Anda di halaman 1dari 3

Biofouling dan Teknologi Antifouling

Biofouling adalah kumpulan organisme yang hidup melekat pada permukaan benda di
bawah air seperti pipa, kabel, jaring ikan dan pilar bangunan yang dapat menimbulkan masalah
tertentu pada benda tersebut.

1. Organisme biofouling dan mekanisme pelekatannya


Secara umum, pelekatan organisme marine dapat digolongkan menjadi 2 kategori
yaitu mikrofouling atau organisme biofilm seperti bakteri dan diatom dan makrofouling
seperti algae, barnacles, kerang, cacing polichaeta, bryozoans dan seaweed.
Proses biofouling melalui reaksi fisik, dimulai dari terbentuknya lapisan dari
bahan organik seperti protein, polisakarida dan proteoglikan yang terbentuk pada
permukaan substrat. Selanjutnya terjadi penempelan kolonisasi pertama oleh bakteri dan
diatom, dilanjutkan pada kolonisasi kedua oleh spora makroalga dan protozoa dan yang
terakhir kolonisasi tersier oleh larva makrofouler.
1.1 Pelekatan bakteri
1.2 Pelekatan mikroalga
1.3 Pelekatan makroorganisme
2. Metode antifouling
2.1 Metode kimia tradisional
Penggunaan cat yang memiliki matriks polimer seperti vinyl dan epoxy yang
tidak tidak terkikis dalam air. Keuntungan lapisan cat yaitu struktur mekanis yang
kuat dan stabil terhadap oksidasi dan fotodegradasi.
2.2 Metode kimia modern
Penggunaan cat TBT-SPC yang tersususn atas polimer akrilik dengan TBT
dan ester. Partikel pigmen terlarut seperti ZnO mulai terlarutketika masuk dalam air,
karena sifat polimernya hidrofobik.

3. Metode biologi
Sekresi enzim dan metabolit oleh organisme yang memiliki tingkat toksisitas rendah
dan sebagai pendegradasi. Enzim antifouling yaitu seperti oksireduktase, transferase,
hydrolase, lyase, isomerase dan ligase.
3.1 Enzim yang mendegradasi perekat
Pada kasusmakrofouling, protein dan proteoglikan memiliki peran dominan
dalam proses pelekatan. Enzim protease mampu menghidrolisis ikatan peptida.
Sedangkan pada kasus mikrofouling yang berbasis polisakarida dapat didegradasi
oleh glycosylase namun enzim ini sulit mendegradasi polisakarida karena prosesnya
kompleks.
3.2 Enzim yang merusak matriks biofilm
Enzim alginase mampu merusak sedikit lapisan biofilm tetapi tidak
memberikan efek yang nyata pada biofilm yang stabil melekat karena biofilm itu
sangat kompleks dan mampu beradaptasi dengan lingkungan luar.
3.3 Enzim yang menghasilkan biosida
Enzim seperti glucose oxidase, hexose oxidase dan haloperoxidase digunakan
untuk menghasilkan hydrogen peroksida untuk menginduksi kerusakan oksidatif
dalam kehidupan sel dan haloperoksida mengkatalis pembentukan asam
hypohalogenik yang biasanya digunakan dalam sistem pengolahan air sebagai agen
desinfektan. Hydrogen peroksida dapat terurai menjadi air dan oksigen.
3.4 Enzim dengan mengganggu komunikasi interseluler
Degradasi AHL (N-acyl homoserine lactones) pada bakteri gram negatif oleh
AHL acylase sehingga mampu mencegah pertumbuhan bakteri fouling. Jika
konsentrasi enzim meningkat maka formasi biofilm dapat terhambat.
3.5 Tantangan untuk metode antifouling enzimatik
Efektivitas dan stabilitas enzim dipengaruhi oleh suhu air laut. Suhu air laut
yang terlalu tinggi akan membuat enzim terurai sehingga kemampuan lapisan
antifouling enzimatik akan menurun.

4. Metode fisik
4.1 Antifouling menggunakan elektrolisis dan radiasi
Penggunaan metode elektrokimia mikrokosmos yang didasarkan pada electron
langsung yang mentransfer antara elektroda dan sel-sel mikroba, hal ini menyebabkan
oksidasi dari substansi intersel. Metode kedua yaitu dengan vibrasi (getaran), di mana
hydroids, teritip dan kerang dapat dihambat sampai batas tertentu dengan getaran
eksternal atau piezoelektrik. Metode berikutnya yaitu dengan radiasi sinar ultraviolet
dan radioaktif namun metode ini tidak praktis dalam aplikasinya. Metode lain
melibatkan penggunaan substrat dengan berbagai warna yang mempengaruhi
keterikatan dan pertumbuhan spora dan cacing.
4.2 Antifouling dengan modifikasi topografi permukaan dan hidrofobik
permukaan hidrofilik dianggap mampu sebagai antifouling. Misalnya saat
menambahkan nanopartikel logam seperti TiO2, karena bersifat fotokatalitik akan
membuat permukaan lebih hidrofilik sehingga biofilm yang terbentuk dapat tercuci
lebih mudah. Permukaan topografi juga mempengaruhi adhesi organisme fouling.
Telah terbukti bahwa permukaan kasar meningkatkan adhesi Pseudomonas
4.3 Antifouling dengan perubahan potensi zeta
Pelekatan biofouling pada substrat dipengaruhi oleh banyak reaksi fisik,
seperti melalui interaksi elektrostatik. Interaksi tersebut dapat diketahui dengan
mengukur nilai potensial zeta. Potensial zeta dapat diubah dengan mengubah nilai
pH, semakin rendah nilai potensial zeta maka daya adhesi akan semakin rendah.
4.4 Tantangan untuk metode fisik
Butuh penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme pelekatan biofouling
secara biologi, sehingga dapat menambah efektivitas dari penyelesaian masalah yang
dilakukan pada metode fisik.

5. Kesimpulan
Metode biologi:
Terdapat 2 enzim, enzim protease da glycosilase memiliki kemampuan
menurunkan daya rekat fouling, dan enzim lain yang mengikat interseluler (acylase) yang
efektif mencegah biofouling.
Metode fisik:
Dengan memodifikasi permukaan topografi, dan SHARKLET AF terbukti mampu
mengatasi berbagai jenis organisme fouling. Tetapi, aplikasi ini sulit diterapkan karena
butuh informasi mengenai sifat fisik dari permukaan dan proses biokimia dari adhesion
nya.

Sekresi organisme seperti enzim dan metabolit sulit diantisipasi dampaknya terhadap
lingkungan perairan terutama pada kapal, arena konsentrasi yang tinggi dari sekresi
mempenaruhi kondisi laut dan sekitarnya.

Oleh karena itu, teknologi fisik harus dieksplorasi lebih dalam karena efektif, tahan lama,
dan tidak mencemari lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai