Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH AUTOPSI

Di Susun Oleh :

3.A

Kelompok 3

1. ADE SURYO MANGAMPE


2. HASNI M. MARSAOLY
3. LILIS SILVIYANTI JAMAL
4. NUR INDAH SARI
5. SUARNI

AKADEMI KEPERAWATAN
MAPPA OUDANG MAKASSAR
2017

1
Kata pengantar

Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa agar dirinya
berhasil dengan baik dalam menulis makalah adalah dikuasainya materi
disaster nursing. Agar bisa mengusai materi tersebut maka mahasiswa
harus mempelajari berbagai sumber belajar..
Disaster nursing ini agar bisa bermanfaat sebagai sumber belajar
yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa.
Apa yang disajikan dalam makalah ini hanyalah merupakan garis
besar materikuliah. Untuk memperluas dan memperdalam wawasan
dalam bidang ini diharapkan mahasiswa membaca berbagai refensi yang
relevan, terutama yang buku-buku dijadikan acuan dalam penulisan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa banyak kelemahan yang terdapat pada
makalah ini, baik yang menyangkut isi, pengungkapan, maupun
sistematika penulisan. Untuk itu saran serta kritik yang konstruktif
senantiasa penulis harapkan.

Makassar, Oktober 2017

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ................................................................. 2


B. TUJUAN .................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN AUTOPSI .......................................................... 3


B. JENIS AUTOPSI ....................................................................... 3
1. Autopsi Anatomi ................................................................ 3
2. Autopsi klinik ..................................................................... 4
3. Autopsi forensik/medikolegal ........................................... 5
4. Faktor-faktor penghambat autopsi forensik .................... 7
5. persiapan sebelum autopsi ............................................... 8
6. Pemeriksaan luar dan dalam pada mayat (autopsi) ........ 12
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN .......................................................................... 30
B. KRITIK DAN SARAN ................................................................ 30

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam masyarakat selalu saja terdapat perselisihan,
penganiayaan, pembunuhan, pencurian, perkosaan, peracunan,
dan lain-lain perkara yangmengganggu ketentraman dan
kepentingan pribadi. Untuk menyelesaikan perkarademikian
diperlukan suatu sistem atau cara yang memberikan ganjaran dan
hukumanyang setimpal kepada yang bersalah sehingga perbuatan
yang serupa tidak terulanglagi dan sebaliknya yang tidak bersalah
terbebas dari tuntutan dan hukuman.
Pada masa sekarang dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi orangmendapatkan pembuktian secara ilmiah yang
disebut saksi diam (silent witness). Disini diperlukan peran ahli
untuk memeriksa barang bukti (corpus delicti) secarailmiah,
sehingga barang bukti tersebut dapat bercerita tentang apa yang
telahterjadi. Barang bukti dapat berupa orang hidup, mayat, darah,
semen, rambut, sidik jari, peluru, larva lalat, nyamuk, surat tulisan
tangan, suara, dan lain-lain. Kumpulan pengetahuan yang
memeriksa barang bukti untuk kepentingan peradilan
dikenaldengan nama forensic sciences. Dalam bidang kesehatan
antara lain: kedokteranforensik (forensic medicine), odontologi
forensik, psikiatri forensik, patologi forensik dan antropologi
forensik.
Ilmu kedokteran selalu berkembang selaras dengan
perkembangan masyarakatdan norma yang menatanya.
Perkembangan ilmu kedokteran berkat ketekunan kerja para
ahlinya dalam mengenali penyakit dan pengobatannya, berjalan
bersamakeingintahuan masyarakat tentang penyakit yang
menimpanya. Pelaksanaan praktek ilmu kedokteran dan

4
kepentingan masyarakat yang terkait dengannya,
mendorong berkembangnya aturan hukum yang mengatur hak dan
kewajiban keduanya saat berinteraksi, yang salah satunya adalah
aturan hukum mengenai autopsi (bedah mayat)klinis.

B. TUJUAN
Menjelaskan pengertian autopsi, jenis-jenis autopsi, dasar
hukum autopsi forensik,faktor penghambat autopsi, persiapan dan
petunjuk autopsi, cara melakukan autopsi,serta membahas tentang
pemeriksaan tambahan dan pemriksaan khusus yang
dilakukan pada autopsi (bedah mayat).

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN AUTOPSI
Autopsi berasal dari kata auto : sendiri, dan opsi : lihat.Autopsi
adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang
meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan
tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera,
melakukan interpretasi atas penemuan- penemuantersebut,
menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab
akibatantara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab
kematian.
Pemeriksaan luar dan dalam pada mayat untuk kepentingan
pendidikan,hukum dan ilmu kesehatan.

B. JENIS AUTOPSI
Berdasarkan tujuannya autopsi dapat dibagi atas 3 jenis :
1. Autopsi Anatomi
Yaitu autopsi yang dilakukan oleh mahasiswa fakultas
kedokteran di bawah bimbingan langsung ahli ilmu urai anatomi
laboratorium anatomi fakultaskedokteran.
Tujuannya adalah untuk mempelajari susunan jaringan dan
organ tubuhdalam keadaan normal.
Bahan yang dipakai adalah mayat yang dikirim ke rumah
sakit yang setelahdisimpan 2 x 24 jam di laboratorium ilmu
kedokteran kehakiman tidak ada ahliwaris yang mengakuinya.
Setelah diawetkan di laboratorium anatomi, mayatdisimpan
sekurang-kurangnya satu tahun sebelum digunakan untuk
praktikumanatomi. Menurut hukum, hal ini dapat dipertanggung
jawabkan sebab warisanyang tak ada yang mengakuinya menjadi
milik negara setelah tiga tahun(KUHPerdata pasal 1129). Ada

6
kalanya, seseorang mewariskan mayatnya setelah ia meninggal
pada fakultas kedokteran, hal ini haruslah sesuai dengan
KUHPerdata pasal 935.

KUHPerdata pasal 935 :


Dengan surat di bawah tangan, yang ditulis seluruhnya di
tanggali dan di tandatangani oleh si pewaris, maka dengan tiada
syarat tertib lain, diperbo;ehlan seorang mengambil ketetapan
untuk dilaksanakannya setelah meninggalnya, akan tetapi hanya
dan semata-mata untuk pengangkatan para pelaksana,
penyelenggaraan penguburan, untuk mengibah-wasiatkan pakaian,
van lijfstoebehoren, perhiasan badan tertentu dan mebel istimewa.

2. Autopsi klinik
Autupsi klinik dilakukan terhadap mayat seseorang yang
diduga terjadi akibat suatu penyakit. Tujuannya untuk menentukan
penyebab kematian yang pasti, menganalisa antara diagnosis klinis
dan diagnosis postmortem (diagnosis setelah autopsi),
pathogenesis penyakit, dan sebagainya.
Autopsi klinik dilakukan pada penderita yang meninggal
setelah dirawat di rumah sakit bertujuan untuk :
a) Menentukan proses patologis yang terdapat dalam tubuh
korban
b) Menentukan penyebab kematian yang pasti
c) Menentukan apakah diagnosis klinis yang dibuat selama
perawatan sesuai dengan hasil pemeriksaan post mortem.
d) Menentukan efektifitas pengobatan yang telah diberikan
e) Mempelajari perjalanan lazim suatu penyakit
f) Bermanfaat sebagai pencegahan dalam menghadapi penyakit
yang serupa dikemudian hari

7
g) Untuk mengetahui kelainan organ dan jaringan tubuh akibat
dari suatu penyakit
Untuk mendapatkan sebab kematian pasti dan tujuan
lainnya, autopsi klinis selalu disertai dengan pemeriksaan
yang lengkap seperti pemeriksaan bakteriologi,
histopatologi, serologi, mikrobiologi, toksikologi dan lain-lain.
Autopsi klinis dilakukan dengan persetujuan tertulis
ahli waris, ada kalanya ahli waris sendiri yang memintanya.

3. Autopsi forensik/medikolegal
Autopsi forensik atau bedah mayat kehakiman dilakukan
atas permintaan yang berwenang, sehubungan dengan adanya
penyidikan dalam perkara pidana yang menyebabkan korban
meninggal. Biasanya dilakukan pada kematian yang tidak wajar
seperti pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, kecelakaan lalu lintas,
keracunan, kematian mendadak dan kematian yang tidak diketahui
atau mencurigakan sebabnya.
Autopsi jenis ini paling banyak dilakukan di indonesia karena
diperlukan untuk membantu penegak hukum. Pemeriksaan jenazah
ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dokter bila
diminta oleh penyidik.
Sebelum melakukan autopsi, pemeriksaan harus menyadari
tujuan dilakukannya pelayanan untuk kepentingan hukum ini, yaitu :
a) Menentukan sebab kematian yang pasti
b) Mengetahui mekanisme kematian
c) Mengetahui cara kematian
d) Menentukan lama kematian (postmortem interval)
e) Pada korban tak dikenal dilakukan pemeriksaan identifikasi
f) Menegnal jenis senjata maupun racun yang dgunakan
g) Apakah ada penyakit penyerta dderita oleh korban

8
h) Apakah ada tanda-tanda perlawanan dari koerban yang
berhubungan dengan kematiannya, seperti pada kasus
perkosaan
i) Mengetahui apakah posisi korban telah diubah setelah ia
mati
j) Mengumpulkan serta mengenal benda-benda bukti yang
berguna untuk penentuan identitas pelaku kejahatan
k) Pada bayi baru lahir untuk menentukan viabilitas, apakah
bayi lahir hidup atau lahir mati
l) Membuat laporan tertulis yang objektif dan berdasarkan fakta
dalam bentuk visum et repertum.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada autopsi


medikolegal :
a) Tempat untuk melakukan autopsi adalah pada kamar
jenasah autopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk
autopsi oleh pihak yang berwenang
b) Autopsi harus segera dilakukan begitu mendapatkan surat
permintaan untuk autopsi
c) Hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian
harus dikumpulkan dahulu sebelum memulai autopsi. Tetapi
harus berdasarkan temuan-temuan dari pemeriksaan fisik.
d) Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan
autospi.
e) Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus
dicatat pada laporan. Pada kasus jenazah yang tidak
dikenal, maka tanda-tanda identifikasi, foto, sidik jari, dan
lain-lain harus diperoleh.
f) Ektika dilakukan autopsi tidak boleh disaksikan oleh orang
yang tidak berwenang

9
g) Pencatatan perincian pada saat tindakan autopsi dilakukan
oleh asisten
h) Pada laporan autopsi tidak boleh ada bagian yang di hapus
i) Jenazah yang sudah membusuk juga bisa di autopsi.

4. Faktor-faktor penghambat autopsi forensik


Berdasarkan kenyataannya pihak kepolisian terdapat
beberapa hambatan-hambatan didalam melaksanakan autopsi
kehakiman antara lain :
a) Masyarakat kurang mengerti akan autopsi itu sendiri
b) Masyarakat kurang mengerti tentang administrasi autopsi

Apabila pihak polisi mengahadapi tuntutan/ hambatan dari


pihak keluarga korban, maka petugas polri yang mengadakan
pengusulan dalam perkara tersebut selalu berusaha dengan
menjelaskan dan menyadarkan pihak keluarga korban akan perlu
pentingnya autopsi yang hanya dapat dibuat berdasarkan hasil
bedah mayat tersebut akan digunakan sebagai alat pembuktian
dalam usaha mencari pembuktian kebenaran materil dalam
peristiwa yang menyangkut si korban. Tetapi biasanya keluarga
korban memberikan alasan agama melarang pembedahan
terhadap mayat, tetapi kalau kematiannya tidak wajar bahwa
sangat mencurigakan walaupun keluarganya menolak dilakukan
autopsi polisi akan tetap memaksa kalau perlu ditunjukkan
hukumnya yakni pasal 222 KUHP.
Jadi perbuatan yang dilarang adalah perbuatan yang
mempunyai tujuan untuk merintangi penegak hukum dalam
pemeriksaan atas suatu kejahatan dalam hal mana pemeriksaan
mayat, pada umumnya dilakukannya pembedahan mayat itu
terhadap tanda-tanda atau petunjuk-petunjuk bahwa kematian
seseorang adalah sebagai akibat dari perbuatan/tindakan

10
kekerasan. Ketentuan ini tidak hanya diperlukan terhadap mayat
yang belum dikubur yang digali kembali untuk pemeriksaan.

5. persiapan sebelum autopsi


Untuk menghimdari masalah yang dapat timbul sewaktu atau
sesudah autopsi, ada beberapa persiapan yang perlu diperhatikan
yaitu :
a) Permintaan tertulis dari pihak penyidik
1) Bila telah ada, lihat kelengkapan isi dan
penandatanganan yang berwenang untuk itu.
2) Bila belum ada, hubungi segera kepolisian sektor (polsek)
atau kepolisian resort (polres) yang bersangkutan.
3) Permintaan lisan atau per telefon tidak dilayani sampai
permintaan tertulis disampaikan
b) Kepastian korban yang akan diperiksa
Periksa apakah yang akan diautopsi adalah mayat
yang dimaksud dalam permintaan visum. Sesuaikan dengan
informasi dalam label mayat (kalau ada) kepastian dari
keluarga (kalau ada)
c) Persetujuan keluarga
Menurut KUHP 134 adalah tanggung jawab penyidik
untuk menjelaskan perlu dilakukannya bedah mayat. Bila
penyidik tidak ada, maka dokter dapat membantu penjelasan
ini kepada keluarga korban. Dalam hal ini, untuk keamanan
pemeriksaan, dokter terpaksa mengambil kebijakan untuk
meminta keluarga korban menandatangani pernyataan tidak
keberatan dilakukan autopsi. Si beberapa pusat pelayanan
autopsi di daerah lain, hal yang seperti ini tidak terjadi. Ini
terutama karena tata laksanaan permintaan dan pembuatan
visum jenazah di patuhi sesuai standar prosedur. Bila
hambatan i i berkaitan denagn norma agama maka untuk

11
uyang beragama islam dapat dipedomani fatwa majelis
pertimbangan keksehatan dan syara no. 4 tahun 1955
bahwa bedah mayat hukumnya mubah.
d) Keterangan yang mendukung pemeriksaan
Keterangan yang didapat oleh penidik atau keluarga
korban sangat menolong dalam pemeriksaan dan akan
dilakukan, terutama pada korban mati tiba-tiba, keracunan,
luka listrik, dan lain-lain. Demikian pula pemeriksaan
ditempat kejadian perkara (TKP) bila dihadiri dokter akan
membantu dalam pemeriksaan dan mengambil kesimpulan
pemeriksaan.

Alat-alat yang diperlukan :


Secara standar diperlukan berbagai alat/instrumen
untuk melakukan autopsi yang dikemas dalam autopsi-set.
Secara umum alat-alat yang dipakai meliputi :
a. Pisau bedah mayat (post mortem knife)
b. Pisau potong tulang rawan (cartilage knife)
c. Pisau untuk memotong jaringan otak (brain knife)
d. Gunting usus (intestinal scissor)
e. Gunting bedah (surgical scissor)
f. Pinset
g. Sonde tumpul
h. Pemotong tulang (bone forceps)
i. Gergaji (tulang/kepala)
j. Gergaji listrik
k. Martil dan pahat
l. Timbangan mayat dan timbangan organ
m. Jarum jahit dan benang
n. Gelas ukur

12
o. Meteran pengukur panjang
p. Sarung tangan karet
q. Botol mulut lebar dengan penutupnya
r. Gelas objek dan piring petri
s. Baskom dan ember

Alat-alat diatas biasanya tersedia lengkap di pusat


pelayan autopsi, namun di manapun dokter bertugas tidak
perlu bersandar pada alat-alat yang serba lengkap.
Beberapa alat dasar seperti pisau yang cukup tajam
(walaupun pusau dapur misalnya), guntung, pinset, sonde,
gergaji besi, sarung tangan kaert dan beberapa botol untuk
pengirim bahan serat cairan pengawet serta jarum jahit dan
benang suda memadai untuk pemeriksaan ini. Air yang
cukup, kalau bisa menaglir, sangat membantu.

Petunjuk dalam autopsi forensik :


Ada beberapa petunjuk yang harus dipahami dokter
dalam melakukan autopsi forensik yaitu :
a. Pemeriksaan harus dilakukan pada siang hari
Pemeriksaan dibawah sinar lampu bisa
menyebabkan kesalahan dalam interpretasi warna
yang kadang-kadang punya peranan penting.
Misalnya warna lebam luka atau infark pada organ
dan lain-lain. Oleh karena itu pemeriksaan pada
malam hari harus dihindari. Namun utnuk kasus dan
keadaan tertentu, dengan peneranagn yang cukup,
pemeriksaan kalau perlu dapat dilakukan
b. Lakuakn sedini mungkin
Penundaan autopsi menimbulkan timbulnya
pembusukan yang dapat mengaburkan bahkan

13
menghilangkan tanda-tanda yang penting. Oleh
karena itu tidak salah bila dokter turut menjelaskan
perlunya dilakukan bedah mayat pada keluarga
korban sementara menunggu kepastian dapat
dilakukan autopsi maka sebaiknya dilakukan
pemeriksaan luar pada mayat, meskipun pada malam
hari yang dapat dilanjutkan keesokan harinya.
Dengan demikian bisa terdapat dua saat pemeriksaan
dalam visum et repertum yaitu : pemeriksaan luar dan
pemeriksaan dalam yang berlainan jam atau hari
pemeriksaannya.
c. Pemeriksaan lengkap
Autopsi bila ditinjau dari kepentingannya
adalah membuat laporan sebagai pengganti mayat
(corpus delicti) yang mengandung kesimpulan hasil
pemeriksaan tentang apa yang terjadi pada mayat.
Tujuan ini dapat dicapai bila dilakukan pemeriksaan
yang lengkap, yaitu pemeriksaan luar dan dalam
tubuh mayat meliputi rongga kepala, dada, perut dan
panggul. Pemeriksaan yang tidak lengkap akan
membuat nilai visum menjadi kurang, hal ini harus
dihindari dokter.
d. Dilakukan oleh dokter
Pada bedah jenazah pengetahuan dan
keterampilan ini telah diberikan kepada setiap dokter
dalam pendidikan. Tidak ada alasan bagi para dokter
bahwa ia kurang atau tidak sanggup. Yang diperlukan
adalah kemauan untuk melakukannya.

14
e. Teliti
Sesuai dengan definisi visum bahwa
pemeriksaan harus dilakukan dengan pengetahuan
dan keterampilan yang sebaik-baiknya maka
diperlukan ketelitian dokter dalam pemeriksaan dan
segala catatan selama pemeriksaan dan bila perlu
dengan menggunakan sarana fotografi. Dokter harus
menyadari tidak mungkin melakukan pemeriksaan
ulang bila mayat telah dikubur, apalagi dikremasi.
Apabila diperlukan pemeriksaan tambahan, lebih baik
mengambil bahan pemeriksaan lebih dari yang
diperlukan, dari pada sebaliknya
f. Hasil pemeriksaan segera disampaikan kepada
penyidik
Karena visum et repertum akan digunakan
penyidik sebagai petunjuk dalam melakukan
penyidikan, maka sebaiknya hasil pemeriksaan
segera disampaikan oleh penyidik. Dalam hal
pemeriksaan yang berkaitan dengan pemeriksaan
tambahan atas petunjuk jaksa maka ini akan
berkaitan dengan masa penahanan tersangka yang
waktunya terbatas (dua minggu).

6. Pemeriksaan luar dan dalam pada mayat (autopsi)


a. Pemeriksaan luar
Yang dimaksud pemeriksaan luar, tidak saja pemeriksaan luar
tubuh korban tetapi juga pakaian korban, benda-benda yang
dipakai korban bahkan barang atau benda di sekitar korban.
Pemeriksaan pakaian dan benda di sekitar korban penting
karena sering berhubungan dengan penentuan indentifikasi,
sebab dan cara kematian serta waktu kematian.

15
Bagian pertama dari teknik autopsi adalah pemeriksaan luar.
Sistematika pemeriksaan luar adalah :
1) Label mayat
Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya
diikatkan pada jempol kaki mayat. Gunting pada tali
pengikat, simpan bersama berkas pemeriksaan. Catat
warna, bahan, isi label selengkap mumgkin. Sedangkan
label rumah sakit, utnuk identifikasi di kamar jenazah, harus
tetap ada pada tubuh mayat.
2) Tutup dan pembungkus mayat
Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada
tidaknya bercak/pengotoran) dari penutup mayat.
Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada
tidaknya bercak/pengotoran) dari bungkus mayat.
Catat tali pengikatnya bila ada, catat mengenai jenis, bahan,
cara pengikatan, serta letak pengikatannya.
3) Pakaian
Pakaian korban harus dibuka seluruhnya, bila perlu melalui
pengguntingan (pada mayat yang telah mengalami kaku
mayat) pengguntingan harus dilakukan tanpa merusak
bagian yang penting untuk pemeriksaan lanjutan di
laboratorium forensik diantaranya isi kantong, perhiasan,
pakaian maupun benda-benda penting disamping mayat
diperiksa dan dicatat. Pakaian dan benda-benda ini
dikembalikan kepada penyidik.
Pakaian korban diperiksa dan direkam satu persatu dan
tentukan warna dan corak serta terbuat dari bahan apa,
merek pabrik pembuatnya, penjahit jenis pakaian (misalnya
piyama, pakaian olahraga), cap ukuran, dan lain-lain.
Apakah pakaian kotor, berlumuran darah, psir, lumpur,
minyak, dan sebagainya. Catat robekan yang dijumpai,

16
lokalisasi, lama atau baru, bentuk dan tepinya. Periksa
kantong dan isinay, misalnya surat, benda-benda dan lain
sebagainya untuk identifikasi.
4) Perhiasan
Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna,
merk, bentuk serta ukiran nama/inisial pada benda perhiasan
tersebut.
5) Mencatat benda disamping mayat
6) Mencatat perubahan tanatologi/tanda-tanda kematian :
a. Lebam mayat
Catat letak, distribusi, dan warna lebam mayat,
perhatikan lebam mayat apakah hilang pada penekanan.
Pemeriksaan ini penting untuk menentukan posisi korban
waktu meninggal dan lama kematian.
b. Kaku mayat
Catat distribusi kaku mayat, serta derajat kekakuannya
pada rahang, leher, sendi lengan atas, siku, pinggang,
pangkal paha, dan lutut, apakah mudah atau sukar
dilawan. Apabila ditemukan adanya cadaveric spasme
(kejang mayat) dicatat melibatkan otot-otot mana, dan
bila di dapati ditangan perhatikan apakah ada
menggenggam sesuatu.
c. Suhu tubuh mayat
Dipakai termometer panjang (OCC-5CT C) yang
diperiksa per rektal atau dibawah hepar melalui insisi
perut. Termometer harus berada di anus korban sedalam
10 cm dan di baca sesudah 3-5 menit, bersamaan dicatat
pula temperatur ruangan.
d. Pembusukan
Tanad pembusukan pertama, terlihat perut sebelah
kanan bawah berwarna kehijau-hijauan. Kadang-kadang

17
dengan kulit ari yang mudah terkelupas. Terdapat
gambaran pembuluh darah superficial dan melebar dan
berwarna biru hitam ataupun tubuh yang telah mengalami
pembengkakan akibat pembusukan lanjut.
e. Lain-lain : misalnya mumifikasi atau adiposera
7) Identifikasi umum
Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras,
perkiraan umur, warna kulit, status gizi, tinggi badan, berat
badan, disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada dinding
perut.
8) Identifikasi khusus
Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk
penentuan identitas khusus, meliputi raja/tatoo, jaringan
parut, kapalan, kelaian kulit, anomali dan catat pada tubuh.
9) Pemeriksaan lokal
a. Kepala
Perhatikan bentuk dan adanya luka atau tanda patah
tulang
b. Rambut
Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat
dari rambut. Rambut kepala harus diperiksa, contoh
rambut diperoleh dengan cara memotong dan mecabut
sampai ke akarnya, paling sedikit dari 6 lokasi kulit
kepala yang berbeda. Potongan rambut ini disimpan
dalam kantungan yang telah ditandai sesuai tempat
pengambilannya.
10) Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan
atau pelebaran pembuluh darah. Kelenjar tiroid dan getah
bening juga diperiksa secara menyeluruh.

18
11) Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Pada pria
dicatat kelainan bawaan yang ditemukan, keluarnya cairan,
kelainan lainnya. Pada wanita dicatat keadaan selaput darah
dan komisura posterior, periksa sekret liang sanggama.
Perhatikan bentuk lubang pelepasan, perhatikan adanya
luka, benda asing, darah dan lain-lain.
12) Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda
perbendungan, ikterus, sianosis, edema, bekas pengobatan,
bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh.
13) Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat
lengkap. Setiap luka pada tubuh harus diperinci dengan
lengkap, yaitu perkiraan penyebab luka, lokasi, ukuran, dll.
Dalam luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua
tepi ditautkan. Lokalisasi luka dilukis dengan mengambil
beberapa patokan, antara lain : garis tengah melalui tulang
dada, garis tengah melalui tulang belakang, garis mendatar
melalui kedua puting susu, dan garis mendatar melalui
pusat.

Contoh :
Luka panjang dua setengah sentimeter dan masuk ke dalam
dada. Ujung yang satu letaknya dua sentimeter sebelah kiri
dari garis tengah melalui tulang dada dan dua sentimeter di
atas garis mendatar melalui kedua puting susu. Sedangkan
ujung yang lain lima sentimeter sebelah kiri dari garis tengah
melalui tulang dada dan empat sentimeter di atas garis
mendatar melalui kedua puting susu. Saluran tusuk dilukis di
bagian pemeriksaan dalam, ditulis organ apa saja yang
tertusuk.

19
14) Pemeriksaan ada tidaknya patah tulang, serta jenis/sifatnya.

b. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan beberapa cara
berikut ini :
1) Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis
tengah sampai prosesus xifoideus kemudian 2 jari
paramedian kiri dari puat sampai simfisis, dengan
demikian tidak perlu melingkari pusat.
2) Insisi Y, merupakan salah satu tehnik khusus otopsi dan
akan dijelaskan kemudian.
3) Insisi melalui lekukan suprastenal menuju simfisis pubis,
lalu dari lekukan suprasternal ini dibuat sayatan melingkari
bagian leher.

Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu


persatu dengan hati-hati dan dicatat :

a) Ukuran :

Pengukuran secara langsung adalah dengan


menggunakan pita pengukur. Secara tidak langsung
dilihat adanya penumpulan pada batas inferior organ.
Organ hati yang mengeras juga menunjukkan adanya
pembesaran.

b) Bentuk.
c) Permukaan :

Pada umumnya organ tubuh mempunyai permukaan yang


lembut, berkilat dengan kapsul pembungkus yang bening.
Carilah jika terdapat penebalan, permukaan yang kasar ,
penumpulan atau kekeruhan.

d) Konsistensi:

Diperkirakan dengan cara menekan jari ke organ tubuh


tersebut.

e) Kohesi:

Merupakan kekuatan daya regang anatar jaringan pada


organ itu. Caranya dengan memperkirakan kekuatan daya
regang organ tubuh pada saat ditarik. Jaringan yang
mudah teregang (robek) menunjukkan kohesi yang rendah

20
sedangkan jaringan yang susah menunjukkan kohesi yang
kuat.

f) Potongan penampang melintang:

Disini dicatat warna dan struktur permukaan penampang


organ yang dipotong. Pada umumnya warna organ tubuh
adalah keabu-abuan, tapi hal ini juga dipengaruhi oleh
jumlah darah yang terdapat pada organ tersebut. Warna
kekuningan, infiltrasi lemak, lipofisi, hemosiferin atau
bahan pigmen bisa merubah warna organ. Warna yang
pucat merupakan tanda anemia.

Struktur organ juga bisa berubah dengan adanya


penyakit. Pemeriksaan khusus juga bisa dilakukan
terhadap sistem organ tertentu, tergantung dari dugaan
penyebab kematian.

(4) Insisi pada masing-masing bagian-bagian tubuh yaitu :

1. Dada :

Seksi Jantung :

Jantung dibuka menurut aliran darah pisau


dimasukkan ke vena kava inferior sampai keluar di
vena superior dan bagian ini dipotong. Ujung pisau
dimasukkan melalui katup trikuspidalis keluar di insisi
bilik kanan dan bagian ini dipotong. Ujung pisau lalu
dimasukkan arteri pulmonalis dan otot jantung mulai
dari apeks dipotong sejajar dengan septum
interventrikulorum.

Ujung pisau dimasukkan ke vena pulmonalis


kanan keluar ke vena pulmonalis kiri dan bagian ini
dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui katup
mitral keluar di insisi bilik kiri dan bagian ini dipotong.
Ujung pisau kemudian dimasukkan melalui katup
aorta dan otot jantung dari apeks dipotong sejajar
dengan septum inetrventrikulorum. Jantung
sekarang sudah terbuka, diperiksa katup, otot
kapiler, chorda tendinea, foramen ovale, septum
interventrikulorum.

21
Arteri koronaria diiris dengan pisau yang tajam
sepanjang 4-5 mm mulai dari lubang dikatup aorta. Otot
jantung bilik kiri diiris di pertengahan sejajar dengan
epikardium dan endokardium, demikian pula dengan septum
interventrikulorum.

Paru-paru :

Paru-paru kanan dan kiri dilepaskan dengan


memotong bronkhi dan pembuluh darah di hilus, setelah
perkardium diambil. Vena pulmonalis dibuka dengan
gunting, kemudian bronkhi dan terakhir arteri pulmonalis.
Paru-paru diiris longitudinal dari apeks ke basis.

Tulang dada diangkat dengan memotong tulang


rawan iga 1 cm dari sambungannya dengan cara pisau
dipegang dengan tangan kanan dengan bagian tajam
horizontal diarahkan pada tulang rawan iga dan dengan
tangan yang lain menekan pada punggung pisau.
Pemotongan dimulai dari tulang rawan iga no. 2. Tulang
dada diangkat dan dilepaskan dari diafragma kanan dan kiri
kemudian dilepaskan mediastinum anterior. Rongga paru-
paru diperiksa adanya perlengketan, darah, pus atau cairan
lain kemudian diukur.

Kemudian pisau dengan tangan kanan dimasukkan


dalam rongga paru-paru, bagian tajam tegak lurus diarahkan
ke tulang rawan no.1 dan tulang rawan dipotong sedikit ke
lateral, kemudian bagian tajam pisau diarahkan ke sendi
sternoklavikularis dengan menggerak-gerakkan sternum,
sendi dipisahkan. Prosedur diulang untuk sendi yang
lainnya.

Mediastinum anterior diperiksa adanya timus


persistens. Perikardium dibuka dengan Y terbalik, diperiksa
cairan perikardium, normal sebanyak kurang lebih 50 cc
dengan warna agak kuning. Apeks jantung diangkat, dibuat
insisi di bilik dan serambi kanan diperiksa adanya embolus
yang menutup arteri pulmonalis. Kemudian dibuat insisi di
bilik dan serambi kiri. Jantung dilepaskan dengan memotong
pembuluh besar dekat perikardium.

22
2. Perut

Esofagus-Lambung-Doudenum-Hati :
Semua organ tersebut di atas dikeluarkan
sebagai satu unit. Esofagus diikat ganda dan
dipotong. Diafragma dilepaskan dari hati dan
esofagus dan unit tadi dapat diangkat. Sebelum
diangkat, anak ginjal kanan yang biasanya melekat
pada hati dilepaskan terlebih dahulu.
Esofagus dibuka terus ke kurvatura mayor,
terus ke duodenum. Perhatikan isi lambung, dapat
membantu penentuan saat kematian. Kandung
empedu ditekan, bulu empedu akan menonjol
kemudian dibuka dengan gunting ke arah papila
Vater, kemudian dibuka ke arah hati, lalu kandung
empedu dibuka. Perhatikan mukosa dan adanya batu.
Buluh kelenjar ludah diperut dibuka dari papila
Vater ke pankreas. Pankreas dilepaskan dari
duodenum dan dipotong-potong transversal.

Hati perhatikan tepi hati, permukaan hati,


perlekatan, kemudian dipotong longitudinal. Usus
halus dan usus besar dibuka dengan gunting ujung
tumpul, perhatikan mukosa dan isinya, cacing.

Ginjal, Ureter, Rektum, dan Kandung Urine:


Organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai
satu unit. Ginjal dengan suatu insisi lateral dapat
diangkat dan dilepaskan dengan memotong
pembuluh darah di hilus, kemudian ureter dilepaskan
sampai panggul kecil. Kandung urine dan rektum
dilepaskan dengan cara memasukkan jari telunjuk
lateral dari kandung urine dan dengan cara tumpul
membuat jalan sampai ke belakang rektum.
Kemudian dilakukan sama pada bagian sebelahnya.
Tempat bertemunya kedua jari telunjuk dibesarkan
sehingga 4 jari kanan dan kiri dapat bertemu,
kemudian jari kelingking dinaikkan ke atas dengan
demikian rektum lepas dari sakrum. Rektum dan
kandung urine dipotong sejauh dekat diafragma
pelvis.
Anak ginjal dipotong transversal. Ginjal dibuka
dengan irisan longitudinal dari lateral ke hilus. Ureter
dibuka dengan gunting sampai kandung urine, kapsul

23
ginjal dilepas dan perhatikan permukaannya. Pada
laki-laki rektum dibuka dari belakang dan kandung
urine melalui uretra dari muka. Rektum dilepaskan
dari prostat dan dengan demikian terlihat vesika
seminalis. Prostat dipotong transversal, perhatikan
besarnya penampang.
Testis dikeluarkan melalui kanalis spermatikus
dan diiris longitudinal, perhatikan besarnya,
konsistensi, infeksi, normal, tubuli semineferi dapat
ditarik seperti benang.

Urogenital Perempuan :

Kandung urine dibuka dan dilepaskan dari


vagina. Vagina dan uterus dibuka dengan insisi
longitudinal dan dari pertengahan uterus insisi ke
kanan dan ke kiri. Ke kornu. Tuba diperiksa dengan
mengiris tegak lurus pada jarak 1-1,5 cm. Ovarium
diinsisi longitudinal.

Pada abortus provokatus kriminalis yang


dilakukan dengan menusuk ke dalam uterus,
seluruhnya : kandung urine, uterus dan vagina,
rektum difiksasi dalam formalin 10% selama 7 hari,
setelah itu dibuat irisan tegak lurus pada sumbu
rektum setebal 1,25 cm, kemudian semuanya
direndam dalam alkohol selama 24 jam. Saluran tusuk
akan terlihat sebagai noda merah, hiperemis. Dari
noda merah ini dibuat sediaan histopatologi.

Usus halus dipisahkan dari mesenterium, usus


besar dilepaskan, duodenum dan rektum diikat ganda
kemudian dipotong.

Limpa : dipotong di hilus, diiris longitudinal,


perhatikan parenkim, folikel, dan septa.

3. Leher :

Lidah, laring, trakea, esofagus, palatum molle,


faring dan tonsil dikeluarkan sebagai satu unit.
Perhatikan obstruksi di saluran nafas, kelenjar gondok
dan tonsil. Pada kasus pencekikan tulang lidah harus
dibersihkan dan diperiksa adanya patah tulang.

24
4. Kepala

Kulit kepala diiris dari prosesus mastoideus


kanan sampai yang kiri dengan mata pisau
menghadap keluar supaya tidak memotong rambut
terlalu banyak. Kulit kepala kemudian dikelupas ke
muka dan ke belakang dan tempurung tengkorak
dilepaskan dengan menggergajinya. Pahat
dimasukkan dalam bekas mata gergaji dan dengan
beberapa ketukan tempurung lepas dan dapat
dipisahkan. Durameter diinsisi paralel dengan bekas
mata gergaji. Falx serebri digunting dibagian muka.
Otak dipisah dengan memotong pembuluh darah dan
saraf dari muka ke belakang dan kemudian medula
oblongata. Tentorium serebri diinsisi di belakang
tulang karang dan sekarang otak dapat diangkat.
Selaput tebal otak ditarik lepas dengan cunam. Otak
kecil dipisah dan diiris horisontal, terlihat nukleus
dentatus. Medula oblongata diiris transversal,
demikiaan pula otak besar setebal 2,5 cm. Pada
trauma kepala perhatikan adanya edema, kontusio,
laserasi serebri.

5. Tengkorak Neonatus :

Kulit kepala dibuka seperti biasa, tengkorak


dibuka dengan menggunting sutura yang masih
terbuka dan tulang ditekan ke luar, sehingga otak
dengan mudah dapat diangkat. (3)

c. Pemeriksaan Khusus
Pada beberapa keadaan tertentu, diperlukan berbagai
prosedur khusus dalam tindakan otopsi, antara lain : insisi Y,
insisi pada kasus dengan kelainan leher, tes emboli udara, tes
apung paru, tes pada pneumothorax, dan tes
alphanaphthylamine.

1) Insisi Y
a) Insisi yang dilakukan dangkal (shallow incision) yang
dilakukan pada tubuh pria.
1. Buat sayatan yang letaknya tepat di bawah
tulang selangka dan sejajar dengan tulang
tersebut, kiri dan kanan, sehingga bertemu
pada bagian tengah (incisura jugularis).

25
2. Lanjutkan sayatan, dimulai dari incisura
jugularis ke arah bawah tepat di garis
pertengahan sampai ke sympisis os pubis
menghindari daerah umbilikus.
3. Kulit daerah leher dilepaskan secara hati-hati
sampai ke rahang bawah; tindakan ini dimulai
dari sayatan yang telah dibuat pertama kali.
4. Dengan kulit daerah leher dan dada bagian
atas tetap utuh, alat-alat dalam rongga mulut
dan leher dikeluarkan.
5. Tindakan selanjutnya sama dengan tindakan
pada bedah mayat yang biasa.
b) Insisi yang lebih dalam (deep incision), yang dilakukan
untuk kaum wanita.
1. Buat sayatan yang letaknya tepat di bawah
buah dada, dimulai dari bagian lateral menuju
bagaian medial (proc. Xiphoideus); bagian
lateral disini dapat dimulai dari ketiak, ke arah
bawah sesuai dengan arah garis ketiak depan
(linea axillaris anterior), hal yang sama juga
dilakukan untuk sisi yang lain (kiri dan kanan).
2. Lanjutkan sayatan ke arah bawah seperti biasa,
sampai simphisis os pubis, dengan demikian
pengeluaran dan pemeriksaan alat-alat yang
berada dalam rongga mulut, leher, dan rongga
dada lebih sulit bila dibandingkan dengan insisi
Y yang dangkal.

Insisi Y, dilakukan semata-mata untuk alasan


kosmetik, sehingga jenazah yang sudah diberi
pakaian, tidak memperlihatkan adanya jahitan setelah
dilakukan bedah mayat. Ada dua macam insisi Y,
yaitu :

2) Insisi pada Kasus dengan Kelainan di Daerah Leher


a. Buat insisi I, yang dimulai dari incisura jugularis, ke
arah bawah seperti biasa, sampai ke simpisis os
pubis.
b. Buka rongga dada, dengan jalan memotong tulang
dada dan iga-iga.
c. Keluarkan jantung, dengan menggunting mulai dari
v.cava inferior, vv.pulmonalis, a.pulmonalis, v.cava
superior dan terakhir aorta.

26
d. Buka rongga tengkorak, dan keluarkan organ
otaknya.
e. Dengan adanya bantalan kayu pada daerah
punggung, maka daerah leher akan bersih dari darah,
oleh karena darah telah mengalir ke atas ke arah
tengkorak dan ke bawah, ke arah rongga dada;
dengan demikian pemeriksaan dapat dimulai.

Insisi ini dimaksudkan agar daerah leher dapat


bersih dari darah, sehingga kelainan yang minimalpun
dapat terlihat; misalnya pada kasus pencekikan,
penjeratan, dan penggantungan. Prinsip dari teknik ini
adalah pemeriksaan daerah dilakukan paling akhir.

c) Tes emboli udara


a. buat sayatan I, dimulai dari incisura jugularis, ke
arah bawah sampai ke symphisis pubis,
b. potong rawan iga mulai dari iga ke-3 kiri dan kanan,
pisahkan rawan iga dan tulang dada keatas sampai
ke perbatasan antara iga ke-2 dan iga ke-3,
c. potong tulang dada setinggi perbatasan antara tulang
iga ke-2 dan ke-3,
d. setelah kandung jantung tampak, buat insisi pada
bagian depan kandung jantung dengan insisi I,
sepanjang kira-kira 5-7 sentimeter; kedua ujung
sayatan tersebut dijepit dan diangkat dengan pinset
(untuk mencegah air yang keluar),
e. masukkan air ke dalam kandung jantung, melalui
insisi yang telah dibuat tadi, sampai jantung
terbenam; akan tetapi bila jantung tetap terapung,
maka hal ini merupakan pertanda adanya udara
dalam bilik jantung,
f. tusuk dengan pisau organ yang runcing, tepat di
daerah bilik jantung kanan, yang berbatasan dengan
pangkal a. Pulmonalis, kemudian putar pisau itu 90
derajat; gelembung-gelembung udara yang keluar
menandakan tes emboli hasilnya positif,
g. bila tidak jelas atau ragu-ragu, lakukan pengurutan
pada a. Pulmonalis, ke arah bilik jantung, untuk
melihat keluarnya gelembung udara,
h. bila kasus yang dihadapi adalah kasus abortus, maka
pemeriksaan dengan prinsip yang sama, dilakukan
mulai dari rahim dan berakhir pada jantung,
i. semua yang disebut di atas adalah untuk melakukan
tes emboli pulmoner, untuk tes emboli sistemik, pada
prinsipnya sama, letak perbedaannya adalah : pada

27
tes emboli sistemik tidak dilakukan penusukan
ventrikel, tetapi sayatan melintang pada a. Coronaria
sinistra ramus desenden, secara serial beberapa
tempat, dan diadakan pengurutan atas nadi tersebut,
agar tampak gelembung kecil yang keluar,
j. dosis fatal untuk emboli udara pulmoner 150-130 ml,
sedangkan untuk emboli sistemik hanya beberapa ml.

Emboli udara, baik yang sistemik maupun emboli


udara pulmoner, tidak jarang terjadi.

Pada emboli sistemik udara masuk melalui


pembuluh vena yang ada di paru-paru, misalnya pada
trauma dada dan trauma daerah mediastinum yang
merobek paru-paru dan merobek pembuluh venanya.

Emboli pulmoner adalah emboli yang tersering,


udara masuk melalui pembuluh-pembuluh vena besar
yang terfiksasi, misalnya pada daerah leher bagian
bawah, lipat paha atau daerah sekitar rahim (yang
sedang hamil); dapat pula pada daerah lain, misalnya
pembuluh vena pergelangan tangan sewaktu diinfus, dan
udara masuk melalui jarum infus tadi. Fiksasi ini penting,
mengingat bahwa tekanan vena lebih kecil dari tekanan
udara luar, sehingga jika ada robekan pada vena, vena
tersebut akan menguncup, hal ini ditambah lagi dengan
pergerakan pernapasan, yang menyedot.

d) Tes Apung Paru-paru


a. Keluarkan alat-alat dalam rongga mulut, leher dan
rongga dada dalam satu kesatuan, pangkal dari
esophagus dan trakea boleh diikat.
b. Apungkan seluruh alat-alat tersebut pada bak yang
berisi air.
c. Bila terapung lepaskan organ paru-paru, baik yang kiri
maupun yang kanan.
d. Apungkan kedua organ paru-paru tadi, bila terapung
lanjutkan dengan pemisahan masing-masing lobus,
kanan terdapat lima lobus dan kiri dua lobus.
e. Apungkan semua lobus tersebut, catat yang mana
yang tenggelam dan mana yang terapung.
f. Lobus yang terapung diambil sebagian, yaitu tiap-tiap
lobus 5 potong dengan ukuran 5 mm x 5 mm, dari
tempat yang terpisah dan perifer.
g. Apungkan ke 25 potongan kecil-kecil tersebut, bila
terapung, letakkan potongan tersebu pada dua

28
karton, dan lakukan penginjakan dengan
menggunakan berat badan, kemudian dimasukkan
kembali ke dalam air.
h. Bila terapung berarti tes apung paru positif, paru-paru
mengandung udara, bayi tersebut pernah dilahirkan
hidup.
i. Bila hanya sebagian yang terapung, kemungkinan
terjadi pernafasan partial, bayi tetap pernah dilahirkan
hidup.

Tes apung paru-paru dikerjakan untuk mengtahui


apakah bayi yang diperiksa itu pernah hidup. Untuk
melaksanakan test ini, persyaratannya sama dengan test
emboli udara, yakni mayatnya harus segar. Cara melakukan
tes apung paru-paru:

e) Tes Pada Pneumothoraks


a. buka kulit dinding dada pada bagian yang tertinggi
dari dada, yaitu sekitar iga ke 4 dan 5 ( udara akan
berada pada tempat yang tertinggi ),
b. buat kantung dari kulit dada tersebut mengelilingi
separuhnya dari daerah iga 4 dan 5 ( sekitar 10 x 5
cm )
c. pada kantung tersebut kemudian diisi air, dan
selanjutnya tusuk dengan pisau, adanya gelembung
udara yang keluar berarti ada pneumothorax; dan bila
diperiksa paru-parunya, paru-paru tersebut tampak
kollaps,
d. cara lain; setelah dibuat kantung , kantung ditusuk
dengan spuit besar dengan jarum besar yang berisi
air separuhnya pada spuit tersebut; bila ada
pneumothorax, tampak gelembung-gelembung udara
pada spuit tadi.

Pada trauma di daerah dada, ada kemungkinan


jaringan paru robek, sedemikian rupa sehingga terjadi
mekanisme ventil di mana udara yang masuk ke paru-paru
akan diteruskan ke dalam rongga dada, dan tidak dapat
keluar kembali, sehingga terjadi kumulasi udara, dengan
akibat paru-paru akan kolaps dan korban akan mati.
Diagnosa pneumothorax yang fatal semata-mata atas dasar
test ini, bila test ini tidak dilakukan, diagnosa sifatnya hanya
dugaan. Cara melakukan test ini adalah sebagai berikut:

29
f) Tes Alpha Naphthylamine
a. kertas saring Whatman direndam dalam larutan
alpha-naphthylamine, dan keringkan dalamoven,
hindari jangan sampai terkena sinar matahari,
b. pakaian yang akan diperiksa, yaitu yang diduga
mengandung butir-butir mesiu, dipotong dan di
atasnya diletakkan kertas saring yang telah diberi
alpha-naphthylamine,
c. di atas kertas saring yang mengandung alpha-
naphthylamine tadi ditaruh lagi kertas saring yang
dibasahi oleh aquadest,
d. keringkan dengan cara menyeterika tumpukan
tersebut, yaitu kain yang akan diperiksa, kertas yang
mengandung alpha-naphthylamine dan kertas saring
yang basah,
e. test yang positif akan terbentuk warna merah jambu
(pink colour), pada kertas saring yang mengandung
alpha-naphthylamine; bintik-bintik merah jambu tadi
sesuai dengan penyebaran butir-butir mesiu pada
pakaian. (5)

Test ini dilakukan untuk mengetahui adanya butir-


butir mesiu khususnya pada pakaian korban
penembakan,

Setelah otopsi selesai, semua organ tubuh


dimasukkan kembali ke dalam rongga tubuh. Lidah
dikembalikan ke dalam rongga mulut sedangkan jaringan
otak dikembalikan ke dalam rongga tengkorak. Jahitkan
kembali tulang dada dan iga yang dilepaskan pada saat
membuka rongga dada. Jahitkan kulit dengan rapi
menggunakan benang yang kuat, mulai dari dagu sampai
ke daerah simfisis. Atap tengkorak diletakkan kembali
pada tempatnya dan difiksasi dengan menjahit otot
temporalis, baru kemudian kulit kepala dijahit dengan
rapi. Bersihkan tubuh mayat dari darah sebelum mayat
diserahkan kembali pada pihak keluarga.

30
Pemeriksaan penunjang

Pada otopsi juga dilakukan prosedur laboratorium yaitu :

1. Sediaan histopatologi dari masing-masing organ.

Dari tiap organ diambil sediaan sebesar 2 x 2 x1 cm


kubik dan difiksasi dalam formalin 10%.Organ yang
diambil adalah: paru-paru, hati, limpa, pankreas, otot
jantung, arteri koronaria, kelenjar gondok, ginjal, prostat,
uterus, korteks otak, basal ganglia dan dari bagian lain
yang menunjukkan adanya kelainan.

2. Pemeriksaan toksikologi.
a. Lambung dan isinya.
b. Seluruh usus dan isinya dengan membuat sekat
dengan ikatan-ikatan pada pada usus setiap jarak
sekitar 60 cm.
c. Darah, yang berasal dari sentral (jantung) dan yang
berasal dari perifer (v,jugularis; a.femoralis, dan
sebagainya), masing-masing 50 ml dan dibagi dua,
yang satu diberi bahan pengawet dan yang lain tidak
diberi bahan pengawet.
d. Hati, sebagai tempat detoksifikasi , diambil sebanyak
500 gram.
e. Ginjal, diambil keduanya yaitu pada kasus
keracunan logam berat khususnya atau bila urine
tidak tersedia.
f. Otak, diambil 500 gram. Khusus untuk keracunan
chloroform dan sianida, dimungkinkan karena otak
terdiri dari jaringan lipoid yang mempunyai
kemampuan untuk meretensi racun walaupun telah
mengalami pembususkan.
g. Urine, diambil seluruhnya. Karena pada umunya
racun akan diekskresikan melalui urine, khususnya
pada test penyaring untuk keracunan narkotika,
alkohol dan stimulan.
h. Empedu, diambil karena tempat ekskresi berbagai
racun.
i. Pada kasus khusus dapat diambil: jaringan sekitar
suntikan, jaringan otot, lemak di bawah kulit dinding
perut, rambut, kuku dan cairan otak.

31
Prinsip pengambilan sampel pada kasus keracunan
adalah diambil sebanyak-banyaknya setelah kita sisihkan
untuk cadangan dan untuk pemeriksaan histopatolgik.
Secara umum sampel yang harus diambil adalah:

Pada pemeriksaan intoksikasi, digunakan alkohol dan


larutan garam jenuh pada sampel padat atau organ. NaF
1% dan campuran NaF dan Na sitrat digunakan untuk
sampel cair. Sedangkan natrium benzoate dan phenyl
mercuric nitrate khusus untuk pengawet urine.

3. Pemeriksaan bakteriologi.

Dalam hal ada dugaan sepsis diambil darah dari


jantung dan sediaan limpa untuk pembiakan kuman.
Permukaan jantung dibakar dengan menempelkan spatel
yang dipanaskan sampai merah, kemudiaan darah
jantung diambil dengan tabung injeksi yang steril dan
dipindah dalam tabung reagen yang steril. Permukaan
limpa dibakar dengan cara tersebut di atas dan dengan
pinset dan gunting yang steril diambil sepotong limpa dan
dimasukkan dalam tabung reagen yang steril dan kedua
tabung dikirim ke laboratorium bakteriologi.

4. Sediaan apus bagian korteks otak, limpa dan hati.


Mungkin perlu dilakukan untuk melihat parasit
malaria.Sediaan hapus lainnya adalah dari tukak sifilis
atau cairan mukosa.
5. Darah dan cairan cerebrospinalis diambil untuk
pemeriksaan analisa biokimia.
6. Pemeriksaan urine dan feces.
7. Usapan vagina dan anus, utamanya pada kasus
kejahatan seksual.
8. Cairan uretra.

32
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Otopsi yang dilaksanakan guna menyelamatkan
manusia, pendidikan dan penegakan hukum diperbolehkan
dalam Islam, sepanjang hal itu tidak melewati batas dan
guna kemaslahatan manusia sebagai makhluk hidup.
Beberapa pendapat ulama hanya disinggung dua
permasalahan saja, diperbolehkan membedah mayat yakni
hanya kepada seseorang yang sedang mengandung
kemudian meninggal dunia, sedang janin yang ada didalam
perutnya diperkirakan masih hidup dan juga dalam hal jika
seseorang meninggal dunia dan didalam tubuhnya terdapat
benda berharga, maka harus bahkan wajib membedah
perutnya

B. KRITIK DAN SARAN


Saran kami sebaiknya sebelum otopsi dilakukan
terlebih dahulu kita harus melalukan tes DNA dan juga
dimana kita harus meminta izin kepada keluarga apakah
ingin dilakukan otopsi atau tidak baru dilakukan otopsi.

33
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/23441/Chapter%20
II.pdf?sequence=4&isAllowed=y

https://www.scribd.com/doc/175593287/Makalah-autopsi-docx

34

Anda mungkin juga menyukai