Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL STATISTIK

KUALITAS PELAYANAN FARMASI BERDASARKAN WAKTU


PENYELESAIAN RESEP DI RUMAH SAKIT

DISUSUN OLEH :

GENI MAULIZA

RAHMAWATI INGGAR KESUMA

ILHAM ADI MULYA

RESI IRAWATI

AKADEMI FARMASI DWI FARMA


BUKITTINGGI
2016/2017

1
BAB I

PENDAHULUAN
Pemenuhan kebutuhan pasien akan obat dan informasi serta memberikan pelayanan yang
memuaskan pada pasien rawat jalan adalah orientasi utama dalam pelayanan kefarmasian. Faktor
penting untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi pasien rawat jalan adalah pendistribusian obat.
Tujuan utama distribusi obat adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan tepat waktu,
tepat jenis dan tepat jumlah (Permenkes, 2014). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan no 129 tahun
2008, standar minimal pelayanan rumah sakit memiliki indikator waktu tunggu pelayanan farmasi untuk
obat jadi yaitu 30 menit dan pelayanan farmasi untuk obat racik yaitu 60 menit (Kepmenkes, 2008).

Model service quality merupakan acuan dalam riset pemasaran dalam hal pendekatan
kualitas pelayanan jasa. Dalam pendekatan ini ditegaskan bahwa jika kinerja pada suatu atribut
meningkat lebih besar daripada harapan atas atribut yang bersangkutan, maka kepuasan dan
kualitas pelayanan pun akan meningkat, demikian pula sebaliknya. Pemenuhan kebutuhan
sampai penilaian dari sudut pandang pelanggan menjadi patokan nilai suatu pelayanan terbaik
berdasarkan profit strategy (Tjiptono dkk, 2011).

Dalam melakukan pelayanan, unit farmasi di setiap rumah sakit memiliki perencanaan,
pengadaan, pendistribusian dan evaluasi yang tentunya dilakukan guna meningkatkan kualitas
pelayanan farmasi dan guna mencapai tujuan yang telah ditargetkan, diantaranya
meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di rumah sakit, memberikan
pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas, keamanan dan efisiensi penggunaan obat,
meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain yang terkait dalam
pelayanan farmasi, serta melaksanakan kebijakan obat dirumah sakit dalam rangka
meningkatkan penggunaan obat secara rasional (Pudjaningsih, 2006).

Pelayanan farmasi memiliki kualitas dan memberikan kepuasan kepada pasien, maka
pihak rumah sakit harus memperhatikan berbagai dimensi yang dapat menciptakan dan
meningkatkan kualitas pelayanan farmasinya. Lima dimensi kualitas pelayanan tersebut disusun
sesuai urutan tingkat kepentingan relatifnya yaitu reliabilitas, daya tanggap, jaminan, empati,
dan bukti fisik (Tjiptono dkk, 2011). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
kualitas pelayanan farmasi rawat jalan yang diukur menggunakan waktu penyelesaian resep
dokter di Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

2
I.2PERUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Berapa lama penyelesaian resep yang memberikan jaminan kepuasan terhadap pasien?
2. Bagaimana cara meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan farmasi dirumah
sakit?
3. Bagaimana kualitas pelayan farmasi dirumah sakit?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui berapa lama penyelesaian resep yang memberikan kepuasan terhadap
pasien dirumah sakit.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian adalah:

1. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan farmasi dirumah sakit


2. Untuk meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayan farmasi dirumah sakit

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pengertian Rumah Sakit

Menurut WHO (World health Organization ), rumah sakit adalah bagian integral dari
suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakanpelayanan paripurna
(komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada
masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat
penelitian medik

2.2Pengertian Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas di rumah
sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk
keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar dan Amalia, 2004)

2.3 Pelayanan Kefarmasian


Pelayanan kefarmasian adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi
apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Menkes RI,
2004). Menurut PP 51 tahun 2009 pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan kefarmasian
dalam hal memberikan perlindungan terhadap pasien berfungsi sebagai (Bahfen, 2006):

1. Menyediakan informasi tentang obat-obatan kepada tenaga kesehatan lainnya, tujuan yang
ingin dicapai mencakup mengidentifikasikan hasil pengobatan dan tujuan akhir pengobatan,
agar pengobatan dapat diterima untuk terapi, agar diterapkan penggunaan secara rasional,
memantau efek samping obat dan menentukan metode penggunaan obat.

