Anda di halaman 1dari 5

THE DOW CORNING CRISIS : A Benchmark

(Article Review)

By Katie LaPlant

Nama Regilia Faura


Nim 165120207113003
Fakultas/Prodi Fisip/Ilmu Komunikasi
Tugas Mata Kuliah Dasar-dasar Public Relations
Dosen Pengampu Bpk. Rachmat Kriyantono, Ph.D
Universitas Brawijaya Kampus III Kediri

Berikut adalah hasil analisis saya mengenai sebuah jurnal dari Katie LaPlant - The
Dow Corning Crisis. Tujuan dari review ini adalah untuk mengidentifikasi permasalahan
beserta cara penanganannya yang dilakukan oleh seorang Public Relation.

Dow Corning merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang implan


payudara. Tetapi pada tahun 1977 perusahaan tersebut mendapatkan gugatan dari
banyak pihak dikarenakan memproduksi dan menjual silikon implan yang tidak aman.
Kerusakan silikon yang telah ditransplantasi menyebabkan gejala auto-immun dalam
tubuh pemakainya.
Perusahaan tersebut sudah melakukan upaya perbaikan agar mendapatkan citra
menjadi positif dengan menggunakan fakta-fakta ilmiah. Namun, bukti tersebut belum
cukup kuat untuk meyakinkan publik. Pada praktiknya pun, Dow Corning hanya
mengandalkan bukti ilmiah untuk memberi keterangan ketika melakukan pernyataan
yang singkat. (LaPlant, 1999). Lama-kelamaan, perusahaan tersebut memusuhi Food
and Drug Administration (FDA) sebagai rivalnya. Hal tersebut dilakukan sebagai
upaya pembentukan citra positif perusahaan kembali.

Pada kasus yang menimpa Dow Corning dibagi menjadi 3 periode, yakni :

Periode I (Juli - September) : Dow Corning terlalu tertutup pada media. Selain itu, saat
Dow Corning memberikan peryataan pada publik, Dow Corning silih berganti menyewa juru
bicara untuk meredam kasus yang terjadi saat itu. Namun dalam kenyataannya, pernyataan
yang diungkapkan oleh juru bicara tentu berbeda-beda. Dalam hal ini tentunya publik ragu
untuk mempercayainya. Akhirnya Dow Corning menyewa pengacara yang bertarif mahal untuk
memulihkan citra positif perusahaan tersebut. Namun masih saja perusahaan bersifat tertutup.
Dan media meliputnya dengan pemberitaan yang negatif.
Dow Corning tidak terus terang kepada publik, terutama kepada FDA (Food and Drug
Administration), dokter bedah plastik, dan para pasien transplantasi payudara. Lebih
buruknya lagi, Dow Corning menyerang FDA untuk mengalihkan perhatian publik dari
dokumen internal yang dijaga penuh oleh pihak Dow Corning. Para eksekutif menolak untuk
diwawancarai oleh media dan mereka tidak memberikan informasi terbaru terkait kasus itu.
Hal ini menyebabkan timbulnya pandangan negatif dari berbagai media.
Periode II (September 1991 Februari 1992) : Dow Corning mengganti CEO yang semula
Lawrence Reed menjadi Keith McKennon. Keith McKennon mempunyai pengalaman
mengatasi krisis Agent Orange sebelumnya. Akan tetapi, Dow Cornings tetap menyerang
FDA dan menolak pernyataan bahwa silikon yang diproduksinya tidak aman.
Dow corning bersedia untuk melakukan pengujian produknya untuk meyakinkan
publik. Keith menggunakan pihak ketiga untuk menyelidik implan payudara, membuat
hotline bagi publik yang menggunakan implan payudara miliknya. Tetapi FDA menutup
layanan hotline tersebut dengan dalih Dow Corning memberikan informasi yang salah.

Periode III (Februari 1992 Sekarang) : Dow Corning tetap menyangkal bahwa produk
implan payudaranya adalah aman. Strategi yang Dow Corning gunakan tidak mampu
mencapai tujuan untuk merubah pandangan negatif terhadap perusahaannya. Dow Corning
akhirnya mengakui kebangkrutannya, namun tidak dengan menciptakan citra yang baik bagi
perusahaannya yang berujung pada tekanan FDA, publik, dan media massa

Dalam salah satu buku yang ditulis oleh Rachmat Kriyantono (2015) dengan judul
Public Relations, Issue & Crisis Management : Pendekatan Critical Public Relations,
Etnografi Kritis & Kualitatif bertuliskan bahwa lebih baik organisasi membentuk tim
khusus krisis, yang didalamnya mencakup aktivitas manajemen isu. On going process ini
juga termasuk upaya-upaya menjaga kepercayaan publik.

Dow Corning yang sebagaimana pemilik perusahaan besar tentunya harus memiliki
seorang Public Relation yang mampu menangani permasalahan-permasalahan yang terjadi,
bahkan yang akan terjadi sekalipun. Hal ini seharusnya Dow Corning memiliki tim
manajemen krisis, karena krisis merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari (crisis as
inevitability), tetapi dimungkinkan dapat dicegah atau diprediksi secara pro-aktif (pro-active
crisis prevention). Dimungkinkan manajemen krisis dapat membangun reputasi positif yang
lebih baik daripada sebelum krisis.

Menurut Gary Kreps (1990) didalam buku Rachmat Kriyantono halaman 221
menyebutkan bahwa manajemen krisis merupakan sebuah proses yang menggunakan
aktivitas Public Relations untuk mengatasi akibat negatif, misalnya kerusakan-kerusakan
yang dialami organisasi. Kebanyakan disetiap perusahaan tidak siap dalam menghadapi
sebuah krisis, namun perusahaan tersebut tetap percaya bahwa krisis merupakan sebuah
peristiwa yang tidak dapat dihindari dan tidak dapat dipastikan akan terjadi.

Lantas bagaimana seharusnya tugas Public Relations dalam menghadapi


permasalahan Dow Corning tersebut? Dari literatur kami yakni buku tulisan dari Rachmat
Kriyantono, kami menyimpulkan bahwa permasalahan tersebut dapat diatasi dengan
menggunakan prinsip-prinsip Public Relations, yaitu :

1. Punya Tim Komunikasi


Mengatur sebuah tim komunikasi krisis yang terpadu (lintas bidang, termasuk
pakar/konsultan eksternal yang terpercaya) dengan koordinasi yang kuat dan diikat oleh
perencanaan komunikasi krisis yang baik, termasuk pembagian kerjanya.
Faktanya : Dow Corning tidak memiliki tim komunikasi krisis yang baik, seakan-akan
tertutup dan menghindar dari publik maupun media massa. Hal ini menjadikan Dow Corning
mendapat banyak gugatan kepada dirinya. Lebih parahnya lagi Dow Corning menyerang
FDA untuk mengalihkan perhatian publik dari dokumen internal yang dijaga penuh oleh
pihak Dow Corning.

2. Kontak Media Massa


Hal ini bertujuan mengurangi spekulasi-spekulasi khususnya diawal-awal krisis.
Spekulasi yang dibiarkan akan memunculkan rumor yang memungkinkan lebih dipercaya,
mempengaruhi persepsi, dan dianggap sebagai kebenaran
Faktanya : Dow Corning tertutup dan tidak mengontak media. Para eksekutif menolak
untuk diwawancarai oleh media dan mereka tidak memberikan informasi terbaru terkait kasus
itu. Hal ini menyebabkan timbulnya pandangan negatif dari berbagai media.

3. Fakta-fakta
Tujuannya untuk mengurangi risiko muncul shock, kepanikan, dan kekhawatiran publik.
Kepanikan dapat terjadi jika organisasi tidak memberikan informasi sejak awal sehingga
muncul spekulasi-spekulasi.
Faktanya : Dow Corning hanya bergantung pada pembuktian secara ilmiah. Dow
Corning tetap tidak mengakui bahwa implan payudara tidak aman. Dokumen internal tentang
keamanan implan payudara pada akhirnya dipublikasikan dalam rangka untuk mendapatkan
kredibilitas. Namun tetap saja Dow Corning mendapat banyak cercaan dari segala penjuru,
dikarenakan pada awalnya Dow Corning hanya menutup mulut dan banyak menimbulkan
spekulasi-spekulasi lain.

4. Konferensi Pers Berkala


Tujuan dari hal ini adalah untuk update informasi sehingga tidak muncul kekurangan
informasi serta mengonter berita-berita atau publisitas negatif di media.
Faktanya : Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Dow Corning hanya menutup diri
dari segala pemberitaan tentang dirinya. Sehingga para media yang seharusnya menginginkan
berita yang update tentang dirinya menjadi terhambat, dan tidak sedikit pula pemberitaan
media yang negatif tentang Dow Corning.

5. Tidak Menutup Informasi


Terkait dengan mengupdate informasi secara reguler, organisasi jangan memilih-milih
informasi, informasi positif disampaikan dan yang negatif disembunyikan. Meskipun negatif,
perlu disampaikan dan jangan ditutup-tutupi.
Faktanya : Dow Corning cenderung menutup informasi. Dan untuk mengalihkan dari
segala pemberitaan tentang dirinya, Dow Corning memusuhi FDA sebagai rivalnya.
Walaupun CEO dari perusahaan tersebut telah digantikan oleh seseorang yang
berpengalaman dalam menghadapi krisis Agent Orange sebelumnya, namun tetap saja Dow
Corning menyangkal bahwa produknya adalah aman. Pada saat pembuktiannya dengan
menggunakan pihak ketiga sebagai melakukan investigasi implantasi payudara dan pada
akhirnya membuat banyak kalangan wanita ragu akan keamaanan produknya, pihak FDA
menutup hotline ini karena memberikan informasi yang salah kepada customer.

