Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA


DENGAN DIABETES MELLITUS

Oleh :

Ridha Fahliati Dewi, S.Kep


NIM. I4B112002

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2017
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA
DENGAN DIABETES MELLITUS

Oleh :

Ridha Fahliati Dewi, S.Kep


NIM. I4B112002

Banjarmasin, Maret 2017

Mengesahkan,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Kurnia Rachmawati, S.Kep.,Ns, MNSc Rusmin Nuryadin, S.Kep., Ns


NIP. 1990.2014.1139 NIP. 19660121 199102 1 003
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA
DENGAN DIABETES MELLITUS

I. KONSEP LANSIA
A. Definisi Lansia
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam
ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran. Menurut Badan
kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan
proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut
lanjut usia. Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.
Menurut James C. Chalhoun (2003) masa tua adalah suatu masa dimana orang
dapat merasa puas dengan keberhasilannya.
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa lanjut usia
merupakan periode di mana seorang individu telah mencapai kemasakan
dalam proses kehidupan, serta telah menunjukan kemunduran fungsi organ
tubuh sejalan dengan waktu, tahapan ini dapat mulai dari usia 55 tahun sampai
meninggal.

B. Ciri-Ciri Lansia
Menurut Hurlock (Hurlock, 2004) terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut
usia, yaitu :
a. Usia lanjut merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia.
b. Lanjut usia memiliki status kelompok minoritas
Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari
sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan
diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia.
c. Perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia
cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk.

C. Klasifikasi Lansia
Menurut Maryam (2008) Lansia diklasifikasikan menjadi lima kelompok
lansia yaitu sebagai berikut :
a) Pralansia (prasenilis), yaitu seseorang yang berusia diantara 45-59 tahun.
b) Lansia, yaitu seseorang yang berusia diantara 60 tahun atau lebih.
c) Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun tahun atau lebih atau
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d) Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang/ jasa.
e) Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Menurut Depkes RI (2009) mengklasifikasikan usia lansia sebagai berikut :
a) Masa lansia awal antara umur 46-55 tahun
b) Masa lansia akhir antara umur 56-65 tahun
c) Masa manula diatas 65 tahun
Menurut WHO pembagian lansia meliputi:
a) Midlle age antara umur 45-59 tahun.
b) Early age antar umur 60-74 tahun.
c) Old age antara umur 75-90 tahun keatas.
d) Usia sangat tua atau very old di atas 90 tahun.
Lansia pada seseorang berusia 60 tahun ke atas, usia digolongkan atas 3:
a) Usia biologis, usia yang menunjuk pada jangka waktu seseorang sejak
lahirnya berada dalam keadaan hidup
b) Usia psikologis, menunjuk pada kemampuan seseorang untuk mengadakan
penyesuaian-penyesuaian pada situasi yang dihadapinya
c) Usia sosial, usia yang menunjuk pada peran-peran yang diharapkan/
diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.

D. Proses Penuaan
Proses penuaan disebut senescence (dari bahasa Latin : senescere, berarti
menjadi tua) dan ditandai oleh penurunan bertahap pada fungsi semua sistem
tubuh yaitu kardiovaskuler, pernafasan, genitourinarius, endokrin dan
kekebalan serta lainnya (Kaplan dan Sadock, 2003; Small dan Gunay, 1996
dalam Fatimah, 2009). Tidak semua sistem organ memburuk dengan
kecepatan yang sama, demikian juga tidak mengikuti pola penurunan yang
sama untuk semua orang. Masing-masing orang secara genetik memiliki satu
atau lebih sistem yang rentan, atau sistem dapat menjadi rentan karena stresor
lingkungan atau kesalahan penggunaan yang tidak disengaja (sebagai contoh,
pemaparan sinar ultraviolet yang berlebihan, merokok, alkohol). Faktor
genetik telah terlibat dalam gangguan yang umumnya terjadi pada lanjut usia,
seperti hipertensi, penyakit arteri koroner, arteriosklerosis, dan penyakit
neoplastik (Kaplan dan Sadock, 2003 dalam Fatimah, 2009).
Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia.
Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang hanya di mulai dari
satu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menua
merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara
biologis, maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami
kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit
mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas,
penglihatan semakin memburuk, gerakan-gerakan lambat, dan postur tubuh
yang tidak proforsional (Nugroho, 2008).
Teori-teori tentang proses penuaan sudah banyak dikemukakan, namun
tidak semuanya bisa diterima. Teori-teori ini dapat digolongkan dalam dua
kelompok yaitu yang termasuk kelompok teori biologis dan teori psikososial
(Tamher, 2009).
a) Teori genetik
Teori sebab-akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama dipengaruhi oleh
pembentukan gen dan dampak lingkungan oleh pembentukkan gen dan
dampak lingkungan pada pembentukan kode genetik. Menurut teori
genetik, penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan
yang berjalan dari waktu kewaktu untuk mengubah sel atau struktur
jaringan. Dengan kata lain, perubahan rentang hidup dan panjang usia
telah ditentukan sebelumnya. Teori genetik terdiri dari teori asam
deoksiribonukleat (DNA), teori ketepatan dan kesalahan, mutasi somatik,
dan teoriglikogen (Tamher, 2009).
b) Teori wear and tear
Teori wear and tear (dipakai dan rusak) mengusulkan bahwa akumulasi
sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA, sehingga
mendorong malfungsi molekular dan akhirnya malfungsi organ tubuh.
Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh akan mengalami kerusakan
berdasarkan suatu jadwal. Radikal bebas adalah contoh dari produk
sampah metabolis yang menyebabkan kerusakan ketika akumulasi terjadi.
Radikal bebas adalah molekul atau atom dengan suatu elektron yang tidak
berpasangan. Ini merupakan jenis yang sangat relative yang dihasilkan dari
reaksi selama metabolism.
c) Teori imunitas
Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imun
berhubungan dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua, pertahanan
mereka terhadap organisme asing mengalami penurunan, sehingga mereka
lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker adan
infeksi. Seiring dengan berkurangnya fungsi sistem imun, terjadilah
peningkatan dalam respon autoimun tubuh. Seiring dengan bertambahnya
usia berat dan ukuran kelenjar timus menurun, seperti halnya kemampuan
tubuh untuk mendeferensiasi sel T. Karena hilangnya proses diferensiasi
sel T, tubuh salah mengenali sel yang tua dan tidak beraturan sebagai
benda asing dan menyerangnya. Selain itu, tubuh kehilangan kemampuan
untuk meningkatkan responnya terhadap sel asing, terutama bila
menghadapi infeksi.
d) Teori neuroendokrin
Teori-teori biologi penuaan, berhubungan dengan hal- hal seperti yang
terjadi pada struktur dan perubahan pada tingkat molekul dan sel. Salah
satu area neurologi yang mengalami gangguan secara universal akibat
penuaan adalah waktu reaksi yang diperlukan untuk menerima,
memproses, dan bereaksi terhadap perintah. Dikenal sebagai perlambatan
tingkah laku, respons ini kadang-kadang diinterprestasikan sebagai
tindakan melawan, ketulian, atau kurangnya pengetahuan.
e) Teori psikososial
Teori psikososial memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan
perilaku yang menyertai peningkatan usia, sehingga lawan dari implikasi
biologi pada kerusakan anatomis.
f) Teori kepribadian
Kepribadian manusia adalah suatu wilayah pertumbuhan yang subur dalam
tahun-tahun akhir kehidupan. Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek
pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik
lansia.
g) Teori tugas perkembangan
Beberapa ahli teori terkenal sudah menguraikan proses maturasi dalam
kaitannya dengan tugas yang harus dikuasai pada berbagai tahap
sepanjang rentang hidup manusia. Tugas perkembangan adalah aktivitas
dan tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang pada tahap-tahap
spesifik dalam hidupnya untuk mencapai penuaan yang sukses. Erickson
menguraikan tugas utama lansia adalah mampu melihat kehidupan
seseorang sebagai kehidupan yang dijalani dengan integritas.
h) Teori aktivitas
Pentingnya tetap aktif secara sosial sebagai alat untuk penyesuaian diri
yang sehat. Penelitian menunjukkan bahwa hilangnya fungsi peran pada
lansia secara negatif mempengaruhi kepuasan hidup. Dan penelitian baru
menunjukkan pentingnya aktivitas mental dan fisik yang
berkesinambungan untuk mencegah kehilangan dan pemeliharaan
kesehatan sepanjang masa kehidupan manusia.

E. Penyebab terjadinya penuaan pada lansia


Banyak faktor yang menyebabkan setiap orang menjadi tua melalui proses
penuaan. Pada dasarnya berbagai faktor tersebut dapat dikelompokkan
menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal adalah
radikal bebas, hormon yang menurun kadarnya, proses glikosilasi, sistem
kekebalan tubuh yang menurun dan juga faktor genetik. Sedangkan faktor
eksternal adalah gaya hidup yang tidak sehat, diet yang tidak sehat, kebiasaan
hidup yang salah, paparan polusi lingkungan dan sinar ultraviolet, stres dan
penyebab sosial lain seperti kemiskinan. Kedua faktor ini saling terkait dan
memainkan peran yang besar dalam penyebab proses penuaan (Uchil Nissa,
2014).

F. Perubahan Sistem Tubuh Lansia


Lansia akan mengalami perubahan-perubahan pada sistem tubuhnya.
Berikut merupakan perubahan sistem tubuh yang terjadi pada lansia (Maryam,
2008):
1) Perubahan mental
Fakto-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah perubahan
fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan (hereditas),
lingkungan, tingkat kecerdasan (intellegence quotient - IQ), dan kenangan
(memory). Kenangan dibagi menjadi dua yaitu kenangan jangka panjang
(berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu) mencakup beberapa perubahan
dan kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit) biasanya dapat
berupa kenangan buruk.
2) Perubahan psikososial
Perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang mengalami
pensiun. Berikut ini adalah hal-hal yang akan terjadi pada masa pensiun :
a) Kehilangan sumber finansial atau pemasukan (income) berkurang,
b) Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup
tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya,
c) Kehilangan teman atau relasi,
d) Kehilangan pekerjaan atau kegiatan,
e) Merasakan atau kesadaran akan kematian (sense of awareness of
mortality)
3) Perubahan fisik
a) Sel
Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukurannya akan lebih
besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang, proporsi
protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati juga ikut berkurang. Jumlah sel
otak akan menurun, mekanisme perbaikan sel akan terganggu, dan otak
menjadi atrofi.
b) Sistem persarafan
Rata-rata berkurangnya saraf neocortical sebesar 1 per detik, hubungan
perasarafan cepat menurun, lambat dalam merespons baik dari gerakan
maupun jarak waktu, khususnya dengan stress, mengecilnya saraf
pancaindra, serta menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan.
c) Sistem pendengaran
Gangguan pada pendengaran (presbiakusis), membran timpani mengalami
atrofi, terjadi pengumpulan dan pengerasan serumen karena peningkatan
keratin, pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami
ketegangan jiwa atau stres.
d) Sistem penglihatan
Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respons terhadap sinar,
kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa lebih suram (keruh) dan
menyebabkan katarak, meningkatnya ambang, pengamatan sinar dan daya
adaptasi terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan sulit untuk melihat
dalam keadaan gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang
padang, dan menurunnya daya untuk membedakan antara warna biru
dengan hijau pada skala pemeriksaan.
e) Sistem kardiovaskuler
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi
kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi
dan volumenya. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, sering terjadi postural
hipotensi, tekanan darah meningkat diakibatkan oleh meningkatnya
resistensi dari pembuluh darah perifer.
f) Sistem pengaturan suhu tubuh
Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis + 35oC, hal ini
diakibatkan oleh metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks
menggigil, dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga
terjadi rendahnya aktivitas otot.
g) Sistem pernapasan
Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya
aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas sehingga kapasitas
residu meningkat, menarik napas lebih berat, kapasitas pernapasan
maksimum menurun, dan kedalaman bernapasan menurun.Ukuran alveoli
melebar dari normal dan jumlahnya berkurang, oksigen pada arteri
menurun menjadi 75 mmHg, kemampuan untuk batuk berkurang, dan
penurunan kekuatan otot pernapasan.
h) Sistem gastrointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecapan mengalami penurunan, esofagus
melebar, sensitivitas akan rasa lapar menurun, produksi asam lambung dan
waktu pengosongan lambung menurun, peristaltik lemah dan biasanya
timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun, hati (liver) semakin mengecil
dan menurunnya tempat penyimpangan, serta berkurangnya suplai aliran
darah.
i) Sistem genitourineria
Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun
hingga 50%, fungsi tubulus berkurang (berakibat pada penurunan
kemampuan ginjal untuk mengonsentrasikan urine, berat jenis urine
menurun, proteinuria biasanya +1), blood urea nitrogen (BUN) meningkat
hingga 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat. Otot-
otot kandung kemih (vesica urinaria) melemah, kapasitasnya menurun
hingga 200 ml dan menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat,
kandung kemih sulit dikosongkan sehingga meningkat retensi urine. Pria
dengan usia 65 tahun ke atas sebagian besar mengalami pembesaran
prostat hingga + 75% dari besar normalnya.
j) Sistem integumen
Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit
kasar dan bersisik, menurunnya respon terhadap trauma, mekanisme
proteksi kulit menurun, kulit kepala dan rambut menipis serta berwarna
kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya
elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku
lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara
berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan
fungsinya, kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.
k) Sistem muskuloskeletal
Tulang kehilangan kepadatannya (density) dan semakin rapuh, kifosis,
persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami
sklerosis, atrofi serabut otot sehingga gerak seseorang menjadi lambat,
otot-otot kram dan menjadi tremor.
l) Sistem endokrin
Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktivitas tiroid, basal
metabolik rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi aldosteron, serta
sekresi hormon kelamin seperti progesteron, esterogen dan terstosteron.
Sekitar 50% lansia menunjukka intoleransi glukosa, dengan kadar gula
puasa yang normal. Penyebab dari terjadinya intoleransi glukosa ini
adalah faktor diet, obesitas, kurangnya olahraga, dan penuaan. Frekuensi
hipertiroid pada lansia yaitu sebanyak 25%, sekitar 75% dari jumlah
tersebut mempunyai gejala, dan sebagian menunjukkan apatheic
thyrotoxicosis.
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem
endokrin akibat proses menua:
1. Kadar glukosa darah meningkat. Implikasi dari hal ini adalah
glukosa darah puasa 140 mg/dL dianggap normal.
2. Ambang batas ginjal untuk glukosa meningkat. Implikasi dari hal ini
adalah kadar glukosa darah 2 jam PP 140-200 mg/dL dianggap
normal.
3. Residu urin di dalam kandung kemih meningkat. Implikasi dari hal ini
adalah pemantauan glukosa urin tidak dapat diandalkan.
4. Kelenjar tiroad menjadi lebih kecil, produksi T3 dan T4 sedikit
menurun, dan waktu paruh T3 dan T4 meningkat. Implikasi dari
hal ini adalah serum T3 dan T4 tetap stabil.

G. Karakteristik penyakit diabetes mellitus pada lansia


Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan
karakteristik peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi
akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Glukosa dibentuk
di hati dari makanan yang dikonsumsi dan secara normal bersirkulasi dalam
jumlah tertentu dalam darah. Insulin merupakan suatu hormon yang
diproduksi pankreas yang berfungsi mengendalikan kadar glukosa dalam
darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya (American Diabetes
Assosiation, 2004 dalam Smeltzer&Bare, 2008).
Secara klinis terdapat dua tipe DM yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM
tipe 1 disebabkan karena kurangnya insulin secara absolut akibat proses
autoimun sedangkan DM tipe 2 merupakan kasus terbanyak (90-95% dari
seluruh kasus diabetes) yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan
diawali dengan resistensi insulin (American Council on Exercise, 2001;
Smeltzer&Bare, 2008). DM tipe 2 berlangsung lambat dan progresif, sehingga
tidak terdeteksi karena gejala yang dialami pasien sering bersifat ringan
seperti kelelahan, iritabilitas, poliuria,polidipsi dan luka yang lama sembuh
(Smeltzer&Bare, 2008).
H. Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes di
klasifikasikan menjadi 4 klasifikasi, klasifikasi ini pun telah disahkan oleh
World Health Organization (WHO) dan telah dipakai diseluruh dunia.
Empat klasifikasi klinis gangguan tolerensi glukosa (1) diabetes mellitus
tipe 1, (2) diabetes mellitus tipe 2, (3) diabetes gestasional (kehamilan), (4)
tipe khusus lain. Dua kategori lain dari toleransi glukosa abnormal adalah
gangguan toleransi glukosa dan gangguan puasa.
a) Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 atau dikenal sebagai tipe juvenile onset dan tipe
dependen insulin, namun tipe ini dapat muncul pada sembarang usia.
Terdapat dua subtype yaitu (1) autoimun, akibat disfungsi autoimun
dengan kerusakan sel sel beta, dan (2) idiopatik, tanpa bukti adanya
autoimun dan tidak diketahui sumbernya.
b) Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 atau dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset
maturitas dan tipe non dependen insulin. Obesitas sering dikaitkan
dengan penyakit ini.
c) Diabetes gestasional (kehamilan)
Diabetes gestasional didapat pertama kali selama kehamilan dan
mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor resiko terjadinya
GDM adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga,
dan riwayat gestasional terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi
berbagai hormone yang mempunyai efek metabolic terhadap toleransi
glukosa, maka kehamiolan adalah suatu keadaan diabetogenik.
d) Diabetes tipe khusus lain
1. Kelainan genetik dalam sel beta, diabetes subtipe ini memiliki
prevalensi familial yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia
14 tahun. Pasien seringkali obesitas dan resisten terhadap insulin.
2. Kelainan genetik pada kerja insulin, menyebabkan sindrom
resistensi insulin berat
3. Penyakit pada eksokrin pankreas menyebabkan menyebabkan
pankreatitis kronik
4. Penyakit endokrin seperti sindrom cushing dan akromegali
5. Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel beta

I. Tanda Gejala
Tanda dan gejala DM dikaitakan dengan konsekuensi metabolik
defisiensi insulin. Pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau
toleransi glukosa plasma sesudah makan karbohidrat. Adapun gejala
klinisnya adalah
1) Poliuri
Gejala awal diabetes berhubungan dengan efek langsung dari kadar
gula darah yang tinggi. pada dasarnya filtrasi di glomerulus ginjal
ditujukan untuk semua zat tidak penting. Glukosa merupakan zat
penting yang tidak ikut difiltrasi ke dalam urine. Dalam keadaan
hiperglikemia, dimana kadar gula darah mencapai > 200 mg/dl,
ginjal tidak mampu lagi menahan glukosa karena ambang batas
filtrasi ginjal terhadap glukosa adalah 180 mg/dl, sehingga glukosa
akan terfiltrasi masuk ke dalam nefron dan keluar bersama urine.
Glukosa akhirnya masuk ke tubulus yang dalam keadaan normal
akan mereabsorpsi air ke pembuluh darah. Pada hiperglikemia
konsentrasi cairan di tubulus lebih tinggi dibandingkan sel-sel
tubuh lain karena cairan di tubulus menjadi lebih pekat sehingga
reabsorpsi menurun yang mengakibatkan produksi urine
meningkat, maka penderita sering berkemih dalam jumlah banyak
(poliuri). Proses tsb disebut osmotic diuresis, yaitu peningkatan
volume urine karena peningkatan osmotik.
2) Polidipsi
Polidipsi atau rasa haus timbul akibat peningkatan pengeluaran
urine.
3) Polifagi
Karena glukosa hilang bersama kemih, maka pasien mengalami
keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar
yang semakin membesar (polifagi) timbul akibat kehilangan kalori.
Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.
Penderita DMTI sering memperlihatkan gejala yang eksplosif dengan
polidipsia, poliuria, polifagia, turunnya berat badan, lemah, mengantuk
(somnolen) yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu.
Penderita dapat menjadi sakit berat atau timbul ketoasidosis, serta
dapat meninggal kalau tidakmendapatkan pengobatan segera.
Sebaliknya pasien DMTTI mungkin sama sekali tidak memperlihatkan
gejala apapun, dan diagnosis dibuat hanya berdasarkan pemeriksaan
darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa.Pada
hiperglikemia yang lebih berat, pasien teresbut mungkin menderita
polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya mereka tidak
mengalami ketoasidosis.

