Anda di halaman 1dari 11

Nama : Afrian Nanda Kusuma

NIM : 16080324011

Tugas : Hukum Bisnis

Perlindungan konsumen merupakan hukum yang di ciptakan guna untuk melindungidari


terpenuhinya hak para konsumen. Misalkan para penjual di wajibkan menunjukkan tanda harga
sebagai tanda pemberitahuan pada konsumen. Di Indonesia undang-undang perlindungan konsumen
nomer 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen Republik Indonesia di jelaskan bahwasanya hak
konsumen di antaranya adalah hak atas kenyamanan,keamanan,dan keselamatan dalam menggunakan
ataupun mengkonsumsi barang atau jasa. Hak konsumen untuk memilih barang dan jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi jaminan yang telah dijanjikan. Hak konsumen untuk
diperlakukan dan di layani dengan baik dan benar serta jujur dan tidak diskriminatif. Hak untuk
mendapatkan kompensasi,ganti rugi atau penggantian apabila barang dan jasa yang di terima
konsumen tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya

Dasar hukum perlindungan konsumen

Hukum perlindungan konsumen di indonesia yang berlaku adalah hukum yang telah di
tetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhada hak-hak para
konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Hukum perlindungan konsumen merupakan
sebuah cabang dari hukum ekonomi, karena permasalahanya yang di hukum dalam hukum konsumen
berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan berupa barang atau jasa. Pada tanggal 30 Maret 1999, dewan
perwakilan Rakyat (DPR) telah sepakat dengan rancangan Undang-undang (RUU) mengenai
perlindungan konsumen untuk di sahkan oleh pemerintah setrlah selama 20 tahun di perjuangkan.
Rancangan Undang-Undang ini sendiri baru di sahkan pada tanggal 20 April 1999. Dasar hukum di
Indonesia yang menjdikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan konsumen yaitu :

UUD 1954 pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), pasal 27 dan pasal 33
UUD No. 8 tahun 1999 mengenai perlindungan konsumen ( lembaran negara republik
indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara republik Indonesia No. 3821.
UU No. 5 tahun 1999 tentang arbritase dan alternatif penyelesaian sengketa.
Peraturan pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang pembinaan, pengawasan dan
penyelenggaraan perlindungan konsumen.
Surat edaran Dirjen perdagangan dalam negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 tentang penanganan
pengaduan konsumen yang di tunjukan kepada seluruh dinas indag prop/kab/kota
Surat edaran direktur jendralperdagangan dalam negeri No. 795/DJPDN/se/12/2005 tentang
pedoman pelayanan pengaduan konsumen.
Dengan di undang-undangkanya masalah perlindungan konsumen, memungkinkan
dilakukanya pembuktian terba;lik jika terjadi sengketa antara konsumen dan pelaku usaha. Konsumen
yang merasa haknya dilanggar bisa mengadukan atau memproses perkaranya tersebut secara hukum
di badan penyelesaian sengketa konsumen. Dasar hukum tersebut bisa menjadi landasan hukum yang
sah dalam soal pengaturan perlindungan konsumen. Di samping UU perlindungan konsumen. Masih
terdapat sejumlah perangkat hukum lain yang bisa di jadikan sebagai sumber dasar hukum. Selain itu
Badan perlindungan konsumen Nasional juga memiliki tugas yaitu :

1. Memberikan saran dan rekomendasi pada pemerintah dalam rangka menyusun kebijakan di
bidang perlindungan konsumen.
2. Melakukan penelitian dan pengkajian tahap peraturan perundang-undangan yang berlaku di
bidang perlindungan konsumen.
3. Melakukan penelitian terhadap suatu barang atau jasa yang menyangkut keselamatan
konsumen.
4. Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
5. Menyebar luaskna informasi melalui media-media tentang perlindungan konsumen dan juga
masyarakat atas sikap keberpihakan kepada knsumen.
6. Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga
perlindungan konsumen swadaya Msyarakat, ataupun pelaku usaha dan melakukan survey
yang menyangkut kebutuhan konsumen.

