DISUSUN OLEH :
GENI MAULIZA
RESI IRAWATI
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pemenuhan kebutuhan pasien akan obat dan informasi serta memberikan pelayanan yang
memuaskan pada pasien rawat jalan adalah orientasi utama dalam pelayanan kefarmasian. Faktor
penting untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi pasien rawat jalan adalah pendistribusian obat.
Tujuan utama distribusi obat adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan tepat waktu,
tepat jenis dan tepat jumlah (Permenkes, 2014). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan no 129 tahun
2008, standar minimal pelayanan rumah sakit memiliki indikator waktu tunggu pelayanan farmasi untuk
obat jadi yaitu 30 menit dan pelayanan farmasi untuk obat racik yaitu 60 menit (Kepmenkes, 2008).
Model service quality merupakan acuan dalam riset pemasaran dalam hal pendekatan
kualitas pelayanan jasa. Dalam pendekatan ini ditegaskan bahwa jika kinerja pada suatu atribut
meningkat lebih besar daripada harapan atas atribut yang bersangkutan, maka kepuasan dan
kualitas pelayanan pun akan meningkat, demikian pula sebaliknya. Pemenuhan kebutuhan
sampai penilaian dari sudut pandang pelanggan menjadi patokan nilai suatu pelayanan terbaik
berdasarkan profit strategy (Tjiptono dkk, 2011).
Dalam melakukan pelayanan, unit farmasi di setiap rumah sakit memiliki perencanaan,
pengadaan, pendistribusian dan evaluasi yang tentunya dilakukan guna meningkatkan kualitas
pelayanan farmasi dan guna mencapai tujuan yang telah ditargetkan, diantaranya
meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di rumah sakit, memberikan
pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas, keamanan dan efisiensi penggunaan obat,
meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain yang terkait dalam
pelayanan farmasi, serta melaksanakan kebijakan obat dirumah sakit dalam rangka
meningkatkan penggunaan obat secara rasional (Pudjaningsih, 2006).
Pelayanan farmasi memiliki kualitas dan memberikan kepuasan kepada pasien, maka
pihak rumah sakit harus memperhatikan berbagai dimensi yang dapat menciptakan dan
meningkatkan kualitas pelayanan farmasinya. Lima dimensi kualitas pelayanan tersebut disusun
sesuai urutan tingkat kepentingan relatifnya yaitu reliabilitas, daya tanggap, jaminan, empati,
dan bukti fisik (Tjiptono dkk, 2011). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
kualitas pelayanan farmasi rawat jalan yang diukur menggunakan waktu penyelesaian resep
dokter di Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
2
I.2PERUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Berapa lama penyelesaian resep yang memberikan jaminan kepuasan terhadap pasien?
2. Bagaimana cara meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan farmasi dirumah
sakit?
3. Bagaimana kualitas pelayan farmasi dirumah sakit?
Untuk mengetahui berapa lama penyelesaian resep yang memberikan kepuasan terhadap
pasien dirumah sakit.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut WHO (World health Organization ), rumah sakit adalah bagian integral dari
suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakanpelayanan paripurna
(komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada
masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat
penelitian medik
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas di rumah
sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk
keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar dan Amalia, 2004)
1. Menyediakan informasi tentang obat-obatan kepada tenaga kesehatan lainnya, tujuan yang
ingin dicapai mencakup mengidentifikasikan hasil pengobatan dan tujuan akhir pengobatan,
agar pengobatan dapat diterima untuk terapi, agar diterapkan penggunaan secara rasional,
memantau efek samping obat dan menentukan metode penggunaan obat.
3. Memantau penggunaan obat apakah efektif, tidak efektif, reaksi yang berlawanan, keracunan
dan jika perlu memberikan saran untuk memodifikasi pengobatan.
4
6. Berpartisipasi dalam pengelolaan obat-obatan untuk pelayanan gawat darurat.
dengan:
a) Nilai Ilmiah adalah Pekerjaan Kefarmasian harus didasarkan pada ilmu pengetahuan dan
teknologi yang diperoleh dalam pendidikan termasuk pendidikan berkelanjutan maupun
pengalaman serta etika profesi.
5
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009, tujuan pengaturan pekerjaan
kefarmasian adalah untuk:
3. Memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan tenaga kefarmasian. Pelaksanaan
pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian berupa:
Apotek
Instalasi farmasi rumah sakit
Puskesmas
Klinik
Toko obat atau
Praktek bersama
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian dari fasilitas pelayanan kefarmasian
Dan bagian yang tidak terpisahkandari system pelayanan kesehatan RS yang berorientasi
kepada pelayanan pasien penyediaaan obat yang bermutu, termasuk pelayana farmasi klinik,
yang terjangkau bagi semua laisan masyarakat.
