Di Susun Oleh :
3.A
Kelompok 3
AKADEMI KEPERAWATAN
MAPPA OUDANG MAKASSAR
2017
1
Kata pengantar
Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa agar dirinya
berhasil dengan baik dalam menulis makalah adalah dikuasainya materi
disaster nursing. Agar bisa mengusai materi tersebut maka mahasiswa
harus mempelajari berbagai sumber belajar..
Disaster nursing ini agar bisa bermanfaat sebagai sumber belajar
yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa.
Apa yang disajikan dalam makalah ini hanyalah merupakan garis
besar materikuliah. Untuk memperluas dan memperdalam wawasan
dalam bidang ini diharapkan mahasiswa membaca berbagai refensi yang
relevan, terutama yang buku-buku dijadikan acuan dalam penulisan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa banyak kelemahan yang terdapat pada
makalah ini, baik yang menyangkut isi, pengungkapan, maupun
sistematika penulisan. Untuk itu saran serta kritik yang konstruktif
senantiasa penulis harapkan.
Kelompok 3
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam masyarakat selalu saja terdapat perselisihan,
penganiayaan, pembunuhan, pencurian, perkosaan, peracunan,
dan lain-lain perkara yangmengganggu ketentraman dan
kepentingan pribadi. Untuk menyelesaikan perkarademikian
diperlukan suatu sistem atau cara yang memberikan ganjaran dan
hukumanyang setimpal kepada yang bersalah sehingga perbuatan
yang serupa tidak terulanglagi dan sebaliknya yang tidak bersalah
terbebas dari tuntutan dan hukuman.
Pada masa sekarang dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi orangmendapatkan pembuktian secara ilmiah yang
disebut saksi diam (silent witness). Disini diperlukan peran ahli
untuk memeriksa barang bukti (corpus delicti) secarailmiah,
sehingga barang bukti tersebut dapat bercerita tentang apa yang
telahterjadi. Barang bukti dapat berupa orang hidup, mayat, darah,
semen, rambut, sidik jari, peluru, larva lalat, nyamuk, surat tulisan
tangan, suara, dan lain-lain. Kumpulan pengetahuan yang
memeriksa barang bukti untuk kepentingan peradilan
dikenaldengan nama forensic sciences. Dalam bidang kesehatan
antara lain: kedokteranforensik (forensic medicine), odontologi
forensik, psikiatri forensik, patologi forensik dan antropologi
forensik.
Ilmu kedokteran selalu berkembang selaras dengan
perkembangan masyarakatdan norma yang menatanya.
Perkembangan ilmu kedokteran berkat ketekunan kerja para
ahlinya dalam mengenali penyakit dan pengobatannya, berjalan
bersamakeingintahuan masyarakat tentang penyakit yang
menimpanya. Pelaksanaan praktek ilmu kedokteran dan
4
kepentingan masyarakat yang terkait dengannya,
mendorong berkembangnya aturan hukum yang mengatur hak dan
kewajiban keduanya saat berinteraksi, yang salah satunya adalah
aturan hukum mengenai autopsi (bedah mayat)klinis.
B. TUJUAN
Menjelaskan pengertian autopsi, jenis-jenis autopsi, dasar
hukum autopsi forensik,faktor penghambat autopsi, persiapan dan
petunjuk autopsi, cara melakukan autopsi,serta membahas tentang
pemeriksaan tambahan dan pemriksaan khusus yang
dilakukan pada autopsi (bedah mayat).
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AUTOPSI
Autopsi berasal dari kata auto : sendiri, dan opsi : lihat.Autopsi
adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang
meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan
tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera,
melakukan interpretasi atas penemuan- penemuantersebut,
menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab
akibatantara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab
kematian.
Pemeriksaan luar dan dalam pada mayat untuk kepentingan
pendidikan,hukum dan ilmu kesehatan.
B. JENIS AUTOPSI
Berdasarkan tujuannya autopsi dapat dibagi atas 3 jenis :
1. Autopsi Anatomi
Yaitu autopsi yang dilakukan oleh mahasiswa fakultas
kedokteran di bawah bimbingan langsung ahli ilmu urai anatomi
laboratorium anatomi fakultaskedokteran.
