PENDAHULUAN
S e p e r t i d i k e t a h u i b e r s a m a d a l a m k e m a j u a n i l m u p e n g e t a h u a n d a n t e k n o l o g i dewa
sa ini, perkembangan di segala bidang kehidupan yang membawa
kesejahteraan bagi umat manusia, pada kenyataannya juga menimbulkan berbagai akibat yang tidak
diharapkan. Salah satu diantara akibat yang tidak diharapkan ter
s e b u t a d a l a h meningkatnya kuantitas maupun kualitas mengenai cara atau teknik
pelaksanaantindak pidana, khususnya yang berkaitan dengan upaya pelaku tindak pidana dalam
usahameniadakan sarana bukti sehingga tidak jarang dijumpai kesulitan bagi para
petugashukum untuk mengetahui korban dan atau pelakunya. Akhir-akhir ini terlihat
peningkatankualitas kejahatan dimana pelakunya sering berusaha menyembunyikan korbannya
yang bertujuan untuk menghilangkan jejak serta barang bukti agar pelaku dan korbannya tidak dikenal
lagi, dengan demikian sering korban ditemukan sudah tinggal tulang belulang.
Ilmu Antropologi Forensik adalah bidang studi yang berkaitan dengan analisis sisa
rangka manusia dalam aspek hukum dengan tujuan untuk mendapatkan informasi sebanyak-
banyaknya tentang rangka manusia yang diperiksa. Pembahasan mengenai ilmu Antropologi
forensik mencakup area (wilayah) Antropologi Forensik itu sendiri, batasan Antropologi
Forensik, Bidang Keilmuan dalam Antropologi Forensik, serta metode-metode yang
digunakan dalam Antropologi Forensik.
plant materials dan jejak kaki; penentuan waktu kematian : faciala pembunuhan, bunuh diri,
atau kematian karena kecelakaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Antropologi forensik adalah aplikasi ilmu pengetahuan dari antropologi fisik untuk proses hukum.
Antropologi forensik membantu mengidentifikasi orang yang meninggal dalam bencana massal,
perang, atau karena pembunuhan, bunuh diri, atau kematian karena kecelakaan.
Antropometri
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh dan metros
artinya ukuran. Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia.
Penggunaan antropometri dalam bidang ilmu kedokteran forensik pada tahun 1883 ketika
Alphonse Bertillon, pakar polisi Perancis menciptakan sistem identifikasi pidana berdasarkan
antropometri. Antropometri forensik adalah spesialisasi ilmiah yang berasal dari disiplin ilmu
antropologi forensik dengan identifikasi manusia dengan bantuan teknik metrik. Tujuannya
untuk memperkirakan saat kematian, jenis kelamin, tinggi badan, ras, dan berat badan.
Antropometri dibagi menjadi somatometri dan osteometri :
Identifikasi Forensik
Identifikasi Medik
Metode ini menggunakan data umum dan data khusus. Data umum meliputi tinggi
badan, berat badan, rambut, mata, hidung, gigi, dan sejenisnya. Data khusus meliputi tatto,
tahi lalat, jaringan parut, cacat kongenital, patah tulang, dan sejenisnya. Metode ini
mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli dengan menggunakan
berbagai cara/modifikasi sehingga ketepatannya cukup tinggi. Bahkan pada
tengkorak/kerangka masih dapat dilakukan identifikasi ini. Melalui identifikasi medik
diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur dan tinggi badan, kelainan tulang
dan sebagainya.
Identifikasi Kerangka
Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan untuk membuktikan bahwa kerangka tersebut
adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur dan tinggi badan, ciri-ciri khusus
dan deformitas serta bila memungkinkan dilakukan rekonstruksi wajah.
Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan formula regresi untuk estimasi tinggi
badan maksimal semasa hidup (dengan standar kesalahan) dari panjang maksimal tulang
panjang. Beberapa formula/rumus yang diajukan oleh peneliti-peneliti Barat / Indonesia,
antara lain :
TB = 72.57 + 2.15 P.FEMUR +/- 3.27 TB = 81.45 + 2.39 P.TIBIA +/- 3.80
Rumus Djaja CS
Tanuj Kanchan