Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KIMIA ANALISIS

TITRASI PENGENDAPAN (ARGENTOMETRI) dan


KURVA TEORITIS

Disusun Oleh :
KELOMPOK 3
Febriansyah 151650042
Dwi Warningsih 151650018
Irenne Yospita Sari 151650051
Nadia Nur Azis 151650015
Novita Fitnianingsih 151650014

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)


KHARISMA PERSADA
D III FARMASI
Jl. Padjajaran, Pamulang Barat, Tangerang Selatan
Tangerang Selatan
2016

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu kimia adalah yang mempelajari tentang komposisi, struktur,
dan sifat kimia atau materi berdasarkan perubahan yang menyertai terjadinya
reaksi kimia atau suatu materi yang diciptakan atau memusnahkan serta dapat
dijelaskan proses atau reaksi yang ditimbulkan dari kejadian tersebut
misalnya terjadi perubahan materi dan energi. (Harjadi, W. 1990)
Dalam percobaan dalam laboratrium kita sebagai mahasiswa kmia
yang sering dipertemukan yang disebut dengan titrasi. Titrasi sendiri
merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat menggunakan zat
lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan
berdasarkan jenis reaksi yang terlibat dalam proses reaksi titrasi, sebagai
contoh bila melibatkan reaksi asam-basa maka disebut sebagai titrasi asam
basa. (Harjadi, W. 1990)
Titrasi adalah metode analisis kuantitatif untuk menentukan kadar
suatu larutan. Dalam titrasi, zat yang akan ditentukan konsentrasinya
diketahui dengan tepat dan disertai penambahan indikator. Titrasi
pengendapan adalah salah satu golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya
merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya ialah
reaksi pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap
penambahan titran, tidak ada pengotor yang mengganggu serta diperlukan
indikator untuk melihat titik akhir titrasi. Hanya reaksi pengendapan yang
dapat digunakan pada titrasi. (Harjadi, W. 1990)
Dalam farmasi reaksi pengendapan telah dipergunakan luas dalam
kimia analitik, dalam titrasi, penentuan gravimetrik, dan dalam pemisahan
sampel menjadi komponen-komponennya. Argentometri merupakan metode
umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang

2
membentuk perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode
argentometrik disebut juga metode pengendapan karena pada argentometri
memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan.
(Harjadi, W. 1990)

B. Tujuan
1. Mampu menjelaskan pengertian titrasi pengendapan (argentometri) dan
metode serta kurva teoritis dalam titrasi pengendapan.
2. Mampu menjelaskan reaksi kesetimbangan pengendapan, ksp serta
penuntun titik ekivalen.
3. Mampu menjelaskan dan mengetahui 3 metode dalam titrasi
pengendapan yaitu, Mohr, Vorhard, dan Fajans serta penerapannya

C. Manfaat
Dapat mengetahui bagaimana memahami materi tentang analisis argentometri
yang termasuk ke dalam analisis kuantitatif dan kualitatif.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan

konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan

sejumlah contoh tertentu yang akan dianalisis. Contoh yang akan dianalisis

dirujuk sebagai larutan yang tidak diketahui. Prosedur analitis yang melibatkan

titrasi dengan larutan-larutan yang konsentrasinya diketahui disebut analisis

volumetrik. (Khopkar, S. M. 1990.)

Pada proses titrasi, pereaksi ditambahkan secara bertetes-tetes ke dalam

analit, biasanya menggunakan buret. Pereaksi adalah barutan standar yang

konsentrasinya telah diketahui dengan pasti dengan cara distandarisasi.

Penambahan pereaksi dilakukan terus menerus hingga tercapai ekivalen antara

pereaksi dan analit, keadaan ini disebut titik ekivalen. Agar dapat mengetahui

kapan terjadinya ekivalen antara pereaksi dan analit, para kimiawan

menambahkan zat kimia yang dinamakan indikator. Indikator akan memberi

tanggapan berupa perubahan warna larutan, terbentuknya endapan atau

terbentuknya senyawa kompleks berwarna. Saat terjadinya tanggap tersebut

disebut titik akhir titrasi. (Khopkar, S. M. 1990.)

