Anda di halaman 1dari 17

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

MAKALAH AGAMA ISLAM


SISTEM POLITIK DAN DEMOKRASI ISLAM

OLEH:

ANGGIT KURNIA D61116013

EGI JIM D61116506

GOWA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Umat muslim, dalam hidupnya berpegang teguh pada Al Quran dan Al

Hadist sebagai pedoman hidupnya. Dari kedua pedoman tersebut, umat muslim

tidak perlu khawatir dalam menjalani persoalan hidup. Segala apa yang menjadi

persoalan, solusi, peringatan, kebaikan dan ancaan termuat di dalam pedoman

tersebut. Bahkan dalam Al Quran dan Al Hadist permasalahan politik juga

tertuang didalamnya. Diantaranya membahas: prinsip politik islam, prinsip politik

luar negeri islam. Baik politik luar negeri dalam keadaan damai maupun dalam

keadaan perang. Prinsip-prinsip politik yang tertuang dalam Al Quran dan Al

Hadist merupakan dasar politik islam yang harus diaplikasikan kedalam system

yang ada. Diantaranya prinsip-prinsip politik islam tersebut:

1. Keharusam mewujudkan persatuan dan kesatuan umat (Al Mumin:52).

2. Keharusan menyelesaikan masalah ijtihadnya dengan damai (Al Syura:38 dan

Ali Imran:159)

3. Ketetapan menunaikan amanat dan melaksanakan hukum secara adil (Al

Nisa:58)

4. Kewajiban menaati Allah dan Rosulullah serta ulil amr (Al Nisa:59)

5. Kewajiban mendamaikan konflik dalam masyarakat islam (Al Hujarat:9)

6. Kewajiban mempertahankan kedaulatan negara dan larangan agresi (Al

Baqarah:190)

7. Kewajiban mementingkan perdamain dari pada permusuhan (Al Anfal:61)


8. Keharusan meningkatkan kewaspadaan dalam pertahanan dan keamanan (Al

Anfal:60)

9. Keharusan menepati janji (An Nahl:91)

10. Keharusan mengutamakan perdamaian diantara bangsa-bangsa (Al

Hujarat:13)

11. Keharusan peredaran harta keseluruh masyarakat (Al Hasyr:7)

12. Keharusan mengikuti pelaksanaan hukum

Menurut Abdul Halim Mahmud (1998) bahwa islam juga memiliki politik

luar negeri. Tujuan dari politik luar negeri tersebut adalah penyebaran dakwah

kepada manusia di penjuru dunia, mengamankan batas territorial umat islam dari

fitnah agama, dan system jihad fisabilillah untuk menegakkan kalimat Allah

SWT. Jadi politik bermakna instansi dari negara untuk keamanan kedaulatan

negara dan ekonomi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian system politik islam dan kedudukannya

2. Apa prinsip-prinsip dasar politik dalam islam

3. Bagaimana demokrasi dalam islam

4. Apa Kontribusi umat islam terhadap kehidupan politik.

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pandangan islam tentang politik menghalalkan segala cara.

2. Mengetahui pandangan islam tentang pemerintah otoriter

3. Mengetahui pandangan islam tentang perang negara Islam dengan negara

Barat.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Politik Islam Dan Kedudukannya

Politik berasal dari bahasa latin politicos atau politicus yang berarti

relating to citizen (hubungan warga negara). Sedangkan dalam bahasa arab

diterjemahkan dengan kata siyasah, kata ini diambil dari kata saasa-yasuusu yang

diartikan mengemudi, mengendalikan dan mengatur (M Quraish Shihab,2000).

Sedangkan menurut Abdul Qadir Zallum, mengatakan bahwa politik atau siyasah

memiliki makna mengatur urusan rakyat, baik dalam maupun luar negeri. Dalam

politik terdapat negara yang berperan sebagai institusi yang mengatur secara

praktis, sedangkan rakyat mengoreksi pemerintahan dalam melakukan tugasnya.