Pelayanan kefarmasian semakin berkembang, tidak terbatas hanya pada penyiapan obat
dan penyerahan obat pada pasien, tetapi perlu melakukan I nteraksi dengan pasien dan
profesional kesehatan lainnya dengan melaksanakan pelayanan pharmaceuticalcare secara
menyeluruh oleh tenaga farmasi.
6
Tujuan pelayanan farmasoi rumah sakit adalah pelayanan farmasi yang paripurna
sehingga dapat: tepat pasien, tetap dosis, tepat cara pemakaian, tepat kombinasi, tepat wakyu
dan tepat harga. Pasien diharapkan mendapatkan pelayanan yangdianggap perlu oleh farmasi
sehingga pasien mendapatkan pengobatan yang efektif, efisien, aman, rasional, bermutu dan
terjangkau.
Tuntatan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi, mengharuskan adanya
perubahan pelaynan dari paradigm lama( drug oriented) keparadigma baru (patient oriented)
dengan filososfi pharmaceutical care. Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang
terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah yang
berhubungan dengan kesehatan
Pelaksanaan farmasi terdiri dari 4 pelayanan yaitu: pelayanan obat non resep ,
komunikasi-informasi-edukasi (KIE), pelayanan pobat resep dan pengelolaan obat
Pelayanan obat non resep
Pelayanan obat non resep merupakan pelayanan kepada pasien yang ingi
melakukan pengobatan sendiri dikenal dengn swamedikasi. Obat untuk
swamedikasi meliputi obat-obat yang dapat digunakan tanpa resep obat wajib
apotik (OWA),obat bebas terbatas (OBT) dan obat bebas (OB).
Pelayanan komunikasi informasi dan edukasi
Apoteker harusnya mampu menggalang komunikasi dengan tenaga kesehatan
lain termasuk dokter, termasuk memberi informasi tentang obat baru dan obat
byang sudah ditarik, aktif mencari masukan tentang keluhan pasien terhadap
obat-obatan yang dikonsumsi
Pelayanan obat resep
Pelayanan resep sepenuhnya tanggung jawab apoteker pengelola apotik,
apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat yang ditulis dalam resep dengan
obat lain.
Pengelolaan obat
Yang harus dimiliki apoteker dalam bidang pengelolaan obat meliputi
kemampuan merancang, membuat, melakukan pengelolaan obat yang efektif
dan efisien. Penjabaran dari kompetensi tersebut adalah dnegan melakukan
seleksi perencanaan, penganggaran, pengadaan, produksi, penyimpanan,
pengamanan persediaan, perancangan dan melakukan dispensing serta evaluasi
pengangunaan obat.
7
2.7 fasilitas pelayanan kefarmasian
Wongkar L 2000 didalam Erni Widiasari dalam penelitiannya mengatakan bahwa sejumlah
faktor yang memberikan kontribusi terhadap waktu tunggu pelayanan resep, adalah sebagai
berikut:
1. Jenis resep, disini jenis resep dibedakan jenis racikan dan non racikan. Dimana jenis
resep racikan membutuhkan waktu lebih lam sebesar 92,7% dibandingkan dengan jenis
resep jadi yaitu sebesar 92,7% dibandingkan dengan jenis resep jadi yaitu sebesar 35,6%\
2. Jumlah Resep dan kelengkapan resep. Dalam hal ini adalah jumlah item resep, dimana
setiap penambahan item obat didalam resep akan memberikan penambahan waktu pada
setiap tahap pelayanan resep. Dalam penelitiannya diperlihatkan jumlah item obat banyak
membutuhkan waktu pelayanan lebih lama yaitu sebesar 66,3% dibandingkan dengan
jumlah item sedikit yaitu 33,8%
3. Shift petugas, dimana pada shift pagi memerlukan waktu pelayanan yang lebih cepat
81,6% dibandingkan dengan shift sore
4. Ketersediaan SDM yang cukup dan terampil, sehingga dapat mengurangi lama waktu
pelayanan resep di Instalasi Farmasi
5. Ketersediaan obat sesuai resep yang diterima, sehingga waktu yang terbuang untuk
mencari obat pengganti yang lain dapat dikurangi.