J. Patofisiologi penyakit diabetes akibat penuaan


Diabetes mellitus adalah suatu gangguan metabolik yang melibatkan
berbagai sistem fisiologi, yang paling kritis adalah melibatkan metabolisme
glukosa. Fungsi vaskular, renal, neurologis dan penglihatan pada orang yang
mengalami diabetes dapat terganggu dengan proses penyakit ini, walaupun
perubahan-perubahan ini terjadi pada jaringan yang tidak memerlukan insulin
untuk berfungsi (Stanley, Mickey, 2006).
Beberapa kondisi dapat menjadi predisposisi bagi seseorang untuk
mengalami diabetes, walaupun terdapat dua tipe yang dominan. Diabetes
mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)),
atau diabetes tipe I, terjadi bila seseorang tidak mampu untuk memproduksi
insulin endigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Tipe diabetes
ini terutama dialami oleh orang yang lebih muda. Diabetes mellitus tidak
tergantung insulin (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)) atau
diabetes tipe II, adalah bentuk yang paling sering pada penyakit ini. Antara
85-90 % orang dengan diabetes memiliki tipe NIDDM, yang lebih dekat
dihubungkan dengan obesitas daripada dengan ketidakmampuan untuk
memproduksi insulin (Stanley, Mickey, 2006).
NIDDM, bentuk penyakit yang paling sering diantara lansia, adalah
ancaman serius terhadap kesehatan karena beberapa alasan. Pertama,
komplikasi kronis yang dialami dalam hubungannya dengan fungsi
penglihatan, sirkulasi, neurologis, dan perkemihan dapat lebih menambah
beban pada sistem tubuh yang telah mengalami penurunan akibat penuaan.
Kedua, sindrom hiperglikemia hipeosmolar nonketotik, suatu komplikasi
diabetes yang dapat mengancam jiwa meliputi hiperglikemia, peningkatan
osmolalitas serum, dan dehidras, yang terjadi lebih sering di antara lansia
(Stanley, Mickey, 2006).

K. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik untuk menegakkan diagnosa DM (Doenges,
1995):
1) Glukosa darah: meningkat 200-100 mg/dL atau lebih.
2) Aseton plasma (keton): Positif secara mencolok.
3) Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat.
4) Osmolalitas serum: meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l.
5) Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K: normal
atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan
menurun F: lebih sering menurun.
6) Amilase darah: mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
7) Insulin darah: mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada (pada tipe I)
atau normal sampai tinggi (tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi
insulin/gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten
insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibodi
(autoantibodi).
8) Pemeriksaan fungsi tiroid: peningkatan aktifitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
9) Urine: gula dan aseton positif; berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
10) Kultur dan sensitifitas: kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pernafasan dan infeksi luka.

L. Komplikasi
a) Komplikasi Akut
1. Hipoglikemi
Terjadi apabila kadar glukosa darah turun di bawah 50-60 mg/dl akibat
pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi
makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat.
Hipoglikemi terbagi dalam (1) hipoglikemi ringan, gejala yang muncul
seperti perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan, dan rasa
lapar. (2) hipoglikemi sedang, gejala yang muncul seperti
ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi,
penurunan daya ingat, baal di daerah bibir dan lidah, bicara pelo,
gerakan tak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku tidak
rasional, penglihatan ganda, perasaan ingin pingsan. (3) Hipoglikemia
berat, gejala yang muncul seperti disorientasi, serangan kejang, sulit
dibangunkan dari tidur, dan kehilangan kesadaran Smeltzer,S.C dan
B.G Bare. (2002)
2. Ketoasidosis diabetik
Disebabkan oleh tidak adanya insulin atau jumlah insulin yang tidak
mencukupi. Gambaran klinis yang penting pada ketoasidosis diabetik
adalah dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan asidosis. Gejala yang
muncul seperti poliuri dan polidipsi, penglihatan kabur, kelemahan dan
sakit kepala, hipotensi ortostatik, nafas berbau aseton, anoreksia, mual,
muntah, nyeri abdomen, dan hiperventilasi (pernapasan Kusmaul)
Smeltzer,S.C dan B.G Bare. (2002).
b) Komplikasi Jangka Panjang
1. Komplikasi Makrovaskuler
Beberapa komplikasi makrovaskuler : (1) Penyakit arteri koroner.
Penderita diabetes mengalami peningkatan insiden infark miokard
akibat perubahan atherosklerotik pada pembuluh arteri koroner. Salah
satu ciri unik penyakit arteri koroner pada penderita diabetes adalah
tidak terdapatnya gejala iskemik yang khas. (2) Penyakit
serebrovaskuler. Penderita diabetes berisiko dua kali lipat untuk terkena
penyakit serebrovaskuler seperti TIA (Transient Ischemic Attack) dan
stroke. (3) Penyakit vaskuler perifer. Tanda dan gejala mencakup
berkurangnya denyut nadi perifer dan klaudikasio intermiten (nyeri
pada pantat atau betis ketika berjalan).
2. Komplikasi Mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskuler yang sering terjadi pada pasien diabetes
adalah (1) Retinopati diabetik. Merupakan kelainan patologis mata
disebabkan perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada
retina mata. Penglihatan yang kabur merupakan gejala umum yang
terjadi. Penderita yang melihat benda tampak mengambang (floaters)
dapat mengindikasikan terjadinya perdarahan. (2) Nefropati diabetik
merupakan penyebab tersering timbulnya penyakit ginjal stadium
terminal pada penderita diabetes.
3. Neuropati
Mengacu pada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf
termasuk saraf perifer (sensoriotonom), otonom, dan spinal. (1)
Neuropati perifer. Sering mengenai bagian distal serabut saraf
khususnya saraf ekstremitas bawah. Gejala awal adalah parestesia (rasa
tertusuk-tusuk, kesemutan atau peningkatan kepekaan) dan rasa
terbakar khususnya malam hari. Bila terus berlanjut penderita akan
mengalami baal (matirasa) di kaki, penurunan sensibilitas nyeri dan
suhu yang meningkatkan risiko untuk mengalami cedera dan infeksi di
kaki. (2) Neuropati otonom. Mengakibatkan berbagai disfungsi yang
mengenai hampir seluruh sistem organ tubuh. Kardiovaskuler:
takikardi, hipotensi ortostatik, infark miokard tanpa nyeri.
Gastrointestinal: cepat kenyang, kembung, mual, muntah,
hiperfluktuasi gula darah, konstipasi, diare. Urinarius: retensi urin,
penurunan kemampuan untuk merasakan kandung kemih yang penuh.
Kelenjar adrenal: tidak ada atau kurangnya gejala hipoglikemia,
penderita tidak lagi merasa gemetar, berkeringat, gelisah, dan palpitasi.
Neuropati sudomotorik: penurunan pengeluaran keringat (anhidrosis)
pada ekstremitas. Kekeringan pada kaki meningkatkan risiko ulkus.
Disfungsi seksual: impotensi.
4. Masalah kaki dan tungkai pada diabetes
Terdapat tiga komplikasi yang meningkatkan risiko terjadinya infeksi
pada kaki, antara lain: Neuropati menyebabkan hilangnya perasaan
nyeri dan sensibilitas tekanan (neuropati sensorik). Sedangkan
neuropati otonom menimbulkan peningkatan kekeringan (akibat
penurunan perspirasi). Penyakit vaskuler perifer sirkulasi ekstremitas
bawah yang buruk menyebabkan lamanya kesembuhan luka dan
menyebabkan terjadinya gangren. Penurunan daya imunitas
hiperglikemia mengganggu kemampuan leukosit khusus untuk
menghancurkan bakteri. Gangren kaki diabetik dapat dibagi menjadi
enam tingkatan (Wagner, 1983 dikutip dari Ismail, nd)
a. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti claw,callus.
b. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas ada kulit.
c. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
d. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

e. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selulitis.
f. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

Selain 5 klasifikasi tersebut, gangren kaki diabetik juga dapat


dibagi menjadi dua golongan (Brand, 1986 & Ward, 1987 dikutip
dari Ismail, nd): Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI ) Disebabkan
penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati
(arterosklerosis) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di
daerah betis. Gambaran klinis KDI Penderita mengeluh nyeri
waktu istirahat, Pada perabaan terasa dingin, Pulsasi pembuluh
darah kurang kuat, Didapatkan ulkus sampai gangren.
Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN) Terjadi kerusakan
syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi.
Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa,
edema kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
Menurut Aalaa & Malazy (2012) menyatakan bahwa perawat
dapat menjalankan perannya sebagai edukator dalam pencegahan
kaki diabet, perawatan kaki, dan pencegahan dari injuri. Perawat
responsif terhadap deteksi dini pada perubahan kulit dan sensasi
kaki, perawatan kaki, dan perawatan luka denghan teknologi tinggi.
Dalam area rehabilitasi, menolong pasien yang menderita ulkus
diabetik atau amputasi untuk melakukan pergerakan.

M. Pencegahan
1. Pencegahan primer
Pendidikan tentang kebutuhan diet mungkin diperlukan. Suatu
perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% protein, dan 75%
karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes.
Kandungan rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah
arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan aktivitas reseptor insulin (Stanley,
Mickey, 2006).
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Berjalan
atau berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan
yang sanga baik untuk para pemula.
2. Pencegahan sekunder
a. Penapisan
Kadar gula darah harus diperiksa secara rutin sebagai komponen dari
penapisan, tetapi hasil yang negatif dalam gejala ringan yang lain tidak
dapat dianggap sebagai suatu kesimpulan. Tes toleransi glukosa oral pada
umumnya dianggap lebih sensitif dan merupakan indikator yang dapat
diandalkan daripada kadar glukosa darah puasa dan harus dilakukan
untuk menentukan diagnosis dan perawatan awal NIDDM (Stanley,
Mickey, 2006).
b. Nutrisi
Perawat yang membantu lansia dalam merencanakan makan dapat
mengambil kesempatan untuk memberikan pendidikan kepada klien
tentang prinsip umum nutrisi yang baik. Perawat dapat mengajarkan
klien tentang membaca label untuk menghindari asupan sehari-hari,
memilih sumber-sumber makanan rendah kolesterol, dan memasukkan
serat yang adekuat dalam diet mereka (Stanley, Mickey, 2006).
c. Olahraga
Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung
meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah,
meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional, dan meningkatkan
sirkulasi. Walaupun berenang dan berjalan cepat telah dinyatakan sebagai
pilihan yang sangat baik untuk lansia dengan NIDDM, tipe aktivitas
lainnya juga sama-sama bermanfaat. Khususnya, aerobik yang
menawarkan manfaat paling banyak. Seseorang dengan NIDDM harus
melakukan latihan minimal satu kali setiap 3 hari (Stanley, Mickey,
2006).
d. Pengobatan
Bila intervensi sebelumnya tidak berhasil dalam memodifikasi kadar gula
darah dan gejala-gejala, terapi agens oral dan insulin akan diperlukan
untuk menambah suplai dari tubuh (Stanley, Mickey, 2006).

N. Penatalaksanaan
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM yang bertujuan untuk
mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadinya hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktifitas pasien, yaitu (Smeltzer & Bare, 2002):
1) Pendidikan kesehatan DM (Edukasi)
Pasien selain harus memiliki kemampuan untuk merawat diri sendiri
setiap hari guna menghindari penurunan atau kenaikan kadar glukosa
darah mendadak, juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya
hidup untuk menghindari komplikasi diabetes jangka panjang.
2) Pengaturan aktivitas
Aktivitas dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian insulin serta mengurangi faktor risiko kardiovaskuler
dengan mengubah kadar lemak darah (Smeltzer & Bare, 2002). Prinsip
latihan jasmani/aktivitas bagi diabetesi, sama dengan prinsip latihan
jasmani secara umum, yaitu memenuhi beberapa hal seperti frekuensi,
intensitas, durasi dan jenis. Ferkuensi : jumlah olahraga permingu
sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5 kali perminggu. Intensitas :
ringan dan sedang (60 70 % maksimum heart rate). Durasi 30 60
menit. Jenis : latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan
kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda. Latihan
jasmani yang dipilih sebaiknya yang disenangi serta memungkinkan
untuk dilakukan dan hendaknya melibatkan otot- otot besar (Sudoyo,
2006).
3) Pengaturan nutrisi (Diet DM)
Memberikan semua unsur makanan esensial, Mencapai dan
mempertahankan BB yang sesuai, Memenuhi kebutuhan energi,
Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap hari, Menurunkan
kadar lemak darah jika meningkat (Smeltzer & Bare, 2002).
a) Jenis makanan
Karbohidrat yang diberikan kepada diabetes tidak lebih dari 55
65% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari
70% jika dikombinasi dengan pemberian asam lemak tidak jenuh
rantai tunggal. Protein yang direkomendasikan sekitar 10 15% dari
total kalori perhari. Lemak mempunyai kandungan energi sebesar
9 kilokalori/gram. Jumlah lemak yang direkomendasikan 10% dari
total kebutuhan kalori perhari.
b) Perhitungan jumlah kalori
Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur dan ada
tidaknya stres akut dan kegiatan jasmani. Penentuan status gizi dapat
dipakai indeks massa tubuh (IMT) dan rumus Brocca. Berdasarkan
IMT : BB kurang IMT < 18,5, BB normal IMT 18,5 22,9, BB
lebih IMT > 23 terbagi dalam dengan resiko 23-24,9, obes I 25 2
9,9, obes II > 30. Sedangkan menurut Brocca penentuan kebutuhan
kalori perhari dibagi berdasarkan kebutuhan basal dimana laki-laki
: BB ideal (kg) x 30 kalori, wanita : BB ideal (kg) x 25 kalori.
Koreksi /penyesuaian : umur > 40 tahun-5%, aktivitas ringan
+10%, aktivitas sedang +20%, aktivitas berat +30%, BB gemuk
_20%, BB lebih -10%, BB kurus +20%. Stress metabolik +10-30%.
kehamilan tri mester I dan II +300 kalori, kehamilan trimester III
dan menyusui +500 kalori (Sudoyo, 2006).
4) Obat oral antihipertensi. (OHO)
a) Insulin
Pada DM tipe I tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi
insulin sehingga insulin eksogenus harus diberikan. Sedangkan pada
DM tipe II, insulin mungkin diperlukan untuk terapi jangka panjang
untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat
hipoglikemia oral tidak mampu mengontrolnya. Preparat insulin
digolongkan menurut 4 karakteristik (Smeltzer & Bare, 2002).
Perjalanan waktu

Lama kerja Agen Awitan Puncak Durasi Indikasi


Short acting Reguler 0.5-1 jam 2-3 jam 4-6jam Biasanya
(R) diberikan 20- 30
menit sebelum
makan, dapat
diberikan sendiri
Intermediate Neutral 3-4 jam 4-12 jam 16-20 atau bersama
Biasanya
acting Protamin jam dengan insulin
diberikan
e long acting
sesudah makan
Hagedor
n (NPH)
Lente (L)
Long acting Ultra 6-8 jam 12-16 jam 12-30 Digunakan
Lente (UL) jam terutama untuk
mengendalikan
kadar glukosa
darah puasa
b) Konsentrasi
Konsentrasi insulin yang paling sering digunakan di Amerika
Serikat adalah U-100 yang berarti terdapat 100 unit insulin per 1

cm3.
c) Spesies (sumber)
Preparat insulin dahulu diperoleh dari pankreas sapi dan babi,
namun sekarang telah tersedia Human Insulin yang diproduksi
melalui teknologi DNA rekombinan.
d) Pabrik pembuat
Dua pabrik pembuat preparat insulin asal Amerika adalah Lilly
dan Novo Nordisk. Human insulin yang dibuat dari kedua
perusahaan tsb memiliki merek dagang yang berbeda yaitu
Humulin untuk Lilly human insulin dan Novolin untuk Novo
Nordisk human insulin. Pemilihan dan rotasi tempat penyuntikan
preparat insulin meliputi 4 daerah utama yaitu: abdomen, lengan
(permukaan posterior), paha (permukaan anterior) dan bokong.
Insulin diabsorpsi paling cepat di abdomen dan menurun secara
progresif pada lengan, paha, serta bokong. Rotasi penyuntikan
dilakukan secara sistematis untuk mencegah perubahan setempat
jaringan lemak (lipodistrofi).
Asuhan Keperawatan Gerontik
A. Pengkajian
Tujuan :
1. Menentukan kemampuan klien untuk memelihara diri sendiri.
2. Melengkapi dasar dasar rencana perawatan individu.
3. Membantu menghindarkan bentuk dan penandaan klien.
4. Memberi waktu kepada klien untuk menjawab.
Meliputi aspek gerontik:
1. Fisik
a) Wawancara
1) Pandangan lanjut usia tentang kesehatan.
2) Kegiatan yang mampu di lakukan lanjut usia.
3) Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri.
4) Kekuatan fisik lanjut usia : otot, sendi, penglihatan, dan pndengaran.
5) Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, BAB/BAK.
6) Kebiasaan gerak badan / olahraga /senam lanjut usia.
7) Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang sangat bermakna dirasakan.
8) Kebiasaan lanjut usia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan
dalam minum obat.
9) Masalah-masalah seksual yang telah di rasakan.
b) Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksanaan di lakukan dengan cara inspeksi, palpilasi, perkusi, dan
auskultasi untuk mengetahui perubahan sistem tubuh.
2) Pendekatan yang di gunakan dalam pemeriksanaan fisik,yaitu : Head
to toe.
c) Psikologis
1) Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan.
2) Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak.
3) Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan.
4) Bagaimana mengatasi stress yang di alami.
5) Apakah mudah dalam menyesuaikan diri.
6) Apakah lanjut usia sering mengalami kegagalan.
7) Apakah harapan pada saat ini dan akan datang.
8) Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, proses pikir,
alam perasaan, orientasi, dan kemampuan dalam penyelesaikan
masalah.
d) Sosial ekonomi
1) Darimana sumber keuangan lanjut usia
2) Apa saja kesibukan lanjut usia dalam mengisi waktu luang.
3) Dengan siapa dia tinggal.
4) Kegiatan organisasi apa yang di ikuti lanjut usia.
5) Bagaimana pandangan lanjut usia terhadap lingkungannya.
6) Berapa sering lanjut usia berhubungan dengan orang lain di luar
rumah.
7) Siapa saja yang bisa mengunjungi.
8) Seberapa besar ketergantungannya.
9) Apakah dapat menyalurkan hoby atau keinginannya dengan fasilitas
yang ada.
e) Spiritual
1) Apakah secara teratur malakukan ibadah sesuai dengan keyakinan
agamanya.
2) Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan
keagamaan, misalnya pengajian dan penyantunan anak yatim atau fakir
miskin.
3) Bagaimana cara lanjut usia menyelesaikan masalah apakah dengan
berdoa.
4) Apakah lanjut usia terlihat tabah dan tawakal.

B. Diagnosa keperawatan
a) Aspek fisik atau biologis
1) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan tidak mampu dalam memasukkan, memasukan, mencerna,
mengabsorbsi makanan karena factor biologi.
2) Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama,
terbangun lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan
fungsi yng ditandai dengan penuaan perubahan pola tidur dan cemas.
3) Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan keterbatasan
neuromuskular yang ditandai dengan waktu yang diperlukan ke toilet
melebihi waktu untuk menahan pengosongan bladder dan tidak mampu
mengontrol pengosongan.
4) Kerusakan memori berhubungan dengan kemunduran atau kerusakan
memori sekunder.
5) Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi
yang ditandai dengan perubahan dalam mencapai kepuasan seksual.
6) Kelemahan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
musculoskeletal dan neuromular.
7) Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik kurang.
8) Risiko kerusakan integritas kulit.
9) Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan neurologis.
b) Aspek psikososial
1) Ketidakefektifan koping berhubungan dengan percaya diri tidak adekuat
dalam kemampuan koping, dukungan social tidak adekuat yang dibentuk
dari karakteristik atau hubungan.
2) Isolasi sosial berhubungan dengan perubhaan penampilan fisik, peubahan
keadaan sejahtera, perubahan status mental.
3) Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan
peran, perubahan citra tubuh dan fungsi seksual.
4) Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, status
kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, lingkungan, status ekonomi.
5) Resiko kesepian.
c) Aspek spiritual
1) Distress spiritual berhubungan dengan peubahan hidup, kematian atau
sekarat diri atau orang lain, cemas, mengasingkan diri, kesendirian atau
pengasingan social, kurang sosiokultural.
C. Intervensi keperawatan
No Diagnosa
NOC NIC
keperawatan
Aspek fisik atau biologis
1. Ketidakseimbangan Status nutrisi Manajemen ketidakteraturan
nutrisi : kurang dari Setelah dilakukan intervensi makan (eating disorder
kebutuhan tubuh keperawatan diharapkan management)
berhubungan dengan mampu: 1. Kolaborasi dengan anggota
tidak mampu dalam 1. Asupan nutrisi tidak tim kesehatan untuk memuat
memasukkan, bermasalah perencanaan perawatan jika
memasukan, 2. Asupan makanan dan sesuai.
mencerna, cairan tidak bermasalah 2. Diskusikan dengan tim dan
mengabsorbsi 3. Energy tdak bermasalah pasien untuk membuat target
makanan karena factor 4. Berat badan ideal berat badann, jika berat
biologi. badan pasien tdak sesuia
dengan usia dan bentuk
tubuh.
3. Diskusikan dengan ahli gizi
untuk menentukan asupan
kalori setiap hari supaya
mencapai dan atau
mempertahankan berat
badan sesuai target.
4. Ajarkan dan kuatkan konsep
nutrisi yang baik pada pasien
5. Kembangkan hubungan
suportif dengna pasien.
6. Dorong pasien untuk
memonitor diri sendiri
terhadap asupan makanan
dan kenaikan atau
pemeliharaan berat badan.
7. Gunakan teknik modifikasi
tingkah laku untuk
meningkatkan berat badan
dan untuk menimimalkan
berat badan.
8. Berikan pujian atas
peningkatan berat badan dan
tingkah laku yang
mendukung peningkatan
berat badan.
2. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan Peningkatan tidur
berhubungan dengan keperawatan diharapkan dapat 1. Tetapkan pola kegiatan dan
insomnia dalam waktu memperbaiki pola tidurnya tidur pasien.
lama, terbangun lebih dengan kriteria : 2. Monitor pola tidur pasien
awal atau terlambat 1. Mengatur jumlah jam dan jumlah jam tidurnya.
bangun dan penurunan tidurnya 3. Jelaskan pentingnya tidur
kemampuan fungsi 2. Tidur secara rutin selama sakit dan stress fisik.
yng ditandai dengan 3. Miningkatkan pola tidur 4. Bantu pasien untuk
penuaan perubahan 4. Meningkatkan kualitas menghilangkan situasi stress
pola tidur dan cemas. tidur sebelum jam tidurnya.
5. Tidak ada gangguan tidur
3. Inkontinensia urin Setelah dilakukan intervensi Perawatan inkontinensia urin
fungsional keperawatan diharapkan pasien 1. Monitor eliminasi urin.
berhubungan dengan mampu : 2. Bantu klien mengembangkan
keterbatasan 1. Kontinensia urin sensasi keinginan BAK.
neuromuskular yang 2. Merespon dengan cepat 3. Modifikasi baju dan
ditandai dengan waktu keinginan buang air kecil lingkungan untuk
yang diperlukan ke (BAK) memudahkan klien ke toilet.
toilet melebihi waktu 3. Mampu mencapai toilet 4. Instruksikan pasien untuk
untuk menahan dan mengeluarkan urin mengonsumsi air minum
pengosongan bladder secara tepat waktu sebanyak 1500 cc/hari.
dan tidak mampu 4. Mengosongkan bladder
mengontrol dengan lengkap
pengosongan. 5. Mampu memprediksi
pengeluaran urin
4. Disfungsi seksual Fungsi seksual Konseling seksual
berhubungan dengan 1. Mengekspresikan 1. Bantu pasien untuk
perubahan struktur kenyamanan mengekspresikan perubahan
tubuh/fungsi yang 2. Mengekspresikan fungsi tubuh termasuk organ
ditandai dengan kepercayaan diri seksual seiring dengan
perubahan dalam bertambahnya usia.
mencapai kepuasan 2. Diskusikan beberapa pilihan
seksual. agar dicapai kenyamanan.
5. Kelemahan mobilitas Level mobilitas (mobility Latihan dengan terapi gerakan
fisik berhubungan level) (exercise therapy ambulation)
dengan kerusakan Setelah dilakukan intervensi 1. Kosultasi kepada pemberi
musculoskeletal dan keperawatan diharapkan pasien terapi fisik mengenai
neuromular. dapat : rencana gerakan yang sesuai
1. Memposisikan dengan kebutuhan.
penampilan tubuh 2. Dorong untuk bergerak
2. Ambulasi : berjalan secara bebas namun masih
3. Menggerakan otot dalam batas yang aman.
4. Menyambung 3. Gunakan alat bantu untuk
gerakan/mengkolaborasik bergerak, jika tidak kuat
an gerakan untuk berdiri (mudah
goyah/tidak kokoh).
6. Kelelahan Activity tolerance Energy management
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi 1. Monitor intake nutrisi untuk
kondisi fisik kurang. keperawatan diharapkan pasien memastikan sumber energi
dapat: yang adekuat.
1. Memonitor usaha 2. Tentukan keterbatasan fisik
bernapas dalam respon pasien.
aktivitas 3. Tentukan penyebab
2. Melaporkan aktivitas kelelahan.
harian 4. Bantu pasien untuk jadwal
3. Memonitor ECG dalam istirahat.
batas normal
4. Memonitor warna kulit
7. Risiko kerusakan Kontrol risiko (risk control) Penjagaan terhadap kulit (skin
integritas kulit Setelah dilakukan intervensi surveillance)
keperawatan diharapkan pasien 1. Monitor area kulit yang
dapat : terlihat kemerahan dan
1. Kontrol perubahan status adanya kerusakan.
kesehatan 2. Monitor kulit yang sering
2. Gunakan support system mendapat tekanan dan
pribadi untuk mengontrol gesekan.
risiko 3. Monitor warna kulit.
3. Mengenal perubahan 4. Monitor suhu kulit.
status kesehatan 5. Periksa pakaian, jika pakaian
4. Monitor factor risiko terlihat terlalu ketat.
yang berasal dari
lingkungan
8. Kerusakan memori Orientasi kognitif Pelatihan memori (memory
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi training)
gangguan neurologis. keperawatan diharapkan pasien 1. Stimulasi memory dengan
dapat : mengulangi pembicaraan
1. Mengenal diri sendiri secara jelas di akhir
2. Mengenal orang atau hal pertemuan dengan pasien.
penting 2. Mengenang pengalaman
3. Mengenal tempatnya masa lalu dengan pasien.
sekarang 3. Menyediakan gambar untuk
4. Mengenal hari, bulan, mengenal ingatannya
dan tahun dengan benar kembali.
4. Monitor perilaku pasien
selama terapi.
9. Risiko ketidakstabilan Level glukosa darah Management hiperglikemi
kadar glukosa darah Setelah dilakukan intervensi 1. Monitor kadar lukosa darah,
keperawatan diharapkan pasien sesuai indikasi
dapat : 2. Monitor tanda dan gejala
1. Kadar glukosa darah hiperglikemi: poliuria,
2. Urin glukosa polidipsia, poliphagia,
3. Urin keton kelemahan, letargi, gelisah,
pendangan kabur atau sakit
kepala
3. Monitor urine ketones, sesui
indikasi
4. Administrasi insulin
5. Dorong intake cairan melalui
oral

