1 - Teknologi Pengolahan Dan Pengawetan Makanan-Revisi
1 - Teknologi Pengolahan Dan Pengawetan Makanan-Revisi
Prasarat: -
Daftar Pustaka:
1. Batty, JC & Folkman, SL, 1983, Food Engineering Fundamentals, John
Wiley & Sons, New York
2. Desrosier, NW & Desrosier, JN, 1977, The Technology of Food
Preservation, AVI Publishing Co, Westport, Connecticut
PENGOLAHAN MAKANAN
Pengolahan makanan adalah kumpulan metode dan teknik yang
digunakan untuk mengubah bahan mentah menjadi makanan atau
mengubah makanan menjadi bentuk lain untuk dikonsumsi
oleh manusia atau hewan di rumah atau oleh industri pengolahan makanan.
Pengolahan makanan membutuhkan ladang bersih dan telah panen atau
produk hewan yang disembelih dan penjual daging danmenggunakannya
untuk memproduksi produk makanan menarik, dapat dipasarkan dan tahan
lama. Proses yang sama digunakan untuk membuat pakan hewan. Contoh
ekstrem pengolahan makanan meliputi penyiapan ikan fugu mati atau
konsumsi dibawah gravitasi nol.
1
Metode pengolahan makanan
Pengawetan makanan
Penyimpanan makanan
Suplemen makanan
Penyedap makanan
Fortifikasi makanan
2
Suplemen diet
Nutrifikasi (aka pengayaan atau fortifikasi makanan)
Pranala luar
PENGAWETAN MAKANAN
Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk
membuat makanan memiliki daya simpan yang lama dan mempertahankan
sifat-sifat fisik dan kimia makanan.[1]
Dalam mengawetkan makanan harus diperhatikan jenis bahan makanan
yang diawetkan, keadaan bahan makanan, cara pengawetan, dan daya
tarik produk pengawetan makanan.[1] Teknologipengawetan makanan yang
dikembangkan dalam skala industri masa kini berbasis pada cara-
cara tradisional yang dikembangkan untuk memperpanjang
masa konsumsi bahan makanan.[1]
Daftar isi
1 Tujuan
2 Cara
o 2.1 Fisik
o 2.2 Biologi dan kimia
3
3 Prinsip
4 Referensi
Tujuan
Sejak manusia dapat berbudidaya tanaman dan hewan,
hasil produksi panen menjadi berlimpah.[1] Namun bahan-bahan tersebut
ada yang cepat busuk, makanan yang disimpan dapat menjadi rusak,
misalnya karena oksidasi atau benturan.[1] Contohnya lemak menjadi tengik
karena mengalami reaksi oksidasi radikal bebas. Untuk menangani hal
tersebut, manusia melakukan pengawetan pangan[1], sehingga bahan
makanan dapat dikonsumsi kapan saja dan dimana saja, namun dengan
batas kadaluarsa, dan kandungan kimia dan bahan makanan dapat
dipertahankan.[1] Selain itu, pengawetan makanan juga dapat membuat
bahan-bahan yang tidak dikehendaki seperti racun alami dan sebagainya
dinetralkan atau disingkirkan dari bahan makanan.[1]
Cara
4
Secara garis besar ada dua cara dalam mengawetkan makanan, yaitu fisik
serta biologi dan kimia.[2]
Fisik
Pengawetan makanan secara fisik merupakan yang paling bervariasi
jenisnya, contohnya adalah[3]:
pemanasan. Teknik ini dilakukan untuk bahan padat, namun tidak efektif
untuk bahan yang mengandung gugus fungsional,
seperti vitamin dan protein.
pendinginan. Dilakukan dengan memasukkan ke lemari pendingin,
dapat diterapkan untuk daging dan susu.
pengasapan. Perpaduan teknik pengasinan dan pengeringan, untuk
pengawetan jangka panjang, biasa diterapkan pada daging.
pengalengan. Perpaduan kimia (penambahan bahan pengawet)
dan fisika (ruang hampa dalam kaleng).
