Anda di halaman 1dari 9

I.

Tujuan
Menganalisis kesesuaian lahan untuk pemukiman

II. Dasar teori

Klasifikasi kesesuaian lahan merupakan perbandingan (matching) antara


kualitas lahan dengan persyaratan penggunaan lahan yang diinginkan. Kesesuaian lahan
ini dapat dipakai untuk klasifikasi kesesuaian lahan secara kuantitatif maupun kualitatif
tergantung pada data yang tersedia. Dalam hal kesesuaian lahan untuk permukiman ini
yang dipakai adalah klasifikasi kesesuaian lahan secara kualitatif karena penilaian
kesesuaian lahan ditentukan berdasarkan penilaian karakteristik (kualitas) lahan secara
kualitatif (tidak dengan angka-angka) (Hardjowigeno, 2003). Kesesuaian lahan
diklasifikasikan menjadi beberapa macam. Menurut FAO (1976) struktur klasifikasi
kesesuaian lahan dapat dibedakan menurut tingkatannya , yaitu tingkat Ordo, Kelas,
Subkelas, dan Unit. Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global, dimana ia
menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu.
Pada tingkat Ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=
Suitable) dan lahan yang tidak sesuai (N= Not Suitable).
Lahan yang termasuk pada golongan S atau sesuai merupakan lahan yang bisa
digunakan dalam jangka waktu lama dan tidak terbatas pada penggunaan tertentu yang
telah dipertmbangkan sebelumnya. Lahan yang masuk dalam ordo ini tidak akan
memiliki kerusakan yang berarti saat digunakan. Sedangkan lahan yang masuk pada
ordo N atau tidak sesuai merupakan lahan yang memiliki kesulitan-kesulitan yang
sedemikian rupa sehingga menghambat penggunaan atau bahkan mencegah
penggunaannya untuk suatu tujuan.
Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo yang menunjukkan
tingkat kesesuaian suatu lahan. Berdasarkan tingkat detail data yang tersedia pada
masing-masing skala pemetaan, kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi: (1) Untuk
pemetaan tingkat semi detail (skala 1:25.000-1:50.000) pada tingkat kelas, lahan yang
tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai (S1),
cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong ordo
tidak sesuai (N) dibedakan ke dalam dua kelas yaitu N1 (tidak sesuai pada saat ini) dan
N2 (tidak sesuai untuk selamanya). (2) Untuk pemetaan tingkat tinjau (skala 1:100.000-
1:250.000) pada tingkat kelas dibedakan atas Kelas sesuai (S), sesuai bersyarat (CS)
dan tidak sesuai (N).
Kelas S1 (sangat sesuai): Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti
atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat
minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata.
Kelas S2 (cukup sesuai): Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor
pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan
masukan (input). Pembatas ini biasanya masih dapat diatasi dengan cukup mudah.
Kelas S3 (sesuai mariginal): Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan
faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan
tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk
mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya
bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta.
Kelas N1 (tidak sesuai pada saat ini): Lahan memiliki faktor pembatas yang
sangat besar namun masih dapat digunakan setelah mengalami pengolahan dengan
modal yang juga tidak sedikit.
Kelas N2 (tidak sesuai untuk selamanya): Lahan memiliki faktor pembatas yang
permanen sehingga tidak memungkinkan digunakan untuk penggunaan lahan yang
lestari dalam jangka waktu yang sangat lama.
Subkelas adalah keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas
kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan karakteristik
lahan (sifat-sifat tanah dan lingkungan fisik lainnya) yang menjadi faktor pembatas
terberat. Sedangkan subkelas merupakan pembagian tingkat lanjut dari subkelas
berdasarkan atas besarnya faktor pembatas.
Menurut UU RI No. 4 tahun 1992 permukiman adalah suatu kawasan
perumahan memiliki luas wilayah dengan jumlah penduduk tertentu yang dilengkapi
dengan sistem prasarana dan sarana lingkungan dengan penataan ruang yang terencana
dan teratur, tempat kerja terbatas sehingga memungkinkan pelayanan dan
pengelolaan yang optimal. Pada penggunaan lahan untuk permukiman sangat penting
untuk dikaji kesesuaian lahannya apakah dengan dibangunnya permukiman di atas
sebuah lahan akan berpengaruh terhadap daya dukung lahan tersebut. Terdapat sepuluh
parameter penentu kelas kesesuaian lahan untuk permukiman yaitu :
1. lereng,
2. posisi jalur patahan (tidak ada, ada pengaruh, dan tepat pada jalur),
3. kekuatan batuan,
4. kembang kerut tanah,
5. sistem drainase,
6. daya dukung tanah,
7. kedalaman air tanah,
8. bahaya erosi,
9. bahaya longsor, dan
10. bahaya banjir.

