Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

MORFOLOGI DAN DIKSI


Kata Pengantar

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah yang berjudul
MORFOLOGI DAN DIKSI tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam
kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.

Purwokerto, September 2017

Penyusun

ii
Daftar Isi
Halaman Judul .........................................................................................................................

Kata Pengantar .........................................................................................................................

Daftar Isi ..................................................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1
BAB II
MORFOLOGI

Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa


sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh
perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Atau dengan kata lain
dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi
perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.
Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa
Yunani morphe yang digabungkan dengan logos. Morphe berarti bentuk dan dan logos berarti
ilmu. Bunyi [o] yang terdapat diantara morphe dan logos ialah bunyi yang biasa muncul
diantara dua kata yang digabungkan. Itulah sebabnya, dikatakan bahwa morfologi adalah
ilmu yang mempelajari seluk beluk kata (struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan
bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata. Dan ruang lingkup morfologi mencakup
morfem, morf dan alomorf.

1. MORFEM
1.1 Pengertian Morfem
Morfem adalah suatu bentuk bahasa yang tidak mengandung bagian-bagian yang
mirip dengan bentuk lain, baik bunyi maupun maknanya. (Bloomfield, 1974: 6). Morfem,
dapat juga dikatakan unsur terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan
suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata
praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar
penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga.
Berdasarkan konsep-konsep di atas di atas dapat dikatakan bahwa morfem adalah
satuan gramatik yang terkecil yang mempunyai makna, baik makna leksikal maupun
makna gramatikal.
Contohnya, memperbesar dapat kita potong menjadi memperbesar dan per-besar.
Jika besar dipotong lagi, maka be- dan sar masing-masing tidak mempunyai makna.
Bentuk seperti mem-, per-, dan besar disebut morfem. Morfem yang dapat berdiri sendiri,
seperti besar, dinamakan morfem bebas, sedangkan yang melekat pada bentuk lain,
seperti mem- dan per-, dinamakan morfem terikat. Contoh memperbesar di atas adalah

2
satu kata yang terdiri atas tiga morfem, yakni dua morfem terikat mem- dan per- serta
satu morfem bebas, besar.
1.2 Prinsip-prinsip Pengenalan Morfem
Untuk mengenal morfem secara jeli dalam bahasa Indonesia, diperlukan petunjuk sebagai
pegangan. Ada enam prinsip yang saling melengkapi untuk memudahkan pengenalan morfem
(Lihat Ramlan, 1980), yakni sebagai berikut:
a. Prinsip pertama
Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis dan arti atau makna yang sama
merupakan satu morfem.
Membaca (baca)
Contohnya : pembaca, bacaan, membacakan
Karena struktur fonologis dan maknanya sama, maka satuan tersebut merupakan
morfem yang sama. .
Kemanusiaan (ke-an)
Contohnya : kecepatan, kedutaan, kenegaraan
Satuan tersebut walaupun struktur fonologisnya sama bukan merupakan morfem yang
sama, karena makna gramatikalnya berbeda.
b. Prinsip kedua
Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonolis yang berbeda, merupakan satu morfem
apabila bentuk-bentuk itu mempunyai arti atau makna yang sama, dan perbedaan struktur
fonologisnya dapat dijelaskan secara fonologis. Perubahan setiap morf itu bergantung
kepada fonem awal morfem yang dilekatinya.
Contoh:
mem- : membawa
meN-
men- : menulis
meny- : menyisir
meng- : menggambar
me- : melempar
Perubahan setiap morf itu bergantung kepada fonem awal morfem yang dilekatinya.
c. Prinsip ketiga
Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur ontologis yang berbeda, sekalipun
perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologis, masih dapat dianggap sebagai satu