2. Mendapatkan rekam medis untuk digunakan pemilihan obat yang tepat.

3. Memantau penggunaan obat apakah efektif, tidak efektif, reaksi yang berlawanan, keracunan
dan jika perlu memberikan saran untuk memodifikasi pengobatan.

4. Menyediakan bimbingan dan konseling dalam rangka pendidikan kepada pasien.

5. Menyediakan dan memelihara serta memfasilitasi pengujian pengobatanbagi pasien penyakit


kronis

4
6. Berpartisipasi dalam pengelolaan obat-obatan untuk pelayanan gawat darurat.

7. Pembinaan pelayanan informasi dan pendidikan bagi masyarakat.

8. Partisipasi dalam penilaian penggunaan obat dan audit kesehatan.

9. Menyediakan pendidikan mengenai obat-obatan untuk tenaga kesehatan.

2.4 Pekerjaan Kefarmasian


Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.Pekerjaan Kefarmasian dilakukan
berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan perlindungan serta
keselamatan pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi yang memenuhi
standar dan persyaratan keamanan, mutu dan kemanfaatan (PP 51, 2009).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 yang dimaksud

dengan:

a) Nilai Ilmiah adalah Pekerjaan Kefarmasian harus didasarkan pada ilmu pengetahuan dan
teknologi yang diperoleh dalam pendidikan termasuk pendidikan berkelanjutan maupun
pengalaman serta etika profesi.

b) Keadilan adalah penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian harus mampu memberikan


pelayanan yang adil dan merata kepada setiap orang dengan biaya yang terjangkau serta
pelayanan yang bermutu.

c) Kemanusiaan adalah dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian harus memberikan perlakuan


yang sama dengan tidak membedakan suku, bangsa, agama, status sosial dan ras.

d) Keseimbangan adalah dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian harus tetap menjaga


keserasian serta keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat.

e) Perlindungan dan keselamatan adalah Pekerjaan Kefarmasian tidak hanya memberikan


pelayanan kesehatan semata, tetapi harus mampu memberikan peningkatan derajat kesehatan
pasien.

5
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009, tujuan pengaturan pekerjaan
kefarmasian adalah untuk:

1. Memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau


menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian.

2. Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian sesuai


dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundangan-
undangan dan

3. Memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan tenaga kefarmasian. Pelaksanaan
pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian berupa:

Apotek
Instalasi farmasi rumah sakit
Puskesmas
Klinik
Toko obat atau
Praktek bersama

Menurut PP 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian dalam menjalankan pekerjaan


kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian,apoteker dapat dibantu oleh apoteker
pendamping dan atau tenaga teknis kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga
yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker

Tinjauan pustaka pelayan kefarmasian sumatera barat pdf.

2.5 PELAYANAN FARMASI RUMAH SAKIT

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian dari fasilitas pelayanan kefarmasian
Dan bagian yang tidak terpisahkandari system pelayanan kesehatan RS yang berorientasi
kepada pelayanan pasien penyediaaan obat yang bermutu, termasuk pelayana farmasi klinik,
yang terjangkau bagi semua laisan masyarakat.

Pelayanan kefarmasian semakin berkembang, tidak terbatas hanya pada penyiapan obat
dan penyerahan obat pada pasien, tetapi perlu melakukan I nteraksi dengan pasien dan
profesional kesehatan lainnya dengan melaksanakan pelayanan pharmaceuticalcare secara
menyeluruh oleh tenaga farmasi.