Tujuannya adalah untuk mempelajari susunan jaringan dan
organ tubuhdalam keadaan normal.
Bahan yang dipakai adalah mayat yang dikirim ke rumah
sakit yang setelahdisimpan 2 x 24 jam di laboratorium ilmu
kedokteran kehakiman tidak ada ahliwaris yang mengakuinya.
Setelah diawetkan di laboratorium anatomi, mayatdisimpan
sekurang-kurangnya satu tahun sebelum digunakan untuk
praktikumanatomi. Menurut hukum, hal ini dapat dipertanggung
jawabkan sebab warisanyang tak ada yang mengakuinya menjadi
milik negara setelah tiga tahun(KUHPerdata pasal 1129). Ada
6
kalanya, seseorang mewariskan mayatnya setelah ia meninggal
pada fakultas kedokteran, hal ini haruslah sesuai dengan
KUHPerdata pasal 935.
2. Autopsi klinik
Autupsi klinik dilakukan terhadap mayat seseorang yang
diduga terjadi akibat suatu penyakit. Tujuannya untuk menentukan
penyebab kematian yang pasti, menganalisa antara diagnosis klinis
dan diagnosis postmortem (diagnosis setelah autopsi),
pathogenesis penyakit, dan sebagainya.
Autopsi klinik dilakukan pada penderita yang meninggal
setelah dirawat di rumah sakit bertujuan untuk :
a) Menentukan proses patologis yang terdapat dalam tubuh
korban
b) Menentukan penyebab kematian yang pasti
c) Menentukan apakah diagnosis klinis yang dibuat selama
perawatan sesuai dengan hasil pemeriksaan post mortem.
d) Menentukan efektifitas pengobatan yang telah diberikan
e) Mempelajari perjalanan lazim suatu penyakit
f) Bermanfaat sebagai pencegahan dalam menghadapi penyakit
yang serupa dikemudian hari
7
g) Untuk mengetahui kelainan organ dan jaringan tubuh akibat
dari suatu penyakit
Untuk mendapatkan sebab kematian pasti dan tujuan
lainnya, autopsi klinis selalu disertai dengan pemeriksaan
yang lengkap seperti pemeriksaan bakteriologi,
histopatologi, serologi, mikrobiologi, toksikologi dan lain-lain.
Autopsi klinis dilakukan dengan persetujuan tertulis
ahli waris, ada kalanya ahli waris sendiri yang memintanya.
3. Autopsi forensik/medikolegal
Autopsi forensik atau bedah mayat kehakiman dilakukan
atas permintaan yang berwenang, sehubungan dengan adanya
penyidikan dalam perkara pidana yang menyebabkan korban
meninggal. Biasanya dilakukan pada kematian yang tidak wajar
seperti pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, kecelakaan lalu lintas,
keracunan, kematian mendadak dan kematian yang tidak diketahui
atau mencurigakan sebabnya.
Autopsi jenis ini paling banyak dilakukan di indonesia karena
diperlukan untuk membantu penegak hukum. Pemeriksaan jenazah
ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dokter bila
diminta oleh penyidik.
Sebelum melakukan autopsi, pemeriksaan harus menyadari
tujuan dilakukannya pelayanan untuk kepentingan hukum ini, yaitu :
a) Menentukan sebab kematian yang pasti
b) Mengetahui mekanisme kematian
c) Mengetahui cara kematian
d) Menentukan lama kematian (postmortem interval)
e) Pada korban tak dikenal dilakukan pemeriksaan identifikasi
f) Menegnal jenis senjata maupun racun yang dgunakan
g) Apakah ada penyakit penyerta dderita oleh korban
8
h) Apakah ada tanda-tanda perlawanan dari koerban yang
berhubungan dengan kematiannya, seperti pada kasus
perkosaan
i) Mengetahui apakah posisi korban telah diubah setelah ia
mati
j) Mengumpulkan serta mengenal benda-benda bukti yang
berguna untuk penentuan identitas pelaku kejahatan
k) Pada bayi baru lahir untuk menentukan viabilitas, apakah
bayi lahir hidup atau lahir mati
l) Membuat laporan tertulis yang objektif dan berdasarkan fakta
dalam bentuk visum et repertum.