3
morfem apabila mempunyai makna yang sama, dan mempunyai distribusi yang
komplementer. Perhatikan contoh berikut:
ber- : berkarya, bertani, bercabang
bel- : belajar, belunjur
be- : bekerja, berteriak, beserta
Kedudukan afiks ber- yang tidak dapat bertukar tempat itulah yang disebut distribusi
komplementer.
d. Prinsip keempat
Apabila dalam deretan struktur suatu bentuk berpararel dengan suatu kekosongan, maka
kekosongan itu merupakan morfem, ialah yang disebut morfem zero. Contohnya :
a) Rina membeli sepatu
b) Rina menulis surat
c) Rina membaca novel
d) Rina menggulai ikan
e) Rina makan pecal
f) Rina minum susu
Semua kalimat itu berstruktur SPO. Predikatnya tergolong ke dalam verba aktif
transitif. Lalu pada kalimat a, b. c, dan d, verba aktif transitif tersebut ditandai oleh meN,
sedangkan pada kalimat e dan f verba aktif transitif itu ditandai kekosongan (meN- tidak
ada), kekosongan itu merupakan morfem, yang disebut morfem zero.
e. Prinsip kelima
Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis yang sama mungkin merupakan satu
morfem, mungkin pula merupakan morfem yang berbeda. Apabila bentuk yang
mempunyai struktur fonologis yang sama itu berbeda maknanya, maka tentu saja
merupakan fonem yang berbeda.
Contoh:
a) Jubiar membeli buku
Buku itu sangat mahal
b) Juniar membaca buku
Juniar makan buku tebu
Satuan buku pada kalimat a) merupakan morfem yang sama karena maknanya sama.
Satuan buku pada kalimat kalimat b) bukanlah morfem yang sama karena maknanya
berbeda.

4
f. Prinsip keenam
Setiap bentuk yang tidak dapat dipisahkan merupakan morfem. Ini berarti bahwa setiap
satuan gramatik yang tidak dapat dipisahkan lagi atas satuan-satuan gramatik yang lebih
kecil, adalah morfem. Misalnya, satuan ber dan lari pada berlari, ter dan tinggi pada
tertinggi tidak dapat dipisahkan lagiatas satuan-satuan yang lebih kecil. Oleh karena itu,
ber-, lari, ter, dan tinggi adalah morfem.
1.3 Klasifikasi Morfem
a. Morfem Bebas dan Morfem Terikat
Morfem ada yang bersifat bebas dan ada yang bersifat terikat. Dikatakan morfem bebas
karena ia dapat berdiri sendiri, dan dikatakan terikat jika ia tidak dapat berdiri sendiri.
Contonya :
a) Morfem bebas saya, buku, dsb.
b) Morfem terikat ber-, kan-, me-, juang, henti, gaul, dsb.
b. Morfem Segmental dan Morfem Supra Segmental
Morfem segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem atau susunan fonem
segmental. Sebagai contoh, morfem {rumah}, dapat dianalisis ke dalam segmen-segmen
yang berupa fonem [r,u,m,a,h]. Fonem-fonem itu tergolong ke dalam fonem segmental.
oleh karena itu, morfem {rumah} tergolong ke dalam jenis morfem segmental. Morfem
supra segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem suprasegmental. Misal, jeda
dalam bahasa Indonesia. Contohnya :
a) bapak wartawan bapak//wartawan
b) ibu guru ibu//guru
c. Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tak Bermakna Leksikal
Morfem yang bermakna leksikal merupakan satuan dasar bagi terbentuknya kata.
Morfem yang bermakna leksikal itu merupakan leksem, yakni bahan dasar yang setelah
mengalami pengolahan gramatikal menjadi kata ke dalam subsistem gramatika. Contoh:
morfem {sekolah}, berarti tempat belajar. Morfem yang tak bermakna leksikal dapat
berupa morfem imbuhan, seperti {ber-}, {ter-}, dan {se-}. morfem-morfem tersebut baru
bermakna jika berada dalam pemakaian. Contoh: {bersepatu} berarti memakai sepatu.
d. Morfem Utuh dan Morfem Terbelah
Morfem utuh merupakan morfem yang unsur-unsurnya bersambungan secara langsung.
Contoh: {makan}, {tidur}, dan {pergi}. Morfem terbelah morfem-morfem yang tidak
tergantung menjadi satu keutuhan. morfem-morfem itu terbelah oleh morfem yang lain.
Contoh: {kehabisan} dan {berlarian} terdapat imbuhan ke-an atau {ke.an} dan

