Disusun oleh :
Febriman Zendrato
(15100025)
Puji syukur atas hadirat Tuhan yang Maha Esa, yang atas rahmat-Nya sehingga Saya
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Pengaruh Budaya/Adat Terhadap
Pelestarian dan Pemeliharaan Nilai-Nilai Pancasila. Penulisan makalah ini merupakan salah
satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Pendidikan Logika dan Filsafat di Universitas
HKBP Nommensen, Medan.
Dalam Penulisan makalah ini Saya merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang ada. Untuk itu, kritik dan saran
dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini
kedepannya.
Dalam penulisan makalah ini, Saya mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Bapak Drs. Poltak
Panjaitan, M.Pd yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada Saya, sehingga Saya dapat
menyelesaikan tugas ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Febriman Zendrato
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
c. Unsur karsa (etika), yang menimbulkan kebaikan, dengan karsa itu manusia menilai
mana yang baik dan mana yang tidak baik (nilai kebaikan atau nilai moral).1
Secara umum kita mengakui bahwa negara Indonesia merupakan negara yang
memiliki berbagai macam kebudayaan dari Sabang sampai Merauke. Budaya tersebut
merupakan peninggalan dari nenek moyang kita yang semestinya pasti akan diturunkan
kepada kita sebagai generasi penerus agar budaya itu tidak punah. Akan tetapi, dalam
kenyataannya banyak sekali generasi muda yang kurang peduli dengan budaya peninggalan
nenek moyang tersebut. Untuk itu perlu diadakannya sosialisasi tentang betapa pentingnya
melestarikan nilai-nilai budaya didalam suatau masyarakat agar budaya yang kita miliki ini
tidak punah.
Dalam melestarikan kebudayaan yang ada, masyarakat harus memiliki strategi-strategi
khusus dalam melestarikan suatu kebudayaan yaitu dengan cara memberdayakan masyarakat
terutama masyarakat adat yang ada di seluruh Indonesia untuk bersama-sama melestarikan
kebudayaan yang ada di negeri kita tercinta ini.
1
(http://blog.unila.ac.id/abdulsyani/files/2009/08/artikel-pelestarian-nilai2-budaya-lokal.pdf)
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
hanyalah melemahkan bangunan bangsa dan negara kita. Upaya-upaya seperti itu mesti
dicegah. Tidak boleh dan tidak bisa menunggu hingga bangunan sudah runtuh, baru beraduh-
aduh. Sayang sekali, saat ini anak bangsa yang tidak mengerti perkara budaya, justru
meremehkan peran budaya sebagai perekat dan mencari perekat-perekat lain. Ada yang
berusaha untuk mengganti landasan budaya dengan syariah atau peraturan-peraturan agama,
ada pula yang menganggap pembangunan dan ekonomi sebagai perekat. Syariah agama
tertentu jelas tidak bisa menjadi perekat bagi bangsa besar seperti Indonesia, karena kita
tidak beragama satu dan sama. Jumlah agama resmi sebagaimana terwakili dalam
departemen agama pun sesungguhnya tidak sesuai dengan semangat Undang-Undang Dasar
kita, dimana setiap anak bangsa memiliki hak untuk beragama sesuai dengan keyakinannya.
Jadi, jumlah agama dan kepercayaan itu sesungguhnya tidak dapat dibatasi. Istilah agama
resmi dan tidak resmi pun hanyalah sebuah lelucon.
Ekonomi dan pembangunan tidak bisa menjadi perekat yang kuat. Saat ini, Amerika
Serikat kembali menggalakkan pendalaman sejarah bagi setiap warganya. Bagi imigran yang
hendak menetap, penguasaan terhadap sejarah menjadi wajib. Kenapa? Karena mereka baru
sadar bila pembangunan dan ekonomi terbukti tidak cukup kuat sebagai perekat bangsa.
