, sarapan
Jam 07.00 Berangkat ke tempat kerja
Jam 07.10 Mulai melakukan pekerjaan
Jam 14.00 Pulang ke rumah
Jam 14.00- 21.30 Berkumpul dengan keluarga
Jam 21.30 Istirahat (tidur
3. Bahaya Potensial
Urutan Bahaya Potensial Gangguan Risiko
kegiatan kesehatan kecela
Fisik Kimia Biologi Ergonomi Psiko yang kaan
mungkin kerja
Memasak Suhu Asap Bakteri, Posisi kerja yang Jarang Varises, Luka
ruangan virus, membungkuk berinteraksi ISPA, LBP, bakar
yang parasite, Tangan bagian sesama stress
panas, dan jamur ulna dan radial pegawai dehidrasi
bising deviasi, dapur
pergelangan
memutar, lengan
terangkat >45o ,
leher fleksi>30o
,membungkuk
>20o, lutut
menyentuh lantai
5
4. Hubungan pekerjaan dengan penyakit yang dialami (gejala / keluhan yang ada)
Pasien mengaiami keluhan batuk. Pasien memiliki riwayat keluhan yang sama sebelumnya. Pasien
merupakan pegawai yang bertugas memasak di dapur RS. Ibnu Sina yang setiap harinya terpapar
faktor kimia dengan bahan gas yaitu asap dalam ruangan dapur yang tidak memiliki ventilasi. Pada
saat melakukan pekerjaan pasien tidak menggunakan masker sebagai bagian dari APD saat bekerja.
Keterangan :
1. Tanyakan kepada pekerja atau pekerja
dapat mengisi sendiri
2. Isilah : keluhan yang sering dirasakan oleh
pekerja dengan memberti tanda/mengarsir
bagian- bagian sesuai dengan gangguan
muskulo skeletal yang dirasakan
pekerja
Tanda pada gambar area yang dirasakan :
Kesemutan = x x x Pegal-pegal = / / / / /
Baal = v v v Nyeri = ////////
Gatal =
II. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda Vital
a. Nadi : 84x/menit c. Tekanan Darah (duduk) : 110/70 mmHg
2. Status Gizi
a. Tinggi Badan : 165 cm Berat Badan : 56 Kg c IMT = 20,57 kg/m2
b. Lingkar perut : 78 cm d. Bentuk badan : Astenikus Atletikus Piknikus
7
5. Mata mata kanan mata-kiri Ket
a. Persepsi Warna Normal Buta Warna Parsial Normal Buta Warna Parsial
Buta Warna Total Buta Warna Total
b. Kelopak Mata Normal Tidak Normal Normal Tidak Normal
c. Konjungtiva Normal Hiperemis Sekret Normal Hiperemis Sekret
Pucat Pterigium Pucat Pterigium
d.Kesegarisan / gerak bola mata Normal Strabismus Normal Strabismus
e. Sklera Normal Ikterik Normal Ikterik
f. Lensa mata tidak keruh Keruh tidak keruh Keruh
g. B ulu Mata Normal Tidak Normal Normal Tidak Normal
7. Hidung
9. Tenggorokan
a. Pharynx Normal Hiperemis Granulasi
14. Genitourinaria
a. Kandung Kemih Normal Tidak Normal
b. Anus/Rektum/Perianal Normal Tidak Normal
Normal Tidak Normal
c Genitalia Eksternal
d. Prostat (khusus Pria) Normal Tidak Normal
Kanan Kiri
15a.Tulang / sendi Ekstremitas atas
- Gerakan Normal tidak normal Normal tidak normal
- Tulang Normal tidak normal Normal tidak normal
- Sensibilitas baik tidak baik baik tidak baik
- Oedema tidak ada ada tidak ada ada
- Varises tidak ada ada tidak ada ada
- Kekuatan otot 5/5/5/5 5/5/5/5
- vaskularisasi baik tidak baik baik tidak baik
- kelainan Kuku jari tidak ada ada
tidak ada ada
Pemeriksaan Khusus :
Tes Range of Motion : (+)
Kanan Kiri
15b.Tulang / Sendi Ekstremitas bawah
- Gerakan Normal tidak normal Normal tidak normal
- Kekuatan otot 5/5/5/5 5/5/5/5
- Tulang Normal tidak normal Normal tidak normal
- Sensibilitas baik tidak baik baik tidak baik
- Oedema tidak ada ada tidak ada ada
- Varises tidak ada ada tidak ada ada
- vaskularisasi baik tidak baik baik tidak baik
- kelainan Kuku jari tidak ada ada tidak ada ada
Pemeriksaan khusus :
Tes Range of Motion: (+)
Tes Strength: a. Heel walking: (+) b. Toe walking: (+) c. Resistes great toe dorsoflexion: (+)
Tes Patrick: (+)
Tes Kontra patrick : (+)
9
16. Refleks kanan kiri
a. Refleks Fisiologis patella, Normal Tidak Normal Normal Tidak Normal
lainnya .........
b Refleks Patologis: Babinsky negatif Positif negatif Positif
lainnya
V. DIAGNOSIS KERJA :
ISPA
13
timbulnya diagnosis klinis?
Bila ada, sebutkan.
6 . Apa terpajan bahaya Tidak ada
potensial yang sama spt di
langkah 3 luar tempat
kerja?
Bila ada, sebutkan
7 . Diagnosis Okupasi ISPA dan merupakan Penyakit Diperberat Oleh Kerja
Apa diagnosis klinis
initermsk penyakit akibat
kerja?
Bukan penyakit akibat kerja
(diperberat oleh pekerjaan/
bukan sama sekali PAK)_
Butuh pemeriksaan lbh
lanjut)?
IX. PROGNOSIS
klinik : ad vitam :bonam
ad sanasionam : bonam
ad fungsionam : bonam
Okupasi (bila ada d/ okupasi): bonam
X. PERMASALAHAN PASIEN & RENCANA PENATALAKSANAAN
Jenis Rencana Tindakan (materi & metoda); Tatalaksana
No permasalahan medikamentosa; non medika mentosa(nutrisi, Target Hasil yang
Medis & non olahraga, konseling dan OKUPASI) waktu diharapkan
medis dll)
1. ISPA dan Okupasi: Segera Keluhan
Penyakit Akibat
- Eliminasi: sulit dilakukan berkurang
Kerja
- Subsitusi: sulit dilakukan
- Isolasi : sulit dilakukan
- Engineering control: tidak memungkinkan
- Administrative control: memberikan edukasi ke
management agar dilakukan rotasi kerja
- APD: diperlukan penggunaan masker saat
bekerja
Terapi Medikamentosa:
- Cefadroksil 500 mg 2 x l
- Ambroxol 3x1
- Vitamin C 1x1
Terapi non medikamentosa
Five level of prefentif:
1. Promosi kesehatan
- Memberikan edukasi tentang menjaga
kebersihan diri
- Menjelaskan kepada pasien tentang
penyakitnya
2. Spesifik protection
- Menggunakan masker saat bekerja
3. Early diagnositic
- Melakukan check up rutin 6 bulan sekali
4. Disability limitation
- Memberi tahu pasien untuk minum obat secara
teratur
5. 5. Rehabilitasi
15
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing : Dr.dr.H. Sultan Buraena, MS,Sp.OK
Tanda Tangan :
PEMBAHASAN
DEFINISI
Infeksi Saluran Pemapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pemapasan atas atau
bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari
penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung
INSIDEN
ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir
empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi saluran
pemapasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia,
terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah. Begitu pula, ISPA
merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan
Populasi yang memiliki risiko tertinggi kematian akibat penyakit pemapasan adalah pada
usia muda dan usia lanjut, serta orang dengan penunman kekebalan tubuh. Sementara infeksi saluran
pemapasan atas sering terjadi namun tidak berbahaya, infeksi saluran pemapasan bawah lebih sering
menyebabkan kematian.2
Insiden dari infeksi saluran pemapasan akut pada anak-anak di bawah 5 tahun diperkirakan
29 % dan 5 % kejadian pada anak-anak di negara beikembang dan industry. Kebanyakan kasus
terjadi di India (43 juta kasus), Cina (21 juta kasus). Pakistan (10 juta kasus), Bangladesh, Indonesia
dan Nigeria (masingmasing 56 kasus). 21 % dari seluruh kematian pada anak-anak di bawah lima
17
tahun disebabkan oleh pneumonia, yang diperkirakan dari sedap 1000 kelahiran hidup, 12-20 akan
Menurut Depanemen kesehartan Republik Indonesia pada akhit tahun 2000, diperkirakan
kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama infeksi saluran pemapasan akut di Indonesia
ETIOLOGI
Bakteri adalah penyebab utama infeksi saluran pemapasan bawah, dan Streptococcus
pneumoniae di banyak negara merupakan penyebab paling umum pneumonia yang didapat dari luar
rumah sakit yang disebabkan oleh bakteri. Laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di
Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, Makasar) didapatkan hasil pemeriksaan sputum
haemoliticus 7.89 %, Enterobacter 5,26 %, dan Pseudomonas spp 0,9 %.Laporan 5 tahun terakhir
dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, Makasar) didapatkan
aeruginosa 8,56 %, Streptococcus haemoliticus 7.89 %, Enterobacter 5,26 %, dan Pseiidomonas spp