5
imbuhan ber-an atau {ber.an}. contoh lain adalah morfem{gerigi} dan {gemetar}.
Masing-masing morfem memilki morf /g..igi/ dan /g..etar/. Jadi, ciri terbelahnya terletak
pada morfnya, tidak terletak pada morfemnya itu sendiri. morfem itu direalisasikan
menjadi morf terbelah jika mendapatkan sisipan, yakni morfem sisipan {-er-} pada
morfem {gigi} dan sisipan {-em-} pada morfem {getar}.
e. Morfem Monofonemis dan Morfem Polifonemis
Morfem monofonemis merupakan morfem yang terdiri dari satu fonem. Dalam bahasa
Indonesia pada dapat dilihat pada morfem {-i} kata datangi atau morfem{a} dalam
bahasa Inggris pada seperti pada kata asystematic. Morfem polifonemis merupakan
morfem yang terdiri dari dua, tiga, dan empat fonem. Contoh, dalam bahasa Inggris
morfem {un-} berarti tidak dan dalam bahasa Indonesia morfem {se-} berarti satu,
sama.
f. Morfem Aditif, Morfem Replasif, dan Morfem Substraktif
Morfem aditif adalah morfem yang ditambah atau ditambahkan. Kata-kata yang
mengalami afiksasi, seperti yang terdapat pada contoh berikut merupakan kata-kata yang
terbentuk dari morfem aditif itu.
1. mengaji 2. childhood
berbaju houses
Morfem replasif merupakan morfem yang bersifat penggantian. Dalam bahasa Inggris,
misalnya, terdapat morfem penggantian yang menandai jamak. Contoh: {fut} {fi:t}.
Morfem substraktif adalah morfem yang alomorfnya terbentuk dari hasil pengurangan
terhadap unsur (fonem) yang terdapat morf yang lain. Biasanya terdapat dalam bahasa
Perancis.

2. MORF DAN ALOMORF


Morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk untuk sebuah bentuk yang sama. Morf
adalah nama untuk sebuah bentuk yang belum diketahui statusnya (misal: {i} pada kenai);
sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui statusnya
(misal berjalan adalah alomorf dari morfem ber-. Atau bisa dikatakan bahwa anggota satu
morfem yang wujudnya berbeda, tetapi yang mempunyai fungsi dan makna yang sama
dinamakan alomorf. Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam
penuturan) dari sebuah morfem. Jadi setiap morfem tentu mempunyai almorf, entah satu,
dua, atau enam buah.

6
3. PROSES MORFOLOGIS
Proses morfologis dapat dikatakan sebagai proses pembentukan kata dengan
menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain yang merupakan bentuk
dasar. Dalam proses morfologis ini terdapat tiga proses yaitu: pengafiksan, pengulangan atau
reduplikasi, dan pemajemukan atau penggabungan.
3.1 Pengafiksan
Bentuk (morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata disebut afiks atau
imbuhan. Pengertian lain proses pembubuhan imbuhan pada suatu satuan, baik satuan itu
berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata. Contoh:
a. Berbaju
b. Menemukan
c. Ditemukan
d. Jawaban.
Bila dilihat pada contoh, berdasarkan letak morfem terikat dengan morfem bebas
pembubuhan dapat dibagi menjadi empat, yaitu pembubuhan depan (prefiks),
pembubuhan tengah (infiks), pembubuhan akhir (sufiks), dan pembubuhan terbelah
(konfiks).
3.2 Reduplikasi
Reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun
sebagian, baik disertai variasi fonem maupun tidak. Contoh: berbulan-bulan, satu-satu,
seseorang, compang-camping, sayur-mayur.
3.3 Penggabungan atau Pemajemukan
Proses pembentukan kata dari dua morfem bermakna leksikal. Contoh:
a. Sapu tangan
b. Rumah sakit
3.4 Perubahan Intern
Perubahan intern adalah perubahan bentuk morfem yang terdapat dalam morfem
itu sendiri. Contoh: dalam bahasa Inggris
Singular Plural
Foot Feet
Mouse Mice
3.5 Suplisi
Suplisi adalah proses morfologis yang menyebabkan adanya bentuk sama sekali baru.

7
Contoh: dalam bahasa Inggris
a. Go = Went
b. Sing = Sang
3.6 Modifikasi kosong
Modifikasi kosong ialah proses morfologis yang tidak menimbulkan perubahan pada
bentuknya tetapi konsepnya saja yang berubah. Contoh: read- read-read.

4. PROSES MORFOFONEMIK
Proses Morfofoneik adalah perubahan fonem sebuah morfem yang digunakan untuk
mempermudah ucapan. Contohnya perubahan prefiks meng- :
a. meng + asah = mengasah
b. meng + lihat = melihat
c. menga + datangkan = mendatangkan
d. meng + terjemah = menerjemahkan
e. meng + patuhi = mematuh

5. KATA
5.1 Hakikat Kata
Kata adalah satuan terkecil dari kalimat yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai
makna. Kata-kata yang terbentuk dari gabungan huruf atau morfem baru kita akui
sebagai kata bila bentuk itu sudah mempunyai makna. Kata ialah morfem atau kombinasi
morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan
sebagai bentuk yang bebas. (Kridalaksana). Perhatikan kata-kata di bawah ini :
a. Mobil
b. Rumah
c. Sepeda
d. Ambil
e. Dingin
f. Kuliah.
Keenam kata yang kita ambil secara acak itu kita akui sebagai kata karena setiap kata
mempunyai makna. Kita pasti akan meragukan, bahkan memastikan bahwa adepes,
libma, ninggib, haklab bukan kata dari bahasa Indonesia karena tidak mempunyai
makna. Dari segi bentuknya kata dapat dibedakan atas dua macam, yaitu (1) kata yang
bermorfem tunggal, dan (2) kata yang bermorfem banyak. Kata yang bermorfem tunggal

8
disebut juga kata dasar atau kata yang tidak berimbuhan. Kata dasar pada umumnya
berpotensi untuk dikembangkan menjadi kata turunan atau kata berimbuhan.
5.2 Pembentukan Kata
Pembentukan kata ini mempunyai dua sifat, yaitu membentuk kata-kata yang inflektif
dan bersifat derivatif.
a. Inflektif
Kata-kata dalam bahasa-bahasa berfleksi, seprti bahasa arab, bahasa latin,
bahasa sansekerta, untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu
bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu.
b. Derifatif
Pembentukan kata secara derivatif adalah membentuk kata baru, kata yang
identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya, contoh dalam bahasa
indonesia dapat diberikan, misalnya, dari kata air yang berkelas nomina dibentuk
menjadi mengairi yang berkelas verba: dari kata makan yang berkelas verba
dibentuk kata makanan yang berkelas nomina.

9
BAB III
DIKSI

1. PENGERTIAN DIKSI
Pilihan kata atau Diksi adalah pemilihan kata-kata yang sesuai dengan apa yang
hendak kita ungkapkan. Diksi atau Plilihan kata mencakup pengertian kata-kata mana yang
harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata
yang tepat atau menggunakan ungkapan ungkapan, dan gaya mana yang paling baik
digunakan dalam suatu situasi. Pemilihan kata mengacu pada pengertian penggunaan kata-
kata tertentu yang sengaja dipilih dan digunakan oleh pengarang. Mengingat bahwa karya
fiksi (sastra) adalah dunia dalam kata, komunikasi dilakukan dan ditafsirkan lewat kata-kata.
Pemilihan kata-kata tentunya melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu untuk
mendapatkan efek yang dikehendaki (Nurgiyantoro 1998:290). Jika dilihat dari kemampuan
pengguna bahasa, ada beberapa hal yang mempengaruhi pilihan kata, diantaranya :
a. Tepat memilih kata untuk mengungkapkan gagasan atau hal yang diamanatkan.
b. Kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan
gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang
sesuai dengan situasi dan nilai rasa pembacanya.
c. Menguasai sejumlah kosa kata (perbendaharaan kata) yang dimiliki masyarakat
bahasanya, serta mampu menggerakkan dan mendayagunakan kekayaannya itu menjadi
jaring-jaring kalimat yang jelas dan efektif.
Adapun fungsi Pilihan kata atau Diksi adalah Untuk memperoleh keindahan guna menambah
daya ekspresivitas. Maka sebuah kata akan lebih jelas, jika pilihan kata tersebut tepat dan
sesuai. Ketepatan pilihan kata bertujuan agar tidak menimbulkan interpretasi yang berlainan
antara penulis atau pembicara dengan pembaca atau pendengar, sedangkan kesesuaian kata
bertujuan agar tidak merusak suasana. Selain itu berfungsi untuk menghaluskan kata dan
kalimat agar terasa lebih indah. Dan juga dengan adanya diksi oleh pengarang berfungsi
untuk mendukung jalan cerita agar lebih runtut mendeskripsikan tokoh, lebih jelas
mendeskripsikan latar waktu, latar tempat, dan latar sosial dalam cerita tersebut.
Dalam arti aslinya dan pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis
atau pembicara.