9
g) Pencatatan perincian pada saat tindakan autopsi dilakukan
oleh asisten
h) Pada laporan autopsi tidak boleh ada bagian yang di hapus
i) Jenazah yang sudah membusuk juga bisa di autopsi.
10
kekerasan. Ketentuan ini tidak hanya diperlukan terhadap mayat
yang belum dikubur yang digali kembali untuk pemeriksaan.
11
uyang beragama islam dapat dipedomani fatwa majelis
pertimbangan keksehatan dan syara no. 4 tahun 1955
bahwa bedah mayat hukumnya mubah.
d) Keterangan yang mendukung pemeriksaan
Keterangan yang didapat oleh penidik atau keluarga
korban sangat menolong dalam pemeriksaan dan akan
dilakukan, terutama pada korban mati tiba-tiba, keracunan,
luka listrik, dan lain-lain. Demikian pula pemeriksaan
ditempat kejadian perkara (TKP) bila dihadiri dokter akan
membantu dalam pemeriksaan dan mengambil kesimpulan
pemeriksaan.
12
o. Meteran pengukur panjang
p. Sarung tangan karet
q. Botol mulut lebar dengan penutupnya
r. Gelas objek dan piring petri
s. Baskom dan ember
13
menghilangkan tanda-tanda yang penting. Oleh
karena itu tidak salah bila dokter turut menjelaskan
perlunya dilakukan bedah mayat pada keluarga
korban sementara menunggu kepastian dapat
dilakukan autopsi maka sebaiknya dilakukan
pemeriksaan luar pada mayat, meskipun pada malam
hari yang dapat dilanjutkan keesokan harinya.
Dengan demikian bisa terdapat dua saat pemeriksaan
dalam visum et repertum yaitu : pemeriksaan luar dan
pemeriksaan dalam yang berlainan jam atau hari
pemeriksaannya.
c. Pemeriksaan lengkap
Autopsi bila ditinjau dari kepentingannya
adalah membuat laporan sebagai pengganti mayat
(corpus delicti) yang mengandung kesimpulan hasil
pemeriksaan tentang apa yang terjadi pada mayat.
Tujuan ini dapat dicapai bila dilakukan pemeriksaan
yang lengkap, yaitu pemeriksaan luar dan dalam
tubuh mayat meliputi rongga kepala, dada, perut dan
panggul. Pemeriksaan yang tidak lengkap akan
membuat nilai visum menjadi kurang, hal ini harus
dihindari dokter.
d. Dilakukan oleh dokter
Pada bedah jenazah pengetahuan dan
keterampilan ini telah diberikan kepada setiap dokter
dalam pendidikan. Tidak ada alasan bagi para dokter
bahwa ia kurang atau tidak sanggup. Yang diperlukan
adalah kemauan untuk melakukannya.
14
e. Teliti
Sesuai dengan definisi visum bahwa
pemeriksaan harus dilakukan dengan pengetahuan
dan keterampilan yang sebaik-baiknya maka
diperlukan ketelitian dokter dalam pemeriksaan dan
segala catatan selama pemeriksaan dan bila perlu
dengan menggunakan sarana fotografi. Dokter harus
menyadari tidak mungkin melakukan pemeriksaan
ulang bila mayat telah dikubur, apalagi dikremasi.
Apabila diperlukan pemeriksaan tambahan, lebih baik
mengambil bahan pemeriksaan lebih dari yang
diperlukan, dari pada sebaliknya
f. Hasil pemeriksaan segera disampaikan kepada
penyidik
Karena visum et repertum akan digunakan
penyidik sebagai petunjuk dalam melakukan
penyidikan, maka sebaiknya hasil pemeriksaan
segera disampaikan oleh penyidik. Dalam hal
pemeriksaan yang berkaitan dengan pemeriksaan
tambahan atas petunjuk jaksa maka ini akan
berkaitan dengan masa penahanan tersangka yang
waktunya terbatas (dua minggu).