Maka dapat disimpulkan politik merupakan pemikiran yang mengurus

kepentingan masyarakat. Pemikiran tersebut berupa pedoman, keyakinan hokum

atau aktivitas dan informasi. Beberapa prinsip politik islam berisi: mewujudkan

persatuan dan kesatuan bermusyawarah, menjalankan amanah dan menetapkan

hukum secara adil atau dapat dikatakan bertanggung jawab, mentaati Allah,

Rasulullah dan Ulill Amr (pemegang kekuasaan) dan menepati janji. Dari

beberapa prinsip diatas yang berkorelasi dengan politik, menggambarkan umat

islam dalam berpolitik tidak dapat lepas dari ketentan-ketentuan tersebut.

Berpolitik dalam islam tidak dapat berbuat sekehendak hatinya. Maka dapat

disimpulkan bahwa politik islam memiliki pengertian mengurus kepentingan

rakyat yang didasari prinsip-prinsip agama. Korelasi pengertian politik islam

dengan politik menghalalkan segala cara merupakan dua hal yang sangat
bertentangan. Islam menolak dengan tegas mengenai politik yang menghalalkan

segala cara. Terlebih apabila mementingkan kepentingan individu atau kelompok.

Sedangkan islam dalam berpolitik tidak sekedar mengurusi atau mengendalikan

rakyat saja, tetapi juga mengemban kebajikan untuk seluruh rakyatnya.

2.2 Prinsip-Prinsip Dasar Politik Dalam Islam

2.2.1 Prinsip Musyawarah

Dalam hal ini musyawarah merupakan prinsip pertama dalam tata

aturan politik Islam yang amat penting, artinya penentuan kebijaksanaan

pemerintah dalam sistem pemerintahan Islam haruslah berdasarkan atas

kesepakatan musyawarah, kalau kita kembali pada nash, maka prinsip ini sesuai

dengan ayat al Quran dalam surat al Imran ayat 159.

Artinya : Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan

itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah

kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal

kepada Allah (Q.S. al Imran : 159).

Jadi musyawarah merupakan ketetapan dasar yang amat prinsip antara lain

dalam sistem politik Islam umat Islam harus tetap bermusyawarah dalam segala

masalah dan situasi yang bagaimanapun juga Rasulullah sendiri sering

bermusyawarah dengan para sahabatnya dalam segala urusan, hal ini mengandung

arti bahwa setiap pemimpinpemerintahan (penguasa, pejabat, atau imam) harus

selalu bermusyawarah dengan pengikut atau dengan umatnya, sebab musyawarah

merupakan media pertemuan sebagai pendapat dan keinginan dari kelompok


orang-orang yang mempunyai kepentingan akan hasil keputusan itu. Dengan

musyawarah itu pula semua pihak ikut terlibat dalam menyelesaikan persoalan,

dengan demikian hasil musyawarah itupun akan diikuti mereka, karena merasa

ikut menentukan dalam keputusan itu sudah barang tentu materi musyawarah itu

terbatas pada hal-hal yang sifatnya bukan merupakan perintah Allah yang sudah

dijelaskan dalam wahyu-Nya.

2.2.2 Prinsip Keadilan

Kata ini sering digunakan dalam al Quran dan telah dimanfaatkan secara

terus menerus untuk membangun teori kenegaraan Islam. Prinsip keadilan banyak

sekali ayat al Quran memerintahkan berbuat adil dalam segala aspek kehidupan

manusia seperti firman Allah dalam surat an Nahl ayat 90:

Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat

kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,

kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu, agar

kamu dapat mengambil pelajaran (Q.S. an Nahl : 90).

Ayat di atas memerintahkan umat Islam untuk berbuat adil, sebaliknya

melarang mengancam dengan sanksi hukum bagi orang-orang yang berbuat

sewenang-wenang, jadi kedudukan prinsip keadilan dalam sistem pemerintahan

Islam harus menjadi alatpengukur dari nilai-nilai dasar atau nilai-nilai sosial

masyarakat yang tanpa dibatasi kurun waktu. Kewajiban berlaku adil dan

menjauhi perbuatan dzalim, mempunyai tingkatan yang amat tinggi dalam

struktur kehidupan manusia dalam segala aspeknya.


