Melalui hasil wawancara dengan anak dan orang tua, diketahui bahwa R
sudah terpapar pada pertengkaran, kekerasan fisik dan emosional semenjak balita
hingga saat ini (ayah memukul, mendorong ibu, mengancam bunuh diri).
Disamping menyaksikan ayah dan ibu bertengkar, R juga mendapatkan kekerasan
fisik seperti dipukul dengan ikat pinggang oleh ayah atau dicubit oleh ibu. Selain
kekerasan fisik, R juga memaknai adanya perlakuan berbeda dari nenek terhadap
ia, adik dan saudara lain. Selain itu R juga pernah mendapatkan perlakuan tidak
menyenangkan di sekolah (di hukum berdiri di depan kelas, ditarik jambangnya).
PROGNOSIS
EMDR dinilai lebih efisien dalam menangani kasus trauma (Smyth &
Poole, 2002) dimana klien tidak perlu mengerjakan tugas diluar sesi terapi. Selain
itu, keunggulan penggunaan EMDR adalah, klien tidak perlu menceritakan detail
kejadian traumatis yang dapat memicu distres bagi klien. Selain itu segala ingatan
dan persepsi klien valid untuk diproses terlepas dari realitas apakah kejadian
tersebut benar atau salah (Shapiro, 2002). Beberapa hasil penelitian pada terapi
dengan EMDR menunjukan bahwa klien dengan trauma menunjukan
perkembangan yang positif dengan sesi yang relatif lebih singkat (2-4 sesi)
(Shapiro, 2001; Smyth & Poole, 2002, Soberman; Tufnell; Fernandez; Jarero
et.al.; Oras et.al. dalam Adler-Tapia & Settle, 2008) bahkan pada beberapa kasus
simptom PTSD sudah sangat berkurang hanya setelah dilakukan satu sesi terapi
(Shapiro, 2001; Smyth & Poole, 2002; Puffer et.al dalam Adler-Tapia & Settle,
2008).
Prinsip dasar penanganan trauma terbagi dalam tiga fase yaitu fase
stabilisasi, resolusi pengalaman traumatis, serta reintegrasi dan rehabilitasi (Janet
dalam van der Hart et.al, 2000). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Korn dan
Leeds juga menunjukan bahwa peningkatan sumber daya (resource) dalam diri
dapat membantu penurunan simptom hingga hilangnya simptom traumatis.
Penanganan kasus trauma, terutama trauma yang kompleks harus ditekankan pada
perasaan aman dan pemberian stabilisasi, sebelum dilakukan konfrontasi pada
materi traumatis (Leeds, 2010; Schiraldi, 2009; Shapiro, 2001).
EMDR juga menetapkan fase stabilisasi sebagai salah satu tahapan dalam
terapi dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan mengatasi afek dan
meningkatkan pemikiran positif yang akan membantu pada tahap-tahap
selanjutnya. Resource Development and Installation (RDI) merupakan salah satu
prosedur stabilisasi psikologis dalam EMDR yang dilakukan dengan tujuan untuk
membangkitkan resource positif pada anak maupun orang dewasa (Korn & Leeds,
2002). Dalam prosedur RDI anak juga akan belajar untuk menciptakan safe place
yang digabungkan dengan bilateral stimulation sehingga akan meningkatkan
perasaan tenang. Melalui RDI, ingatan akan hal positif tentang diri dibangkitkan
dan dikuatkan hingga akhirnya dapat menggantikan pemikiran negatif dari
pengalaman traumatis sebelumnya. Hal tersebut akan membantu anak merasa
aman, mampu dan lebih tenang. Penggunaan RDI memberikan keuntungan karena
meningkatkan ingatan positif/fungsional, bahkan pemberian RDI dapat membantu
untuk mengurangi gejala-gejala gangguan yang timbul akibat trauma (Korn &
Leeds, 2002).