III. Alat dan Bahan


b. Alat
1. Alat tulis
2. Yallon
3. Abney level
4. Meteran
5. GPS
c. Bahan
1. Checklist pengamatan
2. Data citra kota Malang
IV. Langkah Kerja
1. Lakukanlah survey lapangan ke tempat yang akan dijadikan objek penelitian;
2. Sebelum melakukan survey lapangan, buatlah checklist terlebih dahulu untuk
memudahkan anda dalam melakukan survey di lapangan nantinya;
3. Hitunglah kemiringan lereng dengan menggunakan abney level dan yallon, dengan
menggunakan konsep pengukuran kemiringan lereng yang telah anda pelajari pada
praktikum sebelumnya;
4. Bedakanlah menjadi tiga titik pengamatan, yakni titik atas, tengah dan bawah,
untuk memudahkan dalam pengklasifikasian lahan pemukiman.

V. Hasil Praktikum
1. Peta Kepadatan Penduduk Kota Malang (terlampir)
2. Peta Penggunaan Lahan, jaringan jalan dan sungai kelurahan Tunggul Wulung
(terlampir)
3. Peta Kemiringan lereng Kecamatan Lowokwaru (terlampir)
4. Tabel klasifikasi kriteria parameter kesesuaian lahan untuk permukiman
Parameter Kriteria Nilai
Kemiringan lereng 0 3 % (datar) 5
Alur Sungai 0 5
Kerawanan Tergenang <2 4
banjir/genangan bulan/tahun
Erosi Permukaan Tidak ada kenampakan 5
erosi
Kerawanan longsor Tanpa bahaya longsor 5
Drainase Drainase baik 4
Kekuatan batuan Pecah oleh pukulan palu 3
geologi
Pelapukan batuan Batu lapuk sedang 3
Daya dukung tanah Sedang 3
Kedalaman air tanah 7,54 m (dangkal) 3
Tekstur tanah Pasir (kasar) 1
pH tanah 5,6 (agak asam) 3
Jumlah 39

Tabel pengamatan lapangan kesesuaian lahan

No. Parameter Keterangan


1. Koordinat
7 4 11 LU dan 112 36 31 BT
2. Lokasi Perumahan Saxophone, Kelurahan Tunggul
Wulung, Kecamatan Lowokwaru, Kota
Malang.
3. Jaringan Jalan 2 arah, aspal lebar 4 m
4. Fasilitas Air a. Menggunakan air sumur dengan kedalaman
Minum sumur 7,54 m
b. Ketinggian muka air tanah tidak merata
diseluruh wilayah
c. 55% telah menggunakan PDAM
6. Fasilitas Listrik Semua terfasilitasi
7. Saluran
Pembuangan Air Saluran pembuangan memiliki aliran air yang
lancar dan permanen
8. Kelas Fasilitas Kelas A : Punya 4 fasilitas (jalan, listrik, air
Kota bersih, saluran pembuangan)
9. Kepadatan a. Jumlah penduduk : 6854 jiwa
Penduduk b. Luas wilayah : 1124 km2
10. Kepadatan 160 unit/km
Bangunan
11. Bentuk a. Lahan pemukiman (ada)
Penggunaan Lahan b. Lahan usaha (toko)
c. Lahan pertanian (ada)
12. Harga Dasar Tanah Rp 600.000 /m2

