Anda di halaman 1dari 13

2.

Uang Beredar

Seperti yang telah dibicarakan sebelumnya,perkembangan suku bunga berhubungan erat


dengan perkembangan jumlah uang yang beredar di masyarakat. Jumlah uang yang bertambah
disertai dengan tingkat suku bunga yang menurun. Dan sebaliknya ,tingkat suku bunga yang
tinggi di sertai dengan jumlah uang yang sedikit . tebel 8.4 menjabarkan data mengenai
perkembangan jumlah uang yang beredar di dalam perekonomian nasional , baik uang dalam
arti sempit (MI) maupun uang dalam arti luas (M2) selama periode 2000-2008.pada tahun 2008
jumlah M2 tercatat mencapai hampir Rp.2000 triliun . sedangkan jumlah M1 jauh lebih kecil.
Hanya sekitar Rp.466 triliun. Yang menandakaan bahwa jumlah uang kuasi di Indonesia sangat
besar .memang seiring dengan perkembangan sector perbankkan atau keuangan secara umum
yang semakin pesat di Indonesia dalam 3 dekade belakangan ini membuat posisi uang kuasi
semakin kuat di dalam perekonomian Indonesia nasional . seperti dapat dilihat dalam tabel 8.4
pada tahun 2000,jumlah uang kuasi hanya sekitar Rp.585 triliun. dan pada tahun 2008 sudah
sedikit diatas Rp.1400 triliun.

Tabel 8.4: Jumlah Uang Beredar (Money Supply), 2000-2005 (Rp Trilium)

Akhir Periode M2 M1 Uang kuasi


Total Kartal Giral
2000 747,0 162,2 72,4 89,8 584,8
2001 844,1 177,7 76,3 101,4 666,3
2002 883,9 191,9 80,7 111,3 692,0
2003 955,7 223,8 94,5 129,3 731,9
2004 1.033,5 253,8 109,3 144,6 779,7
2005 Juni 1.073,7 267,6 106,1 161,5 806,1
2006 1.282.3 361,0 151,0 210,1 921,3
2007 1.643,2 460,8 183,4 277,4 1.182,4
2008 1.883,9 466,4 209,4 257,0 1.417,5

Sedangkan untuk 2010 berdasarkan informasi dan BI 2010,jumlah M1 mengalami


kemerosotan, sedangkan jumlah M2 bertambah yang didorong oleh penambahan jumlah uang
kuasi. Pada September 2010,lanjut pertumbuhan likuiditas perekonomian nasioanl,khususnya
M1 juga mengalami menjadi sekitar 11,9 persen (y-o-y) pertumbuhan M2 pada bulan September
2010 jusru mengalami peningkatan menjadi 5,5 persen (y-o-y) dibandingkan dengan bulan
sebelumnya sebesar 14,6 persen (y-o-y) yang dipotong oleh bertambahnya jumlah uang kuasi.

Didalam kelompok ASEAN jumlah suplai uang atau uang beredar di indonesia bukan
yang besar,walaupun sempat meningat tajam pada tahun 1998 yang mencapai sekitar 60,4 persen
dari PDB ( tabel 8.5) dengan laju 62,3 persen ( tabel 8.6) . lebih kecilnya laju pertumbuhan atau
jumlah uang beredar di sebut saja negara A di bandingkan di negara B ,bisa menandakan dua
hal.pertama kegiatan ekonomi dinegara A sedