Infeksi Saluran Kemih ISK
Infeksi Saluran Kemih ISK
ANYANG - AYANGAN
Wrap Up
Kelompok : B-1
Anggota :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
2011/2012
SKENARIO 2
ANYANG-ANYANGAN
Seorang perempuan, usia 23 tahun datang ke dokter puskesmas dengan keluhan nyeri saat
buang air kecil dan anyang-anyangan. Keluhan ini dirasakan sejak dua hari yang lalu. Dalam
pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan kecuali nyeri tekan supra simpisis. Pada pemeriksaan
urinalisis didapatkan peningkatan leukosit dalam sedimen urin kemudian disarankan untuk
melakukan pemeriksaan kultur urin.
1
SASARAN BELAJAR (LI & LO)
2
LI.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makroskopik & Mikroskopik
Ginjal & Saluran Kemih.
URETER
Adalah saluran tractus urinarius yang mengalirkan urin dari ginjal ke vesica urinarius
Panjangnya + 25 cm
Terbagi 2 :
1. Ureter pars abdominalis
2. Ureter pars pelvica
VESICA URINARIA
Tempat muara ureter dextra & sinistra dalam rongga pelvis
Berbentuk piramid 3 sisi
Apex menuju ventral atas
Basis (fundus) menuju dorso caudal
Corpus terletak antara apex & fundus
Kanan & kiri fundus vesicae ada muara kedua ureter disebut : Orificium Uretericum
Vesicae
Daerah berbentuk segitiga dibentuk plica interureterica dan ostium urethra internum
disebut Trigonum vesicae
Pada basis caudal terdapat jalan keluar urine menuju urethra disebut Orifisium Urethra
Internum Vesicae
Pada apex vesicae terdapat jaringan ikat yg merupakan sisa embryologis dari Urachus yg
menuju umbilicus disebut Ligamentum Vesico umbilicalis medianum
Mempunyai lapisan Fibrosa, Serosa & Tunica Musculare (stratum longitudinalis & stratum
circulare) m.detrusor vesicae (merangsang urine) & m.sphincter vesicae
(mempertahankan urine dlm vesicae)
Vaskularisasi VU
a.vesicalis superior
a.vesicalis inferior
o masing-masing cabang dari a.hypogastrica
Persarafan VU
Saraf otonom parasymphatis berasal dari n.splanchnicus pelvicus (Sacral 2-3-4)
Saraf otonom symphatis dari ganglion symphatis (Lumbal 1-2-3)
URETRA
Saluran terakhir dari sistem urinarius
Mulai dari orificium urethra internum sampai orificium urethra externum
Pada laki-laki lebih panjang dari perempuan (L=18-20 cm, P=3-4 cm)
Pada laki-laki, urethra terbagi atas 3 daerah :
1. Urethra pars prostatica
2. Urethra pars membranacea
3. Urethra pars cavernosa
3
Uretra Pria dibagi atas:
1. Urethra Pars Prostatica
Mulai dari orifisium urethra internum sampai urethra yang ditutupi oleh Glandula prostat
& berada di rongga pelvis.
2. Uretra Pars Membranacea
Mulai dari urethra pars prostatica sampai bulbus penis pars cavernosa (paling pendek= 1-
2 cm)
3. Uretra Pars Cavernosa
Mulai dari daerah bulbus penis sampai orifisium urethra externum, berjalan dalam
corpus cavernosa urethra (penis) 12-15 cm.