Dijadikan keadilan sebagai prinsip politik Islam, maka mengandung suatu

konsekuensi bahwa para penguasa atau penyelenggara pemerintahan harus

melaksanakan tugasnya dengan baik dan juga berlaku adil terhadap suatu perkara

yang dihadapi, penguasa haruslah adil dan mempertimbangkan beberapa hak

warganya dan juga mempertimbangkan kebebasan berbuat bagi warganya

berdasarkan kewajiban yang telah mereka laksanakan. Adil menjadi prinsip

politik Islam dikenakan pada penguasa untuk melaksanakan pemerintahannya dan

bagi warganya harus pula adil dalam memenuhi kewajiban dan memperoleh

keadilannya, hak dan kewajiban harus dilaksanakan dengan seimbang.

2.2.3 Prinsip Kebebasan

Merupakan nilai yang juga amat diperhatikan oleh Islam, yang dimaksud

di sini bukan kebebasan bagi warganya untuk dapat melakukan kewajiban sebagai

warga negara, tetapi kebebasan di sini mengandung makna yang lebih positif,

yaitu kebebasan bagi warga negara untuk memilih sesuatu yang lebih baik,

maksud kebebasan berfikir untuk menentukam mana yang baik dan mana

yang buruk, sehingga proses berfikir ini dapat melakukan perbuatan yang baik

sesuai dengan hasil pemikirannya, kebebasan berfikir dan kebebasan berbuat ini

pernah diberikan oleh Allah kepada Adam dan Hawa untuk mengikuti petunjuk

atau tidak mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Allah sebagaimana firman-Nya

Artinya : Berkata (Allah) : Turunlah kamu berdua dari surga

bersamasamasebagaimana kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain, maka


jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti

petunjuk dari-Ku ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka (Q.S. Toha : 123).

Jadi maksud ayat tersebut di atas adalah kebebasan yang mempunyai

akibat yang berbeda, barangsiapa yang memilih melakukan sesuatu perbuatan

yang buruk, maka iapun akan dibalasa dengan keburukan sesuai dengan apa yang

telah mereka lakukan.

2.2.4 Prinsip Persamaan

Prinsip ini berarti bahwa setiap individu dalam masyarakat mempunyai

hak yang sama, juga mempunyai persamaan mendapat kebebasan, tanggung

jawab, tugas-tugas kemasyarakatan tanpa diskriminasi rasial, asal-usul, bahasa

dan keyakinan (credo).

Dengan prinsip ini sebenarnya tidak ada rakyat yang diperintah secara

sewenang-wenang, dan tidak ada penguasa yang memperbudak rakyatnya karena

ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh penguasa, Allah

menciptakan manusia laki-laki dan perempuan dengan berbagai bangsa dan suku

bukanlah untuk membuat jarakantara mereka, bahkan diantara mereka diharapkan

untuk saling kenal mengenal dan tukar pengalaman, bahkan yang membedakan

diantara mereka hanyalah karena taqwanya.

2.2.5 Prinsip Pertanggungjawaban dari Pemimpin Pemerintah

tentang Kebijakan yang diambilnya.


Jika seorang pemimpin pemerintahan melakukan hal yang cenderung

merusak atau menuruti kehendak sendiri maka umat berhak memperingatkannya

agar tidak meneruskan perbuatannya itu, sebab pemimpin tersebut berarti telah

meninggalkan kewajibannya untuk menegakkan kebenarannya dan menjauhi

perbuatan yang munkar. Jika pemimpin tersebut tidak mengabaikan peringatan,

maka umat berhak mengambil tanggung jawab sebagai pemimpin pemerintahan,

karena penguasa di dunia ini merupakan khalifah yang menjalankan amanat Allah,

maka tindakan penyalahgunaan jabatan seperti berjalan di atas jalan yang dilaknat

Allah, menindas rakyat, melanggar perintah al Quran dan as Sunnah, maka

pemimpin tersebut berhak diturunkan dari jabatannya.

2.3 Demokrasi Dalam Islam

2.3.1 Pengertian Demokrasi

Istilah demokrasi berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di athena

kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal

dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun,

arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah

berevolusi sejak abad ke-18 , bersama perkembangan sistem demokrasi di banyak

negara. Kata demokrasi yang bahasa Inggrisnya democracy berasal dari kata

dalam bahasa Yunani yaitu demos yang artinya rakyat, dan kratos berarti

pemerintahan. Dalam pengertian ini, demokrasi berarti demokrasi langsung yang

dipraktikkan di beberapa negara kota di Yunani kuno. Dengan demikian,

demokrasi dapat bersifat langsung seperti yang di Yunani kuno, berupa partisipasi
langsung dari rakyat untuk membuat peraturan perundang-undangan, atau

demokrasi tidak langsung yang dilakukan melalui lembaga perwakilan.

Demokrasi tidak langsung ini cocok untuk negara yang penduduknya banyak dan

wilayahnya luas.

Aristoteles, seorang filsuf Yunani yang lahir pada tahun 387 SM, yang

menguraikan kata demokrasi dalam hubungannya dengan kedaulatan negara,

apakah dipegang oleh satu orang, sekelompok orang atau banyak orang. Apabila

orang yang memegang kedaulatan untuk kepentingan orang banyak maka disebut

monarki. Kemudian apabila yang memegang kedaulatan sekelompok orang untuk

orang banyak disebut aristokrasi.

Di dunia barat, seperti yang diajukan oleh Abraham Lincoln, demokrasi

diartikan sebagai Pemerintahan oleh rakyat, dari rakyat dan untuk

rakyat (terjemahan dari Government by the people, from the people and for the

people).

Demokrasi di dunia Barat, seperti di Eropa Barat, Inggris dan negara-

negara persemakmuran, Amerika Serikat dan negara-negara di wilayah

Skandinavia, dilaksanakan dalam kaitan ajaran tentang pembagian kekuasaan, di

mana badan pembuat undang-undang dilaksanakan parlemen yang dipilih oleh

rakyat, dan kekuasaan eksekutif bertanggung jawab kepada parlemen, seperti yang

terjadi di Inggris dan Belanda, atau presiden yang bertanggung jawab kepada

rakyat seperti yang terjadi di Amerika Serikat dan Prancis.

2.3.2 Demokrasi Dan Islam


Banyak kalangan non-muslim (individual dan institusi) yang menilai

bahwa tidak terdapat konflik antara Islam dan demokrasi dan mereka ingin

melihat dunia Islam dapat membawa perubahan dan transformasi menuju

demokrasi. Robin Wright, pakar Timur Tengah dan dunia Islam yang cukup

terkenal menulis di Journal of Democracy (1996) bahwa Islam dan budaya Islam

bukanlah penghalang bagi terjadinya modernitas politik.

Peraih Nobel Gunnar Myrdal dalam karya magnum opus-nya Asian Drama

mengidentifikasi seperangkat modernisasi ideal termasuk di dalamnya demokrasi.

Berkenaan dengan agama secara umum dan Islam khususnya, dia mengatakan:

Doktrin dasar dari agama-agama Hindu, Islam dan Budha tidaklah bertentangan

dengan modernisasi. Sebagai contoh, doktrin Islam, dan relatif kurang eksplisit

doktrin Budha, cukup maju untuk mendukung reformasi sejajar dengan idealisme

modernisasi.

Dalam menjelaskan sejumlah miskonsepsi umum di Barat, Graham E

Fuller (mantan Wakil Direktur National Intelligence Council di CIA) menulis di

Jurnal Foreign Affairs:

Banyak kalangan sarjana Islam yang kembali mengkaji akar dan khazanah

Islam dan secara meyakinkan berkesimpulan bahwa Islam dan demokrasi tidak

hanya kompatibel; sebaliknya, asosiasi keduanya tak terhindarkan, karena sistem

politik Islam adalah berdasarkan pada Syura (musyawarah). Khaled Abou el-Fadl,

Ziauddin Sardar, Rachid Ghannoushi, Hasan Turabi, Khurshid Ahmad, Fathi

Osman dan Syaikh Yusuf Qardawi serta sejumlah intelektual dan sarjana Islam
lain yang bersusah payah berusaha mencari titik temu antara dunia Islam dan

Barat menuju saling pengertian yang lebih baik berkenaan dengan hubungan

antara Islam dan demokrasi. Karena, kebanyakan diskursus yang ada tampak

terlalu tergantung dan terpancang pada label yang dipakai secara stereotip oleh

sejumlah kalangan.

