Anda di halaman 1dari 4

Kerajaan Islam Bima

Posted on 04.47 by Ressa rizma

Kerajaan Bima
Bima merupakan pusat pemerintahan atau kerajaan Islam yang menonjol di Nusa
Tenggara dengan nama rajanya yang pertama masuk Islam ialah Ruma Ta Ma Bata Wada yang
bergelar Sultan Bima I atau Sultan Abdul Kahir. Sejak itu pula terjalin hubungan erat antara
Kerajaan Bima dengan Kerajaan Gowa, lebih-lebih sejak perjuangan Sultan Hasanuddin kandas
akibat perjanjian Bongaya. Setelah Kerajaan Bima terusmenerus melakukan perlawanan
terhadap masuknya politik dan monopoli perdagangan VOC akhirnya juga tunduk di bawah
kekuasaannya. Ketika VOC mau memperbaharui perjanjiannya dengan Bima pada 1668 ditolak
oleh Raja Bima, Tureli Nggampo; ketika Tambora merampas kapal VOC pada 1675 maka Raja
Tambora, Kalongkong dan para pembesarnya diharuskan menyerahkan keris-keris pusakanya
kepada Holsteijn. Pada 1691, ketika permaisuri Kerajaan Dompu terbunuh, Raja Kerajaan Bima
ditangkap dan diasingkan ke Makassar sampai meninggal dunia di dalam penjara. Di antara
kerajaan-kerajaan di Lombok, Sumbawa, Bima, dan kerajaan-kerajaan lainnya sepanjang abad
ke-18 masih menunjukkan pemberontakan dan peperangan, karena pihak VOC senantiasa
memaksakan kehendaknya dan mencampuri pemerintahan kerajaan-kerajaan, bahkan
menangkapi dan mengasingkan raja-raja yang melawan.

Sebenarnya jika kita membicarakan sejarah Kerajaan Bima abad ke-19 dapat diperkaya
oleh gambaran rinci dalam Syair Kerajaan Bima yang menurut telaah filologi Cambert Loir
diperkirakan sangat mungkin syair tersebut dikarang sebelum 1833 M, sebelum Raja Bicara
Abdul Nabi meletakkan jabatannya dan diganti oleh putranya. Pendek kata syair itu dikarang
oleh Khatib Lukman barangkali pada 1830 M. Syair itu ditulis dalam huruf Jawi dengan bahasa
Melayu. Dalam syair itu diceritakan empat peristiwa yang terjadi di Bima pada pertengahan
abad ke-19, yaitu, letusan Gunung Tambora, wafat dan pemakaman Sultan Abdul Hamid pada
Mei 1819, seranganbajak laut, penobatan Sultan Ismail pada 26 November 1819,Sultan Abdul
Hamid dan Wazir Abdul Nabi, pelayaran Sultan Abdul Hamid ke Makassar pada 1792, kontrak
Bima pada 26 Mei 1792, pelantikan Raja Bicara Abdul Nabi, serta kedatangan Sultan Ismail,
Reinwardt, dan H. Zollinger yang mengunjungi Sumbawa dan menemui Sultan.

A.Letak

Kabupaten Bima merupakan salah satu Daerah Otonom di Provinsi Nusa Tenggara Barat,
terletak di ujung timur dari Pulau Sumbawa bersebelahan dengan Kota Bima (pecahan dari
Kota Bima). Secara geografis Kabupaten Bima berada pada posisi 11740-11910 Bujur
Timur dan 7030 Lintang Selatan.
Sejarah Singkat

Bima merupakan pusat pemerintahan atau kerajaan Islam yang menonjol di Nusa Tenggara
dengan nama rajanya yang pertama masuk Islam ialah Ruma Ta Ma Bata Wada yang bergelar
Sultan Bima I atau Sultan Abdul Kahir. Sejak itu pula terjalin hubungan erat antara Kerajaan
Bima dengan Kerajaan Gowa, lebih-lebih sejak perjuangan Sultan Hasanuddin kandas akibat
perjanjian Bongaya. Setelah Kerajaan Bima terusmenerus melakukan perlawanan terhadap
masuknya politik dan monopoli perdagangan VOC akhirnya juga tunduk di bawah
kekuasaannya. Ketika VOC mau memperbaharui perjanjiannya dengan Bima pada 1668 ditolak
oleh Raja Bima, Tureli Nggampo;ketika Tambora merampas kapal VOC pada 1675 maka Raja
Tambora, Kalongkong dan para pembesarnya diharuskan menyerahkan keris-keris pusakanya
kepada Holsteijn.

Silsilah Raja

1. 16201640 Abdul Kahir

2. 16401682 I Ambela Abil Khair Sirajuddin

3. 16821687 Nuruddin Abu Bakar All Syah

4. 16871696 Jamaluddin Ali Syah

5. 16961731 Hasanuddin Muhammad Syah

6. 17311748 Alauddin Muhammad Syah

7. 17481751 Kamalat Syah,

8. 17511773 Abdul Kadim Muhammad Syah,

9. 17731817 Abdul Hamid Muhammad Syah

10. 18171854 Ismail Muhammad Syah,

11. 18541868 Abdullah,

12. 18681881 Abdul Aziz,

13. 18811915 Ibrahim,

14. 19151951 Muhamad Salahuddin,

Kehidupan Budaya

Beragam tradisi dan budaya terlahir dan masih dipertahankan rakyatnya. Salah satu yang
hingga kini masih kekal bahkan terwarisi adalah budaya rimpu, sebuah identitas kemusliman
yang hingga kini nyaris kehilangan makna. Rimpu merupakan busana adat harian tradisional
yang berkembang pada masa kesultanan, sebagai identitas bagi wanita muslim di Bima. Rimpu
mulai populer sejak berdirinya Negara Islam di Bima pada 15 Rabiul awal 1050 H bertepatan
dengan 5 Juli 1640.

Masuknya rimpu ke Bima amat kental dengan masuknya Islam ke Kabupaten bermotokan
Maja Labo Dahu ini. Pedagang Islam yang datang ke Bima terutama wanita Arab menjadi
ispirasi kuat bagi wanita Bima untuk mengidentikkan pakaian mereka dengan menggunakan
rimpu.

Sebuah masjid tertua di Bima hingga kini masih bediri di Kelurahan Melayu Kecamatan
Asakota, Kota Bima. Hanya saja, kondisi cagar budaya itu tak terurus dan hanya berfungsi
sebagai Tempat Pendidikan Quran (TPQ) oleh warga setempat. Bahkan sejumlah benda
bernilai sejarah tinggi raib. Pantauan Suara NTB, mesjid yang seluruh bangunannya terbuat
dari kayu dan beratap seng itu masih berdiri kokoh diantara rumah penduduk. Konon masjid
itu dibangun dua utusan Sultan Goa Sulawesi Selatan untuk mensyiarkan Agama Islam di
Bima

Kehidupan Sosial

Masyarakat Bima merupakan campuran dari berbagai suku bangsa. Suku asli yang mendiami
Bima adalah orang Donggo. Mereka mendiami daerah dataran tinggi. Kepercayaan asli orang
Donggo adalah animisme, yang mereka sebut dengan marafuyu. Dalam perkembangannya,
kepercayaan ini terdesak oleh agama kristen dan islam.

Orang Donggo yang menjadi suku asli Bima ini hidup dari bercocok tanam dengan sistem
peladangan yang berpindah-pindah. Oleh karena itu rumah mereka juga berpindah-pindah
(tidak tetap).

Suku lain yang mendiami Bima adalah orang Dou Mbojo (migran dari daerah Makasar).

Kehidupan Ekonomi

Pada saat itu kerajaan Bima sangat berkembnag pesat disegi pertanian maupun perternakan
dan perikanan.Dibidang perternakan Kerajaan Biima tidak mau kalah dengan kerajaan
lain,Raja Indra Zamrud juga mengembnagkan bidang perternakan yaitu kuda,kerbau dan
sapi.Dalam kitab Negarakertagama, Kerajaan Bima disebut sudah memiliki pelabuhan besar
pada 1356.

Faktor Kemunduran

Kesultanan Bima berakhir ketika Indonesia berhasil meraih Kemerdekaan pada tahun 1945.
Saat itu, Sultan Muhammad Salahuddin, raja terakhir Bima, lebih memilih untuk bergabung
dengan Negara Kesatuan Indonesia. Siti Maryam, salah seorang Putri Sultan, menyerahkan
Bangunan Kerajaan kepada pemerintahan dan kini di jadikan Museum. Di antara peninggalan
yang masih bisa di lihat adalah Mahkota, Pedang dan Funitur.

Anda mungkin juga menyukai