6
Tujuan pelayanan farmasoi rumah sakit adalah pelayanan farmasi yang paripurna
sehingga dapat: tepat pasien, tetap dosis, tepat cara pemakaian, tepat kombinasi, tepat wakyu
dan tepat harga. Pasien diharapkan mendapatkan pelayanan yangdianggap perlu oleh farmasi
sehingga pasien mendapatkan pengobatan yang efektif, efisien, aman, rasional, bermutu dan
terjangkau.

Tuntatan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi, mengharuskan adanya
perubahan pelaynan dari paradigm lama( drug oriented) keparadigma baru (patient oriented)
dengan filososfi pharmaceutical care. Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang
terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah yang
berhubungan dengan kesehatan

2.6 Pelaksanaan pelayanan farmasi dirumah sakit

Pelaksanaan farmasi terdiri dari 4 pelayanan yaitu: pelayanan obat non resep ,
komunikasi-informasi-edukasi (KIE), pelayanan pobat resep dan pengelolaan obat
Pelayanan obat non resep
Pelayanan obat non resep merupakan pelayanan kepada pasien yang ingi
melakukan pengobatan sendiri dikenal dengn swamedikasi. Obat untuk
swamedikasi meliputi obat-obat yang dapat digunakan tanpa resep obat wajib
apotik (OWA),obat bebas terbatas (OBT) dan obat bebas (OB).
Pelayanan komunikasi informasi dan edukasi
Apoteker harusnya mampu menggalang komunikasi dengan tenaga kesehatan
lain termasuk dokter, termasuk memberi informasi tentang obat baru dan obat
byang sudah ditarik, aktif mencari masukan tentang keluhan pasien terhadap
obat-obatan yang dikonsumsi
Pelayanan obat resep
Pelayanan resep sepenuhnya tanggung jawab apoteker pengelola apotik,
apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat yang ditulis dalam resep dengan
obat lain.
Pengelolaan obat
Yang harus dimiliki apoteker dalam bidang pengelolaan obat meliputi
kemampuan merancang, membuat, melakukan pengelolaan obat yang efektif
dan efisien. Penjabaran dari kompetensi tersebut adalah dnegan melakukan
seleksi perencanaan, penganggaran, pengadaan, produksi, penyimpanan,
pengamanan persediaan, perancangan dan melakukan dispensing serta evaluasi
pengangunaan obat.

7
2.7 fasilitas pelayanan kefarmasian

Faktor yang mempengaruhi Waktu Pelayanan Resep

Wongkar L 2000 didalam Erni Widiasari dalam penelitiannya mengatakan bahwa sejumlah
faktor yang memberikan kontribusi terhadap waktu tunggu pelayanan resep, adalah sebagai
berikut:

1. Jenis resep, disini jenis resep dibedakan jenis racikan dan non racikan. Dimana jenis
resep racikan membutuhkan waktu lebih lam sebesar 92,7% dibandingkan dengan jenis
resep jadi yaitu sebesar 92,7% dibandingkan dengan jenis resep jadi yaitu sebesar 35,6%\
2. Jumlah Resep dan kelengkapan resep. Dalam hal ini adalah jumlah item resep, dimana
setiap penambahan item obat didalam resep akan memberikan penambahan waktu pada
setiap tahap pelayanan resep. Dalam penelitiannya diperlihatkan jumlah item obat banyak
membutuhkan waktu pelayanan lebih lama yaitu sebesar 66,3% dibandingkan dengan
jumlah item sedikit yaitu 33,8%
3. Shift petugas, dimana pada shift pagi memerlukan waktu pelayanan yang lebih cepat
81,6% dibandingkan dengan shift sore
4. Ketersediaan SDM yang cukup dan terampil, sehingga dapat mengurangi lama waktu
pelayanan resep di Instalasi Farmasi
5. Ketersediaan obat sesuai resep yang diterima, sehingga waktu yang terbuang untuk
mencari obat pengganti yang lain dapat dikurangi.
6. Sarana dan fasilitas yang dapat menunjang proses operasi pelayanan resep, antara lain
pemakaian alat-alat teknologi yang yang dapat memberikan kepuasaan kepada pasiennya
7. Partisipasi pasien/keluarganya selama menunggu proses resep.