15
Bagian pertama dari teknik autopsi adalah pemeriksaan luar.
Sistematika pemeriksaan luar adalah :
1) Label mayat
Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya
diikatkan pada jempol kaki mayat. Gunting pada tali
pengikat, simpan bersama berkas pemeriksaan. Catat
warna, bahan, isi label selengkap mumgkin. Sedangkan
label rumah sakit, utnuk identifikasi di kamar jenazah, harus
tetap ada pada tubuh mayat.
2) Tutup dan pembungkus mayat
Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada
tidaknya bercak/pengotoran) dari penutup mayat.
Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada
tidaknya bercak/pengotoran) dari bungkus mayat.
Catat tali pengikatnya bila ada, catat mengenai jenis, bahan,
cara pengikatan, serta letak pengikatannya.
3) Pakaian
Pakaian korban harus dibuka seluruhnya, bila perlu melalui
pengguntingan (pada mayat yang telah mengalami kaku
mayat) pengguntingan harus dilakukan tanpa merusak
bagian yang penting untuk pemeriksaan lanjutan di
laboratorium forensik diantaranya isi kantong, perhiasan,
pakaian maupun benda-benda penting disamping mayat
diperiksa dan dicatat. Pakaian dan benda-benda ini
dikembalikan kepada penyidik.
Pakaian korban diperiksa dan direkam satu persatu dan
tentukan warna dan corak serta terbuat dari bahan apa,
merek pabrik pembuatnya, penjahit jenis pakaian (misalnya
piyama, pakaian olahraga), cap ukuran, dan lain-lain.
Apakah pakaian kotor, berlumuran darah, psir, lumpur,
minyak, dan sebagainya. Catat robekan yang dijumpai,
16
lokalisasi, lama atau baru, bentuk dan tepinya. Periksa
kantong dan isinay, misalnya surat, benda-benda dan lain
sebagainya untuk identifikasi.
4) Perhiasan
Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna,
merk, bentuk serta ukiran nama/inisial pada benda perhiasan
tersebut.
5) Mencatat benda disamping mayat
6) Mencatat perubahan tanatologi/tanda-tanda kematian :
a. Lebam mayat
Catat letak, distribusi, dan warna lebam mayat,
perhatikan lebam mayat apakah hilang pada penekanan.
Pemeriksaan ini penting untuk menentukan posisi korban
waktu meninggal dan lama kematian.
b. Kaku mayat
Catat distribusi kaku mayat, serta derajat kekakuannya
pada rahang, leher, sendi lengan atas, siku, pinggang,
pangkal paha, dan lutut, apakah mudah atau sukar
dilawan. Apabila ditemukan adanya cadaveric spasme
(kejang mayat) dicatat melibatkan otot-otot mana, dan
bila di dapati ditangan perhatikan apakah ada
menggenggam sesuatu.
c. Suhu tubuh mayat
Dipakai termometer panjang (OCC-5CT C) yang
diperiksa per rektal atau dibawah hepar melalui insisi
perut. Termometer harus berada di anus korban sedalam
10 cm dan di baca sesudah 3-5 menit, bersamaan dicatat
pula temperatur ruangan.
d. Pembusukan
Tanad pembusukan pertama, terlihat perut sebelah
kanan bawah berwarna kehijau-hijauan. Kadang-kadang
17
dengan kulit ari yang mudah terkelupas. Terdapat
gambaran pembuluh darah superficial dan melebar dan
berwarna biru hitam ataupun tubuh yang telah mengalami
pembengkakan akibat pembusukan lanjut.
e. Lain-lain : misalnya mumifikasi atau adiposera
7) Identifikasi umum
Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras,
perkiraan umur, warna kulit, status gizi, tinggi badan, berat
badan, disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada dinding
perut.
8) Identifikasi khusus
Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk
penentuan identitas khusus, meliputi raja/tatoo, jaringan
parut, kapalan, kelaian kulit, anomali dan catat pada tubuh.
9) Pemeriksaan lokal
a. Kepala
Perhatikan bentuk dan adanya luka atau tanda patah
tulang
b. Rambut
Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat
dari rambut. Rambut kepala harus diperiksa, contoh
rambut diperoleh dengan cara memotong dan mecabut
sampai ke akarnya, paling sedikit dari 6 lokasi kulit
kepala yang berbeda. Potongan rambut ini disimpan
dalam kantungan yang telah ditandai sesuai tempat
pengambilannya.
10) Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan
atau pelebaran pembuluh darah. Kelenjar tiroid dan getah
bening juga diperiksa secara menyeluruh.
18
11) Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Pada pria
dicatat kelainan bawaan yang ditemukan, keluarnya cairan,
kelainan lainnya. Pada wanita dicatat keadaan selaput darah
dan komisura posterior, periksa sekret liang sanggama.
Perhatikan bentuk lubang pelepasan, perhatikan adanya
luka, benda asing, darah dan lain-lain.
12) Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda
perbendungan, ikterus, sianosis, edema, bekas pengobatan,
bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh.
13) Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat
lengkap. Setiap luka pada tubuh harus diperinci dengan
lengkap, yaitu perkiraan penyebab luka, lokasi, ukuran, dll.
Dalam luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua
tepi ditautkan. Lokalisasi luka dilukis dengan mengambil
beberapa patokan, antara lain : garis tengah melalui tulang
dada, garis tengah melalui tulang belakang, garis mendatar
melalui kedua puting susu, dan garis mendatar melalui
pusat.
Contoh :
Luka panjang dua setengah sentimeter dan masuk ke dalam
dada. Ujung yang satu letaknya dua sentimeter sebelah kiri
dari garis tengah melalui tulang dada dan dua sentimeter di
atas garis mendatar melalui kedua puting susu. Sedangkan
ujung yang lain lima sentimeter sebelah kiri dari garis tengah
melalui tulang dada dan empat sentimeter di atas garis
mendatar melalui kedua puting susu. Saluran tusuk dilukis di
bagian pemeriksaan dalam, ditulis organ apa saja yang
tertusuk.
19
14) Pemeriksaan ada tidaknya patah tulang, serta jenis/sifatnya.
b. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan beberapa cara
berikut ini :
1) Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis
tengah sampai prosesus xifoideus kemudian 2 jari
paramedian kiri dari puat sampai simfisis, dengan
demikian tidak perlu melingkari pusat.
2) Insisi Y, merupakan salah satu tehnik khusus otopsi dan
akan dijelaskan kemudian.
3) Insisi melalui lekukan suprastenal menuju simfisis pubis,
lalu dari lekukan suprasternal ini dibuat sayatan melingkari
bagian leher.
a) Ukuran :
b) Bentuk.
c) Permukaan :
d) Konsistensi:
e) Kohesi:
20
sedangkan jaringan yang susah menunjukkan kohesi yang
kuat.
1. Dada :
Seksi Jantung :
21
Arteri koronaria diiris dengan pisau yang tajam
sepanjang 4-5 mm mulai dari lubang dikatup aorta. Otot
jantung bilik kiri diiris di pertengahan sejajar dengan
epikardium dan endokardium, demikian pula dengan septum
interventrikulorum.
Paru-paru :
22
2. Perut
Esofagus-Lambung-Doudenum-Hati :
Semua organ tersebut di atas dikeluarkan
sebagai satu unit. Esofagus diikat ganda dan
dipotong. Diafragma dilepaskan dari hati dan
esofagus dan unit tadi dapat diangkat. Sebelum
diangkat, anak ginjal kanan yang biasanya melekat
pada hati dilepaskan terlebih dahulu.
Esofagus dibuka terus ke kurvatura mayor,
terus ke duodenum. Perhatikan isi lambung, dapat
membantu penentuan saat kematian. Kandung
empedu ditekan, bulu empedu akan menonjol
kemudian dibuka dengan gunting ke arah papila
Vater, kemudian dibuka ke arah hati, lalu kandung
empedu dibuka. Perhatikan mukosa dan adanya batu.
Buluh kelenjar ludah diperut dibuka dari papila
Vater ke pankreas. Pankreas dilepaskan dari
duodenum dan dipotong-potong transversal.
23
ginjal dilepas dan perhatikan permukaannya. Pada
laki-laki rektum dibuka dari belakang dan kandung
urine melalui uretra dari muka. Rektum dilepaskan
dari prostat dan dengan demikian terlihat vesika
seminalis. Prostat dipotong transversal, perhatikan
besarnya penampang.
Testis dikeluarkan melalui kanalis spermatikus
dan diiris longitudinal, perhatikan besarnya,
konsistensi, infeksi, normal, tubuli semineferi dapat
ditarik seperti benang.
Urogenital Perempuan :
3. Leher :
24
4. Kepala
5. Tengkorak Neonatus :
c. Pemeriksaan Khusus
Pada beberapa keadaan tertentu, diperlukan berbagai
prosedur khusus dalam tindakan otopsi, antara lain : insisi Y,
insisi pada kasus dengan kelainan leher, tes emboli udara, tes
apung paru, tes pada pneumothorax, dan tes
alphanaphthylamine.
1) Insisi Y
a) Insisi yang dilakukan dangkal (shallow incision) yang
dilakukan pada tubuh pria.
1. Buat sayatan yang letaknya tepat di bawah
tulang selangka dan sejajar dengan tulang
tersebut, kiri dan kanan, sehingga bertemu
pada bagian tengah (incisura jugularis).
25
2. Lanjutkan sayatan, dimulai dari incisura
jugularis ke arah bawah tepat di garis
pertengahan sampai ke sympisis os pubis
menghindari daerah umbilikus.
3. Kulit daerah leher dilepaskan secara hati-hati
sampai ke rahang bawah; tindakan ini dimulai
dari sayatan yang telah dibuat pertama kali.
4. Dengan kulit daerah leher dan dada bagian
atas tetap utuh, alat-alat dalam rongga mulut
dan leher dikeluarkan.
5. Tindakan selanjutnya sama dengan tindakan
pada bedah mayat yang biasa.
b) Insisi yang lebih dalam (deep incision), yang dilakukan
untuk kaum wanita.
1. Buat sayatan yang letaknya tepat di bawah
buah dada, dimulai dari bagian lateral menuju
bagaian medial (proc. Xiphoideus); bagian
lateral disini dapat dimulai dari ketiak, ke arah
bawah sesuai dengan arah garis ketiak depan
(linea axillaris anterior), hal yang sama juga
dilakukan untuk sisi yang lain (kiri dan kanan).
2. Lanjutkan sayatan ke arah bawah seperti biasa,
sampai simphisis os pubis, dengan demikian
pengeluaran dan pemeriksaan alat-alat yang
berada dalam rongga mulut, leher, dan rongga
dada lebih sulit bila dibandingkan dengan insisi
Y yang dangkal.
26
d. Buka rongga tengkorak, dan keluarkan organ
otaknya.
e. Dengan adanya bantalan kayu pada daerah
punggung, maka daerah leher akan bersih dari darah,
oleh karena darah telah mengalir ke atas ke arah
tengkorak dan ke bawah, ke arah rongga dada;
dengan demikian pemeriksaan dapat dimulai.
27
tes emboli sistemik tidak dilakukan penusukan
ventrikel, tetapi sayatan melintang pada a. Coronaria
sinistra ramus desenden, secara serial beberapa
tempat, dan diadakan pengurutan atas nadi tersebut,
agar tampak gelembung kecil yang keluar,
j. dosis fatal untuk emboli udara pulmoner 150-130 ml,
sedangkan untuk emboli sistemik hanya beberapa ml.
28
karton, dan lakukan penginjakan dengan
menggunakan berat badan, kemudian dimasukkan
kembali ke dalam air.
h. Bila terapung berarti tes apung paru positif, paru-paru
mengandung udara, bayi tersebut pernah dilahirkan
hidup.
i. Bila hanya sebagian yang terapung, kemungkinan
terjadi pernafasan partial, bayi tetap pernah dilahirkan
hidup.
29
f) Tes Alpha Naphthylamine
a. kertas saring Whatman direndam dalam larutan
alpha-naphthylamine, dan keringkan dalamoven,
hindari jangan sampai terkena sinar matahari,
b. pakaian yang akan diperiksa, yaitu yang diduga
mengandung butir-butir mesiu, dipotong dan di
atasnya diletakkan kertas saring yang telah diberi
alpha-naphthylamine,
c. di atas kertas saring yang mengandung alpha-
naphthylamine tadi ditaruh lagi kertas saring yang
dibasahi oleh aquadest,
d. keringkan dengan cara menyeterika tumpukan
tersebut, yaitu kain yang akan diperiksa, kertas yang
mengandung alpha-naphthylamine dan kertas saring
yang basah,
e. test yang positif akan terbentuk warna merah jambu
(pink colour), pada kertas saring yang mengandung
alpha-naphthylamine; bintik-bintik merah jambu tadi
sesuai dengan penyebaran butir-butir mesiu pada
pakaian. (5)
30
Pemeriksaan penunjang
2. Pemeriksaan toksikologi.
a. Lambung dan isinya.
b. Seluruh usus dan isinya dengan membuat sekat
dengan ikatan-ikatan pada pada usus setiap jarak
sekitar 60 cm.
c. Darah, yang berasal dari sentral (jantung) dan yang
berasal dari perifer (v,jugularis; a.femoralis, dan
sebagainya), masing-masing 50 ml dan dibagi dua,
yang satu diberi bahan pengawet dan yang lain tidak
diberi bahan pengawet.
d. Hati, sebagai tempat detoksifikasi , diambil sebanyak
500 gram.
e. Ginjal, diambil keduanya yaitu pada kasus
keracunan logam berat khususnya atau bila urine
tidak tersedia.
f. Otak, diambil 500 gram. Khusus untuk keracunan
chloroform dan sianida, dimungkinkan karena otak
terdiri dari jaringan lipoid yang mempunyai
kemampuan untuk meretensi racun walaupun telah
mengalami pembususkan.
g. Urine, diambil seluruhnya. Karena pada umunya
racun akan diekskresikan melalui urine, khususnya
pada test penyaring untuk keracunan narkotika,
alkohol dan stimulan.
h. Empedu, diambil karena tempat ekskresi berbagai
racun.
i. Pada kasus khusus dapat diambil: jaringan sekitar
suntikan, jaringan otot, lemak di bawah kulit dinding
perut, rambut, kuku dan cairan otak.
31
Prinsip pengambilan sampel pada kasus keracunan
adalah diambil sebanyak-banyaknya setelah kita sisihkan
untuk cadangan dan untuk pemeriksaan histopatolgik.
Secara umum sampel yang harus diambil adalah:
3. Pemeriksaan bakteriologi.
32
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Otopsi yang dilaksanakan guna menyelamatkan
manusia, pendidikan dan penegakan hukum diperbolehkan
dalam Islam, sepanjang hal itu tidak melewati batas dan
guna kemaslahatan manusia sebagai makhluk hidup.
Beberapa pendapat ulama hanya disinggung dua
permasalahan saja, diperbolehkan membedah mayat yakni
hanya kepada seseorang yang sedang mengandung
kemudian meninggal dunia, sedang janin yang ada didalam
perutnya diperkirakan masih hidup dan juga dalam hal jika
seseorang meninggal dunia dan didalam tubuhnya terdapat
benda berharga, maka harus bahkan wajib membedah
perutnya
33
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/23441/Chapter%20
II.pdf?sequence=4&isAllowed=y
https://www.scribd.com/doc/175593287/Makalah-autopsi-docx
34