pembuatan acar. Sering dilakukan pada sayur ataupun buah.
pengentalan dapat dilakukan untuk mengawetkan bahan cair
pengeringan, mencegah pembusukan makanan akibat mikroorganisme,
biasanya dilakukan untuk bahan padat yang mengandung protein dan
karbohidrat
pembuatan tepung. Teknik ini sangat banyak diterapkan pada
bahan karbohidrat
Irradiasi, untuk menghancurkan mikroorganisme dan menghambat
perubahan biokimia[4]
[sunting]Biologi dan kimia
Pengawetan makanan secara biologi dan kimia secara umum ditempuh
dengan penambahan senyawa pengawet, seperti[2]:
5
pemberian bahan pengawet, biasanya diterapkan pada bahan yang cair
atau mengandung minyak. Bahan pengawet makanan ada yang bersifat
racun dan karsinogenik.[3] Bahan pengawet tradisional yang tidak
berbahaya adalah garam seperti pada ikan asin dan telur asin,
dan sirup karena larutan gula kental dapat mencegah
pertumbuhan mikroba.[3] Kalsium propionat atau natrium propionat
digunakan untuk menghambat pertumbuhan kapang, asam sorbat
menghambat pertumbuhan kapang dalam keju, sirup dan buah kering.[3]
[sunting]Prinsip
Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yaitu[5]:
6
2. ^ a b c d e Tanty. 2008. Pengawetan MakananDiakses pada 12 Apr
2010.
3. ^ a b c d Lesman. 2010. Tehnik dan Teknologi Pengawetan pada
MakananDiakses pada 12 Apr 2010.
4. ^ (Inggris) Fellow FJ. 2000. Food Processing Technology: Principles
and Technology 2nd ed. Cambridge: Woodhead Publishing Limited.
5. ^ a b Syamsir E. 2008. Prinsip dan Teknik Pengawetan Makanan
(Pangan)Diakses pada 12 Apr 2010.
Makanan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
7
Makanan adalah bahan, biasanya berasal dari hewan atau tumbuhan,
dimakan oleh makhluk hidup untuk memberikan tenaga dan nutrisi. Cairan
yang dipakai untuk maksud ini sering disebut minuman, tetapi kata
'makanan' juga bisa dipakai. Istilah ini kadang-kadang dipakai dengan
kiasan, seperti "makanan untuk pemikiran". Kecukupan makanan dapat
dinilai dengan status gizi secara antropometri.
Makanan yang dibutuhkan manusia biasanya dibuat melalui bertani atau
berkebun yang meliputi sumber hewan dan tumbuhan. Beberapa orang
menolak untuk memakan makanan dari hewan seperti, daging, telur dan
lain-lain. Mereka yang tidak suka memakan daging dan sejenisnya
disebut vegetarian yaitu orang yang hanya memakan sayuran sebagai
makanan pokok mereka.
Pada umumnya bahan makanan mengandung beberapa unsur atau
senyawa seperti air, karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, enzim, pigmen dan lain-lain.
Makanan yang biasa dikonsumsi oleh Manusia
Sumber tumbuhan Sumber Hewan
Buah Daging
Sayuran Telur
Biji Padi-padian Produk-produk
Biji Perusahaan Susu
Tumbuhan Polong (Buncis,kacang ijo, miju-
miju, dan lain-lain.)
Tumbuhan-tumbuhan bumbu
Bumbu
Setiap makhluk hidup membutuhkan makanan. Tanpa makanan, makhluk
hidup akan sulit dalam mengerjakan aktivitas sehari-harinya. Makanan
dapat membantu manusia dalam mendapatkan energi,
membantu pertumbuhan badan dan otak. Memakan makanan yang bergizi
akan membantu pertumbuhan manusia, baik otak maupun badan. Setiap
makanan mempunyai kandungan gizi yang berbeda. Protein, karbohidrat,
dan lemak adalah salah satu contoh gizi yang akan didapatkan dari
makanan.