Ada dua hal yang harus di perhatikan ketika konsumen membuat pengaduan. Pertama, konsumen
harus merumuskan terlebuh dahulu hasil apakah yang di harapkan dari sebuah pengaduan konsumen.
Adapun cara untuk mengajukan perlindungan konsumen sebagai berikut :

Membuat laporan atau pengaduan ke kepolisian, agar polisi dapat mengambil langkah hukum
terhadap pelaku usaha.kemudian pelaku usaha dapat di kenakan sanksi pidana.
Membuat pengaduan ke BPSK, dan membuat pengaduan ke LPKSM. Untuk mengajukan
gugatan perdata ke pengadilan negeri, agar konsumen mendapat kompensasi finansial.
Membuat pengaduan ke lembaga otoritas tertentu, agar para pelaku usaha di kenakan sanksi
administrasi, misalkan seperti untuk obat ke BPOM.
Pengadu di harapkan meminta LPKSM mengajukan gugatan legal standing,untuk meminta
pelaku usaha menghentikan atau melakukan pembuatan tertentu, misalnya dalam kasus
keberadaan iklan misleading information, karena langkah ini sangat efektif.
Mengajukan ke majlis kehormatan disiplin profesi,untuk meminta organisasi profesi
menjatuhkan tindakan disiplin profesi,karena langkah ini sangat efektif dalam kasusu
terjadinya malpraktik profesi doktor,pengacara notaris dll.
Kedua, di lapangan ada berbagai lembaga pengaduan konsumen, untuk itu jadi penting bagi
konsumen mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing lembaga yang menerima
pengaduan konsumen tersebut.
Tempat pengaduan yang pertama ke departemen atau kementrian teknis,agar institusi formal
yang mempunyai kompetensi di bidang tertentu dalam beberapa kasus,ada kontak pos kasus
pengaduan konsumen,namun belum sumua dokumen perjanjian di keluarkan departemen
teknis devisi atau petugas yang secara khusus menanganin pengaduan belum ada atau
terbatas,kemudian belum ada standar baku mekanisme penyelesaian pengaduan konsumen,
Tempat yang ke dua yaitu rubrik surat pembaca,karena akses ke surat pembaca lebih mudah
,efektif untuk pembelajaran kepada konsumen dan peringatan bagi pelaksana usaha, dan dapat
berfungsi sebagai kampanye negatif bagi pelaku usaha, namun tingkat penyelesaian
pengaduan sangan rendah,dimuat tidaknya surat pembaca tergantung pada kebijakan
redaksi,dn juga risiko di gugat balik oleh pelaku usaha apabila tidak di dukung data maupun
bukti yang kuat.
Tempat pengaduan yang ke tiga pada LPKSM (lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat), dalam pengaduan ini pengadu tidak akan di pungut biaya, kemudian metode
pengaduan dengan mengutamakan penyelesaian non litigasi (mediasi). Namun hal tersbut
tidak semua daerah ada LPKSM lebih memprioritaskan penanganan pengaduan konsumen
dengan korban massal dan dari kelompok masyarakat menengah ke bawah.
Tempat ke empat pada assosiasi industri atau organisasi profesi, secara internal mempunyai
kewenangan manjatuhkan sanksi organisasi bagin pelaku usaha atau penyedia jasa profesional
yang nakal, namun tidak semua pelaku usaha anggota assosiasi indistri,pengurus assosiasi
industri ada juga dari pelaku usaha sehingga ada konflik kepentingan ketika ada pengaduan
konsumen, dan independensinya di ragukan karena lebih dominan membela kepentingan
anggota atau solidaritas corps.
Tempat yang ke lima pada BPSK ( badan penyelesaian sengketa konsumen ) pengaduan pada
BPSK ini tdak di pungut biaya dan juga batas waktu penyelesaian hingga 21 hari, BPSK
memiliki dua kewenangan sekaligus dalam menyelesaikan masalah, yaitu secara konseptual
(mediasi dan konsilasi) dan ajudikatif, namun hal ini belum semua pemerintah kota atau
kabupaten memiliki BPSK, prosedur di BPSK masih memberi ruang bagi pelaku usaha
melakukan keberatan ke pengadilan negeri.
Yang terakhir pada pengadilan negeri, bagusnya pada pengadilan negeri ini ada di setiap
pemerintah kota dan kabupaten, kemudian ada lembaga yang dapat memaksa para pihak
untuk melaksanakan putusan pengadilan, namun saja biaya administrasi pengadilan, dalam
banyak kasus tidak sebanding dengn nilai sengketa konsumen produser beracara rumit, da
juga waktu penyeleaianya juga relatif lama.
Agar dapat di tindak lanjuti , pengaduan konsumen harus di laporkan secara tertulis atau datang
langsung ke LPKSM (lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat) dengan mengkonfirmasi
form pengaduan konsumen. Dalam pengaduan sekurang-kurangnya harus ada pengaduan uraian
tentang urutan kronologi kejadian,tuntutan konsumen,dengan melampirkan data pendukung baik
berupa dokumen maupun barang bukti, beserta identitas pelapor. Mekanisme LPKSM dalam
menyelesaikan sengketa konsumen adalah menitikberatkan upaya tercapainya kesepakatan antara
konsumen dengan pelaku usaha melalui mediasi ataupun konsiliasi. Di sini pera LPKSM sebagai
mediator antara konsumen dan prilaku. Ada tiga kategori tindak pidana mengenai perlindungan
konsumen.

1. Tindak pidana perlindungan konsumen berdasarakan ketentuan pidana yang ada dalam kitab
undang-undang hukum pidana (KUHP).
2. Tindak pidana perlindungan konsumen berdasarkan ketentuan yang ada dalam UU
perlindungan konsumen.
3. Tindak pidana prlindungan konsumen berdasarkan ketentuan yang ada dalam berbagai UU
sektoral, seperti undang-undang pangan, undang-undang kesehatan, dan undang-undang yang
terkait lainya.

Laporan atau pengaduan ke kepolisian dapat menjadi dasar bagi kepolisian untuk mengambil langkah
hukum. Sehingga korban tidak berjatuhan lagi. Dalam kasus makanan tercemar, dengan adanya
laporan atau pengaduan ke kepolisian, petugas kepolisian dapat melakukan penyitaan terhadap produk
sejenis yang masih beredar di pasar, sehingga dari dampak buruk produk yang tercemar tersebut
kepentingan masyarakat dapat terlindungi,(mengutip:tulisan Sudaryatmo, wakil ketua pengurus harian
YLKI)

Fungsi perlindungan konsumen itu sendiri pun sangatlah penting, mengapa? Meskipun secara
eksplisit hak-hak konsumen belum di atur konstitusi, namun dapat beberapa pasal dalam undang-
undang dasar 1945 yang mengakomodir hak-hak konsumen, yaitu:

Pasal 28 H ayat (1) : setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta mendapatkan
hak pelayanan kesehatan.
Pasal 32 ayat (1) : setap warga negara indonesia berhak mendapatkan pendidikan: (2)
setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.
Pasal 34 ayat (3) : negara bertanggung jawab atas penyediaan pelayanan kesehatan
dan juga fasilitas pelayanan umum yang baik.
Undang-undang pelayanan juga merupakan penjabaran yang lebih detail dan hak asasi manusia lebih
khusus lagi hak-hak ekonomi yang tercantum dalam kovenan international hak ekosob. Beradanya
UU perlindungan konsumen merupakan tanggung jawab pemerintah dalam menciptakan sistem
perlindungan konsumen , sehingga ada kepastian hukum yang baik bagi pelaku usaha agar tumbuh
sikap jujur dan bertanggung jawab, maupun bagi konsumen yanhg merupakan pengakuan harkat dan
martabat. Undang-undang dari perlindungan konsumen selain asas dan tujuan serta hak dan kewajiban
konsumen da pelaku usaha dari segi mater hukum, secara umum undang-undang perlindungan
konsumen juga mengatur kelembagaan perlindungan konsumen tingkat pusat dalam bentuk badan
perlindungan konsumen nasional. Maupun yang ada di daerah dengan bentuk badan penyelesaian
sengketa konsumen.

Secara umum perlindungan konsumen dapat di harapkan dapat mensejajarkan kedudukan


