Anda di halaman 1dari 10

SATWA HARAPAN

Budidaya Tutut (Pila ampullaceal) Sebagai Cemilan Ke Kinian

Oleh:

Nova Nur Afnita

200110140121

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG

2017
Budidaya Tutut (Pila ampullaceal) Sebagai Cemilan Ke Kinian

Tutut atau keong sawah (Pila Ampullacea) adalah sejenis siput air yang
mudah dijumpai diperairan tawar seperti aliran parit, sawah, dan waduk. Keong
sawah ini bentuknya seperti kerucut membulat dengan warna cangkang hijau pekat
sampai hitam.

Tutut mengandung zat gizi makronutrien berupa protein dalam kadar yang
cukup tinggi pada tubuhnya. Kandungan protein di dalam tutut digunakan untuk
memenuhi kebutuhan protein hewani. Tutut juga mengandung mikronutrien berupa
mineral, terutama kalsium yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Menurut Positive
Deviance Resource Centre/PDRC (2014) Keong sawah mengandung protein 12% ,
kalsium 217 mg dalam 100 gram hampir setara dengan segelas susu, rendah
kolesterol, 81 gram air dalam 100 gram tutut, dan sisanya mengandung energi,
protein, kalsium, karbohidrat, dan fosfor. Kandungan vitamin pada tutut cukup
tinggi, dengan dominasi vitamin A, E, niacin dan folat. Oleh sebab itu tutut sangat
baik untuk di konsumsi dan memiliki potensi yang tinggi untuk di budidayakan.

Sistem reproduksi

Perkembangbiakan pada tutut atau keong sawah mengalami seksual atau


perkawinan antara tutut jantan dan tutut betina. Untuk membedakan tutut jantan dan
tutut betina dapat diamati dari ukuran cangkang dan warna tutut. Biasanya, tutut
betina memiliki ukuran cangkang yang lebih besar dari pada tutut jantan, serta
warna tutut betina lebih cerah sedangkan tutut jantan sedikit lebih gelap. Tutut yang
dewasa berukuran panjang 22-26 mm dan berat 10-20 gram per ekornya.

Seperti hewan lainnya, tutut memiliki siklus hidup atau daur hidup. Siklus
hidup dari tutut tergantung dari ketersediaan makanan dan suhu lingkungan
perairan. Tutut mengalami fertilisasi secara internal atau pembuahannya terjadi di
dalam tubuh. Oleh karena itu, daur hidup tutut secara berurutan ialah induk tutut
anakan dewasa. Tutut memiliki produksi tinggi, yaitu dalam sebulan seekor tutut
mampu memproduksi 1.000-1.200 butir telur, tingkat mortalitasnya rendah, dan
siklus hidup hanya 60 hari. Susunan telurnya bergerombol, bertumpukan, berwarna
merah jambu dan menempel pada kayu, tepi pematang, atau tepi kolam. Ukuran
kelompok telur ini panjang 6 cm, lebar 2 cm, dan tebal 1 cm. Tetapi ukuran ini dapat
lebih atau kurang, tergantung pada ukuran tubuh induk betina (Soenardjo,2004).
Setelah menetas anakan keong akan akan kembali ke lingkungan air. Tutut kecil
yang telah dimuntahkan induk akan berkembang menjadi individu dewasa.

Makan di alam

Tutut atau keong sawah hidup secara heterotrof yaitu dengan memakan
ganggang, ataupun sisa-sisa organisme. Pertumbuhan keong sawah ini dipengaruhi
oleh berbagai hal diantaranya bahan organik yang terkandung di dalam perairan
karena bahan organik yang ada di dalam perairan akan menumbuhkan plankton
yang akan menjadi makanan untuk keong sawah. Dengan pemberian pupuk pada
tanah sawah maupun pada kolam ikan akan meningkatkan pertumbuhan keong
sawah. Ada pun yang menyebutkan bahwa, di alam tutut atau keong sawah dapat
mencari makanannya sendiri dari daun-daunan sekitar habitatnya. Menyukain
tanaman seperti daun pisang, daun singkong, daun talas dan daun papaya.
Pemberian pakan dilakukan sehari dua kali.

Kebiasaan di alam

Tutut senang hidup di lahan berlumpur tapi juga relatif bening. Siang hari
tutut ini bersembunyi ke dasar lumpur sehingga sulit dicari dan dikumpulkan,
Malam hari ia menyebar menempel-nempel di batang padi atau tumbuhan lainnya.
Pedagang tutut di pasar tradisional biasanya mengumpulkan keong sawah tersebut
pagi hari, saat tutut masih berada di permukaan air dan menempel-nempel di batang
padi. Beberapa orang siswa SMP 1 Laren, di Lamongan, menemukan metoda
pengumpulan tutut yang lebih efektif, yaitu dengan daun pepaya. Tutut ternyata
menyukai daun pepaya, sehingga daun pepaya yang diletakkan di malam hari, esok
paginya dipenuhi dengan gerombolan tutut.
Teknis penangkaran dan kandangnya

Membudidayakan tutut dapat membuat penangkaran dengan modifikasi


seperti di habitat aslinya. Siapkan kolam pemeliharaan yang di aliri oleh air
mengalir. Kolam yang digunakan bisa berupa kolam semen atau kolam tanah.
Sebaiknya bagian bawah kolam dibuat secara landai, agar keong nantinya dapat
merambat ke permukaan kolam ketika terjadi perubahan suhu air. Gunakan air
sungai, air sumur atau air dari mata air pegunungan untuk membudidaya keong,
sebab keong tidak tahan dengan air limbah. Buat saluran keluar dan masuknya air
agar nantinya terdapat aliran air dalam kolam. Air dapat langsung dialirkan pada
kolam yang sudah ada. Dari satu kolam dengan ukuran 8 meter x 10 meter, bisa
diisi tutut sebanyak 400-500 kg.

Letakkan beberapa ranting bercabang atau bambu yang nantinya bisa


digunakan keong sebagai tempat memanjat dan menempel. Kemudian kolam di
tutup ram agar tutut tidak keluar kolam, karena sifat tutut yang suka merayap.
Mencari calon indukan untuk selanjutnya dikembangbiakan, biasanya calon
indukan di pilih tutut yang ukurannya besar dan bentuk badan yang sehat. Menjaga
kebersihan kolam dengan senantiasa menyingkirkan bahan berbahaya termasuk
limbah kimia agar tidak mengendap di dasar kolam agar keong ini tetap hidup dan
menjaga agar tidak masuk kedalam tubuh mereka sehingga aman di konsumsi.
Pemeliharaan selama beberapa minggu akan meningkatkan bobot tutut dan siap di
panen, atau sekitar 8 minggu. Tidak butuh perhatian ekstra.

Pembuatan pakan buatan

Seperti yang telah di sebutkan sebelumnya bahwa tutut memakan sisa-sisa


organisme maka tidak perlu menyediakan pakan buatan yang lebih rumit di banding
dengan sisa-sisa organisme. Peternak dapat langsung memasukan daun-daunan
misalkan daun papaya, daunt alas, daun singkong da sebagainya. Pemberian pakan
di berikan pada pagi dan sore hari untuk 400-500 kg tutut dalam kolam atau ukuran
kolam sekitar 8m x 10m bisa diberikan pakan berupa dedaunan sebanyak setengah
karung atau seberat 5 kg.
Perkembangbiakan fhytoplankton untuuk pakan tutut
Alat dan Bahan
1. Air kolam
2. Kasa
3. Feses ayam
4. Aerator
5. Aquarium
6. Lampu
Prosedur kerja
1. Pertama tama siapkan air kolam
2. Kedua bungkus feses ayam dengan kasa
3. Ketiga masukan feses ayam yang telah di bungus kedalam aquarium yang
telah di pasang aerator dan lampu
4. Keempat tunggu hingga air menjadi keruh

Penjualan dan ekonomisnya

Keong tutut bisa dijadikan alternatif protein pengganti daging, ayam dan
harganya juga relatif terjangkau. Dengan pengelolaan yang tepat, tutut dapat
dijadikan sumber protein hewani yang bermutu dengan harga yang jauh lebih murah
daripada daging sapi, kambing atau ayam. Bisa di olah menjadi sate, sup keong,
baso, kerupuk, pakan ternak dan sebagainya. Harga yang di jual ke pengepul dari
peternak sekitar Rp.1.000,- sampai dengan Rp. 1.500,- perkilo. Sedangkan jika
sudah mencapai pasar harga penjualan dapat mencapai Rp.2.000,- sampai dengan
Rp.3.000,- perkilo.

SUMBER
Anonim. 2006. jurnal Warta Konservasi Volume 14 No. 3, Juli 2006, tentang Lahan
Basah dari Wetlands International.

Anonim. 2010. Keong. https://bond371.wordpress.com/2010/12/05/keong/.


(Diakses tanggal 10 September 2017)

Anonim. 2014. Positive Deviance Resource Centre/PDRC (2014). Faculty of Public


Health University of Indonesia. Copyright 2014. PDRC | Positive
Deviance Resource Centre. Webmaster by Window Wide Webservice.

Anonim. 2015. Budidaya Tutut dan Keong Emas, Lezat Rasanya Membuat
Pasarnya Ketagihan. http://www.duniawirausaha.com/2012/05/budidaya-
tutut-dan-keong-emas-lezat.html. (Diakses tanggal 9 September 2017)

Anonim. Keong Sawah. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Keong_sawah. (Diakses


pada tanggal 11 September 2017)

Burch, J.B. 1980. A guide to the freshwater snails of the Philipphines.


Malacological Review vol. 13(1/2): 121-143.

Sunarjo dan Susanto. 2006. Hewan sawah dan Keragamannya. Institut Pertanian
Bogor.
Pasar induk nusantara

Anda mungkin juga menyukai