Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kehamilan secara normal akan berada di kavum uteri. Kehamilan ektopik


ialah kehamilan di tempat yang luar biasa. Kehamilan ektopik terjadi setiap
saat ketika penananaman blastosit berlangsung dimanapun, kecuali di
endometrium yang melapisi rongga uterus. Tempat yang mungkin untuk
kehamilan ektopik adalah serviks, tuba fallopi, ovarium dan abdomen
(Varney,dkk, 2006).
Lebih dari 90% kehamilan ektopik terjadi di tuba. Kejadian kehamilan
tuba ialah 1 diantara 150 persalinan. Angka kejadian kehamilan ektopik
cenderung meningkat. Kejadian tersebut dipengaruhi oleh berbagai macam
faktor antara lain, meningkatnya prevalensi penyakit tuba karena Penyakit
Menular Seksual (PMS) sehingga terjadi oklusi parsial tuba, adhesi peritubal
yang terjadi setelah infeksi seperti apendisitis atau endometriosis, pernah
menderita kehamilan ektopik sebelumnya, meningkatnya penggunaan
kontrasepsi untuk mencegah kehamilan, abortus provokatus, tumor yang
mengubah bentuk tuba dan fertilitas yang terjadi oleh obat-obatan pemacu
ovalasi (Saifuddin, 2006).
Bagi setiap wanita hamil yang diduga bidan mengalami kehamilan
ektopik atau ketika tidak dapat dipastikan apakah kehamilan berlangsung di
dalam rahim dan wanita tersebut menunjukkan tanda dan gejala kehamilan
ektopik, maka penatalaksanaan medis lebih lanjut diperlukan. Bidan dapat
melakukakan pemeriksaan fisik dan pengkajian riwayat kehamilan serta
evaluasi laboratorium, termasuk pemeriksaan ultrasonografi. Jika
kemungkinan kehamilan ektopik tidak dapat disingkirkan, maka bidan harus
berkonsultasi dengan dokter.

1
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana kehamilan ektopik terganggu dan penyebab serta
mekanismenya?
2. Bagaiamana asuhan kebidanan yang tepat dalam menangani kehamilan
ektopik?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui tentang Kehamilan Ektopik Terganggu dan penyebab serta
mekanismenya.
2. Untuk menentukan asuhan kebidanan yang tepat dalam menangani
Kehamilan Ektopik Terganggu.
1.4 Manfaat penulisan.
1. Manfaat Teoritis
Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan kita tentang kehamilan ektopik terganggu.
2. Manfaat Praktisi
Sebagai bahan masukan dan informasi dalam memberikan asuhan
kebidanan pada ibu hamil dengan kehamilan ektopik terganggu.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kehamilan Ektopik Terganggu


Istilah ektopik berasal dari bahasa inggris, ectopic dengan akar kata dari
bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan
berada diluar tempat yang semestinya. Apanila kehamilan ektopik terjadi
abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut
maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik
adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi diluar endometrium kavum
uteri.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi atau nidasi
melekatnya buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga
rahim. Kehamilan ekstra uterin adalah kehamilan di luar batas uterus,
sedangkan kehamilan heterotopik adalah hamil intrauterin dan hamil ektopik
yang terjadi bersama-sama. Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan
ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus
ruptur pada dinding tuba.

2.2 Lokasi Kehamilan Ektopik

Kebanyakan kehamilan ekstrauterin terjadi pada tuba Fallopi (gestasi


ektopik), tetapi jarang ovum yang fertil berimplantasi pada permukaan
ovarium atau serviks uterin. Sangat jarang ovum yang fertil berimplantasi
pada omentum/kehamilan abnormal.
Fungsi normal tuba adalah :
1. Transportasi ovum
2. Spermatozoa dan zigot
3. Tempat terjadinya konsepsi
4. Tumbuh kembang zigot menjadi blastokis untuk siap melakukan nidasi
pada endometrium.

3
5. Menjadi tempat transportasi hasil konsepsi menuju uterus untuk nidasi.

