PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tuberkulosis masih merupakan penyakit yang sangat luas didapatkan di
negara berkembang seperti Indonesia, baik pada anak maupun orang dewasa, yang
juga dapat menjadi sumber infeksi. Insiden penyakit tuberculosis menurun drastis
setalah ditemukan kemoterapi. Tetapi pada tahun-tahun terakhir ini penurunan itu
tidak terjadi lagi bahkan insiden penyakit ini cenderung meningkat, begitu pula
yang terjadi di Poli Asma dan Paru-paru Anak RSDK Semarang. Kenaikan ini
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti sosioekonomi, alkoholisme, tunawisma
dan naiknya infeksi HIV/AIDS.
Tujuan Umum
Mampu mengidentifikasi Tuberkulosis pada anak.
Tujuan Khusus
1. Mampu mengetahui definisi tuberculosis.
2. Mampu mengetahui etiologi tuberculosis.
3. Mampu mengetahui manifestasi tuberculosis.
4. Mampu menguraikan patofisiologi tuberculosis
5. Mampu mengetahui asuhan keperawatan pasien tuberculosis.
Sumber
1. Sylvia. A. Price, 1995, Buku Patofisiologi, EGC, Jakarta.
2. Barbara C Long, 1996, Medical Bedah, YIAPK, Bandung.
3. Rosa M Sacharin, 1994, Prinsip Keperawatan Pediatric, EGC, Jakarta.
4. Suriadi, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, CV Sagung Seto, Jakarta.
Strategi Pembelajaran
Penyelesaian tugas kontrak belajar ini melalui strategi sebagai berikut :
1. Membaca buku.
2. Diskusi
3. Observasi ke klien
BAB II
TUBERKULOSIS PARU
A. Etiologi
Tuberkulosi paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh
nycobacterium tuberculosis, yaitu kuman batang tahan asam yang merupakan
organisme pathogen maupun saprofit. Kuman tuberkulosis ini tidak hanya tahan
terhadap asam tetapi juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman
dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan wajar ( dapat tahan
bertahun-tahun dan dalam lemari es ) karena kuman berada dalam sifat dormant.
Dari sifat dormant inilah kuman dapat bangkit kembali lagi dan menjadi
tuberculosis aktif lagi. Perlu diketahui bahwa sifat ini aerob. Hal inilah Yang
menyebabkan paru-paru menjadi tempat predileksi penyakit tuberculosis.
B. Patofisiologi
Kebanyakan penyakit tuberkulosis terjadi melalui airbone, yatu melalui
inhalasi droplet yang mengandung kuman dan basil tuberkel yang berasal dari
orang yang terinfeksi. Infeksi akan dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya
basil tuberkulosis serta daya tahan tubuh manusia. Setelah menghirup, basil
tuberkulosis hidup ke dalam paru-paru, maka terjadi eksudasi dan konsolidasi.
Basil tuberkulosis akan menyebar, histosit mulai mengangkut organisme tersebut
ke kelenjar limfe regional sehingga terbentuk komplek primer dan mengadakan
reaksi eksudasi terjadi sekitar 2 10 minggu ( 6 8 minggu ) pasca infeksi.
Bersamaan dengan terbentuknya kompleks primer terjadi pula hypersensitivitas
terhadap tuberkuloprotein yang dapat diketahui melalui uji tuberculin. Basil
tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu
unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil. setelah berada dalam ruang alveolus
biasanya di bagian bawah lobus atas paru-paru atau di bagian atas lobus bawah
basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan.
Leukosit polimorfunuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit
bakteri tapi tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari pertama leukosit
diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan
timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia selular dapat tumbuh sendiri sehingga
tidak ada sisa yang tertinggal atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus
difagosit didalam sel daerah yang mengalami nekrosis kasescosa dan jaringan
granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan
respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan
parut yang akhirnya membentuk kapsid yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus ghon, dan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon.
Kompleks ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat
yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Penyakit dapat menyebar
melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar
getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil yang kadang-kadang
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain.
C. Pathways
M. Tuberculosis terhirup dari udara
M. bovis masuk ke paru-paru
E. Gambaran Klinis
Keluhan yang dirasakan secara umum adalah :
Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1
bulan dengan penanganan gizi.
Anoreksia dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik secara
adekuat (failure to thrive)
Demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas, dapat disertai
Pembesaran Kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan
biasanya multiple.
Batuk lendir lebih dari 30 hari.
Diare yang tidak sembuh dengan pengobatan diare.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Fisik.
2. Riwayat penyakit.
3. Pemeriksaan Radiologis.
4. Pemerksaan Laboratorium.
Sputum
Darah
Tes Tuberkulin ( Mantoux)
5. Patologi
anatomi : pada kelenjar getah bening, hepar, pleura peritoneum, kulit
ditemukan tuberkel dan basil tahan asam.
6. Uji BCG :
reaksi positif jika setelah mendapat suntikan BCG langsung terdapat reaksi
local yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan.
G. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko
penyebarluasan infeksi berhubungan dengan organisme virulen.
Mencegah perluasan infeksi tidak terjadi.
Tempatkan anak pada ruang khusus.
Pertahankan isolasi yang ketat di rumah sakit pada anak dengan
tuberculosis aktif.
Gunakan prosedur perlindungan infeksi jika melakukan kontak
dengan anak.
Melakukan uji tuberculin dan memberikan penilaian hasil uji
tersebut, mengambil bahan untuk pemeriksaan bakteri (analisa bilasan
lambung pada anak yang masih sangat muda)
Berikan antituberkulosis sesuai order.
2. Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan jaringan paru.
Meningkatkan pertukaran gas yang adekuat.
Memonitor tanda-tanda vital.
Mengobservasi adanya sianosis pada mulut.
Mengkaji irama, kedalaman dan ekspansi pernafasan.
Melakukan auskultasi suara nafas dan mendokumentasikan
adanya suara abnormal (ronki, wheezing)
Mengajarkan cara bernafas efektif.
Memberikan oksigen sesuai indikasi.
Memonitoring hasil analisa gas darah.
3. Tidak
efektifnya pola nafas berhubungan dengan adanya batuk, nyeri dada.
Meningkatkan pola nafas yang efektif dan kepatenan jalan
nafas.
Mengkaji ulang status pernafasan (irama, kedalaman, suara
nafas, penggunaan otot bantu pernafasan, bernafas melalui mulut)
Mengkaji ulang tanda-tanda vital (denyut nadi, irama dan
frekuensi)
Memberikan posisi tidur semi fowler/fowler.
6. Gangguan
aktivitas diversional berhubungan dengan isolasi dari kelompok sebaya.
Membantu memenuhi kebutuhan aktivitas sesuai dengan usia dan
tugas perkembangan.
Memberikan makanan yang menarik untuk memberikan stimulus
yang bervariasi bagi anak.
Melibatkan anak dalam mengatur jadual harian dan memilih
aktivitas yang diinginkan.
Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama di
rumah sakit, manganjurkana anak untuk berhubungan dengan teman
melalui telepon jika memungkinkan.