Anda di halaman 1dari 2

A.

Matematika Sebagai Bahasa


Bahasa merupakan suatu sistem yang terdiri dari lambang-lambang, kata-kata, dan
kalimat-kalimat yang disusun menurut aturan tertentu dan digunakan sekelompok orang untuk
berkomunikasi. Merujuk pada pengertian ini, maka matematika pun dapat dipandang sebagai
bahasa karena dalam matematika terdapat sekumpulan lambang/simbol dan kata (baik kata
dalam bentuk lambang, misalnya yang melambangkan kata lebih besar atau sama
dengan, maupun kata yang diambil dari bahasa biasa, misalnya kata fungsi yang dalam
matematika menyatakan suatu hubungan dengan aturan tertentu antara unsur-unsur dalam dua
buah himpunan).
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan
yang ingin kita sampaikan. Simbol-simbol matematika bersifat "artifisial" yang baru memiliki
arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tidak jarang kita jumpai dalam kehidupan
sehari-hari, banyak orang yang berkata bahwa x, y, z itu sama sekali tidak memiliki arti. Betul,
x, y, z itu tidak akan ada artinya kalau kita tidak memberi arti. Tanpa itu, maka matematika
hanya merupakan kumpulan simbol dan rumus yang kering akan makna.
Sebagai contoh, kalimat Semua manusia akan mati. Dalam matematika, manusia
dapat dinyatakan dengan lambang x, lalu disimpulkan sebagai berikut: Semua x, jika x itu
manusia, maka x itu akan mati. atau contoh lain, kalimat Ada mahasiswa yang pandai, dapat
dinyatakan: ada x, x itu mahasiswa dan x itu pandai.

Bahasa yang dipakai dalam pergaulan sehari-hari seringkali mengandung keraguan


makna di dalamnya. Kerancuan makna itu dapat timbul karena tekanan dalam
mengucapkannya ataupun karena kata yang digunakan dapat ditafsirkan dalam berbagai arti.
Bahasa matematika berusaha dan berhasil menghindari kerancuan arti tersebut, karena setiap
kalimat (istilah/variabel) dalam matematika sudah memiliki arti yang tertentu.

Sebagai contoh 2 + 3 sama artinya bagi orang yang tinggal di Yogyakarta maupun
orang yang tinggal di Jakarta, di Singapore atau di London. Tidak mungkin terjadi bahwa di
Yogyakarta 2 + 3 = 5, sementara di Jakarta 2 + 3 = 6 atau sedangkan di London 2 + 3 = 23.
Ketunggalan arti itu dimungkinkan karena adanya kesepakatan bersama antara para
matematikawan dan pengguna matematika di seluruh dunia atau ditentukan sendiri oleh
pengunanya.

Bahasa matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat kabur,
majemuk, dan emosional dari bahasa verbal. Lambang-lambang dari matematika dibuat secara
artifisial dan individual yang merupakan perjanjian yang berlaku khusus untuk suatu
permasalahan yang sedang dikaji. Suatu obyek yang sedang dikaji dapat disimbolkan dengan
apa saja sesuai dengan kesepakatan bersama.

Bahasa bersifat kabur karena arti yang dikandung tidak jelas dan tidak eksak sehingga
suatu pengertian harus dijelaskan panjang lebar, bertele-tele dan tidak komunikatif.

Bahasa bersifat kabur karena sering berputar-putar (sirkular) dalam dalam


mempergunakan kata-kata terutama dalam memberikan definisi.
Bahasa bersifat majemuk karena sebuah kata mempunyai lebih dari satu arti sehingga
menimbulkan kekacauan semantik dengan menggunakan satu kata sama untuk maksud
berbeda.

Bahasa bersifat emosional karena peranannya yang multi fungsi sebagai sarana
komunikasi emotif, afektif dan simbolik

B. Sifat Kuantitatif dari Matematika


Matematika mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan bahasa verbal. Bahasa
verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Untuk mengatasai
masalah ini matematika mengembangkan konsep pengukuran. Matematika mengembangkan
bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif.
Dengan bahasa verbal kita bisa membandingkan dua objek yang berlainan,
misalnya gajah dan semut. Maka, kita hanya bisa mengatakan gajah lebih besar daripada
semut. Jika ingin menelusuri lebih lanjut berapa besar gajah dibandingkan dengan semut, maka
kita mengalami kesulitan dalam mengemukakan hubungan itu, dan jika ingin mengetahui
secara eksak berapa besar gajah bila dibandingkan dengan semut, maka dengan bahasa verbal
tidak dapat mengatakan apa-apa.
Pemisalan lainnya, kita mengetahui bahwa sebatang logam bila dipanaskan akan
memanjang, tetapi tidak bisa mengatakan berapa besar pertambahan panjang logamnya. Oleh
karena itu, matematika mengembangkan konsep pengukuran. Lewat pengukuran, maka kita
dapat mengetahui dengan tepat berapa panjang sebatang logam dan berapa pertambahannya
bila dipanaskan.
Dengan mengetahui hal ini maka pernyataan ilmiah yang berupa pernyataan kualitatif
seperti sebatang logam bila dipanaskan akan memanjang, dapat diganti dengan pernyataan
matematika yang lebih eksak umpamanya: P1 = Po (1 + n), dimana P1 adalah panjang logam
pada temperatur t, Po merupakan panjang logam pada temperatur nol dan n merupakan
koefisien pemuai logam tersebut.

Anda mungkin juga menyukai