0,9 % .Namun demikian, patogen yang paling sering menyebabkan ISPA adalah vims, atau infeksi
gabungan virus-bakteri. Respiratory Synctial Virus (RSV) mempakan penyebab penyakit yang
serius pada anak-anak. Selain pada anak-anak, RSV juga memiliki peranan penting penyebab
penyakit pada orang tua dan orang dewasa. Hampir semua infeksi RSV simptomatik dan cenderung
FAKTOR RESIKO
Terjadinya ISPA tertentu bervariasi menurut beberapa faktor. Penyebaran dan dampak
2. ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah pencegahan infeksi untuk
mencegah penyebaran (misalnya, vaksin, akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, kapasitas
ruang isolasi);
3. faktor pejamu, seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan pejamu menularkan infeksi, status
kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya atau infeksi serentak yang disebabkan oleh patogen lain,
kondisi kesehatan umum; dan karakteristik patogen, seperti cara penularan, daya tular, faktor
virulensi (misalnya, gen penyandi toksin), dan jumlah atau dosis mikroba (ukuran inokulum).1
Faktor pejamu yang spesifik juga mempengaruhi risiko infeksi dengan mikroba spesifik.
Misabya perokok dan penderita PPOK lebih memiliki risiko tinggi terinfeksi oleh S.pneumoniae,
KLASIFIKASI ISPA
1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest
indrawing).
2. Pneumonia, terbagi dua yaitu community acquired pneumonia (pneumonia komunitas) dan
3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan
dinding dada kedalam. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia. 6
GEJALA KLINIK
Gejalanya meliputi demam, batuk, dan seringjuga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak
napas, mengi, atau kesulitan bcmapas. Infeksi saluran pemapasan akut dapat terjadi dengan berbagai
19
gejala klinis. Gejala klinik yang membedakan apakah penyebab dari (ISPA adalah vims atau bakteri
sulit dibedakan.6,7
PENGOBATAN
1. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan sebagainya.
3. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotic, terapinya berupa terapi simptomatik.
Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk yang tidak
mengandung zat yang merugikan seperti kodein.dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam
diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Uji klinik dari manfaat Zinc, Vitamin C, dan terapi
Pemberian antibiotik yang tidak sesuai untuk infeksi saluran pemapasan akut dapat
menyebabkan peningkatan prevalensi dari resistensi antibiotic. Lebih dari setengah dari selumh
pemberian resep antibiotic untuk ISPA tidak perlu karena infeksi ini lebih sering disebabkan oleh
virus dan tidak memerlukan antibiotik. Mengetahui apakah ISPA yang teijadi ini karena infeksi
bakteri atau virus sangatlah penting untuk menentukan jenis pengobatan yang akan diberikan
nantinya.8
Sebelum hasil kultur keluar, maka antibiotic yang dapat diberikan adalah antibiotic spectrum
luas, yang kemudian sesuai hasil kultur diubah menjadi kltur sempit Lama pemberian terapi
ditentukan berdasarkan adanya penyakit penyerta dan/atau bakteriemi, beratnya penyakit pada onset
terapi dan perjalanan penyakit pasien. Umumnya terapi diberikan selama 7-10 hari. Ketentuan untuk
memberikan makrolid pada pasien pneumonia komunitas berat di daerah Asia perlu penditian lebih
lanjut. Penelitian di Malaysia terhadap pasien pneumonia komuniatas yang diberikan makrolod dan
tidak diberika makrolid tidak didapatkan perbedaan manfaat yang bermakna.Hal ini berkaitan
PENCEGAHAN
Landasan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk perawatan pasien ISPA meliputi
pengenalan pasien secara dini dan cepat, pelaksanaan tindakan pengendalian infeksi rutin untuk
semua pasien , tmdakan pencegahan tambahan pada pasien tertentu (misalnya, berdasarkan
diagnosis presumtif), dan pembangunan prasarana pencegahan dan pengendalian infeksi bagi
fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendukung kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi.