VESIKA URINARIA
Mukosa dilapisi oleh epitel transitional, setebal 5 6 lapisan sel
Tunica muscularis terdiri dari otot polos yang berjalan kesegala arah tanpa lapisan yang
jelas
Pada leher vesica dapat dibedakan 3 lapisan:
Lapisan dalam berjalan longitudinal, distal terhadap leher vesica berjalan circular
mengelilingi urethra pars prostatica, menjadi sphincter urethra interna (involuntary)
Lapisan tengah berakhir pada leher vesica
Lapisan luar, longitudinal, berjalan sampai ke ujung prostat pada laki2, dan pada
wanita berjalan sampai ke meatus externus urethrae
URETRA
Pria
Pars prostatica
Pada bagian distal terdapat tonjolan kedalam lumen: verumontanum. Ductus
ejaculatorius bermuara dekat verumontanum
Dilapisi epitel transitional
Pars membranosa
Dilapisi epitel bertingkat torak
4
Dibungkus oleh sphincter urethra externa (voluntary)
Pars bulbosa dan pendulosa
Ujung distal lumen urethra melebar: fossa navicularis
Umumnya dilapisi epitel bertingkat torak dan epitel selapis torak, dibeberapa
tempat terdapat epitel berlapis gepeng
Kelenjar Littre, kelenjar mukosa yang terdapat disepanjang urethra, terutama pada
pars pendulosa
Wanita
Pendek, 4-5 cm
Dilapisi epitel berlapis gepeng, dibeberapa tempat terdapat epitel bertingkat torak
Dipertengahan urethra terdapat sphinxter externa (muskular bercorak)
m.detrusor
2. Nervus pudendus
Merupakan serabut motorik skeletal yang mempersarafi sfingter eksterna
3. Nervus hipogastrik
Merupakan persarafan simpatis untuk merangsang pembuluh dara, memberi sedikit
efek kontraksi kandung kemih dan sensasi rasa penuh & nyeri
Kontrol refleks
1. Setelah urin terbentuk keluar dr papila ureterrangsang parasimpatis utk
memperkuat kontraksi peristaltik 1-5 x/mnt dan dpt dihambat rangsang simpatis
mendorong urin ke vesika dan kumpul di vesika urinaria meningkatkan regangan
vesika urinaria sampai ambang batas (tresshold) tertentu (250-400ml) mengaktifkan
reseptor regang
5
2. Ambang reseptor regang tercapai impuls korda spinalis rangsang saraf
parasimpatis kontraksi vesika urinariasfingter interna terbukasfingter eksterna
terbuka (hambatan neuron motorik akibat rangsang parasimpatis) urin keluar
2. Bila ingin miksi sementara refleks berkemih belum dimulai penurunan lantai
panggul dan kontraksi dinding abdomen & diafragma pernafasan rangsang reseptor
regangVU kontraksi sfingter interna terbuka sfingter eksterna terbuka
(hambatan neuron motorik akibat rangsang parasimpatis) urin keluar
6
3.2 Epidemiologi
Infeksi saluran kemih biasanya terjadi karena faktor pencetus seperti litiasi,
obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, nekrosis papilar, Diabetes
Melitus, senggama, kehamilan, kateterisasi, penyakit sickle cell dan tergantung oleh
usia, gender, prevalensi, bakteriuria, sehingga menyebabkan perubahan struktur
saluran kemih. Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun
perempuan cenderung menderita ISK dibandingkan laki-laki.
Prevalensi bakteriuri asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan.
Prevalensi ISK pada periode sekolah 1% meningkat menjadi 5% selama periode
aktif seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik adalah 30%, pada bayi laki-laki 3:1
dan 5:1 dibandingkan bayi perempuan. (Sukandar, Edar. 2009)
3.3 Etiologi
Pada keadaan normal urin adalah steril. Umumnya ISK disebabkan oleh
kuman gram negatif. Escherichia coli merupakan penyebab terbanyak baik pada
yang simtomatik maupun yang asimtomatik yaitu 70 - 90%. Enterobakteria seperti
Proteus mirabilis (30 % dari infeksi saluran kemih pada anak laki-laki tetapi kurang
dari 5 % pada anak perempuan ), Klebsiella pneumonia dan Pseudomonas
aeruginosa dapat juga sebagai penyebab. Organisme gram positif seperti
Streptococcus faecalis (enterokokus), Staphylococcus epidermidis dan
Streptococcus viridans jarang ditemukan. Pada uropati obstruktif dan kelainan
struktur saluran kemih pada anak laki-laki sering ditemukan Proteus species. Pada
ISK nosokomial atau ISK kompleks lebih sering ditemukan kuman Proteus dan
Pseudomonas (Lumbanbatu, S.M., 2003).
3.4 Klasifikasi
Menurut gejala:
1. Bakteriuria asimptomatis ( tanpa disertai gejala )
2. Bakteriuria simptomatis ( disertai gejala )
7
Menurut komplikasi:
1. ISK sederhana ( tanpa faktor predisposisi )
ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik,
anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usia lanjut terutama
mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial kandung
kemih.
2. ISK berkomplikasi ( disertai faktor perdisposisi )
Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab
sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam
antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis, dan shock.
ISK ini terjadi bila terdapat keadaan- keadaan sebagai berikut :
8
Gambar 1. Masuknya kuman secara ascending ke dalam saluran kemih. (1)kolonisasi
kuman di sekitar uretra, (2)masuknya kuman melalui uretra ke buli-buli, (3)penempelan
kuman pada dinding buli-buli, (4)masuknya kuman melaui ureter ke ginjal6.
Infeksi Ascending
9
sekali untuk bereplikasi dan menempel pada urotelium. Mekanisme wash out dapat
berjalan dengan baik dengan aliran urin yang adekuat adalah jika:
a. Jumlah urin cukup;
b. Tidak ada hambatan didalam saluran kemih.
Oleh karena itu, kebiasaan jarang minum dan gagal ginjal menghasilkan urin yang
tidak adekuat, sehingga memudahkan terjadinya infeksi saluran kemih.
Keadaan lain yang dapat mempengaruhi aliran urin dan menghalangi
mekanisme wash out adalah adanya:
1. Stagnansi atau stasis urin (miksi yang tidak teratur atau sering menahan
kencing, obstruksi saluran kemih, adanya kantong-kantong pada saluran kemih
yang tidak dapat mengalir dengan baik misalnya pada divertikula, dan adanya
dilatasi atau refluks sistem urinaria.
2. Didapatkannya benda asing di dalam saluran kemih yang dipakai sebagai
tempat persembunyian kuman.
10
Gejala Cystitis:
- peningkatan frekwensi miksi baik diurnal maupun nokturnal
- nyeri buang air kecil (dysuria) karena epitelium yang meradang tertekan
- rasa nyeri pada daerah suprapubik atau perineal / pinggang belakang
- rasa ingin buang air kecil
- hematuria
-demam yang disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang parah
- sering buang air kecil (frequency),
- gejala gejala sistemik
LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang
menegakkan diagnosisinfeksi saluran kemih, antara lain :
1.Urinalisis
Untuk pengumpulan spesimen, dapat dipilih pengumpulan urin melalui urin
porsi tengah,pungsi suprapubik, dan kateter uretra. Secara umum, untuk anak laki-
laki dan perempuan yang sudah bisa berkemih sendiri, maka cara pengumpulan
spesimen yang dapat dipilih adalah dengan cara urin porsi tengah.Urin yang
dipergunakan adalah urin porsi tengah(midstream).
Untuk bayi dan anak kecil, spesimen didapat dengan memasang kantong
steril pada genitalia eksterna. Cara terbaik dalam pengumpulan spesimen adalah
dengan cara pungsi suprapubik, walaupun tingkat kesulitannya paling tinggi
dibanding cara yanglain karena harus dibantu dengan alat USG untuk
memvisualisasikan adanya urine dalam vesica urinaria
11
Pada urinalisis, yang dinilai adalah sebagai berikut:
a.) Eritrosit
Ditemukannya eritrosit dalam urin (hematuria) dapat merupakan penanda
bagi berbagaipenyakit glomeruler maupun non-gromeruler, seperti batu saluran
kemih dan infeksisaluran kemih.
b.) Piuria
Piuria atau sedimen leukosit dalam urin yang didefinisikan oleh Stamm, bila
ditemukan paling sedikit 8000 leukosit per ml urin yang tidak disentrifus atau setara
dengan 2-5 leukosit per lapangan pandang besar pada urin yang di sentrifus.
Infeksi saluran kemih dapat dipastikan bila terdapat leukosit sebanyak > 10
per mikroliter urin atau > 10.000 per ml urin
c.) Silinder
Silinder dalam urin dapat memiliki arti dalam diagnosis penyakit ginjal,
antara lain:
1. silinder eritrosit, sangat diagnostik untuk glomerulonefritis atau vaskulitis
ginjal;
2. silinder leukosit bersama dengan hanya piuria, diagnostik untuk pielonefritis;
3. silinder epitel, dapat ditemukan pada nekrosis tubuler akut atau pada
gromerulonefritisakut;
4. silinder lemak, merupakan penanda untuk sindroma nefrotik bila ditemukan
bersamaandengan proteinuria nefrotik.
d.) Kristal
Kristal dalam urin tidak diagnostik untuk penyakit ginjal.
e.) Bakteri
Bakteri dalam urin yang ditemukan dalam urinalisis tidak identik dengan
infeksi saluran kemih, lebih sering hanya disebabkan oleh kontaminasi.
2.Bakteriologis
a. Mikroskopis,
pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan urin segar tanpa
diputar atau pewarnaan gram. Bakteri dinyatakan positif bila dijumpai satu bakteri
lapanganpandang minyak emersi.
12
b. Biakan bakteri,
pembiakan bakteri sedimen urin dimaksudkan untuk memastikandiagnosis
ISK yaitu bila ditemukan bakteri dalam jumlah bermakna, yaitu:
3.Tes Kimiawi
Beberapa tes kimiawi dapat dipakai untuk penyaring adanya bakteriuria,
diantaranya yangpaling sering dipakai adalah tes reduksi griess nitrate.
Dasarnya adalah sebagian besar mikroba kecuali enterococci mereduksi nitrat.
13
- Penentuan jumlah kuman/mLdilakukan dengan membandingkan pola
pertumbuhan kuman yang terjadi dengan serangkaian gambar yang memperlihatkan
pola kepadatan koloni antara 1000 hingga10.000.000 cfu per mL urin yang
diperiksa.
- Cara ini mudah dilakukan, murah dan cukup adekuat.
- Kekurangannya adalah jenis kuman dan kepekaannya tidak dapat diketahui.
3.9 Penatalaksaan
- Pada ISK yang tidak memberikan gejala klinis tidak perlu pemberian terapi,
namun bila sudah terjadi keluhan harus segera dapat diberikan antibiotika.
- Antibiotika yang diberikan berdasarkan atas kultur kuman dan tes kepekaan
antibiotika. Banyak obat-obat antimikroba sistemik diekskresikan dalam
konsentrasi tinggi ke dalam urin. Karena itu dosis yang jauh dibawah dosis yang
diperlukan untuk mendapatkan efek sistemik dapat menjadi dosis terapi bagi infeksi
saluran kemih.
Bermacam cara pengobatan yang dilakukan pada pasien ISK, antara lain:
pengobatan dosis tunggal
pengobatan jangka pendek (10-14 hari)
pengobatan jangka panjang (4-6 minggu)
pengobatan profilaksis dosis rendah
pengobatan supresif
14
Prinsip umum penatalaksanaan ISK adalah :
1. eradikasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotik yang sesuai, dan
2. mengkoreksi kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi
B.Tatalaksana Medikamentosa
a. Beta-laktam
Monobaktam (Aztreonam) bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel
kuman, antibiotik ini dengan mudah menembus dinding sel dan membran sel
kuman gram negatif aeorobik, antibitik hanya aktif pada kuman gram negatif
aerobik, enterobactericae yg resisten trhadap penicilin, sefalosporin generasi 1 dan
aminoglikosida.
Aztreonam harus diberikan secara IM atau IV, karena tidak direbsobsi
disaluran cerna.
15
Aztreonam tunggal maupun kombinasi, efektif untuk mengatasi infeksi berat
oleh kuman gram negatif aerobik. Untuk saluran kemih dengan komplikasi, tetapi
tidak aktif untuk kuman gram positif.
b. Asan Klavulonat
Inhhibitor menghambat eksoenzima staphilococcus yang diperantai plasmid
dan betalaktamase richmond dan sykes type II, III, IV, V, dan VI, diantaranya
termasuk enzim TEM-I(type III) yg dihasilkan oleh H.influenze, N.gonnorrhoeae,
E.coli, Salmonella, dan Shigella... dan juga enzim yang diperantai kromosom
klebsiella (IV), B.fragillis, dan Legionella.
c. Sefalosporin.
Generasi 1.(sefalotin) Hanya untuk infeksi berat oleh kuman S.aureus penghasil
penilinase dan streptococcus, E.coli, Proteus mirabilis.
Diberikan secara IV.
Dosis IV dewasa:2-12 g/hari, dilarutkan dalam larutan garam
Untuk suntikan IM dewasa: 0.5-1gr, 4-6 x sehari
Untuk infeksi berat sampai 2 gr tiap 4 jam.
Bayi-anak2: 80-160 mg/hari dibagi bebebrapa dosis.
Generasi II: (Sefamandol) lebih aktif terhadap bakteri gram negatif tertentu, misal
spesies enterobacter, proteus indol positif, E.coli, dan spesies klebsiella. Sbagian
besa kuman gram positif sensitif terhadapnya. Waktu paruh 45 menit, dieksresikan
melalui saluran kemih. Pada dosisn1gr IM, kadar plasma mencapai 36 ug/ml.
Generasi III(Sefriakson) menjadi pilihan utama untuk urteritis oleh gonokokus
tanpa komplikasi. Dosis diberikan 250 mg IM. Untuk anak 50-75 mg/kg BB.
d. Sulfonamid
Umumnya hanya bakteriostatik, dlam kadar yg tinggi dalam urin dpt bersft
bakreiosid.
Psedudomonas,serratia, proteus, dan kuman-kuman multiresisten tidak peka
terhadap obat ini, bebebrapa strain E.cooli penyebab infeksi saluran kemih telah
resisten terhadap sulfonamid, karena sulfonamid bukan obat pilihan lagi untuk
penyakit infeksi ini.
Mekanisme sulfonamid adalah mencegah paba masuk kedalam molekul
asam folat.
16
e. Kotrimoksazol
(Tremetropin dan Sulfametoksazol). Treemetropin menghambat terjadinya
reaksi reduksi dari dihidrofolat menjadi tetradihidrofolat yang mana penting untuk
pemindahan suatu atom C, misal pmbentukkan basa purin dan bebebrapa asam
amino.
Tremetropin sangat efektif dalam menghambat enzim dihidrofolat reduktase.
Tetapi sudah banyak yang resistensi terhadap trimetropin, karena disebabkan
adanya plasmid yg dapat menghmbat kerja obat terhadap enzim dihidrofolat
reduktase.
Antibiotik Lain.
f. Metenamin atau Heksamin
Dalam suasana asam , obat ini terurai dan memebebaskan formaldehide yg
bekerja sebagai antiseptik saluran kemih. Formaldehide mematikan kuman dengan
jalan menimbulkan denaturasi protein. Dapat bekerja pada pH urin rendah.
Kuman gram negatif dapat dihambat dengan obat ini kecuali Proteus, karena
kuman ini dapt mengubah urea menjadi ammonium hidroksid yang menaikkan pH.
Tidak adanya resistensi terhadap formaldehide..maka metanamin tetap berlangsung
baik.
g. Asam nalikdisat
Bekerja menghambat enzim DNA gyrase bakteri dan bersifat bakterisid
terhadap kebanyakan kuman patogen pada saluran kemih. Obat ini menghambat
E.coli, Proteus spp, Klebsiella spp. Untuk pseoudomonas biasanya resisten.
h. Nitrofurantion
Obat ini efektif untuk kuman penyebab infeksi saluran kemih misal. E.coli,
Proteus, Klebsiella, Enterobacter, Enterococcus, streptococcus, Clostrida, dan B.
Subtillis.
Untuk Proteus mirabilis dan pseoudomonnas obat ini kurang efektif.
i. Golongan Aminoglikosid
Aktivasi gentamisin, tobramisin, kanamisin, netilmisin, dan amiksasin terutama
tertuju pada basil gram negatif aerob.
Aktivasi aminoglikosid dipengaruhi oleh perubahan pH, keadaan aerobik-
anaerobik, atau keadaan hyperkapnik.
Mekanisme aminoglikosid berdifusi lewat kanal air yg dibentuk oleh protein pori pd
membran luar dari bakteri gram negatif gram negatif masuk ke ruang perisplasmik.
17
- Pengobatan simtomatik terhadap keluhan sakit kencing dapat diberikan
penazofiridin (piridium) 7-10 mg/kgbb/hari.
- Disamping ISK perlu juga mencari dan mengurangi atau menghilangkan factor
predisposisi seperti obstipasi,alergi, investasi cacing dan memberikan kebersihan
perineum meskipun usaha-usaha ini kadang-kadang tidak selalu berhasil.
- Pengobatan khusus
Penanggulangan ISK ditujukan terhadap 3 hal, yaitu:
1.pengobatan terhadap infeksi akut
2.pengobatan dan pencegahan infeksi berulang
3.Mendeteksi dan melakukan koreksi bedah terhadap kelainan anatomis,
congenital maupun yang didapat, pada traktus urinarius.
3.Bedah Koreksi
bedah sesuai dengan kelainan saluran kemih yangditemukan untuk menghilangkan
faktor predisposisi.
- Obat tepat digunakan untuk pasien ISK dengan kelainan fungsi ginjal
Ginjal merupakan organ yang sangat berperan dalam eliminasi berbagai obat
18
Sehingga gangguan yang terjadi pada fungsi ginjal akan menyebabkan gangguan
eliminasi dan mempermudah terjadinya akumulasi dan intoksikasi obat.
Faktor penting dalam pemberian obat dengan kelainan fungsi ginjal adalah
Menentukan dosis obat agar dosis terapeutik dicapai dan menghindari terjadinya
efek toksik.
Pada gagal ginjal, farmakokinetik dan farmakodinamik obat akan terganggu
sehingga diperlukan penyesuaian dosis obat yang efektif dan aman bagi tubuh.
Bagi pasien gagal ginjal yang menjalani dialisis, beberapa obat dapat mudah
terdialisis, sehingga diperlukan dosis obat yang lebih tinggi untuk mencapai dosis
terapeutik.
Gagal ginjal akan menurunkan absorpsi dan menganggu kerja obat yang diberikan
secara oral oleh karena waktu pengosongan lambung yang memanjang, perubahan
pH lambung, berkurangnya absorpsi usus dan gangguan metabolisme di hati.
Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukanberbagai upaya antara lain dengan
mengganti cara pemberian, memberikan obat yang merangsang motilitas lambung
dan menghindari pemberian bersama dengan obat yangmenggangu absorpsi dan
motilitas.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian obat pada kelainan
fungsi ginjaladalah :
penyesuaian dosis obat agar tidak terjadi akumulasi dan intoksikasi obat
pemakaian obat yang bersifat nefrotoksik seperti aminoglikosida,
Amphotericine B,Siklosporin.
Pada pasien ISK yang terinfeksi bakteri gram negatif Escherichia coli
dengan kelainanfungsi ginjal adalah dengan mencari antibiotik yang tidak
dimetabolisme di ginjal.
Beberapa jurnal dan text book dikatakan penggunaan Trimethoprim
+Sulfamethoxazole (TMP-SMX) mempunyai resiko yang paling kecil dalam hal
gangguan fungsi ginjal.
Hanya saja penggunaanya memerlukan dosis yang lebih kecil dan waktu
yang lebih lama. Pada pasien dengan creatine clearance 15 hingga 30
ml/menit,dosis yang diberikan adalah setengah dari dosis Trimethoprim 80 mg +
Sulfamethoxazole400 mg yang diberikan tiap 12 jam. Cara pemberiannya dapat
dilakukan secara oralmaupun intravena.
Penghitungan creatine clearance : TKK = (140 umur) x berat badan72 x kreatinin
serum
3.10 Komplikasi
Komplikasi ISK tergantung dari tipe yaitu ISK tipe sederhana
(uncomplicated) dan tipe berkomplikasi (complicated)
a. ISK sederhana (uncomplicated). ISK akut tipe sederhana (sistitis) yaitu non-obstruksi
dan bukan perempuan hamil merupakan penyakit ringan (self limited disease) dan tidak
menyebabkan akibat lanjut jangka lama.
b. ISK tipe berkomplikasi (uncomplicated)
1) ISK selama kehamilan
2) ISK pada DM. Penelitian epidemiologi klinik melaporkan bakteriuria dan ISK lebih
sering ditemukan pada DM dibandingkan perempuan tanpa DM.
19
3.11 Pencegahan
Data epidemiologi klinik mengungkapkan uji saring bakteriuria asimtomatik
bersifat selektif dengan tuhuan utama untuk mencegah menjadi bakteriuria disertai
presentasi klinis ISK. Uji saring bakteriuria asimtomatik harus rutin dengan jadwal
tertentu untuk kelompok pasien perempuan hamil, pasien DM terutama perempuan,
dan pasca transplantasi ginjal perempuan dan laki-laki, dan kateterisasi perempuan
dan laki-laki. Selain itu ada pula cara-cara untuk mencegah terjadinya ISK:
a. Asupan cairan yang banyak, terutama air. Meminum air yang banyak dapat membantu
mencegah ISK dengan cara sering berkemih sehingga urin dapat mendorong bakteri
keluar dari traktus urinarius.
b. Basuh alat pengeluaran urin dari depan ke belakang. Melakukan hal ini setelah
berkemih mencegah bakteri dari daerah anal menyebar ke daerah vagina dan uretra.
c. Kosongkan kandung kemih sesegera setelah intercourse (hubungan seksual)
Hindari penggunaan produk kewanitaan yang dapat menimbulkan iritasi.
Penggunaan deoderan semprot atau produk kewanitaan lainnya di daerah genital dapat
menyebabkaniritasi pada uretra.
Pengertian salasil-baul
Menurut mazhab Hanafi, salasil-baul adalah penyakit yang menyebabkan keluarnya
air kencing secara kontinyu, atau keluar angin(kentut) secara kontinyu, darah
istihadhah,mencret yang kontinyu, dan penyakit lainnya yang serupa.
Menurut mazhab Hanbali, salasil-baul adalah hadas yang kontinyu, baik itu berupa
air kencing, air madzi, kentut, atau yang lainnya yang serupa.
Menurut mazhab Maliki, salasil-baul adalah sesuatu yang keluar dikarenakan penyakit
seperti keluar air kencing secara kontinyu.
Menurut mazhab Syafi'i, salasil-baul adalah sesuatu yang keluar secara kontinyu
yang diwajibkan kepada orang yang mengalaminya untuk menjaga dan memakaikan kain
atau sesuatu yang lain seperti pembalut pada tempat keluarnya yang bisa menjaga agar air
kencing tersebut tidak jatuh ke tempat shalat.
20
Syarat-syarat dibolehkan ibadah dalam keadaan salasil-baul
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar ibadah tertentu diperbolehkan dalam
keadaan salasil-baul:
1. Sebelum melakukan wudhu harus didahului dengan istinja'
2. Ada kontinyuitas antara istinja' dengan memakaikan kain atau pembalut dan
semacamnya, dan adanya kontinyuitas antara memakaikan kain pada tempat keluar
hadas tersebut dengan wudhu.
3. Ada kontinyuitas antara amalan-amalan dalam wudhu (rukun dan sunnahnya)
4. Ada kontinyuitas antara wudhu dan shalat, yaitu segera melaksanakan shalat
seusai wudhu dan tidak melakukan pekerjaan lain selain shalat. Adapun jika
seseorang berwudhu di rumah maka perginya ke mesjid tidak menjadi masalah dan
tidak menggugurkan syarat keempat.
Keempat syarat diatas dipenuhi ketika memasuki waktu shalat. Maka, jika
melakukannya sebelum masuk waktu shalat maka batal, dan harus mengulang lagi di
waktu shalat.
Apabila telah terpenuhi kelima syarat ini maka jika seseorang berwudhu kemudian.
keluar air kencing atau kentut dan lainnya aka dia tidak mempunyai kewajiban untuk
melakukan istinja' dan berwudhu lagi. Namun cukup dengan wudhu yang telah ia lakukan
di awal. Seseorang yang memiliki penyakit seperti salasil-baul tersebut hanya
diperbolehkan melakukan ibadah shalat fardhu sekali saja, adapun shalat sunnah bisa
dikerjakan seberapa kali pun. Seperti disebutkan dalam "Hasyiyah Qalyubi wa 'Umairah"
bahwa orang yang mempunyai penyakit salasil-baul ini berniat 'li istibahah' (agar
diperbolehkan shalat) dan tidak melafalkan niat 'li raf'il hadas'.
Hal tersebut dilandaskan bahwa wudhu dalamkeadaan seperti ini adalah bukan
wudhu hakiki akan tetapi wudhu semacam ini adalah batal karena keluar air kencing atau
lainnya namun syariat telah memberikan toleransi dan keringanan kepada orang yang
mengalami penyakit seperti ini. (Dawafi, Hamdan. 2009)
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Brooks, GF, dkk. 2008. Jawetz, Melnick, & Adelbergs: Mikrobiologi Kedokteran (Medical
Microbiology) Ed. 23. Jakarta: EGC
2. Dawafi, Hamdan. 2009. Keluar Air Kencing Secara Kontinyu, Bagaimana Pandangan
Fiqih???. Diakses melalui: http://mutafaqqih.blogspot.com/2010/02/keluar-air-kencing-
secara-kontinyu.html pada 10 April 2011
3. Hooton TM, Scholes D, Hughes JP, Winter C, Robert PL, stapleton AE, Stergachis A,
Stamm WE. A Prospective Study of Risk Factor for Symtomatic Urinary Tract. N Engl J
Med. 1996 Aug 15;335(7):468-74.
4. Junquira, LC, Carneiro J. 2007. Histologi Dasar: Teks dan Atlas Edisi 10. Jakarta: EGC
5. Purnomo BB. 2003. Dasar-Dasar Urologi Ed 2. Jakarta: Sagung Seto.
6. Setyabudi, Rianto. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi Revisi edisi 5. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
7. Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem, edisi 2, ab. Brahm U. Pendit.
Jakarta: EGC
8. Sukandar, Edar. 2009. Infeksi Saluran Kemih dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam oleh
Sudoyo AW dkk Jilid II Edisi V. Jakarta: InternaPublishing
9. Syam, Edward. 2011. Sistem Urinarius. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
10. Tessy A, Ardaya, Suwanto. 2001. Infeksi Saluran Kemih, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam oleh Suyono HS. Edisi ke 3. Jakarta: FKUI.
22