Lokasi kehamilan ektopik meliputi :

1. Kehamilan tuba (interstisial, ampula tuba, istmus tuba, osteum tuba


eksternum)
2. Kehamilan servikal
3. Kehamilan ovarium
4. Kehamilan abdomen (primer implantasi, sekunder implantasi)
5. Kehamilan intralegamenter di ligamentum rotundum.
2.3 Etiologi
Semua faktor yang menghambat migrasi embrio ke kavum uteri
menyebabkan seorang ibu semakin rentan untuk menderita kehamilan
ektopik, yaitu :
1. Faktor dalam lumen tuba:
a. Endosalpingitis, menyebabkan terjadinya penyempitan lumen tuba.
b. Hipoplasia uteri, dengan lumen tuba menyempit dan berkelok-kelok.
c. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna
2. Faktor pada dinding tuba:
a. Endometriosis, sehingga memudahkan terjadinya implantasi di tuba.
b. Divertikel tuba kongenital, menyebabkan retensi ovum.
3. Faktor di luar dinding tuba:
a. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba
b. Tumor yang menekan dinding tuba.
c. Pelvic Inflammatory Disease (PID)
4. Faktor lain:
a. Hamil saat berusia lebih dari 35 tahun.
b. Fertilisasi in vitro.
c. Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR).
d. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya.
e. Infertilitas.
f. Mioma uteri.

4
g. Hidrosalping.
2.4 Patofisiologi
Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba
(lokasi tersering), isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri, ovarium,
rongga abdomen, serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi
tepat pada sel kolumnar tuba maupun secara interkolumnar. Pada keadaan
yang pertama, zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot endosalping yang
relatif sedikit mendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan kemudian
diresorbsi. Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel di antara dua
jonjot. Zigot yang telah bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan
endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut pseudokapsul.
Villi korialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai
lapisan miosalping dengan merusak integritas pembuluh darah di tempat
tersebut. Selanjutnya, hasil konsepsi berkembang, dan perkembangannya
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tempat implantasi, ketebalan
tempat implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi trofoblas.
Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopik pun mengalami
hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-
tanda kehamilan seperti tanda Hegar dan Chadwick pun ditemukan.
Endometrium pun berubah menjadi desidua, meskipun tanpa trofoblas. Sel-
sel epitel endometrium menjadi hipertrofik, hiperkromatik, intinya menjadi
lobular dan sitoplasmanya bervakuol.
Perubahan selular demikian disebut sebagai reaksi Arias-Stella. Karena
tempat implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal untuk berlangsungnya
kehamilan, suatu saat kehamilan ektopik tersebut akan terkompromi.
Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik
adalah:
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi,
2. Abortus ke dalam lumen tuba,
3. Ruptur dinding tuba.

5
Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars
ampullaris, sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan pars
isthmica. Pada abortus tuba, bila pelepasan hasil konsepsi tidak sempurna
atau tuntas, maka perdarahan akan terus berlangsung. Bila perdarahan terjadi
sedikit demi sedikit, terbentuklah mola kruenta. Tuba akan membesar dan
kebiruan (hematosalping), dan darah akan mengalir melalui ostium tuba ke
dalam rongga abdomen hingga berkumpul di kavum Douglas dan membentuk
hematokel retrouterina.

Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih


awal, karena pars isthmica adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada
kehamilan di pars interstitialis ruptur terjadi lebih lambat (8-16 minggu)
karena lokasi tersebut berada di dalam kavum uteri yang lebih akomodatif,
sehingga sering kali kehamilan pars interstitialis disangka sebagai kehamilan
intrauterin biasa.

Perdarahan yang terjadi pada kehamilan pars interstitialis cepat berakibat


fatal karena suplai darah berasal dari arteri uterina dan ovarika. Oleh sebab itu
kehamilan pars interstitialis adalah kehamilan ektopik dengan angka
mortalitas tertinggi. Kerusakan yang melibatkan kavum uteri cukup besar
sehingga histerektomi pun diindikasikan.Ruptur, baik pada kehamilan
fimbriae, ampulla, isthmus maupun pars interstitialis, dapat terjadi secara
spontan maupun akibat trauma ringan, seperti koitus dan pemeriksaan
vaginal. Bila setelah ruptur janin terekspulsi ke luar lumen tuba, masih
terbungkus selaput amnion dan dengan plasenta yang masih utuh, maka
kehamilan dapat berlanjut di rongga abdomen. Untuk memenuhi kebutuhan
janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan
sekitarnya, seperti uterus, usus dan ligamen.