Dalam Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit setidaknya ada 4 hal yang harus dievaluasi,
yaitu :
1. Waktu tunggu (obat jadi dan racikan)
2. Tidak adanya kejadian medication error (100%)
3. Kepuasan pelanggan (>80%)
4. Penulisan resep sesuai formularium

Waktu tunggu dihitung mulai dari pasien menyerahkan resep sampai pasien mendapatkan
obatnya. Tujuan dilakukan evaluasi terhadap waktu tunggu pelayanan resep di instalasi farmasi
adalah :
1. Meningkatkan kepuasan pasien yaitu pelayanan resep yang cepat dan tepat (tidak terjadi
medication error).

8
2. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang dapat memperlama pelayanan resep, sehingga
dapat segera dilakukan perbaikandalam rangka meningkatkan kepuasan pasien terhadap
pelayanan resep.
Dispensing yang baik adalah suatu proses yang memastikan bahwa suatu bentuk yang
efektif dari obat yang benar dihantarkan kepada pasien yang benar, dalam dosis dan kuantitas
yang tertulis, dengan instruksi yang jelas dan dalam suatu kemasan yang memelihara potensi
obat. Memahami kebutuhan dan keinginan pasien adalah hal penting yang mempengaruhi
kepuasan pasien.

9
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode penelitian cross-sectional, yaitu suatu penelitian yang
dilakukan dengan pengamatan sesaat atau dalam suatu periode tertentu dan setiap subyek studi
hanya dilakukan satu kali pengamatan selama penelitian yang dilakukan pada periode Januari-
Februari 2015 untuk dapat menganalisa kualitas pelayanan farmasi dan waktu penyelesaian resep
dokter di Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
3.2. Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh pasien rawat jalan di Rumah Sakit antara bulan
Januari-Februari 2015.
3.3. Menentukan Jumlah Sampel
Sampel ditentukan dengan cara random sampling dengan teknik accidental sampling,
dimana peneliti hanya mengambil data berdasarkan responden yang datang pada saat dilakukan
kegiatan secara langsung, karena pengambilan sampel di instalasi farmasi dilakukan pada saat
shift pagi dengan waktu 8 jam per hari selama bulan Januari-Februari 2015. Peneliti
menggunakan rumus levelconfidence sebagai berikut :
n = Z .P(Q)
e
keterangan :
n = jumlah sampel
Z = nilai dari level confidence 90% (1.77370) maka = 1- 0,90 = 0,01
P (Q) = 0,5
e = besar toleransi kesalahan 10% (0,10)

n = 1,77370 x 0,5 = 1.57301 = 157,301 157 sampel responden


0,10 0,01

10
Jumlah sebaran kuesioner pada perhitungan diatas adalah untuk 157 sampel responden,
sedangkan sampel data waktu penyelesaian resep dokter pasien rawat jalan sebanyak 787 resep
yang diambil dari 40 resep pasien rawat jalan perhari selama bulan Januari-Februari 2015.
Tujuan diambilnya keputusan menggunakan 40 resep pasien rawat jalan karena jumlah resep
yang masuk ke instalasi farmasi per hari ada 100 resep, dimana resep tersebut masih tercampur
dengan resep pasien rawat inap dan resep pasien yang tidak terlayani akibat ketidaktersediaan
obat di instalasi farmasi.

3.4. Alat dan Bahan Penelitian


Ada dua instrumen pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, yaitu
kualitas pelayanan menggunakan kuesioner dan waktu pelayanan resep menggunakan alat
pencatat waktu (Time Stemp). Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah resep-resep
pasien rawat jalan di instalasi farmasi yang berkaitan dengan kualitas pelayanan farmasi dan
waktu pelayanan resep dokter

3.5. Definisi Operasional Variabel

a. Variabel Kualitas Pelayanan Farmasi memiliki definisi sebagai kesesuaian antara harapan
pasien dengan persepsi pasien atas pelayanan farmasi yang diberikan oleh pihak rumah sakit
berdasarkan skor yang diukur berdasarkan dimensi sebagai berikut :

1) Reliabilitas (reliability), dengan indikator : ketepatan menepati janji, ketepatan waktu,


kecepatan pelayanan, kesesuaian pelaksanaan, dan kejelasan informasi.
2) Daya Tanggap (Responsiveness), dengan indikator : kepedulian, kesediaan membantu,
kesungguhan, ketepatan pelayanan, dan kesediaan menanggapi.
3) Jaminan (Assurance), dengan indikator: jaminan asuransi, kepercayaan, kesesuaian jam, rasa
aman, dan kesopanan.
4) Empati (Empathy), dengan indikator : perhatian secara individual, jam operasi yang nyaman,
pemahaman kebutuhan secara spesifik, membangun minat dan kenyamanan.

11
5) Bukti Fisik (Tangible), dengan indikator : fasilitas, jenis peralatan, kecanggihan peralatan dan
kerapihan pegawai.

b. Variabel Waktu Penyelesaian Resep Dokter memiliki definisi sebagai waktu yang dihitung
mulai saat pasien menyerahkan resep ke apotek diterima oleh apoteker sampai obat
diserahkan kepada pasien sekaligus penjelasan informasi penggunaan obat.

6. Analisis Data
a. Uji Validitas dan Reliabilitas
Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Uji validitas dapat
dilakukan dengan menghitung korelasi antara data pada masing-masing pertanyaan
dengan skor total, dengan menggunakan rumus teknik korelasi product moment
(Umar,2003)yaitu :

Keterangan :
r = koefisien korelasi
n = jumlah sampel
X = skor satu item pertanyaan
Y = jumlah skor item pertanyaan

12
Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal, jika jawaban seseorang terhadap
pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2005). Pada penelitian ini
pengukurananya dilakukan satu kali saja dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan
pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. SPSS memberikan fasilitas
untuk mengukur reliabilitas dengan uji statistik Cronbach alpha (). Suatu variabel dikatakan
reliabel jika memberikan nilai Cronbach alpha () >0,6
b. Analisis Korelasi Sederhana

Koefisien korelasi sederhana menunjukkan seberapa besar hubungan yang terjadi antara
dua variabel. Digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel dan
mengetahui arah hubungan yang terjadi. Penelitian ini menggunakan SPSS dengan metode
korelasi sederhana (bivariate correlation), yaitu Pearson correlation atau sering disebut product
moment pearson. Nilai korelasi (r) berkisar antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati 1 atau -1
berarti hubungan antara dua variabel semakin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti
hubungan antara dua variabel semakin lemah (Sugiyono, 2010).

c. Analisis Regresi Sederhana

Analisis regresi linier sederhana merupakan metode analisa yang digunakan untuk
mencari pengaruh atau mencari hubungan fungsional antara satu variabel independen terhadap
variabel dependen dan sebaliknya. Adapun rumus yang digunakan disesuaikan dengan jumlah
variabel yang diteliti (Hartono, 2004).
Y = a + X

Keterangan:
Y = variabel dependen
a = konstanta
= koefisien regresi linear
X = variabel independen

13
LAMPIRAN

ANGKET KUALITAS PELAYANAN FARMASI BERDASARKAN WAKTU PENYELESAIAN RESEP DI


RUMAH SAKIT
Petunjuk pengisian angket/kuisioner

1. Isilah identitas responden terlebih dahulu sebelum melangkah ke pertanyaan


2. Bacalah dengan teliti pertanyaan dalam angket/kuisioner sebelum menjawab
3. Jawablah dengan jujur
4. Jawab dengan memberi tanda silang pada salah satu jawaban yang dianggap benar.
5. Semua pertanyaan wajib dijawab dan hanya boleh memberi satu jawaban.

