Anda di halaman 1dari 12

Penugasan Blok Masalah Pada Anak 3.

LAPORAN PROGRAM PENGENALAN KLINIK (PPK)

Common cold

Oleh :

Fairuz Fuad Zandriyan Ats Tsany (15711182)


Muhammad Hanif Ardiansyah (15711211)
Tutorial 7
Tutor : dr. Alfan Nur Asyhar

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2017
PENDAHULUAN

Common cold atau yang biasa disebut selesma atau rinitis merupakan
keadaan dimana terjadi infeksi virus yang bersifat akut pada saluran pernafasan
(ISPA) bagian atas yang biasanya ditandai dengan beberapa manifestasi klinis
seperti batuk, bersin, hidung tersumbat dan rinorea (keluarnya cairan dari hidung)
dalam 1-3 hari setelah tertular. Selanjutnya, pada 1-2 hari berikutnya gejala
tenggorok reda dan gejala yang menonjol adalah gangguan hidung disertai demam
tidak tinggi, pusing, dan kondisi badan yang tidak nyaman (malaise). Infeksi virus
yang terjadi bersifat self-limited atau dapat sembuh dengan sendirinya tanpa terapi
definitif tertentu dalam 1 minggu, atau terkadang 2 minggu. Common cold
digolongkan sebagai ISPA non spesifik dengan batuk bukan pneumonia (Pappas
dan Hendley, 2014).
Terdapat beberapa jenis virus yang dapat menyebabkan common cold
seperti Rhinovirus (paling sering) dan terkadang oleh respiratory syncytial virus,
virus influenza, coronavirus, adenovirus. Transmisi virus dapat terjadi dengan tiga
mekanisme, yaitu kontak langsung dengan tangan, inhalasi droplet kecil yang
terinfeksi di udara (aerogen), dan inhalasi droplet yang besar yang biasanya
terdeposisi saat orang yang terinfeksi bersin (Pappas dan Hendley, 2014). Virus
nantinya akan menyebabkan infeksi dan destruksi pada epitel disertai dengan
reaksi inflamasi akut dengan sebukan sel-sel radang pada mukosa hidung.
Setiap anak di Indonesia diperkirakan terkena common cold sebanyak 3 - 6
kali dalam 1 tahun. Menurut data di puskesmas, sekitar 40% - 60% dari
kunjungan di puskesmas adalah penyakit Common cold. Menurut data Riskesdas,
pada anak usia 1-4 tahun tidak terdapat perbedaan gejala klinis common cold
dibanding orang dewasa. Common cold dapat terjadi pada kapan saja, tetapi
biasanya prevalensi tertinggi kejadian terjadi pada musim gugur atau dingin pada
daerah sub-tropis atau pada saat musim hujan pada daerah tropis (Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013). Usia 0-8 tahun sendiri
merupakan usia early childhood. Pada masa ini selain rentan terkena berbagai
penyakit, status perkembangan anak juga harus diawasi. Aspek perkembangan
anak meliputi berbagai hal, diantaranya adalah perkembangan motorik kasar dan
halus, perkembangan intelektual, perkembangan bahasa, dan perkembangan
personal sosial. Berbagai aspek perkembangan di atas sebenarnya sudah diringkas
dalam suatu alat sederhana untuk mengecek dari masing-masing aspek tadi. Alat
ini berupa kuisioner pra skrining perkembangan dan Denver.
RESUME KASUS

1. Anamnesis
Seorang anak dengan inisial DFP berumur 9 tahun dan 9 bulan
datang ke Puskesmas Borobudur 1 dengan diantar oleh ibunya. Anamnesis
dilakukan secara alonamnesis terhadap ibu pasien. Diketahui pasien
mengeluhkan panas dan batuk berdahak, namun pasien tidak mengeluhkan
adanya sesak nafas. Panas dan batuk berdahak sudah berlangsung kira-kira
selama 3 hari, dan panas diketahui terus menerus. Pasien belum pernah
diberi obat oleh orang tuanya sebelum ke puskesmas. Diketahui bahwa
gejala yang diderita pasien akan berkurang bila pasien istirahat, dan akan
bertambah buruk bila pasien sedang beraktifitas atau berolahraga di
sekolah. Tidak diketahui adanya penyakit keluarga yang serupa dengan
pasien.
Tidak diketahui adanya riwayat penyulit kehamilan ibu saat
mengandung pasien, namun pada saat persalinan terdapat penyulit berupa
malpresentasi yaitu presentasi bokong. Pasca kelahiran anak tidak ditemui
adanya penyulit apapun.
Anak diketahui makan tiga kali dalam sehari, namun tidak teratur
waktunya dan komposisi makanan belum sempurna atau lengkap. Tidak
ada riwayat gangguan perkembangan psikomotor pasien, baik motorik
kasar, motorik halus, bicara, maupun sosial. Tidak ada riwayat gangguan
mental/intelegensia dan juga emosi dan perilaku pada pasien.
Riwayat imunisasi pasien oleh ibu pasien hanya disebutkan sudah
lengkap sesuai KMS, namun ibu pasien lupa apa sajakah imunisasi yang
sudah pernah diberikan sebelumnya.
Riwayat penyakit terdahulu pasien diketahui pernah mengidap
diare, bronkitis, dan juga demam dengan kejang. Pasien pernah mondok di
puskesmas sebanyak dua kali, yang pertama saat pasien terkena bronkitis
dan yang kedua saat pasien terkena demam dengan kejang. Tidak ada
riwayat operasi pada pasien.
Pasien diketahui tinggal di lingkungan yang bersih, tidak ada
sampah di sekitar rumah karena selalu dibersihkan, dan rumah dihuni oleh
4 orang, yaitu kedua orang tua pasien, kakak pasien, dan pasien sendiri.
Pada anamnesis sistem ditemukan gangguan pada sistem
serebrospinal yaitu demam, dan pada sistem pernafasan juga ditemukan
adanya gangguan yaitu batuk berdahak. Pada sistem lainnya tidak
ditemukan adanya gangguan.
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien ditemukan baik namun agak rewel. Pada
pemeriksaan tanda vital, ditemukan nadi 98x/menit, pernafasan 20x/menit,
suhu 38OC, namun tekanan darah tidak diperiksa karena pasien rewel.
Pemeriksaan status gizi pasien ditemukan berat badan 20 kg, tinggi badan
120 cm, lingkar kepala 55 cm, dan lingkar lengan atas 21 cm. Dari tinggi
badan dan juga berat badan pasien, diketahui bahwa indeks massa tubuh
(IMT) pasien adalah 13.8. Menurut Standar Penilaian Status Gizi Anak
Depkes RI dengan standar IMT menurut umur (IMT/U), ditemukan pasien
berada pada kategori -2 SD yang dengan itu status gizi pasien
dikategorikan sebagai gizi kurang.
Pada pemeriksaan kulit, kelenjar limfe, otot, leher dan dada
semuanya dalam batas normal. Pemeriksaan tulang, sendi, dan jantung
tidak dilakukan pada pasien. Pada pemeriksaan dada baik depan maupun
belakang ditemukan suara paru vesikuler pada kedua lapang paru.
Pemeriksaan perut dan anogenital tidak dilakukan pada pasien. Pada
pemeriksaan anggota gerak diketahui gerakan tungkai dan lengan sinergis,
kekuatan dan tonus pada tungkai dan lengan juga baik. Pemeriksaan trofi,
refleks fisiologis, refleks patologis, klonus, tanda meningeal, dan
sensibilitas tidak dilakukan terhadap pasien.
Pada pemeriksaan kepala ditemukan bentuk kepala normal, lingkar
kepala 55 cm, rambut hitam, ubun-ubun sudah menutup, konjungtiva tidak
anemis, hidung tidak terdapat penyumbatan, pada telinga tidak tampak
adanya peradangan, pada mulut tidak tampak adanya peradangan, pada
gigi tidak terdapat karies, dan pada tenggorokan tidak tempak adanya
peradangan.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dasar
dan juga pemeriksaan feses tidak diindikasikan pada kasus pasien ini oleh
dokter.
4. Diagnosis dan Diagnosis Banding
Dokter mendiagnosis gejala pasien sebagai common cold atau
selesma. Diagnosis bandingnya adalah bronkitis, bronkiolitis, dan
laringofaringitis.
5. Terapi
Dokter memberikan terapi medikamentosa kepada pasien berupa
Paracetamol (PCT), Klorfeniramin (CTM), dan Glyceril guaiacoate (GG)
sebanyak 6 tablet 3x1/2 tablet sehari dan Vitamin C 80 sebanyak 10 tablet
2x1 tablet sehari.
PEMBAHASAN KASUS

1. Kesesuaian Kasus dengan Teori


Kasus yang didapat di Puskesmas Borobudur 1 berupa common
cold sudah sesuai dengan teori yang ada. Gejala common cold yang
biasanya terjadi adalah batuk, bersin, hidung tersumbat dan rinorea
(keluarnya cairan dari hidung), sakit tenggorokan, demam tidak tinggi,
pusing, dan kondisi badan yang tidak nyaman (malaise). Pada pasien
tersebut, terdapat gejala berupa batuk berdahak dan juga demam (Pappas
dan Hendley, 2014).
2. Kesesuaian Penegakkan Diagnosis dengan Teori
Menurut buku petunjuk konsultasi MIMS tahun 2016/2017, bila
pasien datang ke dokter dengan keluhan panas, dapat ditanyakan apakah
pasien mengalami batuk juga. Bila pasien mengalami batuk maka, nyeri
tenggorokan, tenggorokan gatal, atau sakit kepala ringan, maka
kemungkinan pasien mengalami infeksi virus ringan yaitu common cold.
Pada pasien peneggakan diagnosis sudah benar sesuai dengan alur
anamnesis dan juga pemeriksaan fisik yang terkait (MIMS, 2016).
3. Kesesuaian Pemberian Tatalaksana dengan Teori
Pemberian tatalaksana pada pasien sudah sesuai dengan teori yang
ada. Menurut buku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, tatalaksana
common cold meliputi pemberian pelega tenggorokan dan pereda batuk,
dan pemberian antipiretik sebagai penurun demam. Pada pasien sudah
diberikan Glyceril guaiacoate sebagai terapi pelega tenggorokan dan
pereda batuk, dan Paracetamol sebagai antipiretik. Pemberian
Klorfeniramin (CTM) dilakukan oleh dokter agar pasien dapat istirahat
karena memiliki efek sedatif, dan pemberian Vitamin C 80 sebagai
antioksidan (Hanny dan Waldi, 2009) . Pemberian tablet zink juga dapat
diberikan untuk mengurangi tingkat keparahan dari cold yang ada, namun
tidak diberikan di sini dikarenakan zink mengandung suatu produk yang
dapat menurunkan kepekaan dari penciuman pasien. (Justad, 2013)
4. Edukasi dan Pencegahan yang Dapat Diberikan Kepada Pasien
Edukasi yang dapat dijelaskan kepada pasien adalah edukasi
mengenai penyakit yang diderita oleh pasien, istirahat yang cukup bagi
pasien, makan dan minum dengan komposisi yang sempurna atau lengkap,
memperhatikan dan mengawasi adanya kesulitan bernafas, edukasi
mengenai efek samping obat yang diberikan, serta kapan harus kontrol
kembali. Pada pasien ini, dianjurkan untuk kontrol kembali jika obat sudah
habis dan keadaan pasien belum juga membaik. Pencegahan yang dapat
dilakukan adalah dengan menjaga kebersihan seperti cuci tangan yang
benar sebelum makan, karena salah satu dari transmisi virus yang dapat
menyebabkan common cold adalah dengan kontak langsung dengan tangan
(Hanny dan Waldi, 2009). Pemberian profilaksis dapat memberikan efek
yang baik dalam menangani common cold ini. Salah satu contohnya adalah
pemberian probiotik Lactobacillus acidophilus NFCM dapat diberikan
sendiri atau di kombinasi dengan Bifidobacterium animalis sebanyak 1
gram (1x1010 unit koloni) dicampur dengan 120 ml dari 1% susu dua kali
daalam sehari. Pemberian zink sulfat sebanyak 10mg per hari atau jika
sirup 15 mg/5ml perhari dan juga vitamin c 0.2-2 gram perhari juga
memberikan efek yang cukup baik.(Fashner et al., 2013)
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2013) Riset Kesehatan Dasar


(RISKESDAS) 2013, Laporan Nasional 2013, pp. 1384. doi: 1 Desember 2013.
Fashner, J. et al. (2013) Treatment of the common cold in children and adults,
Pediatrics, 132(6), pp. 153159. doi: 10.1542/peds.2013-3260.
Hanny, R. and Waldi, N. (2009) Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, WHO
Indonesia, 1(pelayanan masyarakat), p. 434.
Justad, J. (2013) The Common Cold, Dpp, pp. 14.
Pappas, D. E. and Hendley, J. O. (2014) The common cold in children: Clinical
features and diagnosis, UpToDate, pp. 112.
Lampiran 1. KASUS STATUS PERKEMBANGAN ANAK

Nama anak adalah SJ dengan tanggal lahir 28 November 2011.


Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 27 November 2017. Tes Denver dan
Kuisioner Pra Skrining Perkembangan dilakukan dengan tujuan untuk
menemukan penyimpangan tumbuh kembang balita secara dini agar lebih mudah
diintervensi. Apabila penyimpangan terlambat dideteksi maka akan lebih sulit
diintervensi dan akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Kuesioner Pra
Skrining Perkembangan (KPSP) dilakukan dengan menanyakan 9-10 pertanyaan
singkat pada orang tua / pengasuh tentang kemampuan yang telah dicapai oleh
anak. Jika jawaban ya <7 maka mungkin ada gangguan, jika jawaban ya 7-8 maka
anak disarankan untuk melakukan pemeriksaan ulang 1 minggu kemudian, jika
jawaban ya >9 maka umumnya tidak ada gangguan.
Sementara tes denver merupakan alat skrining perkembangan untuk
menemukan secara dini anak yang berpotensial mempunyai penyimpangan
perkembangan dari lahir sampai usia 6 tahun. Tujuan dari tes Denver adalah untuk
memonitor dan memantau perkembangan anak sesuai dengan tugas kelompok
umurnya.
Pada tes Denver dalam aspek personal sosial sesuai dengan umurnya, anak
dapat melakukan 4 hal yang seharusnya sudah dapat dilakukan oleh anak seperti
menyiapkan dan mengambil makanan sendiri, menggosok gigi tanpa bantuan,
bermain ular tangga dan permainan sejenisnya, dan juga berpakaian tanpa bantuan
dari siapapun. Lalu pada aspek adaptif-motorik halus anak juga dapat melakukan
4 hal, yaitu mencontoh gambar persegi, menggambar orang, mencontoh persegi
dengan ditunjukan terlebih dahulu da memilih garis mana yang lebih panjang.
Pada aspek motoric kasar anak dapat berdiri dengan 1 kaki selama 6 detik, lalu
berjalan dari tumit ke jari kaki. Lalu pada aspek bahasa anak dapat mengartikan 7
kata, mengucapkan kata yang berlawanan, menghitung 5 kubus, dan mengetahui 3
kata sifat. Dalam hal ini berarti anak termasuk ke dalam kategori normal dimana
tidak ada keterlambatan atau kegagalan dalam menjalankan aktivitas yang
normalnya dapat dilakukan oleh anak. Pada tes Kuesioner Pra Skrining
Perkembangan (KPSP) anak dapat menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan
oleh penguji yang berarti anak dalam kondisi normal dan boleh melakukan
kunjungan ulang pada usia-usia tertentu sesuai dengan pedoman KPSP.
Lampiran 2. Dokumentasi Kegiatan

Foto hasil Denver anak Foto hasil KPSP anak

Foto anak mengerjakan gambar Hasil gambar anak mengerjakan


pada poin KPSP nomor 4 gambar pada point KPSP nomor 4

Anda mungkin juga menyukai