6. Hati-hati Menyampaikan Informasi


Dalam menyampaikan informasi harus benar hati-hati dan jangan sampai menimbulkan
masalah-masalah baru dan membuat situasi semakin keruh. Sudah lazim bagi media
mendesak akan hal ini, namun jangan sampai gegabah ataupun menyalahkan pihak lain.
Faktanya : Dow Corning menyerang FDA dan menyangkal produknya adalah aman.
Dengan tindakan tersebut membuat media menyerangnya secara habis-habisan.

7. Komunikasi Reputasi
Strategi ini merupakan upaya komunikasi advocasy, yaitu perusahaan berkewajiban
meluruskan informasi yang salah dan menjawab kritikan. Tentu, upaya advocay ini mesti
didukung fakta dan tetap memperhatikan keselamatan publik.
Faktanya : Dow Corning terlihat tidak memperhatikan dalam prinsip ini. Dow Corning
tetap tidak mau mengakui ketidak-amanan dari produknya dan malah menjawab kritikan dari
beberapa pihak dengan melakukan pembuktian secara ilmiah, yang mana hal ini membuat
keragu-raguan dari berbagai pihak serta menuai banyak kritikan tajam.

8. Satu Suara
Memiliki sistem one gate communication melalui sebuah media center dengan satu
orang juru bicara. Juru bicara tidak harus CEO, biasanya praktisi Public Relations. Tetapi
CEO harus menyediakan waktu untuk mengunjungi media center untuk melakukan
wawancara media. Ini terkait kebutuhan media untuk memperoleh sumber berita yang
kredibel.
Faktanya : Dow Corning silih berganti menyewa juru bicara untuk meredam kasus yang
terjadi saat itu. Namun dalam kenyataannya, pernyataan yang diungkapkan oleh juru bicara
tentu berbeda-beda. Dalam hal ini tentunya publik ragu untuk mempercayainya. Akhirnya Dow
Corning menyewa pengacara yang bertarif mahal untuk memulihkan citra positif perusahaan
tersebut. Namun masih saja perusahaan bersifat tertutup. Dan media meliputnya dengan
pemberitaan yang negatif.

9. Komunikasi Empati
Wujud dari rasa empati adalah jangan menyebut nama korban sebelum
mengonfirmasi/mengontak anggota keluarga. Hal ini juga keluarga menanyakan apakah
membolehkan anggota keluarga yang menjadi korban untuk diautopsi atau apa boleh jenazah
diliput media hingga pemakaman.
Faktanya : Hingga saat ini korban dari Dow Corning kurang jelas, siapakah nama dari
korban tersebut, masih hidup, ataukah sudah meninggal. Saya merasa bahwa Dow Corning
menerapkan prinsip ini. Namun dalam paktiknya tetap dikatakan banyak kesalahan.

10. Banyak Saluran Komunikasi


Membuka saluran-saluran komunikasi dengan semua pihak yang terdampak oleh krisis.
Sering kali kebersinggungan antara aspek komunikasi dan hukum. Komunikasi krisis mesti
menggunakan pendekatan komunikasi, bukan pendekatan hukum, meskipun tetap harus
berkonsultasi tentang dampak hukum dari suatu peristiwa.
Faktanya : Dow Corning menutup diri dari media massa, publik, ataupun lainnya. Yang
menurut saya, pastinya Dow Corning menutup saluran komunikasi dengan semua pihak yang
terdampak oleh krisis.

Dari penjelasan diatas, langkah-langkah yang diambil oleh Dow Corning untuk
menyelesaikan krisis tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Public Relations. Dow Corning
terlihat menunjukkan tidak adanya kejujuran dari pihak perusahaan kepada publik, hal ini
dapat terlihat dari langkah yang diambil perusahaan saat mengalami krisis yaitu memilih
untuk menyangkal gugatan publik dan melakukan penyerangan terhadap FDA serta tutup
mulut dari segala gugatan. Jika telah terjadi situasi seperti ini, maka akan lebih baik bila Dow
Corning berterus terang dalam memberikan penjelasan mengenai gugatan ini. Dan walaupun
pada akhirnya Dow Corning menutup perusahaan dan menyatakan bangkrut, Dow Corning
masih tetap mendapat citra buruk dari publik.

DAFTAR PUSTAKA :

Kriyantono, R. 2015. Public Relations, Issue & Crisis Management : Pendekatan Critical
Public Relations, Etnografi Kritis & Kualitatif. Jakarta : Kencana

LaPlant, Katie. 1999. The Dow Corning Crisis: A Benchmark ; page 32. Academic Research
Library.

Anda mungkin juga menyukai