Kunci keberhasilan suatu titrasi adalah mendapatkan secara tepat volume

zat mentitrasi (titran) yang dapat bereaksi dengan suatu volume zat dititrasi

hingga dari perbandingan volume itu dapat dihitung konsentrasi zat yang

diketahui. Pada penelitian ini digunakan titrasi pengendapan, yaitu suatu titrasi

4
antara dua zat yang menghasilkan endapan, Pada tercapainya titik akhir titrasi, ion

mentitrasi akan berlebihan dan dapat dinyatakan dengan indikator yang sesuai.

Reaksi pada cara titrasi ini hampir selalu antara Ag+ dengan ion halida dan

tiosianat, dan sering disebut argentometri. (Khopkar, S. M. 1990.)

Titrasi argentometri adalah titrasi dengan menggunakan perak nitrat

sebagai titran dimana akan terbentuk garam perak yang sukar larut. Titrasi

argentometri terdapat 3 metode, yaitu metode mohr, metode volhard, dan metode

fajans. Dasar titrasi argentometri adalah reaksi pengendapan (presipitasi)

dimana zat yang hendak ditentukan kadarnya diendapkan oleh larutan baku

AgNO3. Zat tersebut misalnya garam-garam halogenida (Cl, Br, I), sianida (CN),

tiosianida (SCN), dan fosfat. Titrasi argentometri ialah titrasi dengan

menggunakan perak nitrat sebagai titran dimana akan terbentuk garam perak

yang sukar larut. Metode argentometri disebut juga sebagai metode pengendapan

karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak

larut atau endapan. Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan

kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan

perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. (Khopkar, S. M. 1990)

Titrasi argenometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara

Mohr, hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator

yang digunakan dalam cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau

fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah

AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion

dan indikator yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh

5
permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat

diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam

indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada

dalam lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit

AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan

berada pada lapisan sekunder. (Khopkar, S. M. 1990)

6
BAB III
PEMBAHASAN

A. Reaksi Kesetimbangan
Reaksi kesetimbangan adalah reaksi yang berlangsung secara dua arah atau
reaksi yang berlangsung bolak balik. Reaksi keseimbangan yang berlangsung
secara dinamis, berlangsung secara terus menerus tanpa henti dengan
konsentrasi zat berlangsung pada arah reaksinya.
1. Reaksi satu arah ( Irrevesible)
Reaksi yang berlangsung searah, atau reaksi yang tidak dapat balik,
artinya : zat-zat asil reaksi yang tidak dapat kembali membentuk zat
pereaksi. Contohnya kertas yang terbakar, tidak mungkin bisa menjadi
kertas lagi.
Ciri-ciri reaksi satu arah sebagai berikut :
1) Reaksi di tulis dengan satu anak panah
2) Reaksi berlangsung satu arah dari kiri ke kanan.
3) Zat hasil reaksi tidak dapat di kembalikan seperti zat mula-mula.
4) Reaksi baru berhenti apabila salah satu atau semua akan reaktan
habis
Contoh :
1) NaOH(aq)+HCI(aq)NaCl(aq)+H2O(1)
Pada reaksi tersebut NaOH habis beraksi dengan HCl membentuk
NaCl dan air.
NaCl dan air tidak dapat beraksi kembali menjadi NaOH dan HCl.
2) Mg(s)+ 2 HCl(aq) MgCl2(aq)+H2(g)
Mg habis bereaksi dengan HCl membentuk MgCl2 dan gas H2
MgCl2 dan H2 tidak dapat bereaksi kembali membentuk Mg dan
HCl.

7
2. Reaksi bolak-balik (Reversible)
Reaksi yang berlangsung dua arah, dan zat-zat hasil reaksi dapat kembali
membentuk zat pereaksi. Kesetimbangan dinamis dapat terjadi bila reaksi
bolak-balik. Contohnya: es mencair, memasak air dalam wadah tertutup,
air hujan, dan lain-lain.
Ciri-ciri reaksi bolak-balik:
1) Reaksi ditulis dengan dua anak panah
2) Reaksi berlangsung dari dua arah, yaitu dari kiri ke kanan dan dari
kanan kekiri.
3) Zat hasil reaksi dapat dikembalikan seperti zat mula-mula.
4) Reaksi tidak pernah berhenti karena komponen zat tidak pernah
habis.
Contoh:
Reaksi: PbSO4(s)+2Nal(aq) Pbl2(s)+Na2SO4(aq)
Endapan Pbl yang terbentuk dapat direaksikan dengan cara
menambahkan larutan Na2SO4 berlebih.
Pbl2(s)+Na2SO4(aq) PbSO4(s)+2Nal(aq)
Dalam menuliskan reaksi bolak-balik, kedua reaksi dapat
digabungkan sebagai berikut: PbSO4(s)+2Nal(aq) Pbl2(s)+2Nal(aq)

B. Reaksi pengendapan (Argentometri)


Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan
pembentukan endapan dari garam yang tidak mudah larut antara titrant dan
analit. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi jenis ini adalah pencapaian
keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan pada
analit, tidak adanya interferensi yang menggangu titrasi, dan titik akhir titrasi
yang mudah diamati. (Underwood. 1992)

8
Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah
melibatkan reaksi pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion
perak Ag+. Titrasi ini biasanya disebut sebagai Argentometri yaitu titrasi
penentuan analit yang berupa ion halida (pada umumnya) dengan
menggunakan larutan standart perak nitrat AgNO3. Titrasi argentometri tidak
hanya dapat digunakan untuk menentukan ion halide akan tetapi juga dapat
dipakai untuk menentukan merkaptan (thioalkohol), asam lemak, dan
beberapa anion divalent seperti ion fosfat PO4- dan ion arsenat AsO4-.
(Underwood. 1992)
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang
berarti perak. Jadi Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan
kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar
pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi argentometri, zat
pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar
garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang
digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam
dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan. (Underwood. 1992)
Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak
mudah larut antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai
adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi
dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl.
(Underwood. 1992)
Ag(NO3)(aq) + NaCl(aq) -> AgCl(s) + NaNO3(aq)
Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion
perak akan bereaksi dengan indikator. Indikator yang dipakai biasanya adalah
ion kromat CrO4 dimana dengan indikator ini ion perak akan membentuk
endapan berwarna coklat kemerahan sehingga titik akhir titrasi dapat diamati.
Inikator lain yang bisa dipakai adalah tiosianida dan indikator adsorbsi.
Berdasarkan jenis indikator dan teknik titrasi yang dipakai maka titrasi
argentometri dapat dibedakan atas Argentometri dengan metode Mohr,
Volhard, atau Fajans. Selain menggunakan jenis indikator diatas maka kita

9
juga dapat menggunakan metode potensiometri untuk menentukan titik
ekuivalen. (Underwood. 1992)
Ketajaman titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan yang
terbentuk dari reaksi antara analit dan titrant. Endapan dengan kelarutan yang
kecil akan menghasilkan kurva titrasi argentometri yang memiliki kecuraman
yang tinggi sehingga titik ekuivalen mudah ditentukan, akan tetapi endapan
dengan kelarutan rendah akan menghasilkan kurva titrasi yang landai
sehingga titik ekuivalen agak sulit ditentukan. Hal ini analog dengan kurva
titrasi antara asam kuat dengan basa kuat dan anatara asam lemah dengan
basa kuat. (Underwood. 1992)

C. Kurva Teoritis Dalam Titrasi Pengendapan (Argentometri)


Biasanya pada titrasi argentometri, kurva titrasi biasanya di buat dengan cara
memplotkan pAg melawan penambahan volume titran. Yang perlu di ingat
disini adalah bahwa kenaikan nilai pAg berarti menurunnya konsentrai ion
Ag+. Selama titrasi berlangsung, keseimbangan endapan yang terdapat dalam
analit menentukan harga pAg. Sebagai contoh:
Kita akan membuat kurva titrasi antara analit 0,1 M KSCN 50 mL dengan
titran 0.1 AgNO3 dengan harga Ksp AgSCN 4.9x10exp-13 (baca 10 pangkat
minus 13).
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

10
Yang perlu di perhtikan dalam perhitungan disini adalah tiga hal berikut
ini:
sebelum titik ekuivalen maka pAg dikontrol oleh sisa konsentrasi SCN-
Pada titik ekuivalen maka pAg di hitung dari Ksp secara langsung
Setelah titik ekuivalen pAg di kontrol oleh kelebihan konsentrasi Ag+

Sebelum titik ekuivalen:


1. 10 mL penambahan titrant pAg tidak dapat dihitung disebabkan
konsentrasi
Ag+ belum ada dalam larutan, yang artinya Ksp harganya 0.
2. 10 mL titran ditambahkan
pAg = log (Ksp / [SCN-] sisa)
[SCN-]sisa = [ (M KSCN total . V KSCN total) (M AgNO3 . V
AgNO3) ]/ Vtotal

3. 25 mL titran ditambahkan

Pada saat titik ekuivalen terjadi:


50 mL titran ditambahkan
Didalam larutan hanya terdapat endapan AgSCN

Setelah titik ekuvalen terlewati:


75 mL titran ditambahkan
[Ag+] dikontrol dengan kelebihan titrant yang ditambahkan, dimana
kelarutan dari endapan diabaikan dalam perhitungan
pAg = log [Ag+]

11
dengan
[Ag+] = [(M AgNO3 . V AgNO3) yg ditambahkan (M KSCN . V KSCN)
total)]/Vtotal

100 mL titran ditambahkan

Jika kita plotkan hasil diatas maka akan diperoleh gambar kurva titrasi
sebagai berikut:

Gambar 1. Kurva titrasi argentometri (Bassett, J. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia
Analisis Kuantitatif Anorganik. Buku Kedokteran : EGC. Jakarta)

12
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengendapan (Argentometri)
Keberhasilan proses pengendapan sangat dipengaruhi oleh berbagai macam
faktor diantaranya temperatur, sifat alami pelarut, pengaruh ion lain, pH,
hidrolisis, dan pembentukan kompleks. Pengaruh ini dapat kita jadikan
sebagai dasar untuk memahami titrasi argentometri dan gravimetri. (Kartika,
E.Y., 2014)
1. Temperatur
Kelarutan semakin meningkat dengan naiknya suhu, jadi dengan
meningkatnya suhu maka pembentukan endapan akan berkurang
disebabkan banyak endapan yang berada pada larutannya.
2. Sifat alami pelarut
Garam anorganik mudah larut dalam air dibandingkan dengan pelarut
organik seperti alkohol atau asam asetat. Perbedaan kelarutan suatu zat
dalam pelarut organik dapat dipergunakan untuk memisahkan campuran
antara dua zat. Setiap pelarut memiliki kapasitas yang berbeda dalam
melarutkan suatau zat, begitu juga dengan zat yang berbeda memiliki
kelarutan yang berbeda pada pelarut tertentu.
3. Pengaruh ion sejenis
Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang
mengandung ion sejenis dibandingkan dalam air saja. Sebagai contoh
kelarutan Fe(OH)3 akan menjadi kecil jika kita larutkan dalam larutan
NH4OH dibanding dengan kita melarutkannya dalam air, hal ini
disebabkan dalam larutan NH4OH sudah terdapat ion sejenis yaitu OH-
sehingga akan mengurangi konsentrasi Fe(OH)3 yang akan terlarut. Efek
ini biasanya dipakai untuk mencuci endapan dalam metode gravimetri.

4. Pengaruh pH
Kelarutan endapan garam yang mengandung anion dari asam lemah
dipengaruhi oleh pH, hal ini disebabkan karena penggabungan proton
dengan anion endapannya. Misalnya endapan AgI akan semakin larut

13
dengan adanya kenaikan pH disebabkan H+ akan bergabung dengan I-
membentuk HI.
5. Pengaruh hidrolisis
Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air maka akan dihasilkan
perubahan konsentrasi H+ dimana hal ini akan menyebabkan kation
garam tersebut mengalami hidrolisis dan hal ini akan meningkatkan
kelarutan garam tersebut.
6. Pengaruh ion kompleks
Kelarutan garam yang tidak mudah larut akan semakin meningkat dengan
adanya pembentukan kompleks antara ligan dengan kation garam
tersebut. Sebagai contoh AgCl akan naik kelarutannya jika ditambahkan
larutan NH3, hal ini disebabkan karena terbentuknya kompleks
Ag(NH3)2Cl.

E. Metode Dalam Titrasi Pengendapan (Argentometri)


1. Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna)
Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida
dan bromida dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dan
penambahan K2CHO4 sebagai indikator. Konsentrasi ion klorida dalam
suatu larutan dapat ditentukan dengan cara titrasi dengan larutan standart
perak nitrat. Endapan putih perak klorida akan terbentuk selama proses
titrasi berlangsung dan digunakan indikator larutan kalium kromat encer.
Setelah semua ion klorida mengendap maka kelebihan ion Ag+ pada saat
titik akhir titrasi dicapai akan bereaksi dengan indikator membentuk
endapan coklat kemerahan Ag2CrO4. Prosedur ini disebut sebagai titrasi
argentometri dengan metode Mohr. (Keenan, C.W., 1998)
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Ag+(aq) + Cl-(aq) -> AgCl(s) (endapan putih)
Ag+(aq) + CrO42-(aq) -> Ag2CrO4(s) (coklat kemerahan)

14
Penggunaan metode Mohr sangat terbatas jika dibandingkan
dengan metode Volhard dan Fajans dimana dengan metode ini hanya
dapat dipakai untuk menentukan konsentrasi ion Cl- , CN-, dan Br-.
Titrasi argentometri dengan metode Mohr banyak dipakai untuk
menentukan kandungan klorida dalam berbagai contoh air, misalnya air
sungai, air laut, air sumur, air hasil pengolahan industri sabun, dan
sebgainya.
Yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi dengan metode
Mohr adalah titrasi dilakukan dengan kondisi larutan berada pada pH
dengan kisaran 6,5-10 disebabkan ion kromat adalah basa konjugasi dari
asam kromat. Oleh sebab itu jika pH dibawah 6,5 maka ion kromat akan
terprotonasi sehingga asam kromat akan mendominasi di dalam larutan
akibatnya dalam larutan yang bersifat sagat asam konsentrasi ion kromat
akan terlalu kecil untuk memungkinkan terjadinya endapan Ag2CrO4
sehingga hal ini akan berakibat pada sulitnya pendeteksian titik akhir
titrasi. Pada pH diatas 10 maka endapan AgOH yang berwarna
kecoklatan akan terbentuk sehingga hal ini akan menghalangi
pengamatan titik akhir titrasi. Analit yang bersifat asam dapat
ditambahkan kalsium karbonat agar pH nya berada pada kisaran pH
tersbut atau dapat juga dilakukan dengan menjenuhkan analit dengan
menggunakan padatan natrium hidrogen karbonat. (Keenan, C.W., 1998)
Disebabkan kelarutan AgCl dan Ag2CrO4 dipengaruhi oleh suhu
maka semua titrasi dilakukan pada temperature yang sama. Pengadukan/
pengocokan selama larutan standar ditambahkan sangat dianjurkan
disebabkan hal ini dapat mempermudah pengamatan pencapaian titik
akhir titrasi dan perak kromat yang terbentuk sebelum titik akhir titrasi
dicapai dapat dipecah sehingga terlarut kembali. (Keenan, C.W., 1998)
Larutan silver nitrat dan endapan perak klorida yang terbentuk
harus dilindungi dari sinar matahari hal ini disebabkan perak klorida
dapat terdekomposisi menurut reaksi berikut:
AgCl(s) -> Ag(s) + Cl2(g)

15
Konsentrasi ion perak pada saat terjadi titik equivalent titrasi
klorida ditentukan dari harga Ksp AgCl yaitu:
[Ag+] = (Ksp AgCl)exp1/2 = 1.35 x 10-5 M
Dan konsentrasi ion kromat yang diperlukan untuk inisiasi
terbentukanya endapan perak kromat adalah sebagai berikut:
[CrO42-] = Ksp / [Ag+]exp2 = 0,0066 M
Pada dasarnya untuk mencapai terbentuknya endapan perak
kromat maka konsentrasi ion kromat sejumlah tersebut harus
ditambahkan akan tetapi konsentrasi ion kromat sejumlah tersbut
menyebabkan terbentuknya warna kuning yang sangat intensif pada
larutan analit sehingga warna perak kromat akan susah sekali untuk
diamati oleh sebab itu maka konsentrasi dibawah nilai tersebut sering
digunakan.
Konsekuensi dari penurunan nilai konsentrasi ion kromat ini
akan menyebebabkan semakin banyaknya ion Ag+ yang dibutuhkan agar
terbentuk endapan Ag2CrO4 pada saat terjadinya titik akhir titrasi, dan hal
lain yaitu tidak mudahnya pengamatan warna Ag2CrO4 diantara warna
putih AgCl yang begitu banyak akan mendorong semakin besarnya
jumlah Ag2CrO4 yang terbentuk.
Dua hal ini akan mempengaruhi keakuratan dan kepresisian
hasil analisis oleh sebab itu diperlukan blanko untuk mengoreksi hasil
ditrasi. Blanko diperlakukan dengan metode yang sama selama analisis
akan tetapi tanpa kehadiran analit. (Keenan, C.W., 1998)

