Anda di halaman 1dari 17

PENGARUH BUDAYA/ADAT TERHADAP

PELESTARIAN DAN PEMELIHARAAN NILAI-NILAI


PANCASILA

Disusun oleh :

Febriman Zendrato
(15100025)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
MEDAN
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas hadirat Tuhan yang Maha Esa, yang atas rahmat-Nya sehingga Saya
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Pengaruh Budaya/Adat Terhadap
Pelestarian dan Pemeliharaan Nilai-Nilai Pancasila. Penulisan makalah ini merupakan salah
satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Pendidikan Logika dan Filsafat di Universitas
HKBP Nommensen, Medan.
Dalam Penulisan makalah ini Saya merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang ada. Untuk itu, kritik dan saran
dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini
kedepannya.
Dalam penulisan makalah ini, Saya mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Bapak Drs. Poltak
Panjaitan, M.Pd yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada Saya, sehingga Saya dapat
menyelesaikan tugas ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 18 Oktober 2017

Febriman Zendrato

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................i


DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Nilai-Nilai Budaya sebagai Perekat Bangsa ....................................................... 3
2.2 Pengenalan Peninggalan Sejarah dan Budaya ..................................................... 5
2.3 Pentingnya Keberadaan Museum Umum ........................................................... 6
2.3 Strategi Pemberdayaan Masyarakat Adat .......................................................... 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam buku "Primitive Cultur" karangan E.B. Tylor dikutip oleh Prof. Harsojo
(1967:13), bahwa kebudayaan adalah satu keseluruhan yang kompleks, yang terkandung di
dalamnya pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan-
kemampuan yang lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota
dari suatu masyarakat.
R.Linton (1947) dalam bukunya "The cultural background of personality" mengatakan
bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku yang dipelajari dan hasil-hasil dari
tingkah laku, yang unsur-unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota dari
masyarakat tertentu. Kebudayaan juga dapat diartikan sebagai keseluruhan bentuk kesenian,
yang meliputi sastra, musik, pahat/ukir, rupa, tari, dan berbagai bentuk karya cipta yang
mengutamakan keindahan (estetika) sebagai kebutuhan hidup manusia. Pihak lain
mengartikan kebudayaan sebagai lambang, benda atau obyek material yang mengandung nilai
tertentu. Lambang ini dapat berbentuk gerakan, warna, suara atau aroma yang melekat pada
lambang itu. Masyarakat tertentu (tidak semua) memberi nilai pada warna hitam sebagai
lambang dukacita, suara lembut (tutur kata) melambangkan kesopanan (meskipun di daerah
lain suara lantang berarti keterbukaan), dan seterusnya.
Koentjaraningrat (1982) memperinci kebudayaan ke dalam tiga wujud dari
keseluruhan hasil budi dan karya manusia, yaitu:
a. Sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan
dan sebagainya.
b. Sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan manusia dalam masyarakat.
c. Sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Abdulkadir Muhammad (1987), menyebutkan tiga unsur budaya dalam diri manusia, yaitu:
a. Unsur cipta (budi), berkenaan dengan akal (rasio), yang menimbulkan ilmu dan
teknologi (science and technology). Dengan akal itu manusia menilai mana yang benar
dan mana yang tidak benar menurut kenyataan yang diterima oleh akal (nilai
kebenaran atau nilai kenyataan).
b. Unsur rasa (estetika), yang menimbulkan kesenian, dengan rasa itu manusia menilai
mana yang indah dan mana yang tidak indah (nilai keindahan).

1
c. Unsur karsa (etika), yang menimbulkan kebaikan, dengan karsa itu manusia menilai
mana yang baik dan mana yang tidak baik (nilai kebaikan atau nilai moral).1
Secara umum kita mengakui bahwa negara Indonesia merupakan negara yang
memiliki berbagai macam kebudayaan dari Sabang sampai Merauke. Budaya tersebut
merupakan peninggalan dari nenek moyang kita yang semestinya pasti akan diturunkan
kepada kita sebagai generasi penerus agar budaya itu tidak punah. Akan tetapi, dalam
kenyataannya banyak sekali generasi muda yang kurang peduli dengan budaya peninggalan
nenek moyang tersebut. Untuk itu perlu diadakannya sosialisasi tentang betapa pentingnya
melestarikan nilai-nilai budaya didalam suatau masyarakat agar budaya yang kita miliki ini
tidak punah.
Dalam melestarikan kebudayaan yang ada, masyarakat harus memiliki strategi-strategi
khusus dalam melestarikan suatu kebudayaan yaitu dengan cara memberdayakan masyarakat
terutama masyarakat adat yang ada di seluruh Indonesia untuk bersama-sama melestarikan
kebudayaan yang ada di negeri kita tercinta ini.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka penyusun merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana maksud nilai budaya sebagai perekat bangsa?
2. Apa pentingnya mengenal pengenalan peninggalan sejarah dan budaya?
3. Apa pentingnya keberadaan museum umum?
4. Bagaimana strategi pemberdayaan masyarakat adat?