6. Sarana dan fasilitas yang dapat menunjang proses operasi pelayanan resep, antara lain
pemakaian alat-alat teknologi yang yang dapat memberikan kepuasaan kepada pasiennya
7. Partisipasi pasien/keluarganya selama menunggu proses resep.
Dalam Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit setidaknya ada 4 hal yang harus dievaluasi,
yaitu :
1. Waktu tunggu (obat jadi dan racikan)
2. Tidak adanya kejadian medication error (100%)
3. Kepuasan pelanggan (>80%)
4. Penulisan resep sesuai formularium
Waktu tunggu dihitung mulai dari pasien menyerahkan resep sampai pasien mendapatkan
obatnya. Tujuan dilakukan evaluasi terhadap waktu tunggu pelayanan resep di instalasi farmasi
adalah :
1. Meningkatkan kepuasan pasien yaitu pelayanan resep yang cepat dan tepat (tidak terjadi
medication error).
8
2. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang dapat memperlama pelayanan resep, sehingga
dapat segera dilakukan perbaikandalam rangka meningkatkan kepuasan pasien terhadap
pelayanan resep.
Dispensing yang baik adalah suatu proses yang memastikan bahwa suatu bentuk yang
efektif dari obat yang benar dihantarkan kepada pasien yang benar, dalam dosis dan kuantitas
yang tertulis, dengan instruksi yang jelas dan dalam suatu kemasan yang memelihara potensi
obat. Memahami kebutuhan dan keinginan pasien adalah hal penting yang mempengaruhi
kepuasan pasien.
9
BAB III
METODE PENELITIAN
10
Jumlah sebaran kuesioner pada perhitungan diatas adalah untuk 157 sampel responden,
sedangkan sampel data waktu penyelesaian resep dokter pasien rawat jalan sebanyak 787 resep
yang diambil dari 40 resep pasien rawat jalan perhari selama bulan Januari-Februari 2015.
Tujuan diambilnya keputusan menggunakan 40 resep pasien rawat jalan karena jumlah resep
yang masuk ke instalasi farmasi per hari ada 100 resep, dimana resep tersebut masih tercampur
dengan resep pasien rawat inap dan resep pasien yang tidak terlayani akibat ketidaktersediaan
obat di instalasi farmasi.
a. Variabel Kualitas Pelayanan Farmasi memiliki definisi sebagai kesesuaian antara harapan
pasien dengan persepsi pasien atas pelayanan farmasi yang diberikan oleh pihak rumah sakit
berdasarkan skor yang diukur berdasarkan dimensi sebagai berikut :
11
5) Bukti Fisik (Tangible), dengan indikator : fasilitas, jenis peralatan, kecanggihan peralatan dan
kerapihan pegawai.
b. Variabel Waktu Penyelesaian Resep Dokter memiliki definisi sebagai waktu yang dihitung
mulai saat pasien menyerahkan resep ke apotek diterima oleh apoteker sampai obat
diserahkan kepada pasien sekaligus penjelasan informasi penggunaan obat.
6. Analisis Data
a. Uji Validitas dan Reliabilitas
Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Uji validitas dapat
dilakukan dengan menghitung korelasi antara data pada masing-masing pertanyaan
dengan skor total, dengan menggunakan rumus teknik korelasi product moment
(Umar,2003)yaitu :
Keterangan :
r = koefisien korelasi
n = jumlah sampel
X = skor satu item pertanyaan
Y = jumlah skor item pertanyaan
12
Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal, jika jawaban seseorang terhadap
pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2005). Pada penelitian ini
pengukurananya dilakukan satu kali saja dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan
pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. SPSS memberikan fasilitas
untuk mengukur reliabilitas dengan uji statistik Cronbach alpha (). Suatu variabel dikatakan
reliabel jika memberikan nilai Cronbach alpha () >0,6
b. Analisis Korelasi Sederhana
Koefisien korelasi sederhana menunjukkan seberapa besar hubungan yang terjadi antara
dua variabel. Digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel dan
mengetahui arah hubungan yang terjadi. Penelitian ini menggunakan SPSS dengan metode
korelasi sederhana (bivariate correlation), yaitu Pearson correlation atau sering disebut product
moment pearson. Nilai korelasi (r) berkisar antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati 1 atau -1
berarti hubungan antara dua variabel semakin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti
hubungan antara dua variabel semakin lemah (Sugiyono, 2010).
Analisis regresi linier sederhana merupakan metode analisa yang digunakan untuk
mencari pengaruh atau mencari hubungan fungsional antara satu variabel independen terhadap
variabel dependen dan sebaliknya. Adapun rumus yang digunakan disesuaikan dengan jumlah
variabel yang diteliti (Hartono, 2004).
Y = a + X
Keterangan:
Y = variabel dependen
a = konstanta
= koefisien regresi linear
X = variabel independen
13
LAMPIRAN
SS = SANGAT SETUU
S = SETUJU
TS =TIDAK SETUJU
STS = SANGAT TIDAK SETUJU
NO Pernyataan STS TS S SS
1 Semua jenis obat tersedia lengkap di instalasi farmasi.
Pengadaan obat dilakukan secara kontinue, untuk
mencegah kekosongan salah satu jenis obat.
14
11 Setiap jenis obat yang saya butuhkan, tersedia di apotek
RSU Bethesda.
12 Semua jenis obat tersedia secara lengkap sesuai dengan
kebutuhan pasien.
15
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, Susi dan Sunarto. 2009. Hubungan Kualitas Pelayanan Kesehatan dengan Kepuasan
Pasien Rawat Inap di Badan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Magelang.
JurnalKesehatan. Vol. 2, No 1. Hal 71-79
Arwani, Mukhlis dan Ernawati, Nina. 2013. Pengaruh Kualitas Pelayanan Fasilitas dan Harga
Terhadap Kepuasan Pasien (Studi Kasus Pada RS PKU Muhammadiyah Gubug). JurnalQ-Man.
Vol. 2, No. 2. Hal 1-16
Budiman, dkk. 2010. Hubungan Status Demografi dengan Kepuasan Masyarakat tentang
Pelayanan Jamkesmas Wilayah Puskesmas Tanjungsari Kabupaten Bogor Tahun 2010. Jurnal
Kesehatan Kartika. Hal 1-17
Firdian, Endy, dkk. 2012. Aplikasi Metode Servqual dan Six Sigma Dalam Menganalisis
Kualitas Layanan PT. PLN (Persero) Unit Pelayanan Jaringan (UPJ) Dinoyo Malang. Jurnal Ilmu
Pengetahuan & Rekayasa. Vol. 13, No 3. Hal 51-61
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Semarang : UNDIP.
Hal 41, 45, 84
Hartono. 2004. Statistik Untuk Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Hal 140
Herjunianto, dkk. 2014. Faktor yang Mempengaruhi Cakupan Layanan Farmasi di Instalasi
Rawat Jalan Rumah Sakit. Jurnal Kedokteran Brawijaya. Vol 28, No. 1. Hal 8-13
Irmawati dan Kurniasari, Ria. 2010. Pengaruh Kualitas Pelayanan jasa Terhadap Keputusan
Pasien Berobat Rawat Inap di RSUD Moewardi Jebres. Benefit : JurnalManajemendanBisnis.
Vol. 15. No 1. Hal 1-16
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Minimal
Pelayanan Rumah Sakit. Hal 12
Kotler, Philip. 1997. Manajemen Pemasaran, Jilid 1, Edisi Bahasa Indonesia. Diterjemahkan oleh
: Hendra Teguh, dkk. Jakarta: Prenhallindo. Hal 36, 185
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayananan Kefarmasian di
Rumah Sakit.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Hal 2
16
Pudjaningsih, Dwi dan Santoso, Budiono. 2006. Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan
Obat di Farmasi Rumah Sakit. Jurnal Logika. Vol. 3, No. 1. Hal 16-25
Simamora, Bilson. 2008. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama. Hal 15
Suciati, Susi dan Adisasmito, Wiku B.B. 2006. Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan ABC
Indeks Kritis di Instalasi Farmasi. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. Vol. 9 No 1. Hal
19-26
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta. Hal 59, 61, 199, 203, 391, dan
398.
Swarjana, I Ketut. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan: Tuntutan Praktis Pembuatan Proposal
Penelitian. Yogyakarta: Andi Offset. Hal 135
Tjiptono, Fandy dan Chandra, Gregorius. 2011. Service, Quality & Satisfaction. Edisi 3.
Yogyakarta: Andi Offset. Hal 198,299,300
Wati, Wirdah, dkk. 2013. Evaluasi Pengelolaan Obat dan Strategi Perbaikan dengan Metode
Hanlon di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Karel Sadsuitubun Kabupaten Maluku
Tenggara tahun 2012. Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan
Klinik III 2013. Hal 247-257
(kedaiobat. blogspot.com/2010/05/defibidi-tugas-dan-fungsi-rumah-sakit.html)
(sisicia.wordpress.com/2010/10/28/instalasifarmasi- rumah-sakit/)
(rafless bencoolen pelayanan farmasi rumah sakit 2011)
17
18