8
Setiap jenis gizi mempunyai fungsi yang berbeda. Karbohidrat merupakan
sumber tenaga sehari-hari. Salah satu contoh makanan yang mengandung
karbohidrat adalah nasi. Protein digunakan oleh tubuh untuk membantu
pertumbuhan, baik otak maupun tubuh. Lemak digunakan oleh tubuh
sebagaicadangan makanan dan sebagai cadangan energi. Lemak akan
digunakan saat tubuh kekurangan karbohidrat, dan lemak akan memecah
menjadi glukosayang sangat berguna bagi tubuh saat membutuhkan energi.
Dapat dipastikan bahwa setiap negara mempunyai makanan khas masing-
masing.
Beberapa contoh teknologi pengolahan pangan:
Teknologi
9
1. Teknologi tradisional
2. Teknologi modern
3. Teknologi menengah
Proses Produksi
Proses penyiapan bahan baku adalah persiapan daging ikan yang akan
digunakan, tepung serta bumbu-bumbu yang digunakan beserta
perhitungan komposisi masing-masing bahan untuk setiap adonan. Dalam
mempersiapkan bahan baku pembuatan kerupuk ikan yang perlu
mendapat perhatian utama adalah penyiapan ikan yang akan dijadikan
bahan utama. Mutu ikan yang digunakan akan mempengaruhi mutu
produksi kerupuk ikan, oleh karena itu perlu dipilih ikan yang masih segar.
Dengan demikian diperlukan pengetahuan untuk mengetahui tanda-tanda
ikan dengan mutu yang baik (masih segar).
3. Pencetakan
4. Pengukusan
5. Pendinginan
Adonan kerupuk yang telah masak segera diangkat dan didinginkan. Untuk
melepaskan dari cetakan, biasanya adonan tersebut diguyur dengan air.
Adonan tersebut kemudian didinginkan di udara terbuka kurang lebih 1
(satu) hari atau kurang lebih 24 jam hingga adonan menjadi keras dan
mudah diiris.
6. Pemotongan
7. Penjemuran/pengovenan
8. Pengepakan
Setelah kering, kerupuk segera diangkat dari jemuran. Kerupuk yang telah
kering ini dapat segera dibungkus dan dijual. Biasanya kerupuk ikan siap
goreng ini dikemas dalam plastik sejumlah berat tertentu. Kemasan
kerupuk dalam plastik tersebut disebut bal, dimana per bal dapat berisi 5
kg atau 10 kg kerupuk.
13
Source : http://www.bi.go.id/sipuk/id/
14
KINETIKA REAKSI DALAM PENGOLAHAN PANGAN
15
pangan biasa dituliskan sebagai : Best before date : produk masih dalam
kondisi baik dan masih dapat dikonsumsi beberapa saat setelah tanggal
yang tercantum terlewati. Use by date : produk tidak dapat dikonsumsi,
karena berbahaya bagi kesehatan manusia (produk yang sangat mudah
rusak oleh mikroba) setelah tanggal yang tercantum terlewati. Permenkes
180/Menkes/Per/IV/1985 menegaskan bahwa tanggal, bulan dan tahun
kadaluarsa wajib dicantumkan secara jelas pada label, setelah
pencantuman best before / use by. Produk pangan yang memiliki umur
simpan 3 bulan dinyatakan dalam tanggal, bulan, dan tahun, sedang
produk pangan yang memiliki umur simpan lebih dari 3 bulan dinyatakan
dalam bulan dan tahun. Beberapa jenis produk yang tidak memerlukan
pencantuman tanggal kadaluarsa : Sayur dan buah segar, Minuman
beralkohol, Vinegar / cuka, Gula / sukrosa, Bahan tambahan makanan
dengan umur simpan lebih dari 18 bulan, Roti dan kue dengan umur
simpan kurang atau sama dengan 24 jam.