1.3 Tujuan Masalah


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui hakekat nilai-nilai budaya sebagai perekat bangsa.
2. Untuk mengetahui pentingnya mengenal pengenalan peninggalan sejarah dan budaya.
3. Untuk mengetahui pentingnya keberadaan museum umum.
4. Untuk mengetahui strategi pemberdayaan masyarakat adat.

1
(http://blog.unila.ac.id/abdulsyani/files/2009/08/artikel-pelestarian-nilai2-budaya-lokal.pdf)
2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Nilai-Nilai Budaya Sebagai Perekat Bangsa


Nilai-nilai budaya adalah perekat yang sangat kuat untuk mempersatukan suatu
bangsa. Hal ini disadari betul oleh para founding fathers bangsa kita, maka mereka
membangun negara di atas landasan kebudayaan. Sayangnya, hingga hari ini pun banyak
ilmuwan kita yang tidak memahami hal ini. Mereka masih beranggapan bahwasanya budaya
nusantara hanyalah sebuah mitos. Mereka masih menganggap budaya Jawa lain dari budaya
Sunda, dan budaya Sunda beda dengan budaya Minang. Anggapan keliru itu terjadi, karena
umumnya kita masih menyalahartikan adat sebagai budaya. Adat Jawa barangkali berbeda
dengan adat Minang, demikian dengan adat-adat lain. Namun unggulan-unggulan dari setiap
adat atau kebiasaan itu satu dan sama. Dan para founding fathers kita mengumpulkan
unggulan-unggulan itu maka terkumpulah lima unggulan yang bersifat universal dan ada
dalam setiap adat di setiap daerah dan setiap pulau. Lima unggulan ini yang kemudian dikenal
sebagai lima butir Pancasila, yakni Ketuhanan, Kemanusiaan, Kebangsaan, Kedaulatan
Rakyat, dan Keadilan serta Kesejahteraan Sosial. Dalam lima butir Pancasila tersebut, kita
semua bertemu. Maka, sebagaimana diungkapkan oleh bapak pendidikan kita, Ki Hajar
Dewantara, sesungguhnya Pancasila adalah intisari atau saripati budaya. Inilah Budaya
nasional kita, budaya nusantara, budaya Indonesia. Tidak berarti bahwa di luar kelima
unggulan tersebut, tidak ada unggulan-unggulan lain. Setiap daerah memiliki unggulan-
unggulan lain. Dalam setiap adat, kita menemukan unggulan-unggulan lain. Namun,
unggulan-unggulan itu tidak selalu bersifat universal. Ada di satu daerah, tak ada di daerah
lain. Sementara itu, kelima unggulan yang tertuang dalam butir-butir Pancasila bersifat
universal. Ada dimana-mana. Ada di Jawa, ada di Sunda, pun ada di Minang, di Kalimantan,
di Sulawesi dan di Nusa Tenggara.
Pancasila memang digali oleh Bung Karno, kemudian dijabarkan lebih lanjut oleh para
pemikir seperti Dewantara, Sanoesi Pane dan lain-lain tetapi sebagaimana diakui oleh sang
penggali sendiri, sila-sila itu sudah ada sejak zaman dahulu. Bung Karno tidak menciptakan
Pancasila, beliau hanyalah menggalinya dari budaya kita sendiri. Kemudian, berlandaskan
pada budaya lokal tersebut, dibangunlah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pancasila adalah landasan yang digunakan untuk membangun NKRI. Landasan ini, jelas
sudah ada sebelum adanya bangunan. Sebab itu, setiap upaya untuk merongrongi landasan ini

3
hanyalah melemahkan bangunan bangsa dan negara kita. Upaya-upaya seperti itu mesti
dicegah. Tidak boleh dan tidak bisa menunggu hingga bangunan sudah runtuh, baru beraduh-
aduh. Sayang sekali, saat ini anak bangsa yang tidak mengerti perkara budaya, justru
meremehkan peran budaya sebagai perekat dan mencari perekat-perekat lain. Ada yang
berusaha untuk mengganti landasan budaya dengan syariah atau peraturan-peraturan agama,
ada pula yang menganggap pembangunan dan ekonomi sebagai perekat. Syariah agama
tertentu jelas tidak bisa menjadi perekat bagi bangsa besar seperti Indonesia, karena kita
tidak beragama satu dan sama. Jumlah agama resmi sebagaimana terwakili dalam
departemen agama pun sesungguhnya tidak sesuai dengan semangat Undang-Undang Dasar
kita, dimana setiap anak bangsa memiliki hak untuk beragama sesuai dengan keyakinannya.
Jadi, jumlah agama dan kepercayaan itu sesungguhnya tidak dapat dibatasi. Istilah agama
resmi dan tidak resmi pun hanyalah sebuah lelucon.
Ekonomi dan pembangunan tidak bisa menjadi perekat yang kuat. Saat ini, Amerika
Serikat kembali menggalakkan pendalaman sejarah bagi setiap warganya. Bagi imigran yang
hendak menetap, penguasaan terhadap sejarah menjadi wajib. Kenapa? Karena mereka baru
sadar bila pembangunan dan ekonomi terbukti tidak cukup kuat sebagai perekat bangsa.
Timur Tengah pernah menjadikan peraturan-peraturan agama sebagai perekat. Ternyata gagal
jua. Walau mayoritas beragama satu dan sama akhirnya tetap juga terpecah-belah menjadi
sekian banyak negara. Negara Pakistan yang lahir berlandaskan syariat agama tertentu tidak
mampu mempertahankan persatuan bangsanya lebih dari 25 tahun. Maka, lahirlah Bangladesh
dari rahim Pakistan. Jauh sebelumnya, Eropa pernah bersatu di bawah satu gereja. Tidak lama
juga. Negara-negara yang awalnya bersatu itu tidak hanya terpecah-belah menjadi sekian
banyak negara gerejanya pun terpecah-belah. Sementara itu, Nusantara dengan jumlah
pulaunya yang tak terhitung secara persis, dengan latar belakang yang sangat beragam pula
pernah bersatu selama 1 milenial di masa Sriwijaya. Kemudian selama 4 abad lebih di masa
Singasari dan Majapahit. Saat ini pun, lebih dari enam puluh tahun sejak kita
memproklamasikan kemerdekaan kita dari penjajah asing, kita masih bersatu. Kenapa?
Karena kekuatan budaya. Ketika Majapahi melemah dan perekat budaya diganti dengan
akidah agama oleh Raden Patah dan mereka yang mendukungnya, maka kita tidak mampu
bertahan lebih dari 1 abad. Dalam 1 abad saja, terjadilah perang saudara, yang kemudian
dimanfaatkan oleh para saudagar asing untuk menguasai kepulauan kita. Maka, jelas sudah

4
bahwasanya budaya sebagai perekat bangsa memang tak tertandingi oleh perekat-perekat
lain.2

2.2 Pengenalan Peninggalan Sejarah dan Budaya


Keberadaan peninggalan sejarah serta adat istiadat budaya masyarakat perlu
mendapatkan perhatian dari pemerintah untuk dilestarikan keberadaanya, karena
keberadaannya dapat dijadikan sumber bagi upaya pengenalan nilai warisan budaya kepada
generasi muda saat ini. Memang upaya untuk melestarikan peninggalan sejarah yang tersebar
di situs sejarah bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan tanpa biaya, karena upaya ke arah
itu selalu berbenturan dengan kepentingan ekonomi sesaat dengan alasan pembangunan
sehingga tidak heran jika di daerah lain banyak situs-situs sejarah beralih fungsi menjadi
kawasan pemukiman atau industri. Hal ini terjadi karena kurangnya rasa peduli pemerintah,
termasuk pemerintah daerah untuk mempertahankan dan melestarikan keberadaan situs
sejarah tersebut. Mereka lebih mengedepankan kepentingan ekonomi sesaat dan kepentingan
segelintir orang tanpa berfikir untuk jangka panjang bagi generasi berikutnya.
Keberadaan situs sejarah yang banyak tersebar memang secara perhitungan ekonomi
sesaat tidaklah menguntungkan, tetapi nilai yang terkandung di dalamnya merupakan suatu
potensi yang besar melebihi potensi ekonomi sesaat. Keberadaannya akan menjadi suatu
kebanggaan bagi masyarakat dan tentunya menjadi modal bagi pendidikan generasi muda
hingga mereka tidak pareumeun obor akan sejarah masa lalunya. Salah satu bentuk
pelestarian nilai sejarah pada situs-situs sejarah yang tersebar di seluruh Indonesia adalah
dengan melalui kegiatan widya wisata bagi para pelajar. Selama kegiatan kunjungan tersebut
siswa akan memperoleh informasi berkenaan dengan sejarah panjang leluhur mereka dan akan
terjadi tranformasi nilai dari generasi terdahulu ke generasi sekarang.

2
(http://www.akcbali.org/index.php?option=com_content&view=article&id=228:nilai-nilai
budaya&catid=15&Itemid=56)
5
2.3 Pentingnya Keberadaan Museum Umum
Perjalanan panjang sejarah Indonesia telah meninggalkan banyak benda yang
mempunyai nilai bagi sejarah perkembangan masyarakat, selain itu keberadaan adat istiadat
budaya masyarakat yang khas masih dipegang hingga saat ini perlu diperkenalkan kepada
masyarakat. Upaya memperkenalkan tersebut tidaklah mungkin dilakukan jika keberadaan
benda-benda tersebut tidak dikumpulkan dalam suatu tempat, sehingga untuk itu perlu
membangun sebuah Museum. Museum ini tidak hanya menyimpan dan memamerkan selah
satu jenis koleksi, melainkan dapat menampung berbagai koleksi yang berkaitan dengan
perjalanan sejarah budaya masyarakat serta lingkungannya yang justru tidak dimungkinkan
untuk disimpan dan dipamerkan pada jenis museum khusus.
Selain memamerkan benda-benda yang mengandung nilai sejarah, pada museum ini
dapat juga dipamerkan potensi yang dimiliki oleh daerah, seperti potensi adat istiadat dan
budaya masyarakat, potensi sumber daya alam, potensi penduduk serta berbagai potensi yang
dapat dijadikan modal bagi pembangunan daerah. Akibatnya keberadaan museum tidak hanya
berfungsi sebagai album sejarah melainkan juga dapat dijadikan sebagai tempat untuk
memperkenalkan berbagai potensi yang dimiliki daerah sebagai modal bagi terlaksananya
pembangunan. Keberadaan museum tidak hanya berfungsi sebagai lembaga yang
mengumpulkan dan memamerkan benda-benda yang berkaitan dengan sejarah perkembangan
kehidupan manusia dan lingkungan, tetapi mempunyai fungsi yang sangat mulia yaitu
merupakan suatu lembaga yang mempunyai tugas untuk melakukan pembinaan dan
pengembangan nilai budaya bangsa guna memperkuat kepribadian dan jati diri bangsa,
mempertebal keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan, serta meningkatkan rasa harga diri dan
kebanggaan nasional sehingga melalui transformasi nilai yang terjadi di museum diharapkan
budaya lokal yang berkembang di masyarakat dapat tetap lestari di tengah serbuan budaya
asing yang masuk tidak terbendung.
Bagi dunia pendidikan, keberadaan museum sangat mendukung bagi tercapainya
keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan. Karena antara museum dengan dunia
pendidikan mempunyai tujuan yang sama, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa serta
pelestaraian nilai luhur bangsa kita walau dengan cara yang berbeda. Karena di sekolah
pencapaian tujuan pendidikan dilakukan melalui interaksi antara guru dengan murid
sedangkan di museum interaksi yang terjadi adalah interaksi antara benda koleksi dengan
pengunjung yang datang untuk melihat dan mencoba untuk menarik makna yang terkandung
di dalamnya. Pendirian museum dari segi ekonomi memang tidak akan menguntungkan
karena nilai yang ditanamkan di dalamnya tidak akan dapat kembali dengan segera bahkan
6
tidak mungkin untuk dapat kembali, sehingga diperlukan kesadaran dari berbagai pihak guna
mewujudkannya. Manfaat yang sangat besar telah menanti melebihi dari sekedar manfaat
jangka pendek berupa pertumbuhan ekonomi. Setelah museum berdiri, keberadaannya akan
menjadi aset yang sangat tinggi nilainya untuk jangka waktu yang panjang terutama berkaitan
dengan penumbuhan nilai-nilai kebangsaan dan pelestarian budaya nasional pada diri generasi
muda di tengah terjangan budaya global.
Untuk lebih memahami betapa pentingnya keberadaan sebuah museum, perlu kita
renungkan tulisan berikut ini.
Apabila suatu bangsa adalah sebuah keluarga yang hidup dengan dan dalam rumah
kebudayaannya, maka museum dapatlah dipahami sebagai album keluarga itu. Di
dalam album itulah foto-foto seluruh keluarga tersimpan dan disusun dari setiap masa
dan generasi. Foto-foto itu ditatap untuk tidak sekedar menjenguk dan menziarahi
sebuah masa lalu, sebab waktu bukan hanya terdiri dari ruang dimensi kemarin, hari
ini, dan besok pagi. Foto-foto itu adalah waktu yang menjadi tempat untuk menatap
dan memaknai seluruhnya, bukan hanya peristiwa, akan tetapi juga pemaknaan di
balik peristiwa-peristiwa itu. Pemaknaan tentang seluruh identitas, di dalam dan di
luar kota. Foto-foto itu akhirnya bukan lagi dipahami sebagai sebuah benda (HU
Pikiran Rakyat, 22 Februari 2001). Melalui berbagai upaya pelestarian nilai sejarah,
adat istiadat dan budaya bangsa serta pengenalan berbagai potensi pembangunan yang
dimiliki daerah diharapkan akan muncul generasi-generasi yang tangguh yang
menghargai dan menjunjung tinggi budaya sendiri serta mampu mempertahankannya
di tengah terpaan budaya asing yang datang menyerbu.3