Kontribusi umat Islam dalam perpolitikan nasional tidak bisa dipandang

sebelah mata. Di setiap masa dalam kondisi perpolitikan bangsa ini, Islam selalu

punya pengaruh yang besar. Sejak bangsa ini belum bernama Indonesia, yaitu era

berdirinya kerajaan-kerajaan hingga saat ini, pengaruh perpolitikan bangsa kita

tidak lepas dari pengaruh umat Islam.

Sekarang mari kita amati kontribusi umat Islam dalam perpolitikan

nasional di setiap era/masa bangsa ini:

1. Era Kerajaan-Kerajaan Islam Berjaya

Pengaruh Islam terhadap perpolitikan nasional punya akar sejarah yang

cukup panjang. Jauh sebelum penjajah kolonial bercokol di tanah air, sudah

berdiri beberapa kerajaan Islam besar. Kejayaan kerajaan Islam di tanah air

berlangsung antara abad ke-13 hingga abad ke-16 Masehi.

2. Era Kolonial dan Kemerdekaan (Orde Lama)

Peranan Islam dan umatnya tidak dapat dilepaskan terhadap pembangunan

politik di Indonesia baik pada masa kolonial maupun masa kemerdekaan. Pada

masa kolonial Islam harus berperang menghadapi ideologi kolonialisme


sedangkan pada masa kemerdekaan Islam harus berhadapan dengan ideologi

tertentu macam komunisme dengan segala intriknya.

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sejarah secara tegas menyatakan kalau

pemimpin-pemimpin Islam punya andil besar terhadap perumusan NKRI. Baik itu

mulai dari penanaman nilai-nilai nasionalisme hingga perumusan Undang-Undang

DasarNegara.

Para pemimpin Islam terutama dari Serikat Islam pernah mengusulkan

agar Indonesia berdiri di atas Daulah Islamiyah yang tertuang di dalam Piagam

Jakarta. Namun, format tersebut hanya bertahan selama 57 hari karena adanya

protes dari kaum umat beragama lainnya. Kemudian, pada tanggal 18 Agustus

1945, Indonesia menetapkan Pancasila sebagai filosofis negara.

3. Era Orde Baru

Pemerintahan masa orde baru menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya

asas di dalam negara. Ideologi politik lainnya dipasung dan tidak boleh

ditampilkan, termasuk ideologi politik Islam. Hal ini menyebabkan terjadinya

kondisi depolitisasi politik di dalam perpolitikan Islam. Politik Islam terpecah

menjadi dua kelompok. Kelompok pertama di sebut kaum skripturalis yang hidup

dalam suasana depolitisasi dan konflik dengan pemerintah. Kelompok kedua

adalah kaum subtansialis yang mendukung pemerintahan dan menginginkan agar

Islam tidak terjun ke dunia politik.

4. Era Reformasi
Bulan Mei 1997 merupakan awal dari era reformasi. Saat itu rakyat

Indonesia bersatu untuk menumbangkan rezim tirani Soeharto. Perjuangan

reformasi tidak lepas dari peran para pemimpin Islam pada saat itu. Beberapa

pemimpin Islam yang turut mendukung reformasi adalah KH. Abdurrahman

Wahid (Gusdur), ketua Nahdatul Ulama. Muncul juga nama Nurcholis Majid

(Cak Nur), cendikiawan yang lahir dari kalangan santri. Juga muncul Amin Rais

dari kalangan Muhamadiyah. Bertahun-tahun reformasi bergulir, kiprah umat

Islam dalam panggung politik pun semakin diperhitungkan.

Umat Islam mulai kembali memunculkan dirinya tanpa malu dan takut lagi

menggunakan label Islam. Perpolitikan Islam selama reformasi juga berhasil

menjadikan Pancasila bukan lagi sebagai satu-satunya asas. Partai-partai politik

juga boleh menggunakan asas Islam. Kemudian bermunculanlah berbagai partai

politik dengan asas dan label Islam. Partai-partai politik yang berasaskan Islam,

antara lain PKB, PKU, PNU, PBR, PKS, PKNU, dan lain-lain.