Pasien yang terinfeksi merupakan sumber utama patogen di fasilitas pelayanan kesehatan
dan penyebaran agen infeksius dari sumbernya harus dikurangi/dihilangkan. Contoh pengurangan
dan penghilangan adalah promosi kebersihan pemapasan dan etika batuk dan tindakan pengobatan
2. Pengendalian administrarif
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan harus menjamin sumber daya yang diperlukan untuk
pelaksanaan langkah pengendalian infeksi. Ini meliputi pembangunan prasarana dan kegiatan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang berkelanjutan, kebijakan yang jelas mengenai
pengenalan dini ISPA yang dapat menimbulkan kekhawatiran, pelaksanaan langkah pengendalian
infeksi yang sesuai, persediaan yang teratur dan pengorganisasian pelayanan (misalnya, pembuatan
sistem klasifikasi dan penempatan pasien). Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan juga harus
21
melakukan percncanaan staf untuk mempromosikan rasio pasien-staf yang memadai, memberikan
pelatihan staf, dan mengadakan program kesehatan staf (misalnya, vaksinasi, profilaksis) untuk
infeksius (misalnya, droplet nuklei) di udara dan mengurangi keberadaan permukaan dan benda
yang terkontaminasi sesuai dengan epidemiologi infeksi. Contoh pengendalian teknis primer untuk
aerosol pemapasan infeksius adalah ventilasi Imgkungan yang memadai (>. 12 ACH) dan
pemisahan tempat (>1 m) antar pasien. Untuk agen infeksius yang menular lewat kontak,
pembersihan dan disinfeksi permukaan dan benda yang terkontaminasi merupakan metode
Semua strategi di atas mengurangi tapi tidak menghilangkan kemungkinan pajanan terhadap
risiko biologis. Karena itu, untuk lebih mengurangi risiko ini bagi petugas kesehatan dan orang lain
yang berinteraksi dengan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan, APD harus digunakan bersama
dengan strategi di atas dalam situasi tertentu yang menimbulkan risiko penalaran patogen yang lebih
besar. Penggunaan APD harus didefinisikan dengan kebijakan dan prosedur yang secara khusus
ditujukan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi (misalnya, kewaspadaan isolasi). Efektivitas
APD tergantung pada persediaan yang memadai dan teratur, pelatihan staf yang memadai,
membersihkan tangan secara benar, dan yang lebih penting, perilaku manusianya.8
Semua jenis pengendalian di atas sangat saling berkaitan. Semua jenis pengendalian tersebut
harus diselaraskan untuk menciptakan budaya keselamatan keija institusi, yang menjadi landasan
1. WHO. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pemapasan Akut (ISPA) yang
2. WHO. Acute Respiratory Infections (Update Oktober 28). [serial online]. 2015. [cited
www.who.int/vaccine_rcsearch/diseases/ari/en/print.html
3. Wahyono Dj, Hapsari I, Astuti IWB. Pola Pengobatan Infeksi Saluran Napas Akk Usia
Bawah Lima Tahun (Balita) Rawat Jalan di Puskesmas I Purwareja Klampok Kabupaten
Banjarnegara Tahun 2004.[serial online]. 2015. [cited 2017 April 5]. Available from:
http://mfi.farmasi.ugm.ac.id
4. Falsey, Ann R et al. respiratory Synctial Virus Infection in Elderly and High Risk Adults.
5. Goldman, Lee and Aussielo, Dennis. Cecil Medicine 23rd Edition.USA : Elsevier Inc.
2008.
7. McPhee, Stephen J and Papadakis, Maxin A. Current Medical Diagnosis & Treatment
8. Dahlan Z. Pneumonia. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
23