Anda di halaman 1dari 32

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 36 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Carangrejo, Sampung
No Register : 36-12-63
Tanggal Pemeriksaan : 23 Mei 2016 (11.00 WIB)

B. RIWAYAT PENYAKIT
1. KELUHAN UTAMA
Pusing berputar hebat

2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien mengeluhkan kepala pusing berputar-putar sejak 1 bulan
yang lalu dan memberat 1 HMRS. Selain kepala pusing berputar
pasien juga merasakan lingkungan sekitar berputar. Kepala pusing
berputar disertai dengan keluhan mual dan muntah. Pusing
berputar dirasakan hilang timbul dan berlansung dalam hitungan
menit, pasien juga harus melihat pada satu arah saja. Keluhan
memberat saat pasien kelelahan dan keluhan berkurang saat pasien
posisi duduk dan memejamkan mata. Pada tanggal 19 Mei 2016
pasien berobat ke Puskesmas dan mendapatkan obat dari dokter
puskesmas, tetapi keluhan tidak berkurang. Pada tanggal 21 Mei
2016 pasien kontrol kembali ke Puskesmas, kemudian Puskesmas
memberikan rujukan ke RSUD Dr. Hardjono Ponorogo. Pada
tanggal 23 Mei 2016 pasien memeriksakan diri ke poli saraf RSUD
Dr. Hardjono Ponorogo, pasien di adviskan MRS saat itu juga ke
ruang Aster.

1
3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Stroke : disangkal
Hipertensi : disangkal
Diabetes Melitus : disangkal
Trauma : disangkal
Penyakit Jantung : disangkal
Kejang : disangkal
Tumor : disangkal
Opname : disangkal
Alergi makanan & obat : disangkal
Penyakit serupa : disangkal

4. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Stroke : disangkal
Hipertensi : disangkal
Diabetes Melitus : disangkal
Trauma : disangkal
Penyakit Jantung : disangkal
Kejang : disangkal
Tumor : disangkal
Penyakit serupa : disangkal

5. RIWAYAT KEBIASAAN
Merokok : disangkal
Konsumsi alkohol : disangkal
Olah raga : disangkal

2
C. PEMERIKSAAN FISIK
1) Vital Sign
TD : 130/80 mmHg
N : 76 x/menit
RR : 18 x/menit
S : 36,7C

2) Status Internus
a Kepala : CA(-/-), SI (-/-)
b Leher : PKGB(-/-)
c Thorax :
Pulmo :
Inspeksi : Simetris, Massa (-)
Palpasi : Fremitus (+/+)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : SDV(+/+) Wheezing(-/-)Rhonki(-/-)
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis kuat angkat
Perkusi : Redup, Batas jantung (DBN)
Auskultasi : BJ I/II reguler, bising(-/-)
d Abdomen :
Inspeksi : penonjolan (-), sikatrik (-)
Palpasi : distensi (-) Massa(-) Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+)
e Ektremitas :
- -
Edema - -

3
Akral H H
H H
Kesan Status Internus : dalam batas normal

3) Status Neurologis
a. Kesadaran : Compos Mentis
Glasgow Coma Scale : E4 V5 M6

b. Meningeal Sign :
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Brudzinski III : (-)
Brudzinski IV : (-)
Kernig : (-)

c. Nervus Cranialis :
Nervus Pemeriksaan Dextra Sinistra
N. Olfactorius Daya Pembau normal Normal
N. Opticus Visus >2/60 >2/60
Buta Warna - -
N. Occulomotorius Pupil 2mm 2mm
Reflek Cahaya + +
M.rectus Supor dbn dbn
M.rectus Infor dbn dbn
M.Obliquus inferior dbn dbn
Membuka mata + +

N. Trochlearis M.obliquus superior Dbn Dbn

4
N. Trigeminus Motorik : Ada Ada
-Menggigit kontraksi kontraksi
-Membuka mulut M.temporalis M.temporalis
& &
M.masetter M.masetter

Sensorik :
-Sensibilitas dbn dbn
N. Abducens M.rectus lateralis dbn dbn
N. Facialis a.Mengangkat alis a. + a. +
b.Mengerutkan dahi b. + b. +
c.Menutup mata c. + c. +
d.Menggembungkan d. + d. +
pipi
e.Tersenyum e. Simetris e. Simetris
N. a.Pendengaran dbn dbn
Vestibulochoclearis (bising jam tangan)
b.Nistagmus + +
(horizontal) (horizontal)
c.Dix Hallpike - -
N. a. Tersedak a. a.
Glossopharingeus b. Faring b. Terangkat b. Terangkat
c. Reflek muntah simetris simetris
c. + c. +
N. Vagus Bersuara Disphony (-) Disphony (-)
Menelan dbn dbn

N. Accesorius Memalingkan Ada Ada


kepala Kontraksi kontraksi
M.sterno M.sterno

5
Mengangkat bahu Ada Ada
kontraksi kontraksi
M.trapezius M.trapezius
N. Hypoglossus Lingual palsy dbn dbn

disartria dbn dbn


Kesan Nervus Cranialis: ada kelainan nervus vestibuler (N. VIII)

d. Motorik:
Gerakan B B
B B
Kekuatan 555 555
555 555
Trofi e e
e e
Klonus : Patella & Ankle (-)

Reflek Fisiologis :
BPR +2 +2 KPR +2 +2
+2 +2 +2 +2
TPR +2 +2 APR +2 +2
+2 +2 +2 +2

Reflek Patologis :
Pemeriksaan Dextra Sinstra
Hoffman - -
Tromner - -
Babinski - -
Chaddock - -
Gonda - -

6
Stransky - -
Mandel B - -
Rosolimo - -
Oppenhim - -
Gordon - -
Schaffer - -

Kesan Motorik : Dalam batas normal


e. Sensorik
Eksteroseptif
No Pemeriksaan Ektremitas
Nyeri + +
1 + +

Taktil + +
2 + +

Propioseptif
No Pemeriksaan Ektremitas
Mengangkat + +
dan
menurunkan
1
jari tangan

Mendikte + +
angka dengan
2 tekanan

7
Kesan sensorik : Dalam batas normal
f. Fungsi Cerebelum
Finger to nose : (-/-)
Heel to shin : (-/-)
Romberg test : (-)
Rebound phenomen : (-/-)
Tandem gait : (-)

Kesan : dalam batas normal

g. Provokasi Nyeri
Laseque sign : (-/-)
Patrick sign : (-/-)
Kontrapatrick sign : (-/-)

Kesan : Dalam batas normal

h. Fungsi Vegetatif
Miksi : 5-7 x sehari 500cc, warna kuning
jernih
Defekasi : Dbn, Konstipasi (-), diare (-)

8
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
No Parameter Jumlah Satuan Nilai Rujukan
1. WBC 11.1 uL 4000-10000 /uL
2. Lymph# 2.6 uL 0.8-4.0
3. Mid# 0.6 uL 0.1-1.5
4. Gran# 7.9 uL 2.0-7.0
5. Lymph% 23.6 % 20.0-40.0
6. Mid% 5.3 % 3.0-15.0
7. Gran% 71.1 % 50.0-70.0
8. RBC 4.60 uL 3,50-5,5 / uL
9. HGB 12.8 gr/dl 11,0-16,0 g/dl
10. HCT 38.1 % 37-54%
11. MCV 82.9 femtoliter 80-100 fl
12. MCH 27.8 Pikograms 27-34 pg
13. MCHC 33.6 g/dl 32-36 g/dl
14. RDW-CV 12.7 % 11.0-16.0
15. RDW-SD 42.1 fL 35.0-58.0
16. PLT 339 uL 150.000-450.000/uL
17. MPV 8.3 fL 6.5-12
18. PDW 15.2 9.0-17.0
19. PCT 2.81 Ml/l 1.08-2.82
20. P-LCC 76 uL 30-90
21. P-LCR 22.5 % 11.0-45.0

Kimia Darah
No Parameter Jumlah Satuan Nilai Rujukan
1. DBIL 0.18 mg/dl 0-0.35
2. TBIL 1.18 Mgdl 0.2-1.2
3. SGOT 30.2 U/l 0-31

9
4. SGPT 10.5 U/l 0-31
5. ALP 217 U/l 98-279
6. GamaGT 15.5 U/I 8-34
7. TP 7.2 g/dl 6.6-8.3
8. ALB 4.2 g/dl 3.5-5.5
9. Glob 3 g/dl 2-3.9
10. UREA 16.24 mg/dl 10-50
10. CREAT 0.72 mg/dl 0.7-1.2
11. UA 3.1 mg/dl 2.4-5.7
12. CHOL 151 mg/dl 140-200
13. TG 183 mg/dl 36-165
14. HDL 38 mg/dl 45-150
15. LDL 76 mg/dl 0-190

E. RESUME
RPS : Pasien mengeluhkan kepala pusing berputar-putar sejak 1 bulan
yang lalu dan memberat 1 HMRS. Selain kepala pusing berputar pasien
juga merasakan lingkungan sekitar berputar. Kepala pusing berputar
disertai dengan keluhan mual dan muntah. Pusing berputar dirasakan
hilang timbul dan berlansung dalam hitungan menit, pasien juga harus
melihat pada satu arah saja. Keluhan memberat saat pasien kelelahan dan
keluhan berkurang saat pasien posisi duduk dan memejamkan mata.
RPD : -
RPK : -

Vital Sign
TD : 130/80 mmHg
N : 76 x/menit
RR : 18 x/menit
S : 36,7C

10
Status Internus
Kepala : CA (-/-) SI (-/-)
Leher : PKGB(-/-)
Thorax : pulmo, cor dbn
Abdomen : dbn
Ektremitas : dbn
Status Neurologis
Kesadaran : Compos Mentis
Meningeal Sign : -
Nervus Cranialis : dbn
Motorik :
555 555
kekuatan otot
555 555

Sensorik : dbn
Reflek Fisiologis : n/n
Reflek Patologis : -/-
Fungsi Cerebelum: dbn
Provokasi Nyeri :
Laseque sign : (-/-)
Patrick sign : (-/-)
Kontrapatrick sign : (-/-)
Fungsi Vegetatif : normal

F. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Pusing berputar, nistagmus (+)
Diagnosis topis : Lesi di vestibular
Diagnosis etiologi : Vertigo perifer

G. PLANNING
Diagnostik : CT-Scan
Terapi : - Inf. Asering 16 tpm

11
- Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
- Betahistin 3 x 1 tab
- Diazepam 1 x 5 mg
- Neurodex 1 x 1 tab

H. PROGNOSIS
Disease : Dubia ad bonam
Discomfort : Dubia ad bonam
Disatistaction : Dubia ad bonam
Disability : Dubia ad bonam
Death : Dubia ad bonam

12
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Vertigo secara singkatnya diartikan dengan pusing yaitu sebuah ilusi
yang bergerak dan tidak menyenangkan juga dikenali dengan vertigo subjektif
atau dunia luar yang bergerak dengan nama lainnya vertigo objektif.Sensasi
pergerakan yang dirasakan bisa seperti berputar, pergerakan bolak-balik dan
perasaan ingin jatuh. Benign paroxysmal positional vertigo adalah vertigo yang
berulang kali disebabkan oleh perubahan kepala dari satu posisi ke satu posisi
yang lainnya. Hal ini terjadi beberapa detik setelah dari perubahan posisi
kepala yang berlangsung kurang dari satu menit.1

B. Epidemiologi
Vertigo merupakan gejala yang sering didapatkan pada individu dengan
prevalensi sebesar 7 %. Beberapa studi telah mencoba untuk
menyelidikiepidemiologi dizziness, yang meliputi vertigo dan non vestibular
dizziness. Dizziness telah ditemukan menjadi keluhan yang paling sering
diutarakan oleh pasien, yaitu sebesar 20-30% dari populasi umum. Dari
keempat jenis dizziness vertigo merupakan yang paling sering yaitu sekitar
54%. Pada sebuah studi mengemukakan vertigo lebih banyak ditemukan pada
wanita disbanding pria (2:1), sekitar 88% pasien mengalami episode rekuren.8

C. Klasifikasi
Vertigo dapat berasal dari kelainan di sentral (batang otak, serebelum atau
otak) atau di perifer (telinga dalam, atau saraf vestibular).1
Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi:1
a. Sentral diakibatkan oleh kelainan pada batang batang otak atau
cerebellum
b. Perifer disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau nervus
cranialis vestibulocochlear (N. VIII)

13
Ciri-ciri Vertigo perifer Vertigo sentral
Lesi Lesi di Lesipada UMN
LMN/perifer/organonvestibuler/N.
VIII
Penyebab Vertigo posisional paroksismal iskemik batang otak,
jinak (BPPV), penyakit maniere, vertebrobasiler insufisiensi,
neuronitis vestibuler, labirintis, neoplasma, migren basiler
neuroma akustik, trauma
Gejala gangguan Tidak ada Diantaranya :diplopia,
SSP parestesi, gangguan sensibilitas
dan fungsi motorik, disartria,
gangguan serebelar
Gejalapenyerta Mualdanmuntahberat Mualdanmuntahtidakterlalubera
t

Intensitas vertigo Berat Ringan

Telinga Kadang-kadang Tidak ada


berdenging dan
atau tuli
Nistagmus Tipe horizontal Tipevertikal

D.Gejala Klinis
Gejala klinis pasien dengan dizziness dan vertigo dapat berupa gejala
primer, sekunder ataupun gejala non spesifik. Gejala primer diakibatkan oleh
gangguan pada sensorium. Gejala primer berupa vertigo, impulsion,
oscilopsia, ataxia, gejala pendengaran. Vertigo, diartikan sebagai sensasi
berputar. Vertigo dapat horizontal, vertical atau rotasi. Vertigo horizontal
merupa tipe yang paling sering, disebabkan oleh disfungsi dari telinga dalam.
Jika bersamaan dengan nistagmus, pasien biasanya merasakan sensasi
pergerakan dari sisi yang berlawanan dengan komponen lambat. Vertigo
vertical jarang terjadi, jika sementara biasanya disebabkan oleh BPPV. Namun
jika menetap, biasanya berasal dari sentral dan disertai dengan nistagmus
dengan gerakan ke bawah atau ke atas. Vertigo rotasi merupakan jenis yang
paling jarang ditemukan. Jika sementara biasnaya disebabakan BPPV namun

14
jika menetap disebabakan oleh sentral dan biasanya disertai dengan rotator
nistagmus. 7
Impulsi diartikan sebagai sensasi berpindah, biasanya dideskrepsikan
sebagai sensasi didorong atau diangkat. Sensasi impulse mengindikasi
disfungsi apparatus otolitik pada telinga dalam atau proses sentral sinyal
otolit.2
Oscilopsia ilusi pergerakan dunia yang diprovokasi dengan pergerakan
kepala. Pasien dengan bilateral vestibular loss akan takut untuk membuka
kedua matanya. Sedangkan pasien dnegan unilateral vestibular loss akan
mengeluh dunia seakan berputar ketika pasien menoleh pada sisi telinga yang
mengalami gangguan. 2
Ataksia adalah ketidakstabilan berjalan, biasnaya universal pada pasien
dengan vertigo otologik dan sentral. 2
Gejala pendengaran biasanya berupa tinnitus, pengurangan pendengaran
atau distorsi dan sensasi penuh di telinga.2
Gejala sekunder meliputi mual, gejala otonom, kelelahan, sakit kepala, dan
sensiivitas visual. 2
Gejala nonspesifik berupa giddiness dan light headness. Istilah ini tidak
terlalu memiliki makna pada penggunaan biasanya. Jarang dignkan pada
pasien dengan disfungsi telinga namun sering digunakan pada pasien vertigo
yang berhubungan dengan problem medic. 2

. Karekteristk dizziness
Perlu ditanyakan mengenai sensasi yang dirasakan pasien apakah
sensasi berputar, atau sensasi non spesifik seperti giddiness atau liht
headness, atau hanya suatu perasaan yang berbeda (kebingungan).3
Keparahan
Keparahan dari suatu vertigo juga dapat membantu, misalnya:
pada acute vestibular neuritis, gejala awal biasanya parah namun
berkurang dalam beberapa hari kedepan. Pada Mnires disease, pada
awalnya keparahan biasanya meningkat dan kemudian berkurang

15
setelahnya. Sedangakan pasien mengeluh vertigo ynag menetap dan
konstan mungkin memilki penyebab psikologis.3

Onset dan durasi vertigo


Durasi tiap episode memiliki nilai diagnostic yang signifikan,
semakin lama durasi vertigo maka kemungkinan kea rah vertigo sentral
menjadi lebih besar. Vertigo perifer umumnya memilki onset akut
dibandingkan vertigo sentral kecuali pada cerebrovascular attack.. 3
Vertigo sentral biasanya berkembang bertahap (kecuali pada
vertigo sentral yang berasal dari vascular misalnya CVA). Lesi sentral
biasanya menyebabkan tanda neurologis tambahan selain vertigonya,
menyebabkan ketidakseimbnagan yang parah, nystagmus murni vertical,
horizontal atau torsional dan tidak dapat dihambat oleh fiksasi mata pada
objek.3

Faktor Pencetus
Faktor pencetus dan dapat mempersempit diagnosis banding pada
vertigo vestibular perifer. Jika gejala terjadi hanya ketika perubahan
posisi, penyebab yang paling mungkin adalah BPPV. Infeksi virus yang
baru pada saluran pernapasan atas kemungkinan berhubungan dnegan
acute vestibular neutritis atau acute labyrhinti. Faktor yang mencetuskan
migraine dapat menyebabkan vertigo jika pasien vertigo bersamaan
dengan migraine. Vertigo dapat disebabkan oleh fistula perilimfatik
Fistula perimfatik dapat disebabkn oleh trauma baik langsung ataupun
barotraumas, mengejan. Bersin atau gerakan yang mengakibatkan telinga
ke bawah akan memprovokasi vertigo pada pasien dengan fistula
perilimfatik. Adanya fenomena Tullios (nistagmus dan vertigo yang
disebabkan suara bising pada frekuensi tertentu) mengarah kepada
penyebab perifer. Stess psikis yang berat dapat menyebabkan vertigo,
menanyakan tentang stres psikologis atau psikiatri terutama pada pasien
yang pada anamesis tidak cocok dengan penyebab fisik vertigo manapun. 7

16
Gejala Penyerta
Gejala penyerta berupa penurunan pendengaran, nyeri, mual,
muntah dan gejala neurologis dapat membantu membedakan diagnosis
peneybab vertigo. Kebanyakan penyebab vertigo dengan gangguan
pendengaran berasal dari perifer, kecuali pada penyakit serebrovaskular
yang mengenai arteri auditorius interna atau arteri anterior inferior
cebellar. Nyeri yang menyertai vertigo dapat terjadi bersamaan dengan
infeksi akut telinga tengah, penyakit invasive pada tulang temporal, atau
iritasi meningeal. Vertigo sering bersamaan dengan muntah dan mual pada
acute vestibular neuronitis dan pada meniere disease yang parah dan
BPPV. 4
Pada vertigo sentral mual dan muntah tidak terlalu parah. Gejala
neurologis berupa kelemahan, disarthria, gangguan penglihatan dan
pendengaran, parestesia, penurunan kesadaran, ataksia atau perubahan lain
pada fungsi sensori dan motoris lebih mengarahkan diagnosis ke vertigo
sentral misalnya penyakit cererovascular, neoplasma, atau multiple
sklerosis. Pasien denga migraine biasanya merasakan gejala lain yang
berhubungan dengan migraine misalnya sakit kepala yang tipikal
(throbbing, unilateral, kadnag disertai aura), mual, muntah, fotofobia, dan
fonofobia. 21-35 persen pasien dengan migraine mengeluhkan vertigo. 4

E.Patogenesis
Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis. Ketiga kanalis
semisirkularis tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama
lain. Pada pangkal setiap kanalis semisirkularis terdapat bagian yang melebar
yakni ampula. Di dalam ampula terdapat kupula, yakni alat untuk mendeteksi
gerakan cairan dalam kanalis semisirkularis akibat gerakan kepala. Sebagai
contoh, bila seseorang menolehkan kepalanya ke arah kanan, maka cairan
dalam kanalis semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga kupula akan
mengalami defleksi ke arah ampula. Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal
yang diteruskan ke otak sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan.

17
Adanya partikel atau debris dalam kanalis semisirkularis akan mengurangi atau
bahkan menimbulkan defleksi kupula ke arah sebaliknya dari arah gerakan
kepala yang sebenarnya. Hal ini menimbulkan sinyal yang tidak sesuai dengan
arah gerakan kepala, sehingga timbul sensasi berupa vertigo.6
Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yakni teori
kupulolitiasis dan kanalolitiasis.6
a.Teori Kupulolitiasis
Pada tahun 1962, Schuknecht mengajukan teori kupulolitiasis untuk
menjelaskan patofisiologi BPPV. Kupulolitiasis adalah adanya partikel yang
melekat pada kupula krista ampularis. Schuknecht menemukan partikel
basofilik yang melekat pada kupulamelalui pemeriksaan fotomikrografi.
Dengan adanya partikel ini maka kanalis semisirkularis menjadi lebih sensitif
terhadap gravitasi.Teori ini dapat dianalogikan sebagai adanya suatu benda
berat yang melekat pada puncak sebuah tiang. Karena berat benda tersebut,
maka posisi tiang menjadi sulit untuk tetap dipertahankan pada posisi netral.
Tiang tersebut akan lebih mengarah ke sisi benda yang melekat. Oleh karena
itu kupula sulit untuk kembali ke posisi netral. Akibatnya timbul nistagmus dan
pening (dizziness). 6
b.Teori Kanalitiasis
Teori ini dikemukakan olleh Epley pada tahun 1980. Menurutnya gejala
BPPV disebabkan oleh adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di dalam
kanalis semisirkularis. Misalnya terdapat kanalit pada kanalis semisirkularis
posterior. Bila kepala dalam posisi duduk tegak, maka kanalit terletak pada
posisi terendah dalam kanalis semisirkularis posterior. Ketika kepala
direbahkan hingga posisi supinasi, terjadi perubahan posisi sejauh 90. Setelah
beberapa saat, gravitasi menarik kanalit hingga posisi terendah. Hal ini
menyebabkan endolimfa dalam kanalis semisirkularis menjauhi ampula
sehingga terjadi defleksi kupula. Defleksi kupula ini menyebabkan terjadinya
nistagmus. Bila posisi kepala dikembalikan ke awal, maka terjadi gerakan
sebaliknya dan timbul pula nistagmus pada arah yang berlawanan.6

18
Teori ini lebih menjelaskan adanya masa laten antara perubahan posisi
kepala dengan timbulnya nistagmus. Parnes dan McClure pada tahun 1991
memperkuat teori ini dengan menemukan adanya partikel bebas dalam kanalis
semisirkularisposterior saat melakukan operasi kanalis tersebut. 6
Bila terjadi trauma pada bagian kepala, misalnya, setelah benturan
keras, otokonia yang terdapat pada utikulus dan sakulus terlepas. Otokonia
yang terlepas ini kemudian memasuki kanalis semisirkularis sebagai kanalit.
Adanya kanalit didalam kanalis semisirkularis ini akan memnyebabkan
timbulnya keluhan vertigo pada BPPV. Hal inilah yang mendasari BPPV pasca
trauma kepala.6

F.Diagnosis
Diagnosis BPPV dapat ditegakkan dengan :
1. Anamnesis.9

19
Melalui anamnesis penyebab dari vertigo dapat dikenal pasti.
Penyebab vertigo dapat dibedakan dengan :

Dizziness

Fisiologik Patologik
1. Mabuk gerakan
2. Mabuk angkasa
3. Vertigo ketinggian Non-vestibular

Vestibular Syncope Psikogenik


Disquilibrium

Perifer Sentral

BPPV terjadi secara tiba-tiba. Pasien biasanya mengeluh vertigo


dengan onset akut kurang dari 10-20 detik akibat perubahan posisi kepala.
Kebanyakan pasien menyadari saat bangun tidur, ketika berubah posisi dari
berbaring menjadi duduk. Pasien merasakan pusing berputar yang lama
kelamaan berkurang dan hilang. Terdapat jeda waktu antara perubahan posisi
kepala dengan timbulnya perasaan pusing berputar. Pada umumnya perasaan
pusing berputar timbul sangat kuat pada awalnya dan menghilang setelah 30
detik sedangkan serangan berulang sifatnya menjadi lebih ringan. Gejala ini
dirasakan berhari-hari hingga berbulan-bulan.9
Pada banyak kasus, BPPV dapat mereda sendiri namun berulang di
kemudian hari. Bersamaan dengan perasaan pusing berputar, pasien dapat
mengalami mual dan muntah. Sensasi ini dapat timbul lagi bila kepala
dikembalikan ke posisi semula, namun arah nistagmus yang timbul adalah
sebaliknya.9

20
2. Pemeriksaan fisik4
Pemeriksaan fisik standar yang dapat dilakukan dalam
menegakkan diagnosis
BPPV adalah Romberg sign dan Dix-Hallpike manuever.4
a.Rombergs sign
Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan keseimbangan
namun masih dapat berjalan, sedangkan pasien dengan vertigo sentral
memilki instabilitas yang parah dan seringkali tidak dapat berjalan.
walaupun Rombergs sign konsisten dengan masalah vestibular atau
propioseptif, hal ini tidak dapat dgunakan dalam mendiagnosis vertigo.
Pada sebuah studi, hanya 19% sensitive untuk gangguan vestibular dan
tidak berhubungan dengan penyebab yang lebih serius dari dizziness (tidak
hanya erbatas pada vertigo) misalnya drug related vertigo, seizure,
arrhythmia, atau cerebrovascular event.4
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan
kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian
selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat
menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara
tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan
penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi,
pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan
serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun
pada mata tertutup.4

Uji Romberg

21
b. Pemeriksaan Dix-Hallpike Manuver
Merupakan pemeriksaan klinis standar untuk pasien BPPV. Dix-
Hallpike manuever secara garis besar terdiri dari dua gerakan yaitu Dix-
Hallpike manuever kanan pada bidang kanal anterior kiri dan kanal
posterior kanan dan Dix- Hallpike manuever kiri pada bidang posterior
kiri. Untuk melakukan Dix-Hallpike manuever kanan, pasien duduk tegak
pada meja pemeriksaan dengan kepala menoleh 450 ke kanan. Dengan
cepat pasien dibaringkan dengan kepala tetap miring 450 ke kanan sampai
kepala pasien menggantung 20-300 pada ujung meja pemeriksaan, tunggu
40 detik sampai respon abnormal timbul. Penilaian respon pada monitor
dilakukan selama 1 menit atau sampai respon menghilang. Setelah
tindakan pemeriksaan ini dapat langsung dilanjutkan dengan canalith
repositioning treatment (CRT) atau particle repositioning manuver (PRM).
Bila tidak ditemukan respon yang abnormal atau bila manuver tersebut
tidak diikuti dengan CRT/PRM, pasien secara perlahan-lahandidudukkan
kembali. Lanjutkan pemeriksaan dengan Dix-Hallpike manuver kiri
dengan kepala pasien dihadapkan 450 ke kiri, tunggu maksimal 40 detik
sampai respon abnormal hilang. Bila ditemukan adanya respon abnormal,
dapat dilanjutkan dengan CRT/PRM, bila tidak ditemukan respon
abnormal atau bila tidak dilanjutkan dengan tindakan CRT/PRM, pasien
secara perlahan-lahan didudukkan kembali.5
Dix dan Hallpike mendeskripsikan tanda dan gejala BPPV
sebagai berikut:
1) Terdapat posisi kepala yang mencetuskan serangan
2) Nistagmus yang khas
3) Adanya masa laten
4) Lamanya serangan terbatas
5) Arah nistagmus berubah bila posisi kepala dikembalikan ke
posisi awal
6) Adanya fenomena kelelahan/fatique nistagmus bila stimulus
diulang

22
Dix-hallpike manuver lebih sering digunakan karena pada manuver
tersebut posisi kepala sangat sempurna untuk canalith repositioning
treatment. Pada pasien BPPV, Dix-Hallpike manuver akan mencetuskan
vertigo dan nistagmus.5

Dix-hallpike manuver

c. Tes Supine Roll


Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV dan hasil tes
Dix-Hallpike negatif, dokter harus melakukan supine roll test untuk
memeriksa ada tidaknya BPPV kanal lateral. BPPV kanal lateral atau
disebut juga BPPV kanal horisontal adalah BPPV terbanyak kedua. Pasien
yang memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV, yakni adanya vertigo
yang diakibatkan perubahan posisi kepala, tetapi tidak memenuhi kriteria
diagnosis BPPV kanal posterior harus diperiksa ada tidaknya BPPV kanal
lateral.5

23
Supine roll test

Dokter harus menginformasikan pada pasien bahwa manuver ini


bersifat provokatif dan dapat menyebabkan pasien mengalami pusing yang
berat selama beberapa saat. Tes ini dilakukan dengan memposisikan
pasien dalam posisi supinasi atau berbaring terlentang dengan kepala pada
posisi netral diikuti dengan rotasi kepala 90 derajat dengan cepat ke satu
sisi dan dokter mengamati mata pasien untuk memeriksa ada tidaknya
nistagmus. Setelah nistagmus mereda (atau jika tidak ada nistagmus),
kepala kembali menghadap ke atas dalam posisi supinasi. Setelah
nistagmus lain mereda, kepala kemudian diputar/ dimiringkan 90 derajat
ke sisi yang berlawanan, dan mata pasien diamati lagi untuk memeriksa
ada tidaknya nistagmus.5

G.Penatalaksanaan
1. Non-Farmakologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah suatu penyakit yang ringan
dan dapat sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun telah banyak
penelitian yang membuktikan dengan pemberian terapi manuver reposisi
partikel/ Particle Repositioning Maneuver (PRM) dapat secara efektif
menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan

24
mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari manuver-manuver yang
ada bervariasi mulai dari 70%-100%.11
Beberapa efek samping dari melakukan manuver seperti mual, muntah,
vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi karena adanya debris
otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih sempit
misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah melakukan
manuver, hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit
untuk menghindari dari jatuh.11
Tujuan dari manuver-manuver yang dilakukan adalah untuk
mengembalikan partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada
5 manuver yang dapat dilakukan tergantung dari tipe BPPV nya.11
a. Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal
vertikal. Pasien diminta untuk menolehkan kepala kesisi yang sakit
sebesar 450, lalu pasien berbaring dengan kepala tergantung dan
dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 900 kesisi sebaliknya,
dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dandipertahan 30-
60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan
kembali keposisi duduk secara perlahan.11

Manuver Epley

25
b. Manuver Semont
Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan
posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu
kepala dimiringkan 450 ke sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke
posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit. Ada nistagmus
dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi
berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi.11

Manuver Semont

c. Manuver Lempert
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal
lateral. Pasien berguling 3600, yang dimulai dari posisi supinasi lalu
pasien menolehkan kepala 900 ke sisi yang sehat, diikuti dengan
membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala menoleh ke
bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien
kemudian menoleh lagi 900 dan tubuh kembali ke posisi lateral
dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan
dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-
partikel sebagai respon terhadap gravitasi.11

26
Manuver Lempert

d. Brandt-Daroff exercise
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan di rumah dan dapat
dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang
tetap mengalami simptom setelah melakukan manuver Epley atau
Semont. Latihan ini juga dapat membantu pasien menerapkan beberapa
posisi sehingga dapat menjadi kebiasaan.11

Brandt-Daroff Exercise

27
2. Farmakologi
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali merasa
sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali
menggunakan pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi.
Sebagian besar kasus terapi dapat dihentikan setelah beberapa minggu.
Beberapa golongan yang sering digunakan:
Antihistamin
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo.
Antihistamin yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat,
difenhidramin, meksilin, siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti
vertigo juga memiliki aktivitas anti-kholinergik di susunan saraf pusat.
Mungkin sifat anti-kholinergik ini ada kaitannya dengan kemampuannya
sebagai obat antivertigo. Efek samping yang umum dijumpai ialah sedasi
(mengantuk). Pada penderita vertigo yang berat efek samping ini
memberikan dampak yang positif.10
- Betahistin
Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat
meningkatkan sirkulasi di telinga dalam, dapat diberikan untuk
mengatasi gejala vertigo. Efek samping Betahistin ialah
gangguan di lambung, rasa enek, dan sesekali rash di kulit.10
Betahistin Mesylate (Merislon)
Dengan dosis 6 mg (1 tablet) 12 mg, 3 kali sehari per
oral.
Betahistin di Hcl (Betaserc)
Dengan dosis 8 mg (1 tablet), 3 kali sehari. Maksimum 6
tablet dibagi dalam beberapa dosis.
- Dimenhidrinat (Dramamine)
Lama kerja obat ini ialah 4 6 jam. Dapat diberi per oral atau
parenteral (suntikan intramuscular dan intravena). Dapat
diberikan dengan dosis 25 mg 50 mg (1 tablet), 4 kali sehari.
Efek samping ialah mengantuk.

28
- DifhenhidraminHcl (Benadryl)
Lama aktivitas obat ini ialah 4 6 jam, diberikan dengan dosis
25 mg (1 kapsul) 50 mg, 4 kali sehari per oral. Obat ini dapat
juga diberikan parenteral. Efek samping mengantuk.

Antagonis Kalsium
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis
kalsium Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium) sering
digunakan. Merupakan obat supresan vestibular karena sel rambut
vestibular mengandung banyak terowongan kalsium. Namun, antagonis
kalsium sering mempunyai khasiat lain seperti anti kholinergik dan
antihistamin. Sampai dimana sifat yang lain ini berperan dalam
mengatasi vertigo belum diketahui.10
- Cinnarizine (Stugerone)
Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular. Dapat
mengurangi respons terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis
biasanya ialah 15 30 mg, 3 kali sehari atau 1 x 75 mg sehari.
Efek samping ialah rasa mengantuk (sedasi), rasa cape, diare atau
konstipasi, mulut rasa kering dan rash di kulit.

Fenotiazine
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti
muntah). Namun tidak semua mempunyai sifat anti vertigo.
Khlorpromazine (Largactil) dan Prokhlorperazine (Stemetil) sangat
efektif untuk nausea yang diakibatkan oleh bahan kimiawi namun
kurang berkhasiat terhadap vertigo.10
- Promethazine (Phenergan)
Merupakan golongan Fenotiazine yang paling efektif mengobati
vertigo. Lama aktivitas obat ini ialah 4 6 jam. Diberikan dengan
dosis 12,5 mg 25 mg (1 draze), 4 kali sehari per oral atau parenteral
(suntikan intramuscular atau intravena). Efek samping yang sering

29
dijumpai ialah sedasi (mengantuk), sedangkan efek samping
ekstrapiramidal lebih sedikit disbanding obat Fenotiazine lainnya.
- Khlorpromazine (Largactil)
Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang berat
dan akut. Obat ini dapat diberikan per oral atau parenteral (suntikan
intramuscular atau intravena). Dosis yang lazim ialah 25 mg (1 tablet)
50 mg, 3 4 kali sehari. Efek samping ialah sedasi (mengantuk).

Obat Simpatomimetik
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo. Salah satunya
obat simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo ialah
efedrin.10
- Efedrin
Lama aktivitas ialah 4 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -
25 mg, 4 kali sehari. Khasiat obat ini dapat sinergistik bila
dikombinasi dengan obat anti vertigo lainnya. Efek samping ialah
insomnia, jantung berdebar (palpitasi) dan menjadi gelisah
gugup.

Obat penenang minor


Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi
kecemasan yang diderita yang sering menyertai gejala vertigo.efek
samping seperti mulut kering dan penglihatan menjadi kabur.10
- Lorazepam
Dosis dapat diberikan 0,5 mg 1 mg
- Diazepam
Dosis dapat diberikan 2 mg 5 mg.

Obat Antikolinergik
Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas
sistem vestibular dan dapat mengurangi gejala vertigo.10

30
- Skopolamin
Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan fenotiazine atau
efedrin dan mempunyai khasiat sinergistik. Dosis skopolamin ialah
0,3 mg 0,6 mg, 3 4 kali sehari.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. S.M.Lumbantobing. Neurologi klinik, pemeriksaan fisik dan mental. Balai


Penerbit FKUI Jakarta, cetakan ke-13 2010;(XIII):61-75
2. H.Efiaty Arsyad, H.Nurbaiti Iskandar. Buku ajar ilmu kesehatan telinga
hidung dan tenggorokan (THT). Balai penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia (FKUI), Jakarta. Cetakan 1 edisi keempat
2000;(IV):1-87
3. Geoge L.Adamas, Lawrence R.Boies, et al. Buku ajar penyakit THT
Boies. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Cetakan ketiga edisi ke enam
2000; (VI): 3-39, 119-139
4. Mark H.Swartz. Buku ajar diagnostik fisik. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Cetakan pertama 1997; (VI): 123-132
5. Burnside-Mc Glynn. Adams diagnosis fisik. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Cetakan kelima edisi ke 17 1995 ; (XVII): 136-140
6. Stephen J,McPhee, William F.Ganong et al. International edition
Patophysiology of disease an introduction to clinical medicine. San
Francisco Clifornia 2003: 93-95
7. Budi Riyanto.W. Vertigo:aspek neurologi.Cermin Dunia Kedokteran No.
144, 2004: 42-46
8. Lempert, T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and
vestibular migraine in Journal Nerology 2009:25:333-338
9. Labuguen, RH. 2006. Initial Evaluation of Vertigo ini Journal American
Family Physician January 15, 2006.Volume 73, Number 2
10. Kovar, M, Jepson, T, Jones, S. 2006. Diagnosing and Treating: Benign
Paroxysmal Positional Vertigo in Journal Gerontological of Nursing.
December:2006
11. Swartz, R, Longwell, P. 2005. Treatment of Vertigo in Journal of
American Family Physician March 15,2005:71:6.

32

Anda mungkin juga menyukai