2. Metode Volhard
Metode Volhard di gunakan untuk meneapkan konsentrasi ion
klorida, iodide, bromide dan yang lainnya dapat ditentukan dengan
menggunakan larutan standar perak nitrat. Larutan perak nitrat
ditambahkan secara berlebih kepada larutan analit dan kemudian

16
kelebihan konsentrasi larutan Ag+ dititrasi dengan menggunakan larutan
standar tiosianida (SCN-) dengan menggunakan indikator ion Fe3+. Ion
besi(III) ini akan bereaksi dengan ion tiosianat membentuk kompleks
yang berwarna merah. (Soebiyanto, Hidayati, N., dan Sulistyawati, D.,
2012)
Reaksi yang terjadi dalam titrasi argentometri dengan metode
volhard adalah sebagai berikut:
Ag+(aq) + Cl-(aq) -> AgCl(s) (endapan putih)
Ag+(aq) + SCN-(aq) -> AgSCN(s) (endapan putih)
Fe3+(aq) + SCN(aq) -> Fe(SCN)2+ (kompleks berwarna merah)
Titrasi dengan cara ini disebut sebagai titrasi balik atau titrasi
kembali. Mol analit diperoleh dari pegurangan mol perak mula-mula
yang ditambahkan dengan mol larutan standar tiosianat. Karena
perbandingan mol dari reaksi adalah 1:1 semua maka semua hasil diatas
dapat langsung dikurangi.
Mol analit = mol Ag+ total mol SCN
Aplikasi dari argentometri dengan metode Volhard ini adalah
penentuan konsentrasi ion halide. Kondisi titrasi denga metode Volhard
harus dijaga dalam kondisi asam disebabkan jika laruran analit bersifat
basa maka akan terbentuk endapat Fe(OH)3. Jika kondisi analit adalah
basa atau netral maka sebaiknya titrasi dilakukan dengan metode Mohr
atau fajans. (Soebiyanto, Hidayati, N., dan Sulistyawati, D., 2012)
3. Motode Fajans (Indikator Absorbsi)
Indikator adsorbsi dapat dipakai untuk titrasi argentometri.
Titrasi argentometri yang menggunakan indikator adsorbsi ini dikenal
dengan sebutan titrasi argentometri metode Fajans. Sebagai contoh
marilah kita gunakan titrasi ion klorida dengan larutan standart Ag+.
Dimana hasil reaksi dari kedua zat tersebut adalah:
Ag+(aq) + Cl-(aq) -> AgCl(s) (endapan putih)
Endapan perak klorida membentuk endapan yang bersifat
koloid. Sebelum titik ekuivalen dicapai maka endapat akan bermuatan

17
negative disebakkan teradsorbsinya Cl- di seluruh permukaan endapan.
Dan terdapat counter ion bermuatan positif dari Ag+ yang teradsorbsi
dengan gaya elektrostatis pada endapat. Setelah titik ekuivalen dicapai
maka tidak terdapat lagi ion Cl- yang teradsorbsi pada endapan sehingga
endapat sekarang bersifat netral.
Kelebihan ion Ag+ yang diberikan untuk mencapai titik akhir
titrasi menyebabkan ion-ion Ag+ ini teradsorbsi pada endapan sehingga
endapan bermuatan positif dan beberapa ion negative teradsorbsi dengan
gaya elektrostatis sebagai penghasil ion.
Indikator adsorbsi merupakan pewarna, seperti
diklorofluorescein yang berada dalam keadaan bermuatan negatif dalam
larutan titrasi akan teradsorbsi sebagai penghasil ion pada permukaan
endapan yang bermuatan positif. Dengan terserapnya ini maka warna
indikator akan berubah dimana warna diklorofluorescein menjadi
berwarna merah muda.Titrasi argenometri dengan cara fajans adalah
sama seperti pada cara Mohr, hanya terdapat perbedaan pada jenis
indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam cara ini
adalah indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam
anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga
suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion da
indikator yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap
oleh permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna.
Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi ada titik ekuivalen antara lain
dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik
ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah
tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl-
akan digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan
sekunder. (Soebiyanto, Hidayati, N., dan Sulistyawati, D., 2012)