2.4 Strategi Pemberdayaan Masyarakat Adat


Secara ilmiah dalam kondisi kehidupan masyarakat yang telah semakin berkembang
dan modern, tentu segala aktivitas selalu diperhitungkan fungsi dan kemanfaatannya bagi
kepentingan hidup manusia dalam masyarakat dengan landasan kebaikan dan kebenaran.
Tidak menilai unsur kebudayaan secara subyektif, melainkan menggunakan penalaran
kausalitas yang logis sesuai dengan kehendak dan kepentingan masyarakat setempat. Hal ini
berarti masyarakat setempat selayaknya mampu memilih dan memberikan penilaian terhadap
fungsi kebudayaan yang telah ada, dan masyarakat harus berani menolak nilai-nilai yang tidak
sesuai lagi atau nilai-nilai budaya asing yang cenderung merusak prinsip kepribadian bangsa

3
(http://fikirjernih.blogspot.com/2010/03/pentingnya-pelestarian-nilai-budaya.html)
7
secara umum. Sikap subyektif meskipun wajar, akan tetapi tetap tunduk terhadap prinsip adat
istiadat setempat. Kebiasaan asing yang menyangkut usaha pemenuhan kebutuhan hidup,
seharusnya dinilai secara rasional dan obyektif baik material maupun spiritual. Kehidupan
masyarakat sebagai suatu kondisi pergaulan yang dinamis dengan segala konsekuensinya
perlu diikat dengan nilai-nilai dan makna moral, agar dapat tercipta stabilitas sosial yang
mantap serta agar tak terjadi disintegrasi. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa biang
kerok dari disintegrasi dan konflik itu adalah kemiskinan, kemerosotan moral, dan ambisi
berlebihan.
Oleh karena itu kita harus waspada agar gerakan modernisasi dalam pembangunan
segala bidang tidak berdampak negatif dan salah kaprah, agar tidak keliru menilai rasa dan
makna dari kebudayaan yang ada, khususnya penerapan nilai kehormatan, harga diri dalam
kehidupan masyarakat. Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa masih banyak nilai
kehormatan yang relevan dan dapat kita teladani dalam bergelut dengan kompleksitas
kepentingan di abad globalisasi ini. Membawa badik atau senjata tajam, kini perlu dievaluasi
secara cermat dengan pandangan yang rasional dari segi bahaya dan untung ruginya. Salah
satu cara pemeliharaan budaya menurut Berger (dikutip dari Slamet Rahardjo, Editor Nurdin
HK., 1983) adalah dengan pendekatan kultural, sebab hanya manusia budayalah yang suatu
hari bisa berhenti dari kegiatannya, lalu melihat sekitar, merenung, lalu timbul dalam
sanubarinya desakan yang kuat untuk meninjau kembali segala yang telah dijalaninya. Lalu ia
merubah sikap atau memperbaiki apa yang selama ini diyakini, atau bahkan merubah dan
meninggalkannya. Dan merintis horizon keyakinan yang baru, lebih matang dan lebih
memadai. Solidaritas sosial diharapkan dapat mempererat persatuan dan kesatuan dalam
setiap derap langkah upaya pencapaian sasaran dan tujuan pembangunan. Prinsip hidup sering
menjadi penengah yang adil dapat dijadikan modal dasar dalam pendekatan sosial budaya
dalam rangka meningkatkan kwalitas pembangunan hukum, sosial budaya dan stabilitas
masyarakat. Pendekatan fungsional juga nampaknya tidak kalah penting untuk memonitor
perkembangan budaya dan pembangunan daerah, terutama jika kita hendak mengetahui
keselarasan kepentingan masyarakat dengan unsur-unsur kebudayaan yang dianutnya. Dengan
pendekatan ini diharapkan berbagai kegiatan dapat diarahkan, diperbaiki atau dikembangkan,
unsur-unsur budaya mana yang merugikan atau menyimpang dari keharusan tuntutan
stabilitas sosial, keamanan dan kesejahteraan sosial masa kini. Kita belum perlu mencari dan
membentuk budaya baru, yang penting adalah meningkatkan kualitas kemanfaatannya secara
rasional dan adaptif. Oleh karena masyarakat adat memiliki keragaman sifat, sikap, etnis dan
kebudayaan, maka dalam pengambilan langkah kebijakan pemberdayaan masyarakat adat

8
perlu adanya pendekatan secara strategis terhadap nilai-nilai budaya yang dianut. Berbagai
keputusan diambil dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan harus benar-benar
dapat memenuhi aspirasi masyarakat adat. Untuk itu dibutuhkan strategi yang efektif
berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai budaya yang sesuai dengan kepribadian dan
pandangan hidup masyarakat adat.
Menurut Ali Moertopo (1978), strategi pada hakekatnya berarti hal-hal yang
berkenaan dengan cara dan usaha menguasai dan mendayagunakan segala sumber daya suatu
masyarakat, suatu bangsa, untuk mencapai tujuannya. Lebih lanjut Moertopo memperinci
pendekatan strategis ke dalam lima ciri, yaitu:
a. Memusatkan perhatian kepada kekuatan, kepada power. Kekuatan adalah bagaikan
fokus pokok di dalam pendekatan strategis.
b. Memusatkan perhatian kepada analisis dinamik, analisa gerak, dan analisa aksi.
c. Strategi memusatkan perhatian kepada tujuan yang ingin dicapai serta gerak untuk
mencapai tujuan tersebut.
d. Strategi memperhitungkan faktor-faktor waktu (sejarah masa lampau, masa kini dan
terutama masa depan) dan faktor lingkungan.
e. Strategi berusaha menemukan masalah-masalah yang terjadi dari peristiwa-peristiwa
yang ditafsirkan berdasarkan konteks kekuatan, kemudian mengadakan analisa
mengenai kemungkinan-kemungkinan serta memperhitungkan pilihan-pilihan dan
langkah-langkah yang dapat diambil, dalam rangka bergerak menuju kepada tujuan
itu.
Dengan strategi pendekatan nilai-nilai budaya, diharapkan kebijakan yang akan diambil dapat
melahirkan suatu keputusan yang benar-benar memperoleh dukungan masyarakat. Berbagai
perbedaan diharapkan dapat disadari sebagai kekurangan, sehingga prinsip kebersamaan dan
persamaan persepsi dapat dipelihara dan dipertahankan. Konsekuensi dari pengakuan
masyarakat terhadap langkah-langkah pemberdayaan masyarakat adat yang telah
direncanakan itu dapat mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan realistik. Sebaliknya
jika langkah-langkah penerapan kebijakan itu tidak menyentuh kepentingan masyarakat adat,
maka mereka akan menarik diri dan membentuk cara alternatif baru yang justru menimbulkan
konflik. Ketidakpedulian terhadap nilai-nilai budaya masyarakat dapat mengakibatkan
jatuhnya derajad nilai kebudayaan sebagai pandangan hidup masyarakat. Suatu kebijaksanaan
yang ideal dalam usaha pemberdayaan masyarakat adat adalah dengan memuat strategi
pendekatan budaya lokal yang dapat membantu masyarakat keluar dari kesulitan, baik
kesulitan waktu kini maupun kesulitan penataan masa depannya. Khususnya penataan

9
kehidupan masa depan masyarakat adat, terutama dalam menggali dan memberdayakan
potensi sikap mental mereka. Sikap mental sebagian masyarakat adat yang masih relatif
tergantung dengan nilai-nilai budaya lokal dan tidak relevan dengan tuntutan kebutuhan
masyarakat masa kini, segera dievaluasi secara selektif. Tentu tidak merombak total atau
membuangnya secara tiba-tiba dari kehidupan masyarakat, akan tetapi secara bertahap
memberdayakannya kearah sikap perilaku yang positif. Dengan kesadaran ilmiah dan
bertahap upaya ini diharapkan dapat membuka tabir misteri budaya, sehingga makna dan
manfaatnya dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan masyarakat.
Kesadaran ilmiah merupakan faktor pendorong bagi tumbuhnya semangat dan
kreativitas masyarakat untuk bersedia melakukan perubahan-perubahan terhadap tradisi-
tradisi yang menghambat proses pembangunan ke arah perbaikan kehidupan masyarakat.
Perubahan-perubahan sikap mental diperluas mencakup sebagian besar golongan masyarakat
dengan penekanan terhadap prinsip kebersamaan dan perjuangan atas hak-hak bersama yang
berkesinambungan. Strategi ini dimaksudkan untuk memperkecil skala prioritas etos kerja
yang bersifat mendahulukan hak-hak individu. Suatu realitas perkembangan kehidupan
masyarakat yang tidak dapat dipungkiri adalah gejala tantangan pluralistik etnis dan tekanan
ekonomi yang kian mengedepan. Hal ini akhirnya berpengaruh pada terciptanya stratifikasi
dan kesenjangan sosial ekonomi masyarakat. Oleh karena itu upaya pemberdayaan
masyarakat adat harus dapat menempatkan peran individu kedalam pekerjaan yang sesuai
dengan kemampuan dan minatnya. Memberikan tanggung jawab kemandirian kepada
masyarakat berdasarkan pengalaman sendiri dapat mendorong kearah terciptanya hasil kerja
dan hasil guna yang tinggi. Masyarakat perlu diarahkan pada kehidupan empiris dengan
perjuangan dan kerja keras sesuai dengan tuntunan nilai-nilai luhur budaya daerah yang
tertuang dalam pandangan hidupnya. Pelaksanaan pembangunan ekonomi harus dilaksanakan
pada setiap lapisan masyarakat adat secara interaktif dengan pola penyederhanaan kondisional
pada setiap daerah. Spesifikasi budaya daerah merupakan acuan pendekatan strategis dalam
menentukan prioritas pengembangan potensi masyarakat adat. Sasaran yang utamanya adalah
melakukan persiapan mengembalikan kekuatan masyarakat melalui partisipasinya dalam
pembangunan ekonomi kerakyatan. Langkah-langkah yang sebaiknya ditempuh adalah:
a. Melibatkan masyarakat dalam setiap perencanaan dan pengambilan keputusan
program pembangunan sebagai wujud demokrasi sosial.
b. Program pembangunan yang dilegitimasi dapat memberikan jaminan terhadap
prioritas hak-hak masyarakat, dan pemerataan kesempatan usaha.
c. Memberdayakan sikap independensi peran serta masyarakat.