SS = SANGAT SETUU
S = SETUJU
TS =TIDAK SETUJU
STS = SANGAT TIDAK SETUJU

NO Pernyataan STS TS S SS
1 Semua jenis obat tersedia lengkap di instalasi farmasi.
Pengadaan obat dilakukan secara kontinue, untuk
mencegah kekosongan salah satu jenis obat.

2 Semua obat tersimpan secara higienis di tempat


penyimpanan sehingga tidak mungkin terkontaminasi oleh
zat-zat terlarang.
Obat-obatan disimpan sesuai jenis dan dosisnya.
3 Penyaluran obat dilakukan secara berkala, sehingga tidak
pernah terjadi kehabisan obat.
4 Distribusi obat di instalasi farmasi rumah sakit nsesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
5 Penggunaan obat yang berkualitas baik mendorong
kesembuhan pasien secara cepat.

6 Petugas instalasi farmasi RS selalu memberikan informasi


tentang perubahan harga obat.
7 Apoteker tidak pernah merahasikan harga obat, apabila
keluarga pasien ingin mengetahui informasi tentang harga
obat.

8 Apoteker berusaha untuk memberikan pelayanan yang


berkualitas kepada pasien dan keluarganya.

9 Apoteker berusaha untuk melakukan perbaikan demi


tercapainya kepuasan pasien dan keluarganya.

10 Sebagai pasien, saya merasa pelayanan di bagian farmasi


RSU Bethesda sudah baik.

14
11 Setiap jenis obat yang saya butuhkan, tersedia di apotek
RSU Bethesda.
12 Semua jenis obat tersedia secara lengkap sesuai dengan
kebutuhan pasien.

13 Apoteker memberikan informasi tentang penggunaan obat


kepada pasien secara detail
14 Apoteker mampu memberikan penjelasan
15 Apoteker bersedia menerima saran dan keluhan dari
pengguna obat dan akan memperbaiki sesuai saran
tersebut.

16 Pasien dapat dengan mudah memperoleh jenis obat yang


mereka butuhkan sesuai resep dokter.
17 Penyediaan ruang tunggu di instalasi farmasi memudahkan
keluarga pasien untuk mengantri.
18 Apoteker menyusun obat dengan rapi dan teratur sesuai
jenis dan dosisnya di tempat penyimpanan.
19 Apoteker mampu mengatasi permasalahan yang diderita
oleh pasien yang berhubungan dengan obat dan harganya.

20 Apoteker mampu bekerja dengan sistem baru dan jenis-


jenis obat baru.

21 Apabila ada salah satu jenis obat yang mulai habis,


apoteker segera memberitahu pimpinan untuk
mendapatkan tambahannya.

22 Pasien dapat dengan mudah memperoleh informasi


tentang jenis obat dan harganya.
23 pelayanan petugas farmasi tidak pilih kasih
24 waktu pasien menunggu obat racikan lebih dari 30 menit
25 petugas farmasi terlihat terampil dalam melakukan
pelayanan terhadap resep permintaan

26 petugas farmasi mempercepat pekerjaan mereka karena


tidak mau pasien menunggu lama
27 petugas farmasi mendahulukan pasien yang mengantri
terlebih dahulu
28 petugas farmasi sabar dalam memberikan pelayanan

29 petugas farmasi tidak pernah keliru dalam penyerahan


obat
30 etugas farmasi selalu murah senyum,ramah dan berusaha
menyenangkan hati anda