Management hipoglikemi
1. Identifikasi pasien terhadap
risiko hipoglikemi
2. Monitor kadar glukosa darah,
sesuai indikasi
3. Pastikan tanda dan gejala dari
hipoglikemi
4. Berikan bantuan terhadap
keputusan yang dibuat oleh
pasien terkait pencegahan
hipoglikemi (mengurangi
insulin, meningkatkan intake
makanan ntuk latihan)
5. Kolaborasi dengan pasien dan
tim perawatan diabetes untuk
merubah regimen insulin
(injeksi setiap hari), sesuai
indikasi
Aspek psikososial
1. Ketidakefektifan Koping (coping) Koping enhancement
koping berhubungan Setelah dilakukan intervensi 1. Dorong aktifitas social dan
dengan percaya diri keperawatan secara konsisten komunitas
tidak adekuat dalam diharapkan mampu : 2. Dorong pasien untuk
kemampuan koping, 1. Mengidentifikasi pola mengembangkan hubungan.
dukungan social tidak koping efektif 3. Dorong berhubungan dengan
adekuat yang dibentuk 2. Mengedentifikasi pola seseorang yang memiliki
dari karakteristik atau koping yang tidak efektif tujuan dan ketertarikan yang
hubungan. 3. Melaporkan penurunan sama.
stress 4. Dukung pasein untuk
4. Memverbalkan control menguunakan mekanisme
perasaan pertahanan yang sesuai.
5. Memodifikasi gaya hidup 5. Kenalkan pasien kepada
yang dibutuhkan seseorang yang mempunyai
6. Beradaptasi dengan latar belakang pengalaman
perubahan perkembangan yang sama.
7. Menggunakan dukungan
social yang tersedia
8. Melaporkan peningkatan
kenyamanan psikologis
2. Isolasi social Lingkungan keluarga : Keterlibatan keluarga (family
berhubungan dengan internal (family involvement)
perubhaan penampilan environment: interna) 1. Mengidentifikasikan
fisik, peubahan Setelah dilakukan intervensi kemampuan anggota
keadaan sejahtera, keperawatan secara konsisten keluarga untuk terlibat dalam
perubahan status diharapkan mampu : perawatan pasien.
mental. 1. Berpatisipasi dalam 2. Menentukan sumber fisik,
aktifitas bersama psikososial dan pendidikan
2. Berpatisipasi dalam pemberi pelayanan
tradisi keluarga kesehatan yang utama.
3. Menerima kunjungan dari 3. Mengidentifkasi deficit
teman dan anggota perawatan diri pasien.
keluarga besar 4. Menentukan tinggat
4. Memberikan dukungan ketergantungan pasien
satu sama lain terhadap keluarganya yang
5. Mengekspresikan sesuai dengan umur atau
perasaan dan masalah penyakitnya.
kepada yang lain.
6. Mendorong anggota
keluarga untuk tidak
ketergantungan
7. Berpatisipasi dalam
rekreasi dan acara
aktifitas komunitas
8. Memecahkan masalah
3. Gangguan harga diri Setelah dilakukan tindakan Peningkatan harga diri
berhubungan dengan intervensi keperawatan 1. Kuatkan rasa percaya diri
ketergantungan, diharapkan akan bisa terhadap kemampuan pasien
perubahan peran, memperbaiki konsep diri mengndalikan situasi.
perubahan citra tubuh dengan criteria : 2. Menguatkan tenaga pribadi
dan fungsi seksual. 1. Mengidentifikasi pola dalam mengenal dirinya.
koping terdahulu yang 3. Bantu pasien untuk
efektif dan pada saat ini memeriksa kembali persepsi
tidak mungkin lagi negative tentang dirinya.
digunakan akibat
penyakit dan penanganan
(pemakaian alkohol dan
obat-obatan; penggunaan
tenaga yang berlebihan)
2. Pasien dan keluarga
mengidentifikasi dan
mengungkapkan perasaan
dan reaksinya terhadap
penyakit dan perubahan
hidup yang diperlukan
3. Mencari konseling
profesional, jika perlu,
untuk menghadapi
perubahan akibat
penyakitnya
4. Melaporkan kepuasan
dengan metode ekspresi
seksual
4. Ansietas berhubungan Anxiety control Anxiety reduction
dengan perubahan Setelah dilakukan intervensi 1. Bantu pasien untuk
dalam status peran, keperawatan diharapkan pasien menidentifikasi situasi
status kesehatan, pola dapat: percepatan cemas.
interaksi, fungsi peran, 1. Memonitor intensitas 2. Dampingi pasien untuk
lingkungan, status cemas mempromosikan
ekonomi. 2. Melaporkan tidur yang kenyamanan dan
adekuat mengurangi ketakutan.
3. Mengontrol respon cemas 3. Identifikasi ketika perubahan
4. Merencanakan strategi level cemas.
koping dalam situasi 4. Instuksikan pasien dalam
stress teknik relaksasi.

5. Resiko kesepian Family Coping Family support


Setelah dilakukan intervensi 1. Bantu pekembangan harapan
keperawatan diharapkan pasien yang realistis.
dapat: 2. Identifikasi alami dukungan
1. Mendemontrasikan spiritual bagi keluarga.
fleksibelitas peran 3. Berikan kepercayaan dalam
2. Mengatur masalah hubungan dengan keluarga.
3. Menggunakan strategi 4. Dengarkan untuk
pengurangan stress berhubungan dengan
4. Menghadapi masalah keluarga, perasan dan
pertanyaan.
6. Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan intervensi Peningkatan citra tubuh
berhubungan dengan keperawatan diharapkan 1. Bantu pasien untuk
perubahan dan meningkatkan citra tubuhnya mendiskusikan perubahan
ketergantungan fisik dengan criteria : karena penyakit atau
(ketidakseimbangan 1. Merasa puas dengan pembedahan.
mobilitas) serta penampilan tubuhnya 2. Memutuskan apakah
psikologis yang 2. Merasa puas dengan perubahan fisik yang baru
disebabkan penyakit fungsi anggota badannya saja diterima dapat masuk
atau terapi. 3. Mendiskripsikan bagian dalam citra tubuh pasien.
tubuh tambahan 3. Memudahkan hubungan
dengan individu lain yang
mempunyai penyakit yang
sama.
Aspek spiritual
1. Distress spiritual Pengharapan (hope) Penanaman harapan (hope
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi instillation)
peubahan hidup, keperawatan secara luas 1. Mengkaji pasian atau
kematian atau sekarat diharapkan mampu : keluarga untuk
diri atau orang lain, 1. Mengekspresikan mengidentifikasi area
cemas, mengasingkan orientasi masa depan pengharapan dalam hidup.
diri, kesendirian atau yang positif 2. Melibatkan pasien secara
pengasingan social, 2. Mengekspresikan arti aktif dalam perawatan diri.
kurang sosiokultural. kehidupan 3. Mengajarkan keluarga
3. Mengekspresikan rasa tentang aspek positif
optimis pengharapan.
4. Mengekspresikan
perasaan untuk
mengontrol diri sendiri
5. Mengekspresikan
kepercayaan
6. Mengekspresikan rasa
percaya pada diri sendiri
dan orang lain
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2.


Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Dinkes Kota Semarang. 2010. Profil Kesehatan Kota Semarang. Semarang :


Dinkes Kota Semarang.

Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Erlangga : Jakarta.

Jhonson, Marion dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). St.


Louise, Misouri: Mosby, Inc.

McCloskey, Joanne C, 2008. Nursing Intervention Classification (NIC).


St. Louise, Misouri: Mosby, Inc.

Mulyati Sri. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diabetes Melitus Dalam
Konteks Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Di Ruang
Rawat Penyakit Dalam Gedung A RSUPN Cipto Mangunkusumo
Jakarta. Universitas Indonesia.
Http://Lib.Ui.Ac.Id/File?File=Digital/2016-6/20392966-PR-
Sri%20Mulyati.Pdf.

NANDA International. 2014. Nursing Diagnosis: Definitions and


Classification 2015 2017. Oxford: Wiley Blackwell.

Stanley, Mickey dan Patricia Gauntlett Beare. (2006). Buku Ajar Keperawatan
Gerontik, Edisi 2., Jakarta: EGC.

Tandra. (2007). Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

WHO., 2008. Integrated Chronic Disease Prevention and Control. www.who.int.

Anda mungkin juga menyukai