10
d. Membangun kemitraan dengan pemerintah, kaum intelektual, dan lembaga-lembaga
terkait.
Program pemberdayaan masyarakat adat yang berwawasan ekonomi kerakyatan akan
lebih relevan dan efektif, apabila dalam realisasinya disertai dengan contoh-contoh perilaku
dan perlakuan yang nyata, minimal dapat mencerminkan cara hidup yang terarah. Dalam
perspektif sosiologis diharapkan hasil kemajuan itu, dapat menumbuhkan sikap perilaku
individu yang tidak hanya memikirkan perbaikan nasib diri sendiri, melainkan nasib sesama
anggota masyarakat adat. Titik tolak dari tujuan pemberdayaan masyarakat adat adalah usaha
perbaikan kondisi kehidupan masyarakat secara material dan spiritual. Untuk mendukung
upaya pencapaian tujuan ini perlu pertajaman peranan masyarakat adat dengan beberapa cara,
yaitu:
a. Pematangan pemahaman masyarakat terhadap sarana material baru yang berhubungan
langsung dengan teknologi baru pembangunan.
b. Membentuk kebiasaan kehidupan baru yang berhubungan produk-produk baru.
c. Membentuk kelompok kerja baru secara rasional ekonomis.
d. Membentuk kesadaran baru yang mendukung perubahan dan modernisasi.
e. Mengupayakan kenaikan imbalan sosial ekonomis untuk menuju perbaikan
kesejahteraan.
Untuk mewujudkan tujuan itu perlu mengadakan perbandingan, inventarisasi dan
evaluasi secara terus menerus terhadap keberadaan aneka ragam dan perkembangan
kebudayaan masyarakat. Beban pembangunan nasional merupakan tanggung jawab bersama
antara pemerintah, agen pembangunan dan masyarakat dengan meletakkan pembangunan
ekonomi kerakyatan dalam skala prioritas utama. Untuk mengemban tugas itu perlu
pengembangan semangat kerja keras agar masyarakat dapat memperkokoh jati dirinya sebagai
bangsa yang terbuka, kreatif, inovatif dan reformatif. Hal ini perlu dibuktikan dengan prestasi-
prestasi gemilang, baik perorangan maupun kelompok diberbagai bidang keahlian. Prestasi-
prestasi ini dapat diperoleh melalui keberanian membela kebenaran, kesanggupan merevisi
kesalahan, alih teknologi dan kerja keras sesuai dengan profesi dan keahliannya. Untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitasnya, perlu diadakan usaha penggalian dan pemanfatan
sumber daya manusia, yaitu dengan mengikutsertakan masyarakat, mengadakan kaderisasi
dan perluasan lapangan kerja. Agar tidak terjadi erosi nilai budaya dan rendahnya relevansi
hasil-hasil pembangunan, maka perlu memperkuat etos kerja yang berakar dari nilai-nilai
budaya. Dengan demikian diharapkan agar masyarakat memiliki kemampuan dalam

11
menempatkan dan mempertimbangkan nilai-nilai budaya yang dapat bermanfaat bagi
perkembangan dan pertumbuhan kesejahteraan hidupnya.4

4
(http://blog.unila.ac.id/abdulsyani/files/2009/08/artikel-pelestarian-nilai2-budaya-lokal.pdf)
12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Budaya merupakan suatu komponen yang sangat berarti bagi suatu bangsa karena
budaya merupakan perekat bangsa dan menjadi ciri khas dari suatu negara. Dengan adanya
kebudayaan maka suatu negara dapat dibedakan dengan negara satu dengan negara yang
lainnya karena masing-masing negara mempunyai budaya yang berbeda-beda. Karena
peranan budaya sangat penting, maka perlunya pelestarian nilai-nilai budaya dalam
masyarakat agar budaya tersebut tidak punah termakan usia karena jika dilihat dalam
kenyataanya banyak sekali generasi muda yang kurang bahkan tidak peduli dengan
kebudayaannya. Untuk itu perlu adanya sosialisasi dan perhatian dari pemerintah serta
kesadaran masyarakat khususnya masyarakat Indonesia untuk melestarikan nilai-nilai budaya
dalam kehidupannya dengan cara pemberdayaan masyarakat dalam upaya pelestarian nilai
budaya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad. 1987. Ilmu Budaya Dasar (IBD). Jakarta: Fajar Agung.
http://blog.unila.ac.id/abdulsyani/files/2009/08/artikel-pelestarian-nilai2-budaya
lokal.pdf (diakses Sabtu tanggal 17 Oktober 2017).
http://fikirjernih.blogspot.com/2010/03/pentingnya-pelestarian-nilai-budaya.htm (diakses
Sabtu tanggal 17 Oktober 2017).
http://www.akcbali.org/index.php?option=com_content&view=article&id=228:nilai-nilai-
budaya&catid=15&Itemid=56 (diakses Sabtu tanggal 17 Oktober 2017).

14

Anda mungkin juga menyukai