antara pelaku usaha dengan konsumen sehingga dapat menciptakan kondisi pasar yang sehat dan
saling menguntungkan antara ke dua belah pihak.khusus di sektor jasa keuangan, perlindungan
konsumen yang dapat di lakukan OJK membereikan banyak manfaat bagi masyarakat di antaranya
dapat meningkatkan aspek transportasi produk dan jasa.melalui transformasi yang di tunjang
ketersediaan dan kelengkapan informasi yang memadai akan mendorong konsumen dan masyarakat
lebih mengetahui manfaat biaya, dan risiko dari produk dan jasa keuangan sebelum
membelinya.sebab mereka pempunyai kesempatan yang luas untuk memilih dan membandingkan
beragam produk yang di tawarkan lembaga jasa keuangan ( Kata Kusumaningtuti S. Soetiono,
Anggota dewan komisioner bidang edukasi dan perlindungan konsumen OJK). Selanjutnya bagi
lembaga jasa keuangan sendiri, perlindungan konsumen akan membeikan manfaat dalam
menumbuhkembangkan entitas bisnis, sebab masyarakat merasa lebih aman menggunakan produk dan
jasa yang di tawarkan lembaga jasa keuangan sehingga loyalitas dan jumlah mereka terus meningkat.
Kondisi tersebut tentunya akan meningkatkan keuntungan bagi lembaga jasa
keuangan.kusumaningtuti juga menyebut upaya perlindungan konsumen yang dilakukan oleh OJK
sangat bermanfaat bagi pemerintah dan lembaga sangat terkait dalam menciptakan prilaku lembaga
jasa keuangan yang prudent serta mewujudkan konsumen dan masyarakat yang paham akan produk
maupun jasa keuangan. Kedua hal tersebut akan menghasilkan indutri keuangan yang di siplin yang
pada akhirnya akan semakin memperluas akses keuangan. Kondisi itu juga akan mendukung program
pemerintah dalam mewujudkan masyarakat yang lebih sejahtera.

Sebaliknya menurut dia ada banyak resiko yang akan terjadi apabila aspek perlindungan
konsumen di sektor jasa keuangan belum bahkan tidak bisa di laksanakan secara optimal d suatu
negara. Setidaknya ada lima resiko yang di hadapi pemerintah yaitu: pertama, tidak tumbuhnya
budaya perlindungan konsumen baik di tingkat lembaga jasa keuangan maupun industri keuangan.
Kondisi ini merupakan risiko yang bisa di katakan signifikan jika di kaitkan dengan upaya suatu
negara dengan mewujudkan market confidence. Karena tanpa market confidence, industri keuangan
di suatu negara tidak akan berkembang dengan baik dan berkelanjutan. Kemudian yang ke dua
rendahnya pengawasan dan tata kelola produk dan jasa keuangan yang di tawarkan pada konsumen
dan masyarakat. Kerentanan risiko yang dihadapi konsumen akan meningkat meningkat ketika desain
produk,pemasaran,dan apabila terjadi sengketa tidak di tengahi dengan baik. Aspek manajemen resiko
dengan memperhitungkan risiko penerapan perlindungan konsumen menjadi bagian penting yang
tidak hanya di pandang sebagai pelengkap aspek kesehatan kelembagaan. Yang ke tiga, meningkatnya
bahaya keamanan data konsumen. Perlindungan data pribadi sebagai faktor penting melindungi
kepentingan konsumen, selain itu memastikan tidak untuk penyalahgunaan sehingga merugikan
konsumen, termasuk data yang memerlukan persetujuan jika akan digunakan lembaga jasa keuangan
untuk penawaran produk dan jasa. Kemudian yang ke empat, perjanjian baku yang tidak memenuhi
aspek keadilan. Perjanjian dalam industri keuangan sebagian besar mengandung unsur klasula baku
yang tentu harus dipastikan tidak akan merugikan konsumen. Termasuk transparasi terhadap manfaat,
biaya dan risiko. Dan yang terakhir yeng ke lima , tidak tersedianya mekanisme penanganan
pengaduan yang memadai bagi konsumen, tentunya konsumen memerlukan kepastian penanganan
pengaduan dan langkah lanjut jika pengaduan tersebut akan berujung kepada sengketa. Forum
penyelesaian sengketa yang disepakati dalam sebuah perjanjian perlu dilaksanakan secara konsekuen
antara ke dua belah pihak jika kemudian terdapat alternatif penyelesaian dilakukan di luar pengadilan
tukas kusumaningtuti,(rin, agus) Demi menekan ongkos produksi, para pelaku usaha tega
mencampurkan zat-zat berbahaya ke dalam produk yang mereka jual agar produknya bisa tahan lama.
Misalnya saja produsen yang menggunakan boraks atau formalin ke dalam produk makanan yang
dijualnya agar produk tersebut lebih tahan lama. Kalau produk mereka tahan lama, bisa dijual lagi
keesokan harinya, sehingga ongkos produksi juga bisa ditekan. Konsumen yang telah membayar
sejumlah uang untuk mendapatkan produk yang dijual oleh pelaku usaha tersebut malah dicurangi.
Konsumen tidak mendapatkan kualitas produk yang sesuai dengan yang diinginkannya. Tetapi justru
membahayakan kesehatan mereka di kemudian hari. Kasus seperti ini jelas telah melanggar UU
Perlindungan konsumen. Di dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 4 point ke 3 disebutkan salah
satu hak konsumen yaitu hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa.Kasus tersebut jelas sudah bertentangan dengan bunyi pasal tersebut
tentang hak konsumen. Hak konsumen telah diabaikan. Konsumen tidak mendapatkan informasi yang
jujur dari pelaku usaha mengenai produk yang mereka jual. Para pelaku usaha seolah tidak jera dan
tetap melakukan hal itu lagi. Bahkan seperti tidak ada tindakan yang tegas dari pemerintah untuk
menghadapi para pelaku usaha yang demikian. Dalam kasus ini tidak hanya para pelaku usaha yang
salah. Namun konsumen juga harus lebih teliti lagi dalam membeli suatu barang. Konsumen harus
lebih mengamati produk yang dibelinya. Jangan sampai tertipu. Dalam membeli suatu barang,
konsumen juga harus memperhatikan tanggal kadaluarsa dari produk tersebut. Jangan sampai
membeli produk yang telah kadaluarsa. Namun, sang pelaku usaha juga harus selalu mengontrol
produk yang mereka jual, jangan sampai ada produk yang telah kadaluarsa tetapi masih saja dijual.
Jadi, dalam hal ini dibutuhkan peran dari kedua belah pihak. Untuk mengatasi kasus pelanggaran UU
Perlindungan Konsumen dalam bidang pangan tersebut sebaiknya pemerintah sebagai badan yang
melakukan pengawasan terhadap penyebaran dan pemasaran barang barang yang telah beredar di
masyarakat luas, selalu melakukan pengawasan pengawasan terhadap para pelaku usaha maupun
para distributor yang menyediakan barang. Selain itu, diperlukan juga sosialisasi kepada masyarakat
secara terus-menerus. Salah satu media yang diperlukan adalah iklan layanan masyarakat yang
mengajak atau mendorong konsumen untuk lebih bijak dalam menentukan pilihan, artinya konsumen
harus memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang barang dan ketentuannya.

Monopoli murni adalah bentuk organisasi pasar dimana terdapat perusahaan tunggal yang
menjual komoditi yang tidak mempunyai subtitusi sempurna. Perusahaan itu sekaligus merupakan
industri dan menghadapi kurva permintaan industri yang memiliki kemiringan negatif untuk komoditi
itu.Antitrust untuk pengertian yang sepadan dengan istilah anti monopoli atau istilah dominasi yang
dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah monopoli Disamping itu
terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu kekuatan pasar. Menurut UU No.5 Tahun 1999
tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang
mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga
menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.Undang-Undang
Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas
produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha
atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undang Anti Monopoli). Secara etimologi, kata
monopoli berasal dari kata Yunani Monos yang berarti sendiri dan Polein yang berarti penjual.
Dari akar kata tersebut secara sederhana orang lantas memberi pengertian monoopli sebagai suatu
kondisi dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa tertentu.
(Arie Siswanto:2002) Disamping istilah monopoli di USA sering digunakan kata antitrust untuk
pengertian yang sepadan dengan istilah anti monopoli atau istilah dominasi yang dipakai masyarakat
Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah monopoli Disamping itu terdapat istilah yang
artinya hampir sama yaitu kekuatan pasar. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah
monopoli, antitrust, kekuatan pasar dan istilah dominasi saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat
istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar
,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya
kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa
mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar. Undang-
Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan
atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku
usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli). Sementara yang
dimaksud dengan praktek monopoli adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau
lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa
tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan
kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli . Berdasarkan
Undang Undang No 5 Tahun 1999 , maka ruang lingkup antimonopoli tersebut adalah sebagai
berikut :

1. Perjanjian yang dilarang. Perjanjian yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam UU No 5


Tahun 1999 mencakup oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel,
trust, oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar
negeri.
2. Kegiatan yang dilarang. Kegiatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam UU No 5
Tahun 1999 mencakup monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, dan persekongkolan.
3. Penyalahgunaan posisi dominan. Penyelahgunaan posisi dominan mencakup jabatan rangkap,
kepemilikan saham dan merger, akuisisi, dan konsolidasi.
4. Komisi Pengawas Persaingan Usaha
5. Tata cara penanganan perkara
6. Sanksi sanksi
7. Perkecualian perkecualian