Timur Tengah pernah menjadikan peraturan-peraturan agama sebagai perekat. Ternyata gagal
jua. Walau mayoritas beragama satu dan sama akhirnya tetap juga terpecah-belah menjadi
sekian banyak negara. Negara Pakistan yang lahir berlandaskan syariat agama tertentu tidak
mampu mempertahankan persatuan bangsanya lebih dari 25 tahun. Maka, lahirlah Bangladesh
dari rahim Pakistan. Jauh sebelumnya, Eropa pernah bersatu di bawah satu gereja. Tidak lama
juga. Negara-negara yang awalnya bersatu itu tidak hanya terpecah-belah menjadi sekian
banyak negara gerejanya pun terpecah-belah. Sementara itu, Nusantara dengan jumlah
pulaunya yang tak terhitung secara persis, dengan latar belakang yang sangat beragam pula
pernah bersatu selama 1 milenial di masa Sriwijaya. Kemudian selama 4 abad lebih di masa
Singasari dan Majapahit. Saat ini pun, lebih dari enam puluh tahun sejak kita
memproklamasikan kemerdekaan kita dari penjajah asing, kita masih bersatu. Kenapa?
Karena kekuatan budaya. Ketika Majapahi melemah dan perekat budaya diganti dengan
akidah agama oleh Raden Patah dan mereka yang mendukungnya, maka kita tidak mampu
bertahan lebih dari 1 abad. Dalam 1 abad saja, terjadilah perang saudara, yang kemudian
dimanfaatkan oleh para saudagar asing untuk menguasai kepulauan kita. Maka, jelas sudah
4
bahwasanya budaya sebagai perekat bangsa memang tak tertandingi oleh perekat-perekat
lain.2
2
(http://www.akcbali.org/index.php?option=com_content&view=article&id=228:nilai-nilai
budaya&catid=15&Itemid=56)
5
2.3 Pentingnya Keberadaan Museum Umum
Perjalanan panjang sejarah Indonesia telah meninggalkan banyak benda yang
mempunyai nilai bagi sejarah perkembangan masyarakat, selain itu keberadaan adat istiadat
budaya masyarakat yang khas masih dipegang hingga saat ini perlu diperkenalkan kepada
masyarakat. Upaya memperkenalkan tersebut tidaklah mungkin dilakukan jika keberadaan
benda-benda tersebut tidak dikumpulkan dalam suatu tempat, sehingga untuk itu perlu
membangun sebuah Museum. Museum ini tidak hanya menyimpan dan memamerkan selah
satu jenis koleksi, melainkan dapat menampung berbagai koleksi yang berkaitan dengan
perjalanan sejarah budaya masyarakat serta lingkungannya yang justru tidak dimungkinkan
untuk disimpan dan dipamerkan pada jenis museum khusus.
Selain memamerkan benda-benda yang mengandung nilai sejarah, pada museum ini
dapat juga dipamerkan potensi yang dimiliki oleh daerah, seperti potensi adat istiadat dan
budaya masyarakat, potensi sumber daya alam, potensi penduduk serta berbagai potensi yang
dapat dijadikan modal bagi pembangunan daerah. Akibatnya keberadaan museum tidak hanya
berfungsi sebagai album sejarah melainkan juga dapat dijadikan sebagai tempat untuk
memperkenalkan berbagai potensi yang dimiliki daerah sebagai modal bagi terlaksananya
pembangunan. Keberadaan museum tidak hanya berfungsi sebagai lembaga yang
mengumpulkan dan memamerkan benda-benda yang berkaitan dengan sejarah perkembangan
kehidupan manusia dan lingkungan, tetapi mempunyai fungsi yang sangat mulia yaitu
merupakan suatu lembaga yang mempunyai tugas untuk melakukan pembinaan dan
pengembangan nilai budaya bangsa guna memperkuat kepribadian dan jati diri bangsa,
mempertebal keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan, serta meningkatkan rasa harga diri dan
kebanggaan nasional sehingga melalui transformasi nilai yang terjadi di museum diharapkan
budaya lokal yang berkembang di masyarakat dapat tetap lestari di tengah serbuan budaya
asing yang masuk tidak terbendung.
Bagi dunia pendidikan, keberadaan museum sangat mendukung bagi tercapainya
keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan. Karena antara museum dengan dunia
pendidikan mempunyai tujuan yang sama, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa serta
pelestaraian nilai luhur bangsa kita walau dengan cara yang berbeda. Karena di sekolah
pencapaian tujuan pendidikan dilakukan melalui interaksi antara guru dengan murid
sedangkan di museum interaksi yang terjadi adalah interaksi antara benda koleksi dengan
pengunjung yang datang untuk melihat dan mencoba untuk menarik makna yang terkandung
di dalamnya. Pendirian museum dari segi ekonomi memang tidak akan menguntungkan
karena nilai yang ditanamkan di dalamnya tidak akan dapat kembali dengan segera bahkan
6
tidak mungkin untuk dapat kembali, sehingga diperlukan kesadaran dari berbagai pihak guna
mewujudkannya. Manfaat yang sangat besar telah menanti melebihi dari sekedar manfaat
jangka pendek berupa pertumbuhan ekonomi. Setelah museum berdiri, keberadaannya akan
menjadi aset yang sangat tinggi nilainya untuk jangka waktu yang panjang terutama berkaitan
dengan penumbuhan nilai-nilai kebangsaan dan pelestarian budaya nasional pada diri generasi
muda di tengah terjangan budaya global.
Untuk lebih memahami betapa pentingnya keberadaan sebuah museum, perlu kita
renungkan tulisan berikut ini.
Apabila suatu bangsa adalah sebuah keluarga yang hidup dengan dan dalam rumah
kebudayaannya, maka museum dapatlah dipahami sebagai album keluarga itu. Di
dalam album itulah foto-foto seluruh keluarga tersimpan dan disusun dari setiap masa
dan generasi. Foto-foto itu ditatap untuk tidak sekedar menjenguk dan menziarahi
sebuah masa lalu, sebab waktu bukan hanya terdiri dari ruang dimensi kemarin, hari
ini, dan besok pagi. Foto-foto itu adalah waktu yang menjadi tempat untuk menatap
dan memaknai seluruhnya, bukan hanya peristiwa, akan tetapi juga pemaknaan di
balik peristiwa-peristiwa itu. Pemaknaan tentang seluruh identitas, di dalam dan di
luar kota. Foto-foto itu akhirnya bukan lagi dipahami sebagai sebuah benda (HU
Pikiran Rakyat, 22 Februari 2001). Melalui berbagai upaya pelestarian nilai sejarah,
adat istiadat dan budaya bangsa serta pengenalan berbagai potensi pembangunan yang
dimiliki daerah diharapkan akan muncul generasi-generasi yang tangguh yang
menghargai dan menjunjung tinggi budaya sendiri serta mampu mempertahankannya
di tengah terpaan budaya asing yang datang menyerbu.3
3
(http://fikirjernih.blogspot.com/2010/03/pentingnya-pelestarian-nilai-budaya.html)
7
secara umum. Sikap subyektif meskipun wajar, akan tetapi tetap tunduk terhadap prinsip adat
istiadat setempat. Kebiasaan asing yang menyangkut usaha pemenuhan kebutuhan hidup,
seharusnya dinilai secara rasional dan obyektif baik material maupun spiritual. Kehidupan
masyarakat sebagai suatu kondisi pergaulan yang dinamis dengan segala konsekuensinya
perlu diikat dengan nilai-nilai dan makna moral, agar dapat tercipta stabilitas sosial yang
mantap serta agar tak terjadi disintegrasi. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa biang
kerok dari disintegrasi dan konflik itu adalah kemiskinan, kemerosotan moral, dan ambisi
berlebihan.
Oleh karena itu kita harus waspada agar gerakan modernisasi dalam pembangunan
segala bidang tidak berdampak negatif dan salah kaprah, agar tidak keliru menilai rasa dan
makna dari kebudayaan yang ada, khususnya penerapan nilai kehormatan, harga diri dalam
kehidupan masyarakat. Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa masih banyak nilai
kehormatan yang relevan dan dapat kita teladani dalam bergelut dengan kompleksitas
kepentingan di abad globalisasi ini. Membawa badik atau senjata tajam, kini perlu dievaluasi
secara cermat dengan pandangan yang rasional dari segi bahaya dan untung ruginya. Salah
satu cara pemeliharaan budaya menurut Berger (dikutip dari Slamet Rahardjo, Editor Nurdin
HK., 1983) adalah dengan pendekatan kultural, sebab hanya manusia budayalah yang suatu
hari bisa berhenti dari kegiatannya, lalu melihat sekitar, merenung, lalu timbul dalam
sanubarinya desakan yang kuat untuk meninjau kembali segala yang telah dijalaninya. Lalu ia
merubah sikap atau memperbaiki apa yang selama ini diyakini, atau bahkan merubah dan
meninggalkannya. Dan merintis horizon keyakinan yang baru, lebih matang dan lebih
memadai. Solidaritas sosial diharapkan dapat mempererat persatuan dan kesatuan dalam
setiap derap langkah upaya pencapaian sasaran dan tujuan pembangunan. Prinsip hidup sering
menjadi penengah yang adil dapat dijadikan modal dasar dalam pendekatan sosial budaya
dalam rangka meningkatkan kwalitas pembangunan hukum, sosial budaya dan stabilitas
masyarakat. Pendekatan fungsional juga nampaknya tidak kalah penting untuk memonitor
perkembangan budaya dan pembangunan daerah, terutama jika kita hendak mengetahui
keselarasan kepentingan masyarakat dengan unsur-unsur kebudayaan yang dianutnya. Dengan
pendekatan ini diharapkan berbagai kegiatan dapat diarahkan, diperbaiki atau dikembangkan,
unsur-unsur budaya mana yang merugikan atau menyimpang dari keharusan tuntutan
stabilitas sosial, keamanan dan kesejahteraan sosial masa kini. Kita belum perlu mencari dan
membentuk budaya baru, yang penting adalah meningkatkan kualitas kemanfaatannya secara
rasional dan adaptif. Oleh karena masyarakat adat memiliki keragaman sifat, sikap, etnis dan
kebudayaan, maka dalam pengambilan langkah kebijakan pemberdayaan masyarakat adat
8
perlu adanya pendekatan secara strategis terhadap nilai-nilai budaya yang dianut. Berbagai
keputusan diambil dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan harus benar-benar
dapat memenuhi aspirasi masyarakat adat. Untuk itu dibutuhkan strategi yang efektif
berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai budaya yang sesuai dengan kepribadian dan
pandangan hidup masyarakat adat.
Menurut Ali Moertopo (1978), strategi pada hakekatnya berarti hal-hal yang
berkenaan dengan cara dan usaha menguasai dan mendayagunakan segala sumber daya suatu
masyarakat, suatu bangsa, untuk mencapai tujuannya. Lebih lanjut Moertopo memperinci
pendekatan strategis ke dalam lima ciri, yaitu:
a. Memusatkan perhatian kepada kekuatan, kepada power. Kekuatan adalah bagaikan
fokus pokok di dalam pendekatan strategis.
b. Memusatkan perhatian kepada analisis dinamik, analisa gerak, dan analisa aksi.
c. Strategi memusatkan perhatian kepada tujuan yang ingin dicapai serta gerak untuk
mencapai tujuan tersebut.
d. Strategi memperhitungkan faktor-faktor waktu (sejarah masa lampau, masa kini dan
terutama masa depan) dan faktor lingkungan.
e. Strategi berusaha menemukan masalah-masalah yang terjadi dari peristiwa-peristiwa
yang ditafsirkan berdasarkan konteks kekuatan, kemudian mengadakan analisa
mengenai kemungkinan-kemungkinan serta memperhitungkan pilihan-pilihan dan
langkah-langkah yang dapat diambil, dalam rangka bergerak menuju kepada tujuan
itu.
Dengan strategi pendekatan nilai-nilai budaya, diharapkan kebijakan yang akan diambil dapat
melahirkan suatu keputusan yang benar-benar memperoleh dukungan masyarakat. Berbagai
perbedaan diharapkan dapat disadari sebagai kekurangan, sehingga prinsip kebersamaan dan
persamaan persepsi dapat dipelihara dan dipertahankan. Konsekuensi dari pengakuan
masyarakat terhadap langkah-langkah pemberdayaan masyarakat adat yang telah
direncanakan itu dapat mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan realistik. Sebaliknya
jika langkah-langkah penerapan kebijakan itu tidak menyentuh kepentingan masyarakat adat,
maka mereka akan menarik diri dan membentuk cara alternatif baru yang justru menimbulkan
konflik. Ketidakpedulian terhadap nilai-nilai budaya masyarakat dapat mengakibatkan
jatuhnya derajad nilai kebudayaan sebagai pandangan hidup masyarakat. Suatu kebijaksanaan
yang ideal dalam usaha pemberdayaan masyarakat adat adalah dengan memuat strategi
pendekatan budaya lokal yang dapat membantu masyarakat keluar dari kesulitan, baik
kesulitan waktu kini maupun kesulitan penataan masa depannya. Khususnya penataan
9
kehidupan masa depan masyarakat adat, terutama dalam menggali dan memberdayakan
potensi sikap mental mereka. Sikap mental sebagian masyarakat adat yang masih relatif
tergantung dengan nilai-nilai budaya lokal dan tidak relevan dengan tuntutan kebutuhan
masyarakat masa kini, segera dievaluasi secara selektif. Tentu tidak merombak total atau
membuangnya secara tiba-tiba dari kehidupan masyarakat, akan tetapi secara bertahap
memberdayakannya kearah sikap perilaku yang positif. Dengan kesadaran ilmiah dan
bertahap upaya ini diharapkan dapat membuka tabir misteri budaya, sehingga makna dan
manfaatnya dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan masyarakat.
Kesadaran ilmiah merupakan faktor pendorong bagi tumbuhnya semangat dan
kreativitas masyarakat untuk bersedia melakukan perubahan-perubahan terhadap tradisi-
tradisi yang menghambat proses pembangunan ke arah perbaikan kehidupan masyarakat.
Perubahan-perubahan sikap mental diperluas mencakup sebagian besar golongan masyarakat
dengan penekanan terhadap prinsip kebersamaan dan perjuangan atas hak-hak bersama yang
berkesinambungan. Strategi ini dimaksudkan untuk memperkecil skala prioritas etos kerja
yang bersifat mendahulukan hak-hak individu. Suatu realitas perkembangan kehidupan
masyarakat yang tidak dapat dipungkiri adalah gejala tantangan pluralistik etnis dan tekanan
ekonomi yang kian mengedepan. Hal ini akhirnya berpengaruh pada terciptanya stratifikasi
dan kesenjangan sosial ekonomi masyarakat. Oleh karena itu upaya pemberdayaan
masyarakat adat harus dapat menempatkan peran individu kedalam pekerjaan yang sesuai
dengan kemampuan dan minatnya. Memberikan tanggung jawab kemandirian kepada
masyarakat berdasarkan pengalaman sendiri dapat mendorong kearah terciptanya hasil kerja
dan hasil guna yang tinggi. Masyarakat perlu diarahkan pada kehidupan empiris dengan
perjuangan dan kerja keras sesuai dengan tuntunan nilai-nilai luhur budaya daerah yang
tertuang dalam pandangan hidupnya. Pelaksanaan pembangunan ekonomi harus dilaksanakan
pada setiap lapisan masyarakat adat secara interaktif dengan pola penyederhanaan kondisional
pada setiap daerah. Spesifikasi budaya daerah merupakan acuan pendekatan strategis dalam
menentukan prioritas pengembangan potensi masyarakat adat. Sasaran yang utamanya adalah
melakukan persiapan mengembalikan kekuatan masyarakat melalui partisipasinya dalam
pembangunan ekonomi kerakyatan. Langkah-langkah yang sebaiknya ditempuh adalah:
a. Melibatkan masyarakat dalam setiap perencanaan dan pengambilan keputusan
program pembangunan sebagai wujud demokrasi sosial.
b. Program pembangunan yang dilegitimasi dapat memberikan jaminan terhadap
prioritas hak-hak masyarakat, dan pemerataan kesempatan usaha.
c. Memberdayakan sikap independensi peran serta masyarakat.
10
d. Membangun kemitraan dengan pemerintah, kaum intelektual, dan lembaga-lembaga
terkait.
Program pemberdayaan masyarakat adat yang berwawasan ekonomi kerakyatan akan
lebih relevan dan efektif, apabila dalam realisasinya disertai dengan contoh-contoh perilaku
dan perlakuan yang nyata, minimal dapat mencerminkan cara hidup yang terarah. Dalam
perspektif sosiologis diharapkan hasil kemajuan itu, dapat menumbuhkan sikap perilaku
individu yang tidak hanya memikirkan perbaikan nasib diri sendiri, melainkan nasib sesama
anggota masyarakat adat. Titik tolak dari tujuan pemberdayaan masyarakat adat adalah usaha
perbaikan kondisi kehidupan masyarakat secara material dan spiritual. Untuk mendukung
upaya pencapaian tujuan ini perlu pertajaman peranan masyarakat adat dengan beberapa cara,
yaitu:
a. Pematangan pemahaman masyarakat terhadap sarana material baru yang berhubungan
langsung dengan teknologi baru pembangunan.
b. Membentuk kebiasaan kehidupan baru yang berhubungan produk-produk baru.
c. Membentuk kelompok kerja baru secara rasional ekonomis.
d. Membentuk kesadaran baru yang mendukung perubahan dan modernisasi.
e. Mengupayakan kenaikan imbalan sosial ekonomis untuk menuju perbaikan
kesejahteraan.
Untuk mewujudkan tujuan itu perlu mengadakan perbandingan, inventarisasi dan
evaluasi secara terus menerus terhadap keberadaan aneka ragam dan perkembangan
kebudayaan masyarakat. Beban pembangunan nasional merupakan tanggung jawab bersama
antara pemerintah, agen pembangunan dan masyarakat dengan meletakkan pembangunan
ekonomi kerakyatan dalam skala prioritas utama. Untuk mengemban tugas itu perlu
pengembangan semangat kerja keras agar masyarakat dapat memperkokoh jati dirinya sebagai
bangsa yang terbuka, kreatif, inovatif dan reformatif. Hal ini perlu dibuktikan dengan prestasi-
prestasi gemilang, baik perorangan maupun kelompok diberbagai bidang keahlian. Prestasi-
prestasi ini dapat diperoleh melalui keberanian membela kebenaran, kesanggupan merevisi
kesalahan, alih teknologi dan kerja keras sesuai dengan profesi dan keahliannya. Untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitasnya, perlu diadakan usaha penggalian dan pemanfatan
sumber daya manusia, yaitu dengan mengikutsertakan masyarakat, mengadakan kaderisasi
dan perluasan lapangan kerja. Agar tidak terjadi erosi nilai budaya dan rendahnya relevansi
hasil-hasil pembangunan, maka perlu memperkuat etos kerja yang berakar dari nilai-nilai
budaya. Dengan demikian diharapkan agar masyarakat memiliki kemampuan dalam
11
menempatkan dan mempertimbangkan nilai-nilai budaya yang dapat bermanfaat bagi
perkembangan dan pertumbuhan kesejahteraan hidupnya.4
4
(http://blog.unila.ac.id/abdulsyani/files/2009/08/artikel-pelestarian-nilai2-budaya-lokal.pdf)
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Budaya merupakan suatu komponen yang sangat berarti bagi suatu bangsa karena
budaya merupakan perekat bangsa dan menjadi ciri khas dari suatu negara. Dengan adanya
kebudayaan maka suatu negara dapat dibedakan dengan negara satu dengan negara yang
lainnya karena masing-masing negara mempunyai budaya yang berbeda-beda. Karena
peranan budaya sangat penting, maka perlunya pelestarian nilai-nilai budaya dalam
masyarakat agar budaya tersebut tidak punah termakan usia karena jika dilihat dalam
kenyataanya banyak sekali generasi muda yang kurang bahkan tidak peduli dengan
kebudayaannya. Untuk itu perlu adanya sosialisasi dan perhatian dari pemerintah serta
kesadaran masyarakat khususnya masyarakat Indonesia untuk melestarikan nilai-nilai budaya
dalam kehidupannya dengan cara pemberdayaan masyarakat dalam upaya pelestarian nilai
budaya.
13
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad. 1987. Ilmu Budaya Dasar (IBD). Jakarta: Fajar Agung.
http://blog.unila.ac.id/abdulsyani/files/2009/08/artikel-pelestarian-nilai2-budaya
lokal.pdf (diakses Sabtu tanggal 17 Oktober 2017).
http://fikirjernih.blogspot.com/2010/03/pentingnya-pelestarian-nilai-budaya.htm (diakses
Sabtu tanggal 17 Oktober 2017).
http://www.akcbali.org/index.php?option=com_content&view=article&id=228:nilai-nilai-
budaya&catid=15&Itemid=56 (diakses Sabtu tanggal 17 Oktober 2017).
14