6
2.5 Tanda dan Gejala
Bentuk kehamilan apabila masih utuh akan ada rasa sakit atau tidak
nyaman. Namun bila sudah pecah menimbulkan perdarahan intraabdominal.
Gejala klinisnya meliputi trias gejala klinik:
a. Amonorea (terlambat dating bulan)
b. Terdapat rasa nyeri mendadak disertai rasa nyeri di daerah bahu dan
seluruh abdomen.
c. Terdapat perdarahan melalui vaginal

Selain itu diagnosis dari Kehamilan Ektopik Terganggu yakni :

1. Anamnesis dan gejala klinik


Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada
atau tidak ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri
bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah
yang terkumpul dalam peritoneum.
2. Pemeriksaan fisik
Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah
adneksa. Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat
dan ekstremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut
tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.
3. Pemeriksaan ginekologis
Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada
uteris kanan dan kiri.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+).Hemoglobin menurun
setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat.
b. USG : Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri, Adanya
kantung kehamilan di luar kavum uteri, Adanya massa komplek di
rongga panggul.
c. Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah
dalam kavum Douglas ada darah.

7
d. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.
e. Ultrasonografi berguna pada 5 10% kasus bila ditemukan kantong
gestasi di luar uterus.
2.6 Diagnosis Banding
1. Abortus biasa
2. Salpingitis akut
3. Apendisitis akut
4. Ruptur korpus luteum
5. Torsi kista ovarium

2.7 Penatalaksanaan
Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih
dalam kondisi baik dan tenang, memiliki 2 pilihan, yaitu penatalaksanaan
medis dan penatalaksanaan bedah.
1. Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak
integritas jaringan dan sel hasil konsepsi. Tindakan konservativ medik
dilakukan dengan pemberian methotrexate. Methotrexate adalah obat
sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan, termasuk
penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate
akan merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan
kehamilan ektopik, methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel
trofoblas sehingga menyebabkan terminasi kehamilan tersebut.
Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis harus memiliki syarat-
syarat berikut ini: a) keadaan hemodinamik yang stabil dan tidak ada
tanda robekan dari tuba, b) tidak ada aktivitas jantung janin, c) diagnosis
ditegakkan tanpa memerlukan laparaskopi, d) diameter massa ektopik <
3,5 cm, e) harus ada informed consent dan mampu mengikuti follow up,
serta f) tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian methotrexate.

8
2. Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan
kehamilan tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu.
Tentu saja pada kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus
dilakukan secepat mungkin.
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil
konsepsi yang berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga
distal tuba fallopii. Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15
mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik.
Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan
dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit dan dapat
dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka
(tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat
dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per
laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang
belum terganggu.
Pada dasarnya prosedur Salpingotomi sama dengan salpingostomi,
kecuali bahwa pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa
literatur menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal
prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif antara salpingostomi
dan salpingotomi.

9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kehamilan ektopik, adalah kehamilan dengan hasil konsepsi berinflantasi
diluar endometrium rahim. Kehamilan ektopik terganggu (KET), adalah
kehamilan ektopik yang terganggu, dapat terjadi abortus atau pecah, dan
membahayakan wanita tersebut.
Terdapat sejumlah faktor predisposisi yang dapat meneyababkan
kerusakan tuba dan disfungsi tuba. Riwayat ooperasi tuba sebelumnya
apakah, apakah untuk mempebaiki potensi tuba ataupun utnuk sterislisasi,
meningkatkanrisiko terjadinya penyempitn lumen. Riwayat salpingitis
merupakan risiko yang umum ditemukan.
3.2 Saran
Setelah diagnose ditagakkan, segera mungkin dilakukan laparatomi.
Anak dikeluarkan dan tali pusat dipotong spendek mungkin, plasenta
dibuarkan berada dlam rongga perutkarena untuk mencegah perdarahan. Bila
selamat, biasanya uri akan direbsorpsi kembali selama beberapa bulan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Mochtar, Rustam. 2012. Sinopsis Obstetri Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi.


Jakarta: EGC

Prawirohaedjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Winkjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Sujiyatini, dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Jogjakarta: Nuha Medika

Manuaba, IBG. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk


Pendidikan Bidan Edisi II. Jakarta: EGC

11

Anda mungkin juga menyukai