VI. Pembahasan
Evaluasi kemampuan lahan untuk pemukiman dalam praktikum ini menggunakan
metode pengharkatan dengan mengumpulkan beberapa parameter kemudian
menggolongkannya ke dalam faktor menguntungkan dan faktor merugikan.
Faktor menguntungkan yang ada di wilayah penelitian diantaranya lereng yang
datar, tidak dilalui alur sungai, banjir yang jarang terjadi, tidak adanya erosi, drainase
yang baik dan kedalaman tanah yang tergolong dangkal.
Faktor dominan yang menjadi penghambat utama dalam penentuan kawasan
permukiman adalah, tektur tanah yang didominasi fraksi pasir. Dari hasil observasi
dilapangan yang telah dilakukan diperoleh hasil dengan nilai sebesar 39, nilai tersebut
masuk dalam kelas 1 dengan kategori baik, yang berarti sangat baik hingga baik, lahan
sesuai untuk permukiman
Penentuan evaluasi kesesuaian lahan untuk pemukiman ini adalah menggunakan
metode kualitatatif, dengan pengamatan serta wawancara dengan penduduk yang ada
tinggal disekitar wilayah Tunggulwulung. Sehingga dalam penentuannya pun
menggunakan metode kualitatif. Menurut hasil observasi di wilayah Tunggulwulung
cocok dikembangkan areal pertanian dengan catatan meminimalisir faktor merugikan
yang ada seperti dominannya fraksi pasir dalam tanah karena faktor merugikan ini
nantinya dapat menjadi hambatan apabila tidak dilakukan penanggulangan sedini
mungkin. Dominannya fraksi pasir dapat diperbaiki dengan cara menambahkan fraksi
liat secukupnya sesuai penggunaan lahan.
Lokasi penelitian adalah di kelurahan Tunggulwulung, kecamatan Lowokwaru,
Kota Malang dengan letak koordinat 7 4 11 LU dan 112 36 31 BT. Selanjutnya
adalah kelas fasilitas kota, untuk wilayah Tunggulwulung sendiri memiliki kategori
kelas A yaitu daerah yang mempunyai 4 macam fasilitas jalan, listrik, air bersih dari
PDAM dan saluran pembuangan air.
Kepadatan penduduk, merupakan perbandingan jumlah penduduk dengan satuan
jiwa dalam suatu wilayah dibagi dengan luas wilayah tersebut dalam satuan km2. Dari
data kepadatan penduduk yang saya peroleh disebutkan bahwa kelurahan
Tunggulwulung memiliki luas wilayah sebesar 1.124 km2 dengan jumlah penduduk
sebesar 6854 jiwa sehingga memiliki kepadatan penduduk sebesar 6854 jiwa/km2. Dari
data kepadatan penduduk tersebut tergolong cukup tinggi.
Bentuk penggunaan lahan yang ada dikawasan kelurahan Tunggulwulung adalah
lahan pertanian, pemukiman, ladang, juga terdapat lahan usaha (pasar,toko, tempat
hiburan), lahan asa (kantor, sekolah , tempat ibadah, hingga rumah sakit/puskesmas).
Lahan pertanian berupa sawah adalah yang mendominasi tutupan lahan.
Untuk harga dasar tanah, wilayah Tunggulwulung memiliki daya tarik sendiri
yang memicu besarnya kepadatan penduduk yang ada di kelurahan ini. berdasarkan
hasil wawancara diperoleh hasil harga dasar tanah sebesar Rp. 600.000/m2. Harga
tersebut termasuk dalam kategori agak murah hingga sedang, hal ini disebabkan karena
banyaknya lahan terbangun yang ada disini dan telah memiliki kemudahan aksesbilitas
sehingga harga dasar tanah yang ada di Tunggulwulung relative tinggi. Yang
mempengaruhi besar kecilnya harga dasar tanah adalah letak tanah dan kemudahan
aksesbilitas dalam suatu wilayah tersebut.
System drainase baik dibarengi dengan jenis tanah berpasir dan cepat dalam
permeabilitas sehingga menjadi factor menguntungkan. Selain hal tersebut faktor-faktor
lain juga mendukung untuk pengembangan pemukiman diwilayah Tunggulwulung.
Dengan selalu mempertibangkan faktor bahaya dan faktor yang menguntungkan.

Berikut beberapa kriteria dalam penentuan kesesuaian lahan untuk permukiman :


1. Besar sudut dan kemiringan lereng, untuk mengetahui kelas kemiringan lereng
digunakan kriteria seperti yang dipakai oleh USDA (1978) sebagai berikut :
Tabel 1. Klasifikasi dan Kriteria Kemiringan Lereng untuk Permukiman
Harkat dan Kelas Kriteria

Harkat Kelas Kemiringan Lereng Besarnya Sudut (%)