16
1. Teori tumbukan : reaksi terjadi sebagai hasil dari tumbukan antara
beberapa molekul berenergi tinggi
2. Teori aktivasi : secara struktural, molekul memiliki rantai yang tidak
stabil. Jika diaktivasi, molekul ini akan melepaskan energi dan
membentuk molekul stabil dengan tingkat energi yang lebih rendah
17
memiliki kecenderungan kurva eksponensial. Umur simpan dapat diperoleh
dari persamaan berikut : ts = ( ln Q o ln Q e ) / k contoh : penurunan
mutu vitamin, protein dan pertumbuhan mikroba. Persamaan Arrhenius
Persamaan Arrhenius cocok digunakan untuk menjelaskan perubahan
kimia, perubahan fisika dan kerusakan produk pangan. k = k o exp [-E A
/RT] k : konstanta laju reaksi; k o : faktor pre eksponensial; E A : energi
aktivasi; R : konstanta gas ideal (8.314 J/g mole K); T : temperatur (Kelvin)
Nilai Q 10 Van Hoff, seorang ahli kimia dari Belanda, menjelaskan bahwa
laju reaksi akan meningkat sebesar dua kali lipat jika temperatur dinaikkan
sebesar 10 C. Nilai Q 10 cocok digunakan untuk menjelaskan perubahan
kimia dan perubahan biologi, misal : laju respirasi, browning non enzimatis,
pertumbuhan mikroba, penurunan pigmen alami dan pematangan. Nilai Q
10 tidak bersifat konstan, tetapi hanya merupakan fungsi dari temperatur.
Nilai Q 10 relatif tinggi (sekitar 7) pada temperatur penyimpanan sebesar 1
10 C dan relatif rendah pada temperatur tinggi. Nilai Q 10 tidak cocok
digunakan untuk menjelaskan laju reaksi pada temperatur tinggi. Q 10 :
(laju reaksi pada temperatur sebesar (T + 10)C) / laju reaksi pada
temperatur T C Nilai Z Nilai Z biasa digunakan dalam thermobacteriology
untuk menjelaskan laju inaktivasi mikroba akibat temperatur. Nilai Z
merupakan temperatur yang dibutuhkan untuk inaktivasi mikroba sebesar
10 faktor. Half Life (T 1/2 ) Half Life biasa digunakan sebagai indeks untuk
menjelaskan stabilitas molekul ( misal : Vitamin C). Half Life merupakan
waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan konsentrasi molekul sebanyak
setengah dari konsentrasi awal. t half life = ( 0.693) / k C = Co exp k t ,
Co : konsentrasi awal
2.4. Teknik Peramalan Umur Simpan
18
3. Distribution Abuse Test, pendekatan ini digunakan jika produk sudah
beredar di pasaran. Produk di pasaran dikumpulkan, kemudian
disimpan di laboratorium pada kondisi yang mirip dengan kondisi
penyimpanan di konsumen hingga diketahui umur simpannya.
4. Consumer complaints, keluhan dari konsumen digunakan sebagai
pertimbangan untuk menentukan umur simpan produk.
5. Accelerated Shelf Life Test (ASLT) , pendekatan ini paling banyak
digunakan oleh industri pangan karena dapat memberikan gambaran
tentang kerusakan produk secara cepat. ASLT menggunakan suhu
akselerasi untuk mempercepat kerusakan produk. Suhu akselerasi
yang digunakan dalam ASLT disajikan dalam Table 1.
pengawetan makanan
21
Solar Dryer
Solar drying merupakan metode pengeringan yang saat ini sering
digunakan untuk mengeringkan bahan-bahan makanan hasil panen.
Metode ini bersifat ekonomis pada skala pengeringan besar karena biaya
operasinya lebih murah dibandingkan dengan pengeringan dengan mesin.
Prinsip dari solar drying ini adalah pengeringan dengan menggunakan
bantuan sinar matahari. Perbedaan dari pengeringan dengan sinar
matahari biasa adalah solar drying dibantu dengan alat sederhana
sedemikian rupa sehingga pengeringan yang dihasilkan lebih efektif.
Metode solar drying sering digunakan untuk mengeringkan padi. Namun
karena pada prinsipnya pengeringan adalah untuk mengurangi jumlah air
(kelembaban) bahan, maka metode ini juga bisa diaplikasikan untuk bahan
makanan lain.
Cara kerja solar dryer adalah sebagai berikut:
Bahan yang ingin dikeringkan dimasukkan ke dalam bilik yang berada pada
ketinggian tertentu dari permukaan tanah. Udara sekitar masuk melalui
saluran yang dibuat lebih rendah daripada bilik pemanasan dan secara
otomatis terpanaskan oleh sinar matahari secara konveksi pada saat udara
tersebut mengalir menuju bilik pemanasan. Udara yang telah terpanaskan
oleh sinar matahari kemudian masuk kedalam bilik pemanas dan
memanaskan bahan makanan. Pengeringan bahan makanan jadi lebih
efektif karena pemanasan yang terjadi berasal dari dua arah, yaitu dari
sinar matahari secara langsung (radiasi) dan aliran udara panas dari
bawah (konveksi). (Sumber: http:// http://www.appropedia.org/Solar_drying)
Spray Dryer (Continuous Drying)
Spray Dryer
Metode mengeringan spray drying merupakan metode pengeringan yang
paling banyak digunakan dalam industri terutama industri makanan.
Metode ini mampu menghasilkan produk dalam bentuk bubuk atau serbuk
dari bahan-bahan seperti susu, buah buahan, dll.
Bagian-bagian dari unit spray dryer:
feed pump
atomizer
Pemanas uap (air heater)
Pendispersi udara (air disperse)
drying chamber
recovery powder system
pembersih udara keluaran
Cara kerja spray dryer adalah sebagai berikut:
22
Pertama-tama seluruh air dari bahan yang ingin dikeringkan, diubah ke
dalam bentuk butiran-butiran air dengan cara diuapkan menggunakan
atomizer. Air dari bahan yang telah berbentuk tetesan-tetesan tersebut
kemudian di kontakan dengan udara panas. Peristiwa pengontakkan ini
menyebabkan air dalam bentuk tetesan-tetesan tersebut mengering dan
berubah menjadi serbuk. Selanjutnya proses pemisahan antara uap panas
dengan serbuk dilakukan dengan cyclone atau penyaring. Setelah di
pisahkan, serbuk kemudian kembali diturunkan suhunya sesuai dengan
kebutuhan produksi. (Sumber: http://www.niro.com/NIRO/CMSDoc.nsf
/WebDoc/ndkk5hmc6zSprayDryersSprayDryers)
23
1. Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial;
2. Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis)
bahan pangan; dan
3. Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk
serangan hama. Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial dapat
dilakukan dengan cara:
o mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis);
o mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi;
o menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, misalnya
dengan penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan kondisi
anaerobik atau penggunaan pengawet kimia;
o membunuh mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi atau radiasi.
24
Penggunaan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat laju reaksi kimia,
reaksi enzimatis dan pertumbuhan mikroorganisme tanpa menyebabkan
kerusakan produk. Beberapa perubahan kimia seperti terjadi pada tepung,
sereal, biji-bijian, minyak disebabkan oleh keberadaan air. Air dibutuhkan
mikroorganisme untuk mempertahankan hidupnya. Pengeluaran sebagian
kandungan air bahan melalui proses pemekatan atau pengeringan akan
menurunkan laju reaksi kimiawi, enzimatis maupun mikrobial.