Komisi Pengawasan Persaingan Usaha

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang
dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada
UU tersebut yaitu:

1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-
sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan
praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga,
diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian
wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat
menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui
pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau
persaingan usaha tidak sehat.
3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk
membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha
lain.
Tugas dan Wewenang KPPU

Pasal 35 UU Antimonopoli menentukan bahwa tugas-tugas KPPU adalah sebagai berikut.

1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik


monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan/atau tindakan pelaku usaha yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Melakukan penilaian terhadap atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat
mengakibatkan terjainya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha.
4. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi sebagaimana diatur dalam pasal 36 UU
Antimonopoli.
5. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan
praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
6. Menyusun pedoman dan/atau publikasi yang berkaitan dengan UU Nomor 5 Tahun 1997.
7. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada presiden dan DPR.

Dalam menjalankan tugas-tugas tersebut, melalui Pasal 36 UU Antimonopoli, KPPU diberikan


wewenang untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Menerima laporan dari masyarakat dan/atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya
praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Melakukan penelitian dtentang dugaan adanya kegiatan usaha daan/atau tindakan pelaku
usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha
tidak sehat.
3. Melakukan penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktim monopoli
dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku
usaha atau yang ditemukan sebagai komiisi hasil penelitianya.
4. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan/atau pemeriksaan tentang ada tau tidak adanya praktik
monopoli dan/atau persaingan usaaha tidak sehat.
5. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan UU
Antimonopoli.
6. Memanggil daan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui
pelanggaran ketentuan UU Antimonopoli.
7. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha,saksi,saksi ahli,atau setiap
orang yang dimaksud dalam poin 5 dan 6 tersebut diatas yang tidak bersedia memenuhi
panggilan Komisi 8.
8. Meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam kaitanya dengan penyelidikan dan/atau
pemeiksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU Antimonopoli.
9. Mendapatkan meneliti, dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain untuk keperluan
penyelidikan dan/atau pemeriksaan.
10. Memutuskan dan menetapkan ada tau tidak adanya kerugian dipihak pelaku usaha lain atau
masyarakat.
11. Memberitahukan putusan komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktik
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
12. Manjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaaha yang melanggar
ketentuan UU Antimonopoli.

Jadi, KPPU berwenang dalam melakukan penelitian daan penyelidikan dan akhirnya memutuskan
apakah pelaku usaha tertentu telah melanggar UU Antimonopoli atau tidak.Pelaku usaha yang
merasa keberatan terhadap putusan KPPU tersebut diberikan kesempatan selama 14 (empat belas)
hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut untuk mengajukan keberatan ke Pengadilan
Negeri. KPPU merupakan lembaga administratif. Sebagai lembaga administratif KPPU bertindak
untuk kepentingan umum. KPPU berbeda dengan pengadilan perdata yang menangani hak-hak
subjektif perorangan. Oleh karena itu, KPPU harus mementingkan kepentingan umum daripada
kepentiingan perorangan dalam menangani dugaan pelanggaran hukum Antimonopoli. Hal ini sesuai
dengan tujuan UU Antimonopoli yang tercntum dalam pasal 3 huruf a UU Antimonopoli. Yakni
Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya
untuk mensejahterakan. Dari situ sehingga hukum larangan monopoli sangatlah perlu karena
dampakya bagi pelaku usaha sangatlah signifikan dampak yang pertama pelaku usaha tidak boleh
menjlankan usaha dengan cara tidak fair atau tidak adil dengan menjalankan usaha yang merugikan
pesaingnya baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam persaingan perdagangan kita haruslah
bersaing secara sportif, kemudian yang kedua pelaku usaha harus benar-benar bersaing dengan
kompetitornya untuk tetap eksis, maka setiap pelaku usaha akan melakukan perbaikan peningkatan
terhada produknya dengan melakukan inivasi cecara terus menerus untuk menghaslkan kualitas
prodak yang lebih baik dan lebih baik guna menarik hati konsumen. Sjak di berlakunya UU anti
monopoli sekitar sepulih tahun yang lalu, pelaku usaha pada umumnya sudah memperhatikan rambu-
rambu yang ditetapkan di dalam undang-undang antimonopoli. Paling tidak mengetahui bahwa
adanya UU antimonopoli yang memberi kebebasan pada pelaku usaha untuk menjalankan usahanya,
tapi kebebasan tersebut sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan di dalam undan-undang
antimonopoli tersebut. Misalnya, adanya larangan penguaaan pangsa pasar lebih dari 50% untuk satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha (pasal 17), dan juga penguasaan pangsa pasar lebih
dari 75% untuk dua atau tiga pelaku usaha, namun batasan ini tidak berlaku mutlak. Artinya tidak
semua pelaku usaha melebihi pangsa pasar tersebut langsung dilarang, mlainkan harus di buktikan
terlebih dahulu apakah dengan melebihi penguasaan pangsa pasar yang di tetapkan tersebut akan
mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat, kalau iya maka larangan tersebut dikenakan pada pelaku
usaha yang tidak bersangkutan. Kalu tidak maka pelau usaha tersebut tidak akan di kenakan larangan
tersebut. Dengan demikian UU antimonopoli tidak anti peusahaan besar. Justru UU antimonopoli
mendorong perusahaan menjadi perusahaan besar asalkan atas kemampuan sendiri bukan karena
melakukan praktik persaingan usaha yang tidak sehat.pasar monopli juga memiliki beberapa ciri
yaitu: pertama, dalam pasar hanya terdapat suatu penjual. Penjual tunggal berhak menguasai pasar
yang di monopolinya, tanpa ada campuran tangan dari pihak manapun. Kemudian yang ke dua jenis
barang yang di produksi tidak ada penggantinya. Barang yang ada dalam pasar monopoli tidak ada
yang sama. Misalnya terdapat monopoli sabun, maka di sana hanya ada satu pedagang sabun dan
tidak ada pedagang sabun yang lain. Tapi jangan diartikan bahwa tidak ada pedagang lain selain
sabun misalnya sepatu, rokok,dan sebagainya tetap ada sebab kesemua pedagang itu bukan
merupakan subsititut yang baik buat sabun. Kemudian selanjutnya ada hambatan atau rintangan bagi
perusahaan baru yang akan masuk dalam pasar minopoli.

Selain itu ada beberapa penyebab terjadinya monopoli di Indonesia, pertama adanya
penguasaan bahan mentah tertentu. Satu jenis produk tertentu mungkin hanya dapat dihasilkan dengan
menggunakan faktor produksi tertentu. Misalnya PLN karena listrik merupakan kebutuhan vital bagi
seluruh masyarakat Indonesia secara luas, maka penguasaan atau pengelolaanya ditangai oleh
pemerintah seperti yang tercantum dalam UUD 1945. Satu perusahaan yang memiliki tanah atau
hutan yang menghasilkan jenis kayu tertentu (kayu ukir misalnya) maka perusahaan tersebut
mempunyai kedudukan monopoli untuk produksi kayu ukir. Kedua adanya penguasaan teknik
produksi tertentu atau memiliki keunggulan teknologi. Satu produsen yang memiliki teknik atau
keunggulan teknologi jauh di atas calon pesaingnya. Untuk satu periode tertentu dapat mempunyai
kedudukan monopoli, misalnya penguasaan teknik foto, dulu hanya ada pada kodak sehingga sampai
sekarang orang sering menyebut tustel dengan sebutan kodak demikian pula dengan IBM, untuk
menyebut komputer. Slama teknik produksi tidak ada yang meniru maka pasar barang-barang tersebut
akan dikuasai oleh monopolis. Kemudian selanjutnya ada penguasaan Hak patent untuk produk
tertentu. Untuk mendapartkan hak patent ini biasanya harus di dahului dengan adanya penemuan.
Dalam hal ini produsen mendapatkan monopoli untuk mendapatkan barang tersebut, misalnya graham
bell untuk pesawat telepon dan thomas edishon untuk bola lamu pijar. Hak paten ini di berikan oleh
departemen kehakiman dan mempunyai masa berlaku tertentu.selama jangka waktu tersebut maka
tidak ada orang lain yang dapat memproduksi barang yang sama, karena jika memproduksi maka akan
di tuntut oleh pengadilan. Kemudian yang ke empat

Anda mungkin juga menyukai