Anda di halaman 1dari 20

BAB 5

ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Data Umum


5.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Di Program
Studi Ilmu Keperawatan Universitas Kadiri Tahun 2017.
Umur Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol
Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)
Umur 19-20 Tahun - - - -
Umur 21-22 Tahun 11 84.6 9 69.2
Umur >23 Tahun 2 15.4 4 30.8
Total 13 100 13 100
(Sumber : Data Primer, Penelitian 2017)

Berdasarkan tabel 5.1 di atas dapat diinterpretasikan bahwa hampir

seluruhnya dari responden yaitu sebanyak 11 responden (84.6%)

kelompok perlakuan berumur 21-22 tahun. Dan sebanyak 9 responden

(69.2%) kelompok kontrol sebagian besar berumur 21-22 tahun.

5.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin di


Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Kadiri Tahun
2017.

Jenis Kelamin Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol


Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 5 38.5 4 30.8
Perempuan 8 61.5 9 69.2
Total 13 100 13 100
(Sumber : Data Primer, Penelitian 2017)

Berdasarkan tabel 5.2 di atas dapat diinterpretasikan bahwa

sebagian besar dari responden yaitu sebanyak 8 responden (61.5%)

kelompok perlakuan berjenis kelamin perempuan. Dan sebanyak 9

responden (69.2%) kelompok kontrol sebagian besar berjenis kelamin

perempuan.

53
54

5.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tempat Tinggal

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tempat tinggal di


Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Kadiri Tahun
2017.

Tempat Tinggal Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol


Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)
Kos 10 76.9 7 53.8
Rumah Orang Tua 1 7.7 2 15.4
Asrama 2 15.4 4 36.8
Total 13 100 13 100
(Sumber : Data Primer, Penelitian 2017)

Berdasarkan tabel 5.3 di atas dapat diinterpretasikan bahwa hampir

seluruhnya dari responden yaitu sebanyak 10 responden (76.9%)

kelompok perlakuan bertempat tinggal di kos. Dan sebanyak 7 responden

(53.8%) kelompok kontrol sebagian besar bertempat tinggal di kos.

5.2 Data Khusus

5.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Stres Sebelum Diberi


Terapi Tertawa Pada Kelompok Perlakuan

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat stres sebelum


diberi terapi tertawa pada kelompok perlakuan di Program Studi
Ilmu Keperawatan Universitas Kadiri Tahun 2017.

Tingkat Stres Sebelum diberi Terapi Terawa


Frekuensi Persentase (%)
Normal - -
Ringan 5 38.5
Sedang 5 38.5
Berat 3 23.1
Sangat Berat 0
Total 13 100
(Sumber : Data Primer, Penelitian 2017)

Berdasarkan tabel 5.4 di atas dapat diinterpretasikan bahwa hampir

setengah dari responden yaitu sebanyak 5 responden (38.5%) sebelum diberi

terapi tertawa tingkat stresnya berada pada kategori sedang. Dan hampir
55

setengah dari responden yaitu 5 responden (38.5%) sebelum diberi terapi

tertawa tingkat stresnya berada pada kategori ringan.

5.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Stres Sebelum Pada


Kelompok Kontrol

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat stres sebelum


pada kelompok kontrol di Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Kadiri Tahun 2017.

Tingkat Stres Sebelum Pada Kelompok Kontrol


Frekuensi Persentase (%)
Normal - -
Ringan 3 23.1
Sedang 7 53.8
Berat 3 23.1
Sangat Berat - -
Total 13 100
(Sumber : Data Primer, Penelitian 2017)

Berdasarkan tabel 5.5 di atas dapat diinterpretasikan bahwa

sebagian besar dari responden yaitu sebanyak 7 responden (53.8%) tingkat

stresnya berada pada kategori sedang.

5.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Stres Sesudah Diberi Terapi


Tertawa Pada Kelompok Perlakuan

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat stres sesudah


diberi terapi tertawa pada kelompok perlakuan di Program Studi
Ilmu Keperawatan Universitas Kadiri Tahun 2017.

Tingkat Stres Sesudah Diberi Terapi Tertawa


Frekuensi Persentase (%)
Normal - -
Ringan 10 76.9
Sedang 3 23.1
Berat - -
Sangat Berat - -
Total 13 100
(Sumber : Data Primer, Penelitian 2017)
56

Berdasarkan tabel 5.6 di atas dapat diinterpretasikan bahwa hampir

seluruhnya dari responden yaitu 10 responden (76.9%) sesudah diberi

terapi tertawa tingkat stresnya berada pada kategori ringan.

5.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Stres Sesudah Pada


Kelompok Kontrol

Tabel 5.7 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat stres sesudah


pada kelompok kontrol di Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Kadiri Tahun 2017.

Tingkat Stres Sesudah Pada Kelompok Kontrol


Frekuensi Persentase (%)
Normal - -
Ringan 3 23.1
Sedang 8 61.5
Berat 2 15.4
Sangat Berat - -
Total 13 100
(Sumber : Data Primer, Penelitian 2017)

Berdasarkan tabel 5.7 di atas dapat diinterpretasikan bahwa

sebagian besar dari responden yaitu sebanyak 8 responden (61.5%) tingkat

stresnya berada pada ketegori sedang.

5.2.5 Efektivitas Terapi Tertawa Terhadap Tingkat Stres Pada Mahasiswa Yang
Menyusun Skripsi Di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Kadiri
Tahun 2017 Sebelum Dan Sesudah Pada Kelompok Perlakuan.
Tabel 5.8 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat stres sebelum
dan sesudah diberi terapi tertawa pada kelompok perlakuan di
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Kadiri Tahun
2017.
57

Tingkat Stres Sebelum Diberi Terapi Sesudah Diberi Terapi


Tertawa Tertawa
Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)
Normal - - - -
Ringan 5 38.5 10 76.9
Sedang 5 38.5 3 23.1
Berat 3 23.1 - -
Sangat Berat - - - -
Total 13 100 13 100

P-Value = 0.023
= 0.05
(Sumber : Data Primer, Penelitian 2017)

Berdasarkan tabel 5.8 dapat diinterpretasikan bahwa hampir

setengah dari responden yaitu sebanyak 5 responden (38.5%) sebelum

diberi terapi tertawa pada kelompok perlakuan tingkat stresnya berada

pada ketegori sedang dan ringan sebanyak 10 responden (76.9%) sesudah

hampir seluruhnya pada kelompok perlakuan.

Dari hasil uji statistik menggunakan Wilcoxon didapatkan nilai P-

Value=0.023 <=0.05 maka dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima

yaitu bahwa terdapat Efektivitas Terapi Tertawa Terhadap Tingkat Stres

Pada Mahasiswa Yang Menyusun Skripsi Di Program Studi Ilmu

Keperawatan Universitas Kadiri Tahun 2017.

5.2.6 Efektivitas Terapi Tertawa Terhadap Tingkat Stres Pada Mahasiswa Yang
Menyusun Skripsi Di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Kadiri
Tahun 2017 Sebelum Dan Sesudah Pada Kelompok Kontrol.
Tabel 5.9 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat stres
sebelum dan sesudah pada kelompok kontrol di Program Studi
Ilmu Keperawatan Universitas Kadiri Tahun 2017.
58

Tingkat Stres Sebelum Pada Kelompok Sesudah Pada Kelompok


Kontrol Kontrol
Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)
Normal - - - -
Ringan 3 23.1 3 23.1
Sedang 7 53.8 8 61.5
Berat 3 23.1 2 15.4
Sangat Berat - - - -
Total 13 100 13 100
P-Value : 0.763
: 0.05
(Sumber : Data Primer, Penelitian 2017)

Berdasarkan tabel 5.9 dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar

dari responden yaitu sebanyak 7 responden (53.8%) sebelum pada

kelompok kontrol tingkat stresnya berada pada ketegori sedang. Dan

sebanyak 8 responden (61.5%) sesudah sebagian besar pada kelompok

kontrol tingkat stresnya berada pada kategori sedang.

