Anda di halaman 1dari 10

PENATALAKSANAAN BAYI DENGAN IBU HBsAg POSITIF

1. Faktor Resiko
Faktor resiko terbesar terjadinya infeksi HBV pada anak-anak adalah melalui transfer
perinatal dari ibu dengan status HBsAg positif. Resiko akan menjadi lebih besar apabila sang ibu
juga berstatus HbeAg positif. 70-90% dari anak-anak mereka akan tumbuh dengan infeksi HBV
kronis apabila tidak diterapi. Pada masa neonatus, antigen Hepatitis B muncul dalam darah 2.5%
bayi-bayi yang lahir dari ibu yang telah terinfeksi. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran
infeksi dapat terjadi pula intra uterine. Dalam beberapa kasus, antigenemia baru timbul
belakangan. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi terjadi pada saat janin melewati jalan lahir.
Virus yang terdapat dalam cairan amnion, kotoran, dan darah ibu dapat merupakan sumber.
Meskipun umumnya bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi menjadi antigenemis sejak usia 2-5
tahun, adapula bayi-bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif tidak terpengaruh hingga
dewasa. (Zhang, 2004)
Anak-anak yang mengidap infeksi kronis Hepatitis B memiliki resiko tinggi untuk
memiliki penyakit hati yang berat, termasuk karsinoma primer sel hati, seiring dengan
bertambahnya usia. Pada umumnya jarang terjadi karsinoma sel hati pada anak-anak karena
puncaknya adalah pada dekade ke-5 kehidupan, namun beberapa kasus dapat pula terjadi pada
anak-anak. Resiko tertinggi umumnya terjadi pada bayi-bayi yang terpapar infeksi saat lahir atau
pada awal-awal masa kanak-kanak.
Banyak penelitian telah dilakukan mengenai transmisi yang terjadi pada anak-anak
dengan ibu yang memiliki status HBsAg negatif. Transmisi dapat terjadi sebelum anak-anak
tersebut menerima vaksinasi Hepatitis B sesuai jadwalnya. Resiko tertinggi terjadinya transmisi
pada anak-anak dengan ibu yang status HBsAgnya negatif adalah melalui terjadinya imigrasi.
(Lu, 2004)
Ditemukan bahwa tanpa resiko persalinan yang tinggi, maka jarang terjadi infeksi virus
Hepatitis B kronis pada perinatal, kecuali pada bayi-bayi dengan nilai Apgar yang rendah. Hal ini
mungkin berhubungan dengan terjadinya peningkatan dan perbaikan pada perawatan sebelum
kelahiran (prenatal care/PNC). Bagaimanapun juga, status karier pembawa HBsAg positif
merupakan faktor resiko ibu dan neonatus, terutama pada negara-negara berkembang dimana
1
tingkat karier HBsAg cukup tinggi. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menyingkirkan
kemungkinan terjadinya infeksi virus Hepatitis B kronis pada kehamilan dengan komplikasi pada
populasi dengan tingkat infeksi virus Hepatitis B kronis yang tinggi

2. Patofisiologi
Transmisi pada neonatus pada umumnya adalah transmisi vertikal, artinya bayi mendapat
infeksi dari ibunya. Infeksi pada bayi dapat terjadi apabila ibu menderita hepatitis akut pada
trimester ketiga, atau bila ibu adalah karier HBsAg. Bila ibu menderita Hepatitis pada trimester
pertama, biasanya terjadi abortus. Transmisi virus dari ibu ke bayi dapat terjadi pada masa intra
uterine, pada masa perinatal, dan pada masa postnatal. (Matondang, 1984)
Kemungkinan infeksi pada masa intra uterine adalah kecil. Hal ini dapat terjadi bila ada
kebocoran atau robekan pada plasenta. Kita menduga infeksi adalah intra uterine bila bayi sudah
menunjukkan HBsAg positif pada umur satu bulan. Karena sebagaimana diketahui masa
inkubasi Hepatitis B berkisar antara 40-180 hari, dengan rata-rata 90 hari. (Matondang, 1984)
Infeksi pada masa perinatal yaitu infeksi yang terjadi pada atau segera setelah lahir
adalah kemungkinan cara infeksi yang terbesar. Pada infeksi perinatal, bayi memperlihatkan
antigenemia pada umur 3-5 bulan, sesuai dengan masa inkubasinya. Infeksi diperkirakan melalui
maternal-fetal microtransfusion pada waktu lahir atau melalui kontak dengan sekret yang
infeksius pada jalan lahir. (Matondang, 1984)

Infeksi postnatal dapat terjadi melalui saliva, air susu ibu rupanya tidak memegang
peranan penting pada penularan postnatal. Transmisi vertikal pada bayi kemungkinan lebih besar
terjadi bila ibu juga memiliki HbeAg. (Zhang, 2004; Matondang, 1984) Antigen ini berhubungan
dengan adanya defek respon imun terhadap HBV, sehingga memungkinkan tetap terjadi replikasi
virus dalam sel-sel hepar. Hal ini menyebabkan kemungkinan terjadinya infeksi intra uterin lebih
besar.

Banyak peneliti yang berpegang pada mekanisme infeksi HBV intra uterin yang
merupakan infeksi transplasenta. Pada tahun 1987, Lin mendeteksi adanya 32 plasenta dari ibu
dengan HBsAg dan HbcAg positif dengan menggunakan PAP imunohistokimia, dan tidak
menemukan adanya HBsAg. Dari hasil penelitian diadapatkan bahwa HBV DNA didistribusikan
tertama melalui sel desidua maternal, namun tidak ditemukan adanya sel pada villi yang

2
mengandung HBV DNA. Hasil penelitian dengan PCR menunjukkan adanya tingkat sel-sel yang
positif mengandung HBsAg dan HbcAg proporsinya secara bertahap menurun dari plasenta sisi
maternal ke sisi fetus (sel desidua > sel trofoblas > sel vilus mesenkim > sel endotel kapiler
vilus). HBV dapat menginfeksi seluruh tipe sel pada plasenta sehingga sangat menunjang
terjadinya infeksi intra uterin, dimana HBV menginfeksi sel-sel dari desidua maternal hingga ke
endotel kapiler vilus. (Roshan, 2005; Lu, 2004)

HBV juga menginfeksi sel trofoblas secara langsung, kemudian ke sel mesenkim vilus
dan sel endotel kapiler vilus sehingga menyebabkan terjadinya infeksi pada janin. HBV terlebih
dahulu menginfeksi janin, kemudian menginfeksi berbagai lapisan sel pada plasenta. HBsAg dan
HbcAg ditemukan di sel epidermis amnion, cairan amnion, dan sekret vagina yang menunjukkan
bahwa juga memungkinkan untuk terjadinya infeksi ascending dari vagina. HBV dari cairan
vagina menginfeksi membran fetal terlebih dahulu, kemudian menginfeksi sel-sel dari berbagai
lapisan plasenta mulai dari sisi janin ke sisi ibu. (Lu, 2004)

Sejak tahun 1980, ditemukan HBV DNA pada seluruh stadium sel spermatogenik dan
sperma dari pria yang terinfeksi HBV. Pada pria-pria tersebut, terjadi sequencing pada anak-
anaknya sebanyak 98-100%. HBV DNA terutama berada pada plasma ovum dan sel interstitial.
Oosit merupakan salah satu bagian yang dapat terinfeksi pula oleh HBV, sehingga transmisi
HBV melalui oosit dapat terjadi. Sebagai kesimpulan, infeksi HBV dapat terjadi melalui plasenta
dari darah ibu ke janin, selain itu dapat pula terjadi infeksi HBV melalui vagina dan oosit. (Lu,
2004)

Pada saat kelahiran, sistem imun manusia secara umum belum aktif. Transmisi
transplasental dari imunoglobulin maternal terjadi terutama pada trimester ketiga dan secara
kuantitatif berhubungan dengan usia gestasi. Status imunologis ibu dan antibodi merupakan
komponen kritis untuk kualitas dan spesifisitas dari antibodi yang ditransfer. ASI
memperpanjang masa transfer pasif IgG dan IgA. Sebagai imunitas pasif, sekalipun antibodi
yang ada melindungi terhadap organisme patogen, namun tidak berperan dalam sistem imun
yang memiliki daya memori dan konsekuensinya adalah meningkatnya produksi antibodi yang
high avidity, dimana keduanya menunjukkan kemampuan bayi untuk berespon terhadap
imunisasi. (Domain, 2006)

3
Secara minimal, antigen dalam rahim (in utero) menunjukkan hasil pada repertoire B-
dan T-cell pada bayi yang masih polos. Paparan terhadap limfosit yang polos ini meningkat
dengan cepat karena banyaknya paparan terhadap antigen yang dimulai sejak kelahiran. Dalam
beberapa jam setelah kelahiran, beberapa bayi sudah mendapatkan nutrisi enteral dan spesies
bakteri membentuk koloni dalam traktus gastrointestinalis. Kemampuan sel B dan sel T
repertoire untuk meng-kloning sendiri, juga untuk membentuk diferensiasi khusus penting
artinya dalam membentuk respon imunologis aktif. Respon aktif ini merupakan penanda penting
dalam menentukan suksesnya imunisasi. Imaturitas dari respon aktif ini menentukan efikasi dan
keamanan dari setiap imunisasi terhadap bayi. (Domain, 2006)

3. Diagnosis
Tes serologis antigen komersil tersedia untuk mendeteksi HBsAg dan HBeAg, dimana
Hepatitis B surface antigen akan terdeteksi selama masa infeksi akut. Jika infeksi yang terjadi
bersifat self-limited, maka HBsAg telah hilang sebelum serum anti-HBs terdeteksi (menandakan
window period dari infeksi).
Jika seorang wanita yang akan melahirkan memiliki riwayat Hepatitis B akut tepat
sebelum atau saat kehamilannya, maka wanita tersebut akan di tes segera saat melahirkan, jika
tes dilakukan 6 bulan atau lebih dari sejak wanita tersebut sakit, maka tes dibutuhkan untuk
menentukan status HBsAg yang terakhir (imun atau karier), terutama jika tes sebelumnya belum
lengkap. Wanita hamil dengan status HBsAg negatif, namun dicurigai memiliki riwayat kontak
Hepatitis B, maka status HBsAg wanita tersebut harus diperiksa segera setelah melahirkan.
(Freij, 1999)
Radioimmunoassay dapat digunakan untuk memeriksa anti-HBs, HBsAg, dan anti-HBc.
Jika kadar anti-HBs lebih besar dari 100mIU/mL, maka orang tersebut dinyatakan imun.
Konsentrasi antara 10-100 mIU/mL dinyatakan memiliki titer rendah. Seseorang dinyatakan
sebagai karier jika status HBsAg nya tetap positif dalam 6 bulan. (Snyder, 2000)
AxSYM adalah penanda mikropartikel dari enzim yang digunakan untuk mendeteksi
secara kualitatif kadar HBsAg pada serum neonatus, dewasa, dan anak-anak. Marker ini
digunakan sebagai perangkat diagnosis infeksi akut maupun kronis virus Hepatitis B yang
berhubungan dengan hasil laboratorium dan gejala klinis lainnya. Marker ini juga dapat
digunakan pada wanita hamil. (Waknine, 2006)

4
ARCHITECT AUSAB Reagen Kit adalah marker penanda mikropartikel
chemiluminescent yang digunakan untuk menentukan kadar anti HBs secara kuantitatif pada
plasma dan serum orang dewasa, neonatus, dan anak-anak. Perangkat ini digunakan untuk
pengukuran kuantitatif reaksi antibodi setelah vaksinasi Hepatitis B, menentukan status imun
terhadap HBV, dan menegakkan diagnosis penyakit Hepatitis B jika digunakan bersama hasil
laboratorium dan gejala klinis lainnya. (Waknine, 2006)
Diagnosis serologis
1. Adanya HBsAg dalam serum tanpa adanya gejala klinik menunjukkan bahwa penderita
adalah pembawa HBsAg, yang merupakan sumber yang penting untuk penularan.
2. Adanya HbeAg dalam serum memberi petunjuk adanya daya penularan yang besar. Bila
ia menetap lebih dari 10 minggu, merupakan petunjuk terjadinya proses menahun atau
menjadi pembawa virus.
3. Adanya anti Hbc IgM dapat kita pakai sebagai parameter diagnostik adanya HBV yang
akut, jadi merupakan stadium infeksi yang masih akut.
4. Adanya anti HBc IgG dapat dipakai sebagai petunjuk adanya proses penyembuhan atau
pernah mengalami infeksi dengan HBV.
5. Adanya anti HBsAg menunjukkan adanya penyembuhan dan resiko penularan menjadi
berkurang dan akan memberi perlindungan pada infeksi baru.
6. Adanya anti HbeAg pertanda prognosis baik.
(Matondang, 1984)
Skrining untuk HBsAg maternal pada ibu karier merupakan salah satu pemeriksaan rutin
antenatal. Walaupun tidak ada bukti bahwa infeksi HBV kronis memiliki efek samping terhadap
kehamilan, namun ditemukan bahwa infeksi HBV kronis berhubungan dengan beberapa
peningkatan kejadian pada fetal distress, kelahiran prematur, dan peritonitis akibat aspirasi
mekonium. Patofisiologi pada fenomena ini belum jelas, namun faktor perbedaan etnik dan
aktifitas penyakit pada ibu karier HBsAg juga berperan. (Zhang, 2004)

Kriteria ibu mengidap Hepatitis B kronis:

5
1. Bila ibu mengidap HBsAg positif untuk jangka waktu lebih dari 6 bulan dan tetap positif
selama masa kehamilan dan melahirkan.
2. Bila status HBsAg positif disertai dengan peningkatan SGOT/SGPT, ,maka status ibu
adalah pengidap Hepatitis B.
3. Bila diseertai dengan peningkatan SGOT/SGPT pada lebih dari lebih dari 3 kali
pemeriksaan dengan interval pemeriksaan antara 2-3 bulan, maka status ibu adalah
penderita Hepatitis B kronis.
4. Status HBsAg positif tersebut dapat disertai dengan atau tanpa HbeAg positif.
(Matondang, 1984)

4. Penatalaksanaan bayi dengan ibu HbsAg positif


Pada umumnya bayi dengan ibu HBsAg + memiliki nilai Apgar 1 menit dan 5 menit yang
lebih rendah dibandingkan bayi normal. Hal ini dimungkinkan karena adanya kecenderungan
bahwa bayi dengan ibu HBsAg+ lahir prematur sebelum 34 minggu.

Status Bayi dgn berat >= 2000 gram Bayi dengan berat <>

6
Maternal
HbsAg (+) Vaksin Hepatitis B dan HBIG dalam 12 Vaksin Hepatitis B dan HBIG dalam
positif jam setelah kelahiran 12 jam setelah kelahiran
Vaksinasi sebanyak 3 kali, yaitu pada Vaksinasi sebanyak 4 kali, yaitu pada
usia 0, 2, dan 6 bulan usia 0, 1, 2-3 bulan, dan 6-7 bulan
Periksa kadar anti HBs dan HBsAg Periksa kadar anti HBs dan HBsAg
pada usia 9 dan 15 bulan pada usia 9 dan 15 bulan
Jika HBsAg dan anti HBs pada bayi Jika HBsAg dan anti HBs pada bayi
negatif (-), berikan vaksinasi ulang 3 negatif (-), berikan vaksinasi ulang 3
kali dengan interval 2 bulan, kemudian kali dengan interval 2 bulan,
kembali periksa. kemudian kembali periksa
Jika kadar Vaksin Hepatitis B (dalam 12 hari) dan Vaksin Hepatitis B dan HBIG dalam
HBsAg tidak HBIG (dalam 7 hari) jika hasil tes 12 jam.
diketahui menunjukkan ibu HBsAg +.
Segera periksa kadar HBsAg ibu Jika hasil tes HbsAg ibu belum
diketahui dalam 12 jam, berikan bayi
vaksin HBIG.
HBsAg negatif Sebaiknya tetap lakukan vaksinasi Vaksinasi Hepatitis B pertama dalam
(-) Hepatitis B segera setelah lahir 30 hari setelah kelahiran jika keadaan
klinis baik.
Vaksinasi 3 kali pada usia 0-2 bulan, 1- Vaksinasi 3 kali pada usia 1-2 bulan,
4 bulan, dan 6-18 bulan. 2-4 bulan, dan 5-18 bulan.
Vaksinasi kombinasi Hepatitis B Vaksinasi kombinasi Hepatitis B
lainnya dapat diberikan dalam waktu 6- lainnya dapat diberikan dalam waktu
8 minggu. 6-8 minggu
Tidak diperlukan tes ulang terhadap Tidak diperlukan tes ulang terhadap
kadar anti HBs dan HbsAg kadar anti HBs dan HbsAg
(Jill, 2005)
Apabila status HBsAg ibu tidak diketahui, maka bayi preterm dan BBLR harus divaksin
Hepatitis B dalam 12 jam pertama setelah kelahirannya. (Jill, 2005; Snyder, 2000; Duarte, 1997)
Karena reaksi antibodi bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2000 gram masih kurang bila
dibandingkan dengan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 2000 gram, maka bayi-bayi kecil
tersebut juga harus mendapat vaksin HBIG dalam 12 jam pertama setelah kelahirannya. Bayi-
bayi dengan berat badan lahir 2000 gram atau lebih dapat menerima vaksin HBIG secepatnya

7
setelah status HBsAg positif ibu diketahui, namun sebaiknya vaksin diberikan sebelum tujuh hari
setelah kelahiran bayi tersebut. (Jill, 2005; Pujiarto, 2000)

Apabila diketahui bahwa ibu dengan HBsAg positif, maka seluruh bayi preterm, tidak
tergantung berapapun berat badan lahirnya, harus menerima vaksin Hepatitis dan HBIG dalam
12 jam setelah kelahirannya. Bayi dengan berat badan lahir 2000 gram atau lebih dapat
menerima vaksin Hepatitis B sesuai dengan jadwal, namun tetap harus diperiksakan kadar
antibodi anti-HBs dan kadar HBsAg nya dalam jangka waktu 3 bulan setelah melengkapi
vaksinasinya. Jika kedua tes tersebut memberikan hasil negatif, maka bayi tersebut dapat
diberikan tambahan 3 dosis vaksin Hepatitis B (ulangan) dengan interval 2 bulan dan tetap
memeriksakan kadar antibodi anti-HBs dan HBsAg nya. Jika kedua tes tersebut tetap
memberikan hasil negatif, maka anak tersebut dikategorikan tidak terinfeksi Hepatitis B, namun
tetap dipertimbangkan sebagai anak yang tidak berespon terhadap vaksinasi. Tidak dianjurkan
pemberian vaksin tambahan. (Jill, 2005; Matondang, 1984)

Bayi dengan berat badan kurang dari 2000 gram dan lahir dari ibu dengan HBsAg positif
mendapatkan vaksinasi Hepatitis B dalam 12 jam pertama setelah kelahiran, dan 3 dosis
tambahan vaksin Hepatitis B harus diberikan sejak bayi berusia 1 bulan. Vaksin kombinasi yang
mengandung komponen Hepatitis B belum diuji keefektifannya jika diberikan pada bayi yang
lahir dari ibu dengan HBsAg positif. Semua bayi dengan ibu HBsAg positif harus diperiksan
kadar antibodi terhadap antigen Hepatitis B permukaan (anti-HBS, atau Hepatitis B surface
antigen) dan HBsAg pada usia 9 bulan dan 15 bulan, sesudah melengkapi serial imunisasi HBV.
Beberapa pendapat mengatakan bahwa tes serologis terhadap antigen dan antibodi tersebut dapat
dilakukan 1-3 bulan setelah selesai melaksanakan serial imunisasi Hepatitis B. (Snyder, 2000)

Banyak alasan yang mendukung pemberian vaksin Hepatitis tersebut. Bayi-bayi preterm
yang dirawat di rumah sakit seringkali terpapar oleh berbagai produk darah melalui prosedur-
prosedur bedah yang secara teoritis tentu saja meningkatkan predisposisi terkena infeksi.
Pemberian vaksin lebih awal juga akan memperbaiki jika status maternal HBsAg positif dan juga
menghindarkan terpaparnya bayi dari anggota keluarga lainnya yang juga HBsAg positif. Hal ini
juga menyingkirkan kemungkinan adanya demam yang disebabkan oleh pemberian vaksin
lainnya.

8
Usia kehamilan kurang bulan dan kurangnya berat badan lahir bukan merupakan
pertimbangan untuk menunda vaksinasi Hepatitis B. Beberapa ahli menganjurkan untuk tetap
melakukan tes serologis 1-3 bulan setelah melengkapi jadwal imunisasi dasar.

5. Imunoprofilaksis untuk Hepatitis B


Imunisasi sesuai jadwal pada anak-anak dengan suspek kontak positif adalah cara
preventif utama untuk mencegah transmisi. Untuk mengurangi dan menghilangkan terjadinya
transmisi Hepatitis B sedini mungkin, maka dibutuhkan imunisasi yang sifatnya universal.
Secara teoritis, vaksinasi Hepatitis B dianjurkan pada semua anak sebagai bagian dari salah satu
jadwal imunisasi rutin, dan semua anak yang belum divaksinasi sebelumnya, sebaiknya divaksin
sebelum berumur 11 atau 12 tahun.
Imunoprofilaksis dengan vaksin Hepatitis B dan Imunoglobulin Hepatitis B segera
setelah terjadinya kontak dapat mencegah terjadinya infeksi setelah terjadi kontak dengan virus
Hepatitis B. Sangat penting dilakukan tes serologis pada semua wanita hamil untuk
mengidentifikasi apakah bayi yang dikandung membutuhkan profilaksis awal, tepat setelah
kelahirannya untuk mencegah infeksi Hepatitis B yang terjadi melalui transmisi perinatal.
(Pujiarto, 2000)
Bayi yang menjadi karier HBV kronis karena imunoprofilaksis yang tidak sempurna,
kemungkinan besar terinfeksi saat berada dalam kandungan, atau ibu bayi tersebut memiliki
jumlah virus yang sangat banyak atau terinfeksi oleh virus yang telah bermutasi dan lolos dari
vaksinasi. Apabila infeksi telah terjadi transplasenta, vaksin HBIg dan HBV tidak dapat
mencegah infeksi. (Roshan, 2005)

DAFTAR PUSTAKA

Baley JL, Leonard EG, 2005, The Immunologic Basis for Neonatal Immunizations,
http://neoreviews.aappublications.org/cgi/content/full/6/10/e463#SEC2 , 29 Juli 2006
Coleman PF, 2006, Detecting Hepatitis B Surface Antigen Mutants,
http://www.medscape.com/viewarticle/522896_4 , 29 Juli 2006
Domain T, 2005, Health Tips (Jaundice),
http://www.doctorsofbangladesh.com/healthtips(jaundice).htm , 29 Juli 2006
Duarte G, et.al., 1997, Frequency of pregnant women with HBsAg in a Brazilian community,
http://www.scielosp.org/scielo.php/lng_en , 29 Juli 2006

9
Freij BJ, Sever JL. 1999, Hepatitis B. In: Avery GB, Fletcher MA, MacDonald MG, eds.
Neonatology, Pathophysiology and Management of the Newborn. 5th ed. Philadelphia:
Lippincott-Williams and Wilkins; p1146-9.
Hidayat B, 2001, Hepatitis B. In:Ranuh IGN et.al., Buku Imunisasi di Indonesia, 1 st ed. IDAI:
Jakarta, p83-6
Kusumobroto H., 2003, Pandangan Terkini Hepatitis Virus B dan C dalam Praktek Klinik,
http://www.pgh.or.id/RSH03_dl.html , 29 Juli 2006
Lu CY, et.al., 2004, Waning immunity to plasma-derived hepatitis B vaccine and the need for
boosters 15 years after neonatal vaccination,
http://www.natap.org/2004/HBV/121304_04.htm#top , 29 Juli 2006
Matondang CS, Akib AAP, 1984, Hepatitis B, eds. Ikterus Pada Neonatus, FKUI, h73-9
Onakewhor JUE, Offor E, 2002, Seroprevalence of maternal and neonatal antibodies to human
immunodeficiency and hepatitis B viruses in Benin City, Nigeria,
http://www.ajol.info/admin/user/order.php?jid=61&id=2301 , 29 Juli 2006
Pujiarto PS, et.al., 2000, Bayi Terlahir dari Ibu Pengidap Hepatitis B, eds. Sari Pediatri, Vol.2.
no.1, IDAI, h.48-9
Roshan, Mohammad-Reza Hassanjani MD., 2005, Efficacy of HBIG and Vaccine in Infants of
HbsAg Positive Carrier Mothers, http://www.ams.ac.ir/AIM/0251/contents0251.htm , 29
Juli 2006
Snyder JD, Pickering LK. Viral hepatitis. In: Kliegman RM, Jenson HB, 2000, eds. Nelson
Textbook of Pediatrics. 16th ed. Philadelphia: WB Saunders; p768-73.
Tse KY, et.al., 2005, The impact of maternal HBsAg carrier status on pregnancy outcomes: A
case-control study, http://www.natap.org/pageone.htm, 29 Juli 2006
Waknine Y, 2006, FDA Approvals: AxSYM HBsAg, INTACS, Palmaz Blue,
http://www.medscape.com/resource/hbv , 29 Juli 2006
Zhang SL, et.al., 2004, Mechanism of intrauterine infection of hepatitis B virus,
http://www.wjgnet.com/1007-9327/9/108.asp , 29 Juli 2006

http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/referat-penatalaksanaan-bayi-dengan-
ibu.html

10

Anda mungkin juga menyukai