Dalam kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan sekarang, sudah waktunya

umat Islam untuk terjun dalam perjuangan politik yang lebih serius. Umat islam

tidak boleh lagi bermain di wilayah pinggiran sejarah. Umat Islam harus

menyiapkan diri untuk memunculkan pemimpin-pemimpin yang handal, cerdas,

berahklak mulia, profesional, dan punya integritas diri yang tangguh.

Syafii Maarif, optimis Islam akan mampu memberi corak pertumbuhan

dan perkembangan masyarakat yang berwawasan moral. Asalkan Islam dipahami

secara benar dan realistis, tidak diragukan lagi akan berpotensi dan berpeluang

besar untuk ditawarkan sebagai pilar pilar peradaban alternatif di masa depan.
Sumbangsih solusi Islam terhadap masalah masalah kemanusiaan yang semakin

lama semakin komplek ini, baru punya makna historis bila umat Islam sendiri

dapat tampil sebagai umat yang beriman dan cerdas (hal vi).

Menyikapi tantangan tersebut, hal paling mendasar adalah bahwa umat Islam

tidak boleh terpecah belah oleh dua kutub pemikiran: antara ilmu agama dan ilmu

sekuler. Dengan bekal perpaduan spritual dan intelektual, maka posisi umat Islam

yang semula berada di buritan, dimasa mendatang diharapkan menjadi lokomotif

dalam membangun masyarakat bermoral yang diback up kemantapan ontologi.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan.

Politik merupakan pemikiran yang mengurus kepentingan masyarakat.

Pemikiran tersebut berupa pedoman, keyakinan hokum atau aktivitas dan

informasi. Beberapa prinsip politik islam berisi: mewujudka persatuan dan

kesatuan bermusyawarah, menjalankan amanah dan menetapkan hokum secara

adil atau dapat dikatakan bertanggung jawab, mentaati Allah, Rasulullah dan Ulill

Amri (pemegang kekuasaan) dan menepati janji. Korelasi pengertian politik islam

dengan politik menghalalkan segala cara merupakan dua hal yang sangat

bertentangan. Islam menolak dengan tegas mengenai politik yang menghalalkan

segala cara. Pemerintahan yang otoriter adalah pemerintahan yang menekan dan

memaksakn kehendaknya kepada rakyat. Setiap pemerintahan harus dapat

melindungi, mengayomi masyarakat. Sedangkan penyimpangan yang terjadi

adalah pemerintahan yang tidak mengabdi pada rakyatnya; menekan rakyatnya.

Sehingga pemerintahan yang terjadi adalah otoriter. Yaitu bentuk pemerintahan

yang menyimpang dari prinsip-prinsip islam. Dalam politik luar negerinya islam

menganjurakan dan menjaga adanya perdamain. Walaupun demikan islam juga

memporbolehkan adanya perang, namun dengan sebab yang sudah jelas karena

mengancam kelangsungan umat muslim itu sendiri. Dan perang inipun telah

memiliki ketentuan-ketentuan hukum yang mengaturnya. Jadi tidak sembarangan

perang dapat dilakukan. Politik islam menuju kemaslahatan dan kesejahteraan

seluruh umat.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim._. http://www.republika.co.id/berita/shortlink/61926 (Diakses pada senin,


8 mei 2017 pukul 20.35 WITA)

Rokhimin, Mukhammad. 2013. Sistem politik dan demokrasi islam;. Diakses

melalui. http://samudrailmu1.blogspot.com/2013/03/geologi-dalam-

perspektif-al-quran-dan.html (diakses pada selasa senin, 8 mei 2017 pukul

21:05 WITA)

Nahdhotul Ulama'. 2011. Pandangan Agama Islam Tentang Sistem politik

http://islamnuahlussunnahwaljamaah.blogspot.com/2011/12/pandangan-

agama-islam-tentang-geologi.html (Diakses pada selasa, 9 mei 2017 pukul

21:25 WITA)

Anda mungkin juga menyukai