5 Sangat Baik Rata-Hampir Rata <2


4 Baik Agak miring- Miring 2-8
3 Sedang Miring 8-30
2 Jelek Sangat miring 30-50
1 Sangat Jelek Terjal- sangat terjal >50

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan di lapangan diketahui bahwa


untuk kriteria kemiringan lereng berada pada kelas sangat baik karena kemiringan
yang ada di lokasi penelitian adalah datar dengan sudut kemringan < 2% sehingga
memiliki harkat 5.
2. Daya Dukung Tanah, merupakan kekuatan tanah untuk mendukung atau menahan
beban pondasi tanpa terjadi keruntuhan akibat menggeser. Penentuan daya dukung
tanah dapat dilakukan dengan pensondiran, pengelolaan atau pnetrometer. Kelas dan
kriteria daya dukung tanah disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 2. Kelas dan Kriteria Daya Dukung Tanah untuk Permukiman
Harkat Kelas Kriteria DDT(kg/cm2)
5 Sangat baik >1.5
4 Baik 1.4-1.5
3 Sedang 1.2-1.3
2 Jelek 1.1-1.2
1 Sangat jelek <1.1
Untuk penentuan daya dukung tanah diketahui berada pada kelas sedang
dengan harkat 3. Selain dari hasil pengujian laboratorium diketahui besaran
permeabilitas tanahnya adalah sebesar 5,54 cm/jam masuk dalam kategori sedang
serta memiliki tekstur yang kasar dengan struktur gumpal.

3. Kerentanan terhadap banjir, parameter ini dapat dinilai berdasarkan interpretasi


penggunaan lahan dan wawancara dengan penduduk setempat, maupun berdasarkan
data yang diperoleh dari badan terkait. Klasifikasi dan kriteria lama penggenangan
akibat banjir yang digunakan oleh Direktorat Perumahan (1980) disajikan sebagai
berikut :
Tabel 3. Kelas dan Kriteria Lama Penggenangan atau Banjir untuk
Permukiman
Harkat Kelas Kriteria
5 Sangat baik Daerah tidak pernah terlanda banjir
4 Baik Daerah tergenang <2 bulan setahun
3 Sedang Daerah tergenang antara 2-6 bulan setahun
2 Jelek Daerah tergenang >6 bulan setahun
1 Sangat jelek Daerah selalu tergenang atau daerah rawa
Untuk penetapan kelas kerentanan banjir setelah melakukan wawancara
dengan penduduk sekitar didapatkan hasil bahwa kawasan Tunggulwulung kurang
rentan akan banjir ketika musim penghujan berada pada kelas baik karena daerah
tergenang < 2 bulan setahun dan memiliki harkat 4. Hal ini dikarenakan tanah yang
didominasi fraksi pasir sehingga permeabilitas dan drainasenya baik namun
porositasnya rendah.

4. Kondisi saluran pembuangan air kotor, penilaian kondisi saluran pembuangan atau
drainase didasarkan pada jenis material saluran dan kondisi alirannya. Kriteria
penilaian kondisi saluran pembuangan mengikuti kriteria penilaian kondisi saluran
pembuangan sebagai berikut :
Tabel 4. Kelas dan Kriteria Kondisi Saluran Pembuangan Air Kotor untuk
Permukiman
Harkat Kelas Kriteria
5 Sangat baik Saluran pembuangan terbuat dari pasangan batu
permanen dan aliran air sangat lancer
4 Baik Saluran pembuangan terbuat dari pasangan batu
kosong dan aliran air cukup lancer
3 Cukup Saluran pembuangan terbuat dari batu kosong
dan aliran kurang lancer
2 Jelek Saluran pembuangan terbuat dari tanah dan aliran
kurang lancer
1 Sangat jelek Tidak ada saluran pembuangan air kotor

Dari hasil pengamatan di lapangan diperoleh hasil bahwa saluran pembuangan


air baik, hal ini terlihat dari sekitar pemukiman dan jalan memiliki sistem
pembuangan dengan cukup lebar dan aliran cukup lancar, ketika terjadi hujan aliran
air pada saluran pembuangan cukup lancar. Sehingga berada pada kelas baik dan
memiliki harkat 4.

5. Pengatusan permukaan tanah, identifikasi pengatusan permukaan tanah dapat


dilakukan dengan pengamatan di lapangan dan dari nilai permeabilitas tanahnya.
Kriteria penentuan pengatusan permukaan mengikuti Suprapto dan Sunarto (1990)
seperti berikut :
Tabel 5. Kelas dan Kriteria Pengatusan Permukaan untuk Permukiman
Harkat Kelas Kriteria
5 Sangat baik Lahan kering, pengatusan sangat baik
4 Baik Lahan dengan pengatusan baik sekalipun
setelah turun hujan
3 Sedang Lahan dengan pengatusan sedang sedikit
terpengaruh dengan fluktuasi air tanah
2 Jelek Lahan dengan banyak persoalan pengatusan
sangat terpengaruh oleh fluktuasi air tanah
1 Sangat jelek Daerah rawa dan genangan banjir

Untuk pengatusan permukaan tanah berdasarkan penilaian dan permeabilitas tanah


yang telah dihitung diketahui memiliki kelas sedang dengan kriteria lahan dengan
pengatusan sedang sedikit terpengaruh dengan fluktuasi air tanah, hal ini terjadi
karena nilai permeabilitas tanah adalah 5,54 cm/jam.

6. Tingkat pelapukan batuan atau tanah, identifikasi pelapukan batuan atau tanah
diperoleh dari interpretasi peta geologi atau peta tanah dan pengamatan lapangan.
Untuk penentuan kelas dan kriteria tingkat pelapukan tanah atau batuan mengikuti
kriteria yang digunakan oleh Dackombe dan Gardiner (1983) seperti berikut :
Tabel 6. Kelas dan Kriteria Tingkat Pelapukan Batuan untuk Permukiman
Harkat Kelas Kriteria
5 Tidak lapuk Tidak tampak tanda pelapukan, batu sesegar
kristal. Beberapa diskontinuitas terkadang
bernoda
4 Lapuk ringan Pelapukan hanya terjadi pada diskontinuitas
terbuka yang menimbulkan perubahan warna,
dapat mencapai satu cm dari permukaan
3 Lapuk sedang Sebagian besar batuan berubah warna, belum
lapuk (kecuali batuan sedimen yang tersemen
baik), diskontinuitas ternoda/ terisi bahan
lapuk.
2 Lapuk kuat Pelapukan meluas ke seluruh massa batuan.
Sebagian massa batuan lapuk, batu tidak
mengkilap, seluruh bahan batuan berubah
warna, mudah digali dengan palu geologi.
1 Lapuk sempurna Seluruh bagian berubah warna dan lapuk,
kenampakan luar seperti tanah.

Berdasarkan penelitian, daerah Tunggulwulung memiliki tingkat pelapukan dengan


kelas lapuk sedang, Sebagian besar batuan berubah warna, belum lapuk (kecuali
batuan sedimen yang tersemen baik), diskontinuitas ternoda/ terisi bahan lapuk.

VII. Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kelurahan
Tunggulwulung memiliki kategori sedang dan masuk dalam kelas 1 cocok untuk
dikembangkan pemukiman namun harus meminimalisir faktor tekstur tanah yang di
dominasi fraksi pasir. Selain itu faktor faktor lain juga memungkinkan untuk
mendukung dikembangkannya pemukiman di kawasan Tunggulwulung seperti
aksesbilitas jalan, fasilitas air, fasilitas listrik, dan kemudahan akses untuk tempat
tempat umum.

VIII. Daftar Pustaka


Liesnoor Setyowati, Dewi. 2007. Kajian Evaluasi Kesesuaian Lahan Permukiman
Dengan Teknik Sistem Informasi Geografis. Jurusan Geografi Fakultas Ilmu
Sosial, Universitas Negeri Semarang

Dania Nuzha. Fajar. 2009. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Lokasi Permukiman Di
Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri Propinsi Jawa Tengah. Fakultas
Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Supraptohardjo dkk. 1982. Kalsifikasi Tanah Indonesia. Pusat Penelitian Tanah, Bogor.

Irfan, Akhmad. 2011. Analisis Kekuatan Geser Tanah Pada Berbagai Tekstur Tanah.
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Mega, I Made. 2010. Klasifikasi Tanah dan Kesesuaian Lahan. Program Studi
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Denpasar.

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press Bogor

Nyoman Puja, I. 2008. Penuntun Praktikum Fisika Tanah. Jurusan Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Udayana Denpasar

Novita Admadhani, Dianindya. Analisis Ketersediaan Dan Kebutuhan Air Untuk Daya
Dukung Lingkungan (Studi Kasus Kota Malang). Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Brawijaya

Anda mungkin juga menyukai