10
2. SYARAT KETEPATAN KATA
a. Membedakan makna denotasi dan konotasi dengan cermat.
b. Membedakan secara cermat makna kata yang hampir bersinonim, misalnya:
adalah, ialah, yaitu, merupakan, dalam pemakaiannya berbeda-beda.
c. Membedakan makna kata secara cermat kata yang mirip ejaanya, misalnya:
infrensi (kesimpulan) dan iterefrensi (saling mempengaruhi).
d. Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri.
e. Menggunakan imbuhan asing. (jika diperlukan)
f. Menggunakan kata-kata idiomatik berdasarkan susunan (pasangan) yang benar.
g. Menggunakan kata umum dan kata khusus secara cermat.
h. Menggunakan kata yang berubah makna dengan cermat.

3. KLASIFIKASI KATA BERDASARKAN DIKSI


3.1 Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar
ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Sering juga makna denotatif disebut
sebagai makna konseptual. Kata makan, bermakna memasukkan sesuatu kedalam
mulut, dikunyah, dan ditelan. Makna kata makan seperti ini adalah makna denotatif.
Makna denotatif disebut juga dengan istilah; makna denatasional, makna kognitif,
makna konseptual, makna ideasional, makna referensial, atau makna proposional.
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari
sikap sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna
konseptual. Makna konotatif atau sering disebut juga makna kiasan, makna
konotasional, makna emotif, atau makna evaluatif. Kata yang bermakna konotatif atau
kiasan biasanya dipakai pada pembicaraaan atau karangan nonilmiah, contohnya
berbalas pantun, peribahasa, lawakan, drama, prosa, puisi, dan lain-lain. Makna
konotatif dan makna denotatif berhubungan erat dengan kebutuhan pemakaian bahasa.
Dengan kata lain, makna denotatif adalah makna yang bersifat umum, sedangkan
makna konotatif lebih bersifat pribadi dan khusus.
Contoh:
Dia adalah wanita cantik (denotatif)
Dia adalah wanita manis (konotatif)
Kata cantik lebih umum dari pada kata manis. Kata cantik akan memberikan
gambaran umum tentang seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata manis terkandung

11
suatu maksud yang lebih bersifat memukau perasaan kita. Contoh lainnya :
Sejak dua tahun yang lalu ia membanting tulang untuk menafkahi keluarganya.
Kata membanting tulang (makna denotatif adalah pekerjaan membanting sebuah
tulang) mengandung makna berkerja keras yang merupakan sebuah kata kiasan.
Kata membanting tulang dapat kita masukan ke dalam golongan kata yang bermakna
konotatif.
3.2 Sinonim
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang
sama, tetapi bentuknya berlainan. Sinonim digunakan untuk mengalihkan pemakaian
kata pada tempat tertentu sehingga kalimat itu tidak membosankan. Contohnya :
a. agung, besar, raya
b. mati, wafat, meningal
c. cahaya, sinar
3.3 Antonim
Antonim adalah suatu kata yang artinya berlawanan satu sama lain. Antonim
disebut juga dengan lawan kata.
Contoh:
a. keras >< lembek
b. naik >< turun
c. kaya >< miskin
3.4 Homonim
Homonim adalah suatu kata yang memiliki makna yang berbeda, lafal yang sama,
dan ejaannya sama. Contohnya :
a. Bu Andi bisa membuat program perangkat lunak komputer dengan berbagai
bahasa pemrograman (bisa = mampu).
b. Bisa ular itu ditampung ke dalam bejana untuk diteliti (bisa = racun).
3.5 Homofon
Homofon adalah suatu kata yang memiliki makna yang berbeda, lafal yang sama,
dan ejaannya berbeda. Contohnya :
a. Guci itu adalah peninggalan masa kerajaan kutai (masa = waktu)
b. Kasus tabrakan yang menghebohkan itu dimuat di media massa (massa =
masyarakat umum)
3.6 Homograf

12
Homograf adalah suatu kata yang memiliki makna yang berbeda, lafal yang beda,
dan ejaannya sama. Contohnya :
a. Bapak dia seorang pejabat teras pemerintahan yang menjadi tersangka korupsi
(teras = pejabat tinggi).
b. Kami tidur di teras karena kunci rumah dibawa oleh Andi (teras = bagian
rumah).
3.7 Polisemi
Polisemi adalah suatu kata yang memiliki banyak pengertian. Contohnya :
a. kepala desa
b. kepala surat
3.8 Hiponim
Hiponim adalah kata-kata yang terwakili artinya oleh kata hipernim. Contohnya :
a. Pocong, kantong wewe, sundel bolong, kuntilanak, pastur buntung, tuyul,
genderuwo, dan lain-lain.
b. Lumba-lumba, tenggiri, hiu, nila, mujair, sepat, dan lain-lain.
c. Bolu, nastar nenas, biskuit, bika ambon, serabi, tete, cucur, lapis, bolu kukus, dan
lain-lain.
Hal-hal yang mempengaruhi diksi berdasar kemampuan pengguna bahasa :
a. Serangkaian kalimat harus jelas dan efektif sehingga sesuai dengan gagasan
utama.
b. Cara dari mengimplementasikan sesuatu kedalam sebuah situasi.
c. Sejumlah kosakata yang didengar oleh masyarakat harus benar-benar dikuasai.
Fungsi dari diksi :
a. Untuk mencegah kesalah pahaman.
b. Untuk mencapai target komunikasi yang efektif.
c. Untuk Melambangkan gagasan yang di ekspresikan secara verbal.
d. Supaya suasana yang tepat bisa tercipta.
e. Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak esmi)
sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca.

13
4. PEDOMAN DIKSI
Ketepatan diksi adalah : kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan
yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau
dirasakan oleh penulis atau pembicara.
4.1 Mambedakan secara cermat makna denotasi dan makna konotasi
Jika pengertian dasar yang dperlukan, penulis atau pembicara harus memilih kata
denotasi. Sebaliknya jika menghendaki reaksi emosional tertentu, penuls atau
pembaca harus memilih kata konotatif.
4.2 Pemakaian kata yang bernilai rasa
Contoh : Bapaknya (gugur, meninggal, wafat, tutup usia) pada hari raya Idul Fitri.
4.3 Membedakan kata-kata bersinonim
Contoh: Habib suka (menonton, melihat, memandang, mengawasi) film Dora.
4.4 Pemakaian kata / istilah asing
Kata / istilah asing yang boleh dipakai dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Lebih cocok karena konotasinya, misalnya: kritik = kecaman
b. Lebih singkat jika dibandingkan dengan terjemahannya, misalnya: eksekusi =
pelaksanaan hukuman mati
c. Bersifat internasonal, misalnya : hidrogen = zat air
4.5 Pemakaian kata-kata kongkret dan abstrak
Kata kongkret ialah kata yang menunjuk kepada objek yang dapat dilihat, didengar,
dirasakan, diraba, atau dibaui, misalnya : meja.
Kata abstrak ialah : kata yang menunjukkan kepada sifat, konsep, atau gagasan,
misalnya : cantik.
4.6 Pemakaian kata-kata umum dan khusus
a. Umum : melihat pemandangan
b. Khusus : melihat laut, gunung, sungai
4.7 Kata yang dipilih harus tepat benar terutama kata-kata mirip ejaan atau
pelafalannya
Contohnya : Syarat, Sarat

14
BAB IV
PENUTUP

15

Anda mungkin juga menyukai