15
DAFTAR PUSTAKA

Andriani, Susi dan Sunarto. 2009. Hubungan Kualitas Pelayanan Kesehatan dengan Kepuasan
Pasien Rawat Inap di Badan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Magelang.
JurnalKesehatan. Vol. 2, No 1. Hal 71-79
Arwani, Mukhlis dan Ernawati, Nina. 2013. Pengaruh Kualitas Pelayanan Fasilitas dan Harga
Terhadap Kepuasan Pasien (Studi Kasus Pada RS PKU Muhammadiyah Gubug). JurnalQ-Man.
Vol. 2, No. 2. Hal 1-16
Budiman, dkk. 2010. Hubungan Status Demografi dengan Kepuasan Masyarakat tentang
Pelayanan Jamkesmas Wilayah Puskesmas Tanjungsari Kabupaten Bogor Tahun 2010. Jurnal
Kesehatan Kartika. Hal 1-17
Firdian, Endy, dkk. 2012. Aplikasi Metode Servqual dan Six Sigma Dalam Menganalisis
Kualitas Layanan PT. PLN (Persero) Unit Pelayanan Jaringan (UPJ) Dinoyo Malang. Jurnal Ilmu
Pengetahuan & Rekayasa. Vol. 13, No 3. Hal 51-61
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Semarang : UNDIP.
Hal 41, 45, 84
Hartono. 2004. Statistik Untuk Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Hal 140
Herjunianto, dkk. 2014. Faktor yang Mempengaruhi Cakupan Layanan Farmasi di Instalasi
Rawat Jalan Rumah Sakit. Jurnal Kedokteran Brawijaya. Vol 28, No. 1. Hal 8-13
Irmawati dan Kurniasari, Ria. 2010. Pengaruh Kualitas Pelayanan jasa Terhadap Keputusan
Pasien Berobat Rawat Inap di RSUD Moewardi Jebres. Benefit : JurnalManajemendanBisnis.
Vol. 15. No 1. Hal 1-16
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Minimal
Pelayanan Rumah Sakit. Hal 12
Kotler, Philip. 1997. Manajemen Pemasaran, Jilid 1, Edisi Bahasa Indonesia. Diterjemahkan oleh
: Hendra Teguh, dkk. Jakarta: Prenhallindo. Hal 36, 185
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayananan Kefarmasian di
Rumah Sakit.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Hal 2

16
Pudjaningsih, Dwi dan Santoso, Budiono. 2006. Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan
Obat di Farmasi Rumah Sakit. Jurnal Logika. Vol. 3, No. 1. Hal 16-25
Simamora, Bilson. 2008. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama. Hal 15
Suciati, Susi dan Adisasmito, Wiku B.B. 2006. Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan ABC
Indeks Kritis di Instalasi Farmasi. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. Vol. 9 No 1. Hal
19-26
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta. Hal 59, 61, 199, 203, 391, dan
398.
Swarjana, I Ketut. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan: Tuntutan Praktis Pembuatan Proposal
Penelitian. Yogyakarta: Andi Offset. Hal 135
Tjiptono, Fandy dan Chandra, Gregorius. 2011. Service, Quality & Satisfaction. Edisi 3.
Yogyakarta: Andi Offset. Hal 198,299,300
Wati, Wirdah, dkk. 2013. Evaluasi Pengelolaan Obat dan Strategi Perbaikan dengan Metode
Hanlon di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Karel Sadsuitubun Kabupaten Maluku
Tenggara tahun 2012. Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan
Klinik III 2013. Hal 247-257
(kedaiobat. blogspot.com/2010/05/defibidi-tugas-dan-fungsi-rumah-sakit.html)
(sisicia.wordpress.com/2010/10/28/instalasifarmasi- rumah-sakit/)
(rafless bencoolen pelayanan farmasi rumah sakit 2011)

17
18

Anda mungkin juga menyukai