F. Cara Menentukan Titik Ekivalen

18
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa,
antara lain:
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi
dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titran
untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut
adalah titik ekuivalen.
2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan dua hingga tiga
tetes (sedikit mungkin) pada titran sebelum proses titrasi dilakukan.
Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat
inilah titrasi dihentikan. Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa
adalah indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH.
Pada umumnya cara kedua lebih dipilih karena kemudahan dalam
pengamatan, tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis,
walaupun tidak seakurat dengan pH meter. Gambar berikut merupakan
perubahan warna yang terjadi jika menggunakan indikator fenolftalein.
(Keenan, C.W., 1998)

Sebelum mencapai titik ekuivalen Setelah mencapai titik ekuivalen

Titik ekivalen adalah keadaan disaat terjadinya kesetaraan mol antara zat
yang dititrasi dan zat pentitrasi.
Titik akhir titrasi adalah keadaan waktu menghentikan titrasi, jika
menggunakan indikator yaitu pada saat indikator berubah warna

19
G. HASIL KALI KELARUTAN (KSP)
Kelarutan merupakan jumlah atau konsentrasi maksimum zat yang dapat larut
dalam jumlah pelarut. kelarutan setiap zat memiliki harga yang berbeda-beda.
Kelarutan adalah jumlah maksimum zat yang dapat larut dalam sejumlah
pelarut tertentu. Kelarutan dapat dihitung:

= s = kelarutan (M)

n = jumlah mol terlarut (mol)


V = volume terlarut (L)
Semakin besar nilai kelarutan suatu zat, maka semakin mudah larut zat
tersebut dalam pelarut tertentu. Zat-zat yang sukar larut jika dilarutkan akan
mengalami kesetimbangan antara zat padat yang tidak larut. Contoh :
MA= (s) M+(aq)+A-(aq)
Karena reaksinya berupa reaksi kesetimbangan maka akan memiliki
tetapan, kesetimbangan yang disebut tetapan hasil kali kelaruta (sosulobiliti
product contsant) dan dilambangkan Ksp
Konstanta hasil kali kelarutan (Ksp) adalah tetapan kesetimbangan
yang terdapat pada basa dan garam yang sukar larut. Pelarutan zat tergolong
reaksi kesetimbangan yang terjadi antara zat padat dengan ionnya. Bentuk
umum konstanta hasil kali kelarutan:
Ksp = [Kat+] [An-]
Contoh:
Konstanta hasil kali kelarutan CaCO3 adalah:
CaCO3(aq) Ca2+ (aq) + CO32- (aq)
Ksp CaCO3 = [Ca2+] + [CO32-]
Konstanta hasil kali kelarutan akan berubah bila suhu diubah, dan tetap bila
suhu tidak berubah.

Hubungan Kelarutan Dengan Ksp


Kelarutan dapat dihitung dari nilai Ksp begitu pula sebaliknya. Menentukan
Ksp dari kelarutan, misalnya:
Jika konsentrasi Ag2SO4 2Ag+ + SO42-

20
(Menentukan konsentrasi ion-ionnya menggunakan prinsip
stoikiometri/perbandingan koefisien).
Ksp = [Ag+]2 + [SO4]2-
= (2s)2. (s)
= 4s2. S
= 4s3
Jadi nilai kspnya adalah 4s3

Meramalkan Ksp berdasarkan pengendapan


Harga Ksp suatu elektrolit dapat digunakan untuk memperkirakan apakah
elektrolit tersebut dapat larut atau mengendap dalam suatu larutan.
Semakin besar harga Ksp suatu senyawa, maka semakin mudah larut
senyawa tersebut.
Dengan membandingkan harga Ksp dengan harga hasil kali konsentrasi
ion-ion (Qc) yang ada dalam larutan yang dipangkatkan dengan koefisien
reaksi masing-masing, maka ada tiga kemungkinan yang akan terjadi jika
dua buah larutan elektrolit dicampurkan, yaitu:
- Jika Qc < Ksp, larutan belum jenuh (tidak ada endapan)
- Jika Qc = Ksp, larutan tepat jenuh (belum terbentuk endapan)
- Jika Qc > Ksp, larutan lewat jenuh (terbentuk endapan)

Contoh Soal :
1. Jika dalam suatu larutan terkandung Pb(NO3)2 0,02 M dan HCl 0,02 M,
dapatkah terjadi endapan PbCl2? (Ksp PbCl2 = 1,7 105)
2. 500 mL larutan Pb(NO3)2 103 M dicampurkan dengan 1 liter larutan
NaI 102 M. Jika diketahui Ksp PbI2 = 6.109, Tentukan apakah terbentuk
endapan atau belum?
Jawaban :
1. PbCl2 Pb2+ + 2Cl
[Pb2+] = 0,02 M
[Cl] = 0,02 M

21
Qc = [Pb2+] [Cl]2 = 0,02 (0,02)2 = 8 106
Karena Qc < Ksp PbCl2, maka PbCl2 dalam larutan itu tidak akan
mengendap.

2. Jawaban:
Mol Pb2+ = V . M
= 0,5 liter 103 M = 5 . 104 mol
Mol I = V . M
= 1,0 liter 102 M = 1 . 102 mol
Konsentrasi setelah pencampuran:
[Pb2+] = mol Pb2+/ volum total
= 5 . 104mol /1,5 L = 3,33 . 104 M
[I] = mol I / volum total
= 1 . 102 mol/1,5 L
= 6,67 . 103 M
Qc = [Pb2+][I] 2
= (3,33 . 104) (6,67 . 103) 2
= 1,48.108 M
Harga Qc > Ksp maka terjadi pengendapan PbI2

22
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Reaksi kesetimbangan adalah reaksi yang berlangsung secara dua arah
atau reaksi yang berlangsung bolak balik. Reaksi keseimbangan yang
berlangsung secara dinamis, berlangsung secara terus menerus tampa
henti dengan konsentrasi zat berlangsung pada arah reaksinya.
2. Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan
konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap
dengan sejumlah contoh tertentu yang akan dianalisis.
3. Konstanta hasil kali kelarutan (Ksp) adalah tetapan kesetimbangan yang
terdapat pada basa dan garam yang sukar larut.
4. Titrasi argentometri adalah titrasi dengan menggunakan perak nitrat
sebagai titran dimana akan terbentuk garam perak yang sukar larut.
Titrasi argentometri terdapat 3 metode, yaitu metode mohr, metode
volhard, dan metode fajans.
5. Titik ekivalen adalah keadaan disaat terjadinya kesetaraan mol antara zat
yang dititrasi dan zat pentitrasi. Sedangkan titik akhir titrasi adalah
keadaan waktu menghentikan titrasi, jika menggunakan indikator yaitu
pada saat indikator berubah warna.

B. Saran
Dalam menentukan reaksi kesetimbangan pengendapan (argentometri)
mahasiswa harus mengetahui metode-memetode dalam titrasi pengendapan.
Mahasiswa mampu menentukan Ksp dan titik ekivalen dari suatu reaksi kimia
yang berlangsung.

23
DAFTAR PUSTAKA

Bassett, J. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Buku
Kedokteran : EGC. Jakarta.
Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia. Jakarta.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia.
Jakarta.
Day, RA. Jr dan Al Underwood. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif edisi
kelima. Erlangga. Jakarta.
Kartika, E.Y., 2014, Titrasi Argentometri dengan Cara Mohr, Jurnal Kimia
Analitik
2, Vol.1, No.1.
Keenan, C.W., 1998, Kimia untuk Universitas, Erlangga, Jakarta.
Khopkhar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta.
Setiorini, S., dan Handoyo, 2010, Analisa Kadar Klorida Pada Kantong Teh
Celup
Serta Pengaruhnya Terhadap Mutu Teh Jurnal Penelitian Kesehatan
Suara Forikes, Vol.1, No.2.
Soebiyanto, Hidayati, N., dan Sulistyawati, D., 2012, Konsentrasi Argentometri
Mohr Indikator Terkontrol Argentometri Mohr, Jurnal Makara
Sains, Vol. 5, No.1.

24

Anda mungkin juga menyukai