Dari hasil uji statistik menggunakan Wilcoxon didapatkan nilai P-

Value=0.763 >=0.05 maka dapat disimpulkan H1 ditolak dan H0 diterima

yaitu bahwa tidak terdapat Efektivitas Terapi Tertawa Terhadap Tingkat

Stres Pada Mahasiswa Yang Menyusun Skripsi Di Program Studi Ilmu

Keperawatan Universitas Kadiri Tahun 2017.

5.2.7 Efektivitas Terapi Tertawa Terhadap Tingkat Stres Pada Mahasiswa Yang
Menyusun Skripsi Di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Kadiri
Tahun 2017
Tabel 5.10 Hasil Uji Mann Whitney Efektivitas Terapi Tertawa Terhadap
Tingkat Stres Pada Mahasiswa Yang Menyusun Skripsi Di
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Kadiri Tahun
2017 Pada Kelompok Perlakuan Dan Kelompok Kontrol
59

Tingkat Stres Sesudah Diberi Terapi Sesudah Pada Kelompok


Tertawa Kontrol
Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)
Normal - - - -
Ringan 10 76.9 3 23.1
Sedang 3 23.1 8 61.5
Berat - - 2 15.4
Sangat Berat - - - -
Total 13 100 13 100
P-Value : 0.005
: 0.05
(Sumber : Data Primer, Penelitian 2017)

5.2.8 Tingkat Stres Sebelum Dan Sesudah Pada Kelompok Perlakuan Dan
Kelompok Kontrol

Tabel 5.11 Tingkat Stres Sebelum Dan Sesudah Pada Mahasiswa Yang
Menyusun Skripsi Di Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Kadiri Tahun 2017 Pada Kelompok Perlakuan Dan
Kelompok Kontrol
Perlakuan Kontrol
Tingkat
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Stres
F % F % F % F %
Normal - - - - - - - -
Ringan 5 19,2% 10 38,5% 3 11,5% 3 11,5%
Sedang 5 19,2% 3 11,5% 7 2,69 8 30,8%
%
Berat 3 11,5% - - 3 11.5% 2 7,7%
Sangat - - - - - - - -
Berat
13 50,0% 13 50,0% 13 50,0% 13 50,0%
Total
100% 100%
(Sumber : Data Primer, Penelitian 2017)

Berdasarkan tabel 5.10 di atas dapat diinterpretasikan bahwa

hampir seluruhnya dari responden yaitu sebanyak 10 responden (76.9%)

sesudah terapi tertawa pada kelompok perlakuan mengalami penurunan

tingkat stres. Tingkat stresnya berada pada kategori ringan. Dan sebanyak

8 responden (61.5%) sebagian besar sesudah pada kelompok kontrol.

Tingkat stresnya berada pada kategori sedang.


60

Dari uji Mann-Whitney didapatkan nilai P-Value =0.005 < =0.05

maka dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima yaitu bahwa terdapat

Efektivitas Terapi Tertawa Terhadap Tingkat Stres Pada Mahasiswa Yang

Menyusun Skripsi Di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Kadiri

Tahun 2017.

5.3 Pembahasan

5.3.1 Mengidentifikasi tingkat stres sebelum diberi terapi tertawa pada


mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan di Universitas Kadiri Tahun
2017 pada kelompok perlakuan.
Berdasarkan tabel 5.5 di atas dapat diinterpretasikan bahwa

hampir setengah dari responden yaitu sebanyak 5 responden (38.5%)

sebelum diberi terapi tertawa tingkat stresnya berada pada kategori sedang.

Dan hampir setengah dari responden yaitu 5 responden (38.5%) sebelum

diberi terapi tertawa tingkat stresnya berada pada kategori ringan. Dari

jawaban kuesioner responden yaitu responden merasa bahwa dirinya

menjadi mudah marah karena hal-hal sepele, merasa sulit untuk bersantai,

mudah merasa kesal, mudah tersinggung dan merasa sulit untuk

beristirahat.

Berdasarkan tabel 5.1 diinterpretasikan untuk kelompok perlakuan

yang diberi terapi tertawa bahwa dari 13 responden untuk kelompok

perlakuan terdapat 11 responden (84.6%) berumur 21-22 tahun dan 2

responden (15.4%) berumur >23 tahun. Jadi hampir seluruhnya dari

responden untuk kelompok perlakuan adalah berumur 21-22 tahun. Pada

saat sebelum terapi tertawa dimulai terlihat responden masih kurang


61

mendengarkan arahan, kurang bersemangat, dan sibuk sendiri terutama

responden yang berumur 21-22 tahun.

Stres dapat dipengaruhi oleh umur karena pada tingkat umur

ditemukan perbedaan tingkat stres, yaitu semakin tinggi tingkat umur

maka tingkat stres akan semakin rendah. (Menurut Stuart & Laraia, 2005)

umur berhubungan dengan pengalaman seseorang dalam menghadapi

berbagai macam stressor, kemampuan memanfaatkan sumber dukungan

dan keterampilan dalam mekanisme koping. Kematangan usia adalah salah

satu faktor yang mempengaruhi koping terutama pada mahasiswa yang

menyusun tugas akhir. Kematangan usia, yaitu bagaimana subyek tersebut

mengelola emosi, pikiran dan prilakunya terhadap masalah yang tengah ia

hadapi.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa hampir seluruhnya (84.6%)

responden berumur 21-22 tahun. Dimana pada usia ini seseorang memiliki

tuntutan atau tanggungjawab untuk menyelesaikan pekerjaan/tugas

akademik (skripsi) tugas akademik yang berat dan tidak sesuai dengan

kemampuan individu dapat menyebabkan terjadinya stres. Kematangan

umur berpengaruh terhadap seseorang dalam menyikapi situasi/penyakit

dalam mengatasi stres yang dialami.

5.3.2 Mengidentifikasi tingkat stres sebelum pada mahasiswa Program Studi


Ilmu Keperawatan di Universitas Kadiri Tahun 2017 pada kelompok
kontrol.

Berdasarkan tabel 5.6 di atas dapat diinterpretasikan bahwa

sebagian besar dari responden yaitu sebanyak 7 responden (53.8%)


62

sebelum pada kelompok kontrol tingkat stresnya berada pada kategori

sedang.

Berdasarkan tabel 5.2 diinterpretasikan untuk kelompok kontrol

bahwa dari 13 responden, terdapat 9 responden (69.2%) berjenis kelamin

perempuan dan 4 responden (30.8%) berjenis kelamin laki-laki. Jadi

sebagian besar dari responden untuk kelompok kontrol adalah berjenis

kelamin perempuan.

Menurut (Rindang, 2005) penelitian di Amerika Serikat

menyatakan bahwa perempuan cenderung memiliki tingkat stres yang

lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Secara umum perempuan mengalami

stres 30% lebih tinggi dari pada pria. Jenis kelamin menjadi salah satu

faktor yang mempengaruhi tingkat stres, perempuan lebih sensitif terhadap

kemunculan hormon stres, meskipun dalam kadar minimal kondisi itulah

yang membuat perempuan lebih rentan terhadap krisis emosional di

kehidupannya. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa wanita

mempunyai stres tertentu yang disebabkan oleh faktor-faktor biologis yang

berbeda dengan laki-laki.

Dibandingkan dengan laki-laki, perempuan memiliki susunan

genetika yang cenderung mudah terserang stres. Selain itu berbeda dengan

laki-laki yang tidak terlalu terpengaruh perubahan hormonal, perempuan

sangat mudah mengalami stres ketika terjadi perubahan sistem hormonal

pada tubuh mereka. Fluktuasi estrogen dalam tubuh perempuan dapat

membuat perasaannya berubah-ubah. Selama periode stres, kadar estrogen


63

menurun. Kelenjar adrenalin menghasilkan hormon stres lebih banyak dari

pada estrogen.

5.3.3 Mengidentifikasi tingkat stres sesudah diberi terapi tertawa pada


mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan di Universitas Kadiri Tahun
2017 pada kelompok perlakuan.
Berdasarkan tabel 5.7 di atas dapat diinterpretasikan bahwa hampir

seluruhnya dari responden yaitu 10 responden (76.9%) sesudah diberi

terapi tertawa tingkat stresnya berada pada kategori ringan.

Terjadinya penurunan tingkat stres sesudah diberikan terapi tertawa

karena selama proses terapi responden terlihat bercanda dengan responden

lain di dalam kelompoknya. Responden menjadi lebih senang, responden

menjadi lebih terhibur juga karena lucu melihat responden lain pada saat

tertawa. Jenis tawa stimulus yang disukai oleh responden adalah jenis tawa

singa, tawa bantahan, dan tawa sapaan.

Pada saat tertawa, tubuh menghasilkan endorfin yang memberi efek

pengurangan rasa sakit, menurunkan hormon stres, dan meningkatkan

imunitas (Greenberg, 2002) sehingga dapat menurunkan kondisi stres yang

dialami responden. Endorfin diproduksi dan dikeluarkan oleh pituitary

gland, dilepaskan saat latihan fisik yang berkesinambungan serta pada saat

tertawa. Hormon endorfin memberikan perasaan senang dan mood yang

baik. Responden akan merasa bahagia dan tidak merasa marah saat mereka

sedang membuat wajah bahagia, sebaliknya jika responden kurang bahagia

dan lebih mudah marah maka akan membuat wajah marah. Karena hati

yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah

mengeringkan tulang.
64

5.3.4 Mengidentifikasi tingkat stres sesudah pada mahasiswa Program Studi


Ilmu Keperawatan di Universitas Kadiri Tahun 2017 pada kelompok
kontrol.

Berdasarkan tabel 5.8 di atas dapat diinterpretasikan bahwa

sebagian besar dari responden yaitu sebanyak 8 responden (61.5%) tingkat

stresnya berada pada ketegori sedang.

Berdasarkan tabel 5.4 di atas dapat diinterpretasikan bahwa hampir

seluruhnya dari responden yaitu sebanyak 10 responden (76.9%)

bertempat tinggal di kos. Dan sebanyak 7 responden (53.8%) kelompok

kontrol sebagian besar bertempat tinggal di kos.

Sebagian besar dari responden (53.8%) pada kelompok kontrol

adalah bertempat tinggal di kos, menurut peneliti mahasiswa yang tinggal

di kos lebih rentan terhadap stres karena dapat disebabkan oleh berbagai

hal seperti sulitnya penyesuaian diri dengan lingungan, beban perkuliahan

yang berat dan juga kurangnya pengalaman seperti tidak pernah tinggal

berpisah dengan orang tua sebelumnya. Keadaan yang begitu berbeda

antara di rumah dan di kos akan membuat para mahasiswa mengalami

berbagai permasalahan yang pada akhirnya akan membuat mereka stres.

Lingkungan merupakan salah satu hal yang mempengaruhi

terjadinya stres pada mahasiswa dan kemampuan seseorang dalam

beradaptasi terhadap lingkungan akan sangat mempengaruhi tingkat stres

pada seseorang. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa

stresor secara umum dapat diklasifikasikan sebagai stresor internal dan

stresor eksternal. Stresor internal berasal dari dalam diri seseorang

misalnya kodisi fisik, atau suatu keadaan emosi. Stresor eksternal berasal
65

dari luar diri seseorang misalnya perubahan lingkungan sekitar, keluarga

dan sosial budaya.

5.3.5 Menganalisis tingkat stres sebelum dan sesudah diberi terapi tertawa pada
mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan di Universitas Kadiri Tahun
2017 pada kelompok perlakuan.
Berdasarkan tabel 5.9 dapat diinterpretasikan bahwa hampir

setengah dari responden yaitu sebanyak 5 responden (38.5%) sebelum

diberi terapi tertawa pada kelompok perlakuan tingkat stresnya berada

pada ketegori sedang. Dan sebanyak 10 responden (76.9%) sesudah

hampir seluruhnya pada kelompok perlakuan tingkat stresnya berada pada

kategori ringan.

Sebelum diberi terapi tertawa terdapat 5 responden yang

mengalami stres ringan kemudian jumlahnya bertambah setelah diberi

terapi tertawa menjadi 10 responden yang mengalami stres ringan terjadi

kenaikan sebesar (19.3%). 5 responden mengalami stres sedang kemudian

pada saat setelah diberi terapi tertawa jumlah responden yang mengalami

stres sedang setelah diberi terapi tertawa adalah 3 responden terjadi

penurunan sebesar (7.7%). Terdapat 3 responden lainnya sebelum diberi

terapi tertawa tingkat stresnya dalam kategori berat namun setelah diberi

terapi tertawa responden yang mengalami stres berat jadi tidak ada, atau

terjadi penurunan sebesar (11.5%).

Menurut peneliti hal tersebut terjadi karena responden merasa

senang dan lucu melihat ekspresi wajah dari responden dalam kelompok

tambah membuat responden menjadi tertawa dan terlihat dari raut wajah

responden pada saat terapi tertawa responden tertawa lepas, dan responden
66

juga setelah melakukan terapi tertawa beberapa kali terlihat lebih sungguh-

sungguh pada saat terapi tertawa.

Walaupun pada kelompok perlakuan jumlah responden yang

tinggal di kos adalah 10 namun karena pada responden kelompok

perlakuan diberi terapi tertawa sehingga tingkat stres pada responden pada

kelompok perlakuan yang tinggal di kos dan responden pada kelompok

kontrol berbeda. Kemampuan adaptasi manusia berbeda-beda antara satu

dengan yang lainnya, jika seseorang dapat menyesuaikan diri dengan

perubahan maka ia mempunyai kemampuan untuk menghadapi

rangsangan baik positif maupun negatif.

Pada saat responden belum diberi terapi tertawa tingkat stres

responden berada dalam kategori sedang hal ini karena responden belum

dikenalkan dengan terapi tertawa. Terapi tertawa merupakan kemampuan

yang hanya dimiliki manusia yang merupakan ekspresi kebahagiaan dan

bisa dilakukan tanpa syarat.

Terapi tertawa tidak menggunakan humor sebagai sebab untuk

membuat seseorang tertawa tetapi dalam terapi tertawa hanya

menggunakan tawa sebagai sebuah sebab yang membantu orang

menyingkirkan rasa takut dan malu serta membuat mereka menjadi lebih

terbuka dalam memulai melihat kelucuan hidup (Kataria, 2004).

Terapi tertawa sangat bermanfaat khususnya bagi responden yang

dilanda stres, karena terapi tertawa mampu sebagai pengusir stres dan

membantu meringankan kecemasan serta ketegangan yang merupakan

faktor penyebab berbagai penyakit. Banyak orang yang melupakan


67

fenomena tertawa, banyak orang menahan tawa dan senyum demi untuk

menjaga penampilan dan wibawa.

Menurut sebuah penelitian yang dilakukan Dr.Micheal Titze,

seorang psikolog Jerman, Pada tahun 1950-an orang bisa tertawa 18

menit sehari, tetapi dewasa ini kita tertawa tidak lebih dari 6 menit per

hari (Kataria, 2004).

5.3.6 Menganalisis tingkat stres sebelum dan sesudah pada mahasiswa Program
Studi Ilmu Keperawatan di Universitas Kadiri Tahun 2017 pada kelompok
kontrol.

Berdasarkan tabel 5.10 dapat diinterpretasikan bahwa sebagian

besar dari responden yaitu sebanyak 7 responden (53.8%) sebelum pada

kelompok kontrol tingkat stresnya berada pada ketegori sedang. Dan

sebanyak 8 responden (61.5%) sesudah sebagian besar pada kelompok

kontrol tingkat stresnya berada pada kategori sedang.

Tingkat stres responden pada kelompok kontrol sebelum dan

sesudah berada pada kategori yang sama yaitu sedang, hal ini dapat

disebabkan oleh tidak dikenalkannya terapi tertawa pada kelompok

kontrol. Dan responden pada saat menjawab di lembar kuesioner hasil

jawaban responden adalah tetap merasakan mudah menjadi marah karena

hal-hal sepele, bereaksi berlebih terhadap suatu situasi, menjadi mudah

kesal, dan menjadi tidak sabar.

Dari 13 responden terdapat 3 reponden sebelum diberi pendidikan

kesehatan manajement stres mengalami stres sedang kemudian setelah

dievaluasi tingkat stres responden tetap berada pada kategori ringan

sebanyak 3 responden artinya tidak terjadi perubahan tingkat stres, dan


68

sebanyak 7 responden sebelum diberi pendidikan kesehatan manajement

stres mengalami stres sedang setelah diberi pendidikan kesehatan

manajement stres terjadi kenaikan jumlah responden yang mengalami stres

sedang yaitu 8 responden (3.9%). Dan 3 responden mengalami stres berat

setelah diberi pendidikan kesehatan manajement stres terjadi penurunan

sebanyak jumlah responden yang mengalami stres berat menjadi 2

responden (3.8%).

Dari penelitian ini terdapat 5 responden tingkat stresnya mengalami

penurunan yaitu responden nomor 14, 16, 17, 20 dan 22 hal tersebut bisa

dikarenakan bagaimana responden tersebut menyikapi stresor yang

dihadapi atau bagaimana renponden tersebut beradaptasi dengan stresor.

Responden yang tingkat stresnya mengalami kenaikkan adalah responden

nomor 15, 18, dan 21 dari jawaban kuesioner DASS 42 responden

didapatkan bahwa responen tersebut mudah menjadi marah karena hal-hal

sepele, merasa sulit untuk bersantai, dan merasa sulit untuk beristirahat.

Menurut peneliti hal ini bisa disebabkan jenis kelamin, 2 diantaranya

adalah berjenis kelamin perempuan. Perempuan cenderung memakai

perasaan dalam merespon sesuatu dibandingkan dengan laki-laki yang

cederung lebih santai. 5 responden lainnya tingkat stresnya tetap yaitu

responden nomor 19, 23, 24, 25, 26. Dari kelima responden tersebut 3

diantaranya tinggal di kos. Hal tersebut bisa disebabkan oleh kesulitan

dalam menyesuaikan diri dengan tempat tinggal yang baru yang berbeda

dengan di rumah, responden yang tinggal dikos dituntut untuk dapat


69

beradaptasi tidak hanya dengan lingkungan baru tetapi juga kehidupan

yang ada di kos.

Tuntutan kehidupan, baik dari dalam maupun luar kampus

menuntut mahasiswa untuk dapat menghadapi masalah yang muncul

dengan lebih dewasa, bertanggungjawab, dan kuat. Belum lagi desakan

untuk menyelesaikan studi lulus tepat waktu, persiapan menyusun skripsi,

pekerjaan atau karir setelah lulus, bahkan sumber stres bisa muncul dari

kekhawatiran serta pikiran-pikiran negatif pada diri mahasiswa.

Pola pikir yang negatif terhadap dirinya, lingkungan dan masalah

yang dihadapi juga menjadi sebab mahasiswa menjadi stres. Pikiran-

pikiran negatif yang sering muncul dapat menyebabkan stres dan cemas.

(Wicaksana, 2005) menyebutkan bahwa kondisi stres dapat berlanjut

menjadi gangguan mental dan perilaku, namun dapat pula tidak karena

tergantung pada kuat lemahnya status mental atau kepribadian seseorang.

Banyak kasus stres terjadi karena kurang mampunya individu menghadapi

sumber stres.

Stres adalah bagian yang tak terhindarkan dari kehidupan sehari-

hari di lingkungan kampus. Ketika indivdu mengalami stres seringkali

tidak memiliki kemampuan mengatasi atau melakukan koping dengan

tepat, sehingga permasalahan tidak mampu diselesaikan dengan baik oleh

mahasiswa. Stres yang melebihi tahap tertentu apabila tidak dikelola

dengan sebaik-baiknya akan menimbulkan berbagai masalah bagi

mahasiswa.
70

5.3.7 Menganalisis efektivitas terapi tertawa terhadap tingkat stres pada


mahasiswa yang menyusun skripsi di Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Kadiri Tahun 2017.

Berdasarkan hasil penelitian efektivitas terapi tertawa terhadap

tingkat stres pada mahasiswa yang menyusun skripsi di Program Studi

Ilmu Keperawatan Universitas Kadiri didapatkan bahwa nilai P-Value

sebesar 0.005 lebih kecil daripada <0.05, artinya terdapat efektivitas

terapi tertawa terhadap penurunan tingkat stres pada mahasiswa yang

menyusun skripsi di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Kadiri.

Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa hampir

seluruhnya mahasiswa mengalmi stres ringan. Hal ini berbeda dari

sebelum diberi terapi tertawa dimana mahasiswa mengalami stres sedang.

Mahasiswa menjadi lebih santai dan tidak tegang setelah beberapa kali

diberi terapi tertawa, dan terlihat dari proses pemberian terapi tertawa

mahasiswa lebih bersemangat, ketika melihat sesama teman kelompok

tertawa lepas.

Menurut peneliti, adanya efektivitas terapi tertawa terhadap

penurunan tingkat stres pada mahasiswa tersebut, karena terapi tertawa

dapat mengatasi permasalahan psikologis terutama stres dengan cara

terawa. Hal ini didukung oleh teori (Hodgkinson dalam Ruspawan, 2011),

bahwa ketika otot wajah bergerak maka akan terjadi mekanisme hormonal

di otak, selanjutnya otot-otot wajah berperan sebagai pengikat pada

pembuluh darah dan mengatur aliran darah ke otak. Aliran darah ini

mempengaruhi temperatur di otak dan perubahan temperatur di otak ini

berhubungan dengan perasaan yang dialami seseorang.


71

Ketika seseorang tertawa maka tubuhnya akan menghasilkan zat

baik seperti melatonin, endorfin, dan serotonin yang menekan kortisol,

adrenalin serta radikal bebas. Serotonin menimbulkan efek vasodilatasi

pembuluh darah yang akhirnya akan meningkatkan peredaran O2

keseluruh tubuh. Serotonin normalnya menimbulkan dorongan bagi sistem

limbik untuk meningkatkan perasaan seseorang terhadap rasa nyaman,

menciptakan rasa bahagia, rasa puas, nafsu makan yang baik, dan

keseimbangan psikomotor (Andol, 2009).

Pada saat tertawa, akan terjadi rangsangan efektif pada sebagian

besar otot mulut. Saat mulut terbuka dan tertutup, ada suatu dorongan

untuk menghisap udara yang cukup, sehingga dapat menangkap lebih

banyak oksigen. Oksigen ini akan dialirkan ke seluruh tubuh dalam jumlah

yang lebih banyak. Jumlah oksigen yang cukup banyak dalam sistem

peredaran darah memberikan dampak pada pengaruh temperatur di otak

yang dapat mendinginkan otak. Hal ini mempengaruhi pengeluaran

neurotransmiter yakni hormon serotonin, endorfin dan melatonin yang

membawa keadaan emosi dan perasaan keseluruh bagian tubuh

(Ruspawan, 2011).

Tertawa adalah penangkal stres yang paling baik, murah dan

mudah dilakukan. Mahasiswa dapat melakukan terapi tertawa ini ketika

mengalami stres, hasil yang didapatkan ketika mahasiswa rutin melakukan

terapi tertawa ini adalah perasaan menjadi mereka menjadi tenang dan

lepas.
72

Yang menyenangkan adalah ketika mahasiswa bertemu dengan

mahasiswa lain dengan senyum diwajah mereka. Ketika mahasiswa

bahagia mahasiswa megekspresikannya dengan tertawa atau tersenyum.

Hal tersebut dapat membuat orang disekitar kita menjadi lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai