Cedera pada pejalan kaki dapat dibagi menjadi cedera primer, sekunder dan tersier. Cedera primer
berarti saat tumbukan pertama antara korban dan kendaraan, cedera sekunder adalah cedera
tambahan dengan dasar atau tanah. Namun beberapa penulis lain menyebutkan sampai cedera
tersier, dimana cedera tersier yang dijelaskan adalah ketika bertumbukan dengan tanah, sedangkan
cedera sekunder merupakan cedera tambahan ketika bertumbukan dengan kendaraan, misalnya
korban terlempar ke kaca mobil.
Dinamika dari tumbukan pada pejalan kaki tergantung dari:
Trauma alami dari pejalan kaki yang merefleksikan efek dinamik dari tumbukan:
1. Trauma kaki
Merupakan bagian tersering, yaitu sekitar 85%. Dapat berupa abrasi dan laserasi yang
biasanya berlokasi pada tibia bagian atas, area lutut, dan femur, namun dapat pula terjadi
fraktur yang dikenal dengan istilah bumper fracture, yaitu fraktur gabungan pada tibia
dan fibula yang biasanya terletak setinggi bumper mobil, sedangkan fraktur pada femur
jarang terjadi, kecuali pada anak kecil yang oleh karena posturnya yang kecil.
Ketika bumper menabrak kaki, tulang tibia sering mengalami fraktur yang berbentuk baji,
basis dari baji mengindikasikan arah dari tumbukan. Jika kaki yang menahan berat badan
terkena tumbukan maka fraktur tibia cenderung berbentuk oblik, sedangkan pada kaki yang
terangkat, maka tumbukan cenderung berbentuk transversal. Dalam beberapa kasus, cedera
dapat tidak tampak dan perlu dilakukan insisi untuk mencari perdarahan internal. Namun
terkadang dapat pula tidak terjadi apa-apa.
2. Cedera kepala
Cedera kepala menduduki tempat kedua, oleh karena terjadi tumbukan kepala dengan kaca
mobil, tepi mobil, atap mobil atau ke tanah dan ini merupakan penyebab tersering
kematian. Cedera sekunder, yaitu jatuhnya korban ke tanah merupakan penyebab cedera
kepala yang paling sering. Dapat pula cedera kepala dialami setelah terpental ke atas mobil
dan berguling sedemikian rupa, kemudian mendarat di akhir dengan posisi kepala terlebih
dahulu.
3. Cedera jaringan lunak
Sering terjadi dan dapat berupa abrasi, laserasi, memar, luka remuk. Pada korban yang
jatuh dan terseret di jalan didapatkan luka lecet serut yang luas. Dikenal istilah flying
injury dimana terjadi oleh karena efek berputarnya roda dari kendaraan merobek kulit dan
otot dari tubuh atau kepala. Jika mobil melindas abdomen atau pelvis dapat mengakibatkan
striae parallel multiple atau laserasi yang dangkal oleh karena tekanan yang merobek pada
kulit.
4. Kerusakan tubuh bagian dalam
Luka dalam yang hebat dapat terjadi saat roda melewati pelvis, abdomen atau kepala,
walaupun disertai dengan cedera permukaan yang ringan. Berat dari kendaraan sendiri
dapat menghancurkan tulang tengkorak dan sering disertai keluarnya otak dari luka laserasi
kulit kepala, tulang pelvis dapat menjadi rata, patah tulang simfisis, terputusnya sendi
sakroiliaka, pada organ dalam dapat terjadi rupture limpa atau hati dan pada dada dapat
terjadi fraktur iga yang dapat melukai jantung dan paru. Kadang-kadang dapat terjadi flail
chest dapat terjadi ketika roda melindas tubuh yang terlentang, bahkan dapat mematahkan
semua tulang iga di semua bagian di garis anterior aksilaris.
Kerger et al menemukan empat tipe dari luka yang berhubungan dengan kecepatan saat tabrakan:
1. Fraktur tulang belakang
2. Rupture aorta torakal
3. Rupture kulit bagian inguinal
4. Traumatik amputasi
Hampir setengah dari seluruh fraktur tulang belakang melibatkan tulang servikal. Fraktur muncul
pertama kali dengan kecepatan tabrakan 27,5 km/jam dan lebih sering pada kecepatan lebih dari
45 km/jam. Dan ditemukan pada semua kasus dengan kecepatan kecelakaan di atas 67,5 km/jam.
Rupture aorta thorakal akan tampak pada kecepatan 63 km/jam dan selalu ditemukan pada
kecepatan di atas 85 km/jam dan rupturnya aorta thorakal berhubungan dengan korespondensi
fraktur dari tulang belakang segmen thorakal. Rupture dari kulit inguinal, awalnya Nampak pada
kecepatan 66 km/jam, selalu terjadi pada kecepatan lebih dari 95 km/jam.
Traumatik amputasi nampak pada awalnya pada kecepatan 98 km/jam. Pada penelitian terakhir
dari 5 kasus ditemukan amputasi dari tungkai dan pada 2 kasus terjadi transeksi dari torso. Di
dalam 7 kasus tersebut, kendaraan tersebut berkecepatan minimal 88,5 km /jam.
Beberapa luka memiliki gambaran intravitalitas khusus yang dapat digunakan untuk membedakan
dengan luka post mortem yaitu:
a. Luka lecet
Luka lecet adalah luka superfisial. Kerusakan tubuh terbatas pada lapisan tubuh yang
paling luar.
Ante mortem Post mortem
b. Luka memar
Adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya darah dalam jaringan akibat pecahnya
pembuluh darah karena kekerasan benda tumpul pada orang yang masih hidup. Dalam
waktu 7 jam warna memar tidak hilang dalam penekanan, dan jika lebih dari 7 jam darah
sudah berpindah ke jaringan sehingga batasnya menjadi jelas, edema akan terbentuk pada
daerah sekitar luka, warna pada luka memar tidak akan hilang bila irisan kulit dibersihkan,
ditemukan sel PMN dan lokasi memar tidak menentu. Sedangkan lebam mayat merupakan
reaksi post mortem akibat pengumpulan dalam pembuluh darah kecil pada bagian tubuh
terendah yang tidak terkena penekanan akibat daya gravitasi. Karena letaknya intravaskuler
makan dalam waktu kurang dari 7 jam, warna memar akan hilang, batas tidak tegas karena
hemoglobin yang pindah ke jaringan, tidak ada edema, dan warna akan hilang bila irisan
kulit dibersihkan serta lokasi pada bagian tubuh tertentu.
c. Luka robek
Luka robek adalah luka yang terjadi akibat kekerasan tumpul yang melampaui batas
elastisitas kulit sehingga merusak dan merobek kulit dan jaringan di bawahnya. Perbedaan
luka robek intravital dan post mortem adalah pada luka intravital banyak mengeluarkan
darah sedang post mortem hanya sedikit mengeluarkan darah.
d. Luka bakar
Perbedaan luka bakar intravital dan post mortem adalah terdapatnya warna kemerahan
disertai bula yang ditutupi oleh daerah putih. Bula post mortem berwarna kuning pucat.