25
yang dilakukan pada pembuatan jeli dan dendeng. Pengawet alami seperti
etanol, asam asetat dan asam laktat yang dihasilkan oleh mikroorganisme
terpilih selama proses fermentasi bisa menghambat pertumbuhan
mikroorga-nisme pembusuk. Penambahan pengawet seperti asam benzoat
dan asam propionat juga berfungsi menghambat mikroorganisme secara
selektif.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting
dalam kehidupan manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan
memiliki interelasi terhadap pemenuhan gizi masyarakat, maka Tidak
mengherankan jika semua negara baik negara maju maupun berkembang
selalu berusaha untuk menyediakan suplai pangan yang cukup, aman dan
bergizi. Salah satunya dengan melakukan berbagai cara pengolahan dan
pengawetan pangan yang dapat memberikan perlindungan terhadap bahan
pangan yang akan dikonsumsi.
Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia terus melakukan perubahan-
perubahan dalam hal pengolahan bahan makanan. Hal ini wajar sebab
dengan semakin berkembangnya teknologi kehidupan manusia semakin
hari semakin sibuk sehinngga tidak mempunyai banyak waktu untuk
melakukan pengolahan bahan makana yang hanya mengandalkan bahan
mentah yang kemudian diolah didapur. Dalam keadaaan demikian,
makanan cepat saji (instan) yang telah diolah dipabrik atau telah diawetkan
banyak manfatnya bagi masyarakat itu sendiri. Permasalahan atau
27
petanyaan yang timbul kemudian adalah apakah proses pengawetan,
bahan pengawet yang ditambahkan atau produk pangan yang dihasilkan
aman dikonsumsi manusia?
Banyaknya kasus keracunan makanan yang terjadi dimasyarakat saat ini
mengindikasikan adanya kesalahan yang dilakukan masyarakat ataupun
makaan dalam mengolah dan mengawetkan bahan makanan yang
dikonsumsi. Problematika mendasar pengolahan makanan yang dilakukan
masyarakat lebih disebabkan budaya pengelohan pangan yang kurang
berorientasi terhadap nilai gizi, serta keterbatasan pengetahuan sekaligus
desakan ekonomi sehingga masalah pemenuhan dan pengolahan bahan
pangan terabaikan, Industri makanan sebagai pelaku penyedia produk
makanan seringkali melakukan tindakan yang tidak terpuji dan hanya
berorientasi profit oriented dalam menyediakan berbagai produk di pasar
sehinngga hal itu membuka peluang terjadinya penyalahgunaan bahan
dalam pengolahan bahan makanan untuk masyarakat diantaranya seperti
kasusu penggunaan belpagai bahan tambahan makanan yang seharusnya
tidak layak dikosumsi,
kasus yang paling menyeruak dikalangan masyarakat baru-baru ini ialah
penggunaan formalin dan borak dibeberapa produk makanan pokok
masyarakat dengan bebrbagai dalih untuk menambah rasa dan keawetan
makana tanpa memperdulikan efek bahan yang digunankan terhadap
kesehatan masyarakat, hal inilah yang mendorong diperlukannya berbagai
regulasi/peraturan dari instansi terkait Agar dapat melindungi konsumen
dari pelbagai masalah keamanan pangan dan industri pangan diindonesia.
Selain Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang bernaung di
bawah Departemen Kesehatan, pengawasan dan pengendalian juga
dilakukan oleh Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, dan
Departemen Perindustria rekonstruksi budaya Selain itu diperlukan juga
adanya rekonsruksi budaya guna merubah kebiasaan dan memberikan
pemaham kepada masyarat akan pentingnya gizi bagi keberlangsungan
kehidupan
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah teknik pengolahan dan pengawetan bahan makanan
yang ideal bagi masyarakat?
2. Apa permasalahan gizi yang dihadapi dalam pengolahan dan
pengawetan bahan makanan?
3. Bagaimana Upaya pengolahan dan pengawetan bahan makana dalam
mempertahankan tekstur rasa, dan nilai gizi yang terkandung didalamnya
4. Bahan tambahan makanan (zat aditif ) apakah yang dapat dijadikan
bahan untuk pengolahan dan pengawetan bahan makanan
28
5. bagaimana pengaruh penggunaan bahan aditif terhadap kesehatan
masyarakat?
Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaiman teknik dan cara pengolahan dan
pengawetan bahan makanan yang ideal sekaligus implementasinya
2. Untuk mengetahui pelbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat
dalam pengolahan dan pengawetan bahan makanan
3. untuk mengetahui strategi dan upaya dalam mengatasi permasalahan
gizi dalam pengolahan dan pengawetan makanan.
4. untuk mengetahui berbagai bahan tambahan makanan (BTM) yang
aman digunakan dalam pengolahan dan pengawetan makanan.
5. untuk mengetahui pengaruh bahan aditif makanan terhadap kesehatan
masyarakat.
PEMBAHASAN
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air
yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan
pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin
besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis
internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. kriteria yang
dapat digunakan untuk menentukan apakah makanan tersebut masih
pantas di konsumsi, secara tepat sulit di laksanakan karena melibatkan
factor-faktor nonteknik, sosial ekonomi, dan budaya suatu bangsa.
Idealnya, makanan tersebut harus: bebas polusi pada setiap tahap
produksi dan penanganan makanan, bebas dari perubahan-perubahan
kimia dan fisik, bebas mikroba dan parasit yang dapat menyebabkan
penyakit atau pembusukan (Winarno,1993).
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan
yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah
aman, bergizi, bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan
Pengeringan
pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air
yang di kandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan
air bahan tersebut di kurangi sampai batas sehingga mikroorganisme tidak
dapat tumbuh lagi di dalamya. Keuntungan pengeringan adalah bahan
menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga
mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan,
berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor,
dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah. Kecuali
29
itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di
keringkan, misalnya tembakau, kopi, the, dan biji-bijian. Di samping
keuntungan-keuntunganya, pengeringan juga mempunyai beberapa
kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang di keringkan dapat berubah,
misalnya bentuknya, misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya,
penurunan mutu dan sebagainya. Kerugian yang lainya juga disebabkan
beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum di pakai,
misalnya harus di basahkan kembali (rehidratasi) sebelum di gunakan.
Agar pengeringan dapat berlangsung, harus di berikan energi panas pada
bahan yang di keringkan, dan di perlukan aliran udara untuk mengalirkan
uap air yang terbentuk keluar dari daerah pengeringan. Penyedotan uap air
ini daoat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat berlangsung
dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut,
dan uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut.
Factor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas
permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara,
dan waktu pengeringan.
LAPORAN PMM
TENTANG
TEKNOLOGI PANGAN (PEMBUATAN TAPE UBI KAYU)
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK I
ASRIL MUARIF
HANY C. MALINGKAS
NURAIN TINO
GRACE POLI
WATI ISHAK
LAPORAN
PENYEHATAN MAKANAN & MINUMAN
TENTANG
TEKNOLOGI PANGAN (PEMBUATAN TAPE UBI KAYU)
30
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK I
ASRIL MUARIF
HANY C. MALINGKAS
NURAIN TINO
GRACE POLI
WATI ISHAK
31
Proses pengolahan dengan tekanan tinggi dikenal pula dengan istilah
proses pengolahan dengan tekanan hidrostatik dimana
makanan dikenakan dengan tekanan tinggi yang sebagian
besar antara 100 sampai 800 MPa.(3,2)
Hidrostatik tekanan tinggi (HHP) sebagai metode pengolahan non-
termal baru telah menunjukkan potensi besar dalam menghasilkan
produk mikrobiologis yang lebih aman serta mempertahankan karakteristik
alamiah dari makanan tertentu.(3) Suhu proses selama perlakuan tekanan
secara spesifik dengan kisaran kurang dari 0 (untuk meminimalkan
pengaruh panas adiabatis) sampai sekitar 100 C. Bejana didesain dengan
mempertimbangkan keamanan pada tekanan tersebut pada beberapa
siklus. Waktu ekspos komersial pada tekanan berkisar dari pulsa beberapa
detik sampai lebih dari 1200 detik (20 min). Tekanan yang digunakan pada
teknologi tekanan hidrostatik memiliki sedikit pengaruh terhadap ikatan
kovalen sehingga produk pangan yang diolah dengan tekanan hidrostatik
pada suhu mendekati suhu ruang tidak mengalami transformasi kimia yang
signifikan. Tekanan hidrostatik dapat dikombinasikan dengan panas untuk
mecapai peningkatan laju inaktivasi dan enzim. Perubahan kimia pada
bahan pangan pada umumnya merupakan fungsi dari suhu dan waktu
proses yang berhubungan dengan perlakuan tekanan.(1)
HPP berbeda dari homogenisasi cairan dalam dekompresi yang dicapai
dengan memperluas makanan dikompresi terhadap cairan menghambat
menyebabkan ia melakukan pekerjaan dan dengan demikian menurunkan
suhu terhadap nilai aslinya. Homogenisasi menghilang bekerja kompresi
sebagai panas dengan memperluas produk melalui sebuah lubang atau
kapiler.
32
HHP bertindak cepat dan merata di seluruh massa makanan
independen ukuran, bentuk, dan komposisi makanan. Dengan demikian,
paket ukuran, bentuk, dan komposisi tidak faktor dalam penentuan
proses. Pekerjaan kompresi selama perawatan HPP akan meningkatkan
suhu makanan melalui pemanasan adiabatik sekitar 3 C per 100 MPa,
tergantung pada komposisi makanan.Misalnya, jika makanan tersebut
mengandung sejumlah besar lemak, seperti mentega atau krim, kenaikan
suhu bisa lebih besar. Makanan dingin ke suhu asli mereka pada
dekompresi jika panas tidak ada yang hilang atau diperoleh dari dinding
kapal tekanan selama terus waktu pada tekanan. Suhu awal seragam
dibutuhkan untuk mencapai kenaikan suhu seragam dalam sistem
homogen selama kompresi.
Sedangkan suhu dari makanan homogen (satu dengan kurang dari 25%
lemak) akan meningkatkan uniformly karena kompresi, distribusi
temperatur di massa makanan selama periode holding pada tekanan dapat
berubah karena perpindahan panas ke atau dari dinding tekanan
kapal. Kapal Tekanan harus diadakan pada suhu yang sama dengan
meningkatkan suhu makanan akhir dari kompresi untuk kondisi yang
benar-benar isotermal. Suhu distribusi harus ditentukan dalam makanan
dan direproduksi setiap siklus pengobatan jika suhu merupakan bagian
integral dari proses spesifikasi HPP inaktivasi mikroba.
Makanan mengalami penurunan volume sebagai fungsi dari tekanan.
Sebuah ekspansi yang sama terjadi pada dekompresi. Untuk alasan ini
kemasan yang digunakan untuk makanan yang diolah HPP harus mampu
menampung hingga pengurangan 15% dalam volume, dan kembali ke
volume awalnya, tanpa kehilangan integritas segel dan properti
penghalang.
33
Mengenai HPP sebagai teknologi pengolahan makanan, semakin besar
tingkat tekanan dan waktu aplikasi, semakin besar potensi untuk
perubahan penampilan makanan yang dipilih. Hal ini terutama berlaku
untuk mentah, makanan tinggi protein mana tekanan-akibat denaturasi
protein akan secara visual jelas. Tekanan hidrostatik juga dapat
menyebabkan perubahan struktural dalam makanan struktural rapuh
seperti stroberi atau selada. Cell deformasi dan kerusakan sel membran
dapat mengakibatkan hilangnya sel lembek dan serum. Biasanya
perubahan ini tidak diinginkan karena makanan akan muncul untuk
diproses dan tidak lagi segar atau mentah. Produk makanan yang telah
dibawa ke pasar atau yang saat ini mempekerjakan HPP dalam pembuatan
mereka termasuk jeli buah dan selai, jus buah, salad dressing pourable,
cumi mentah, kue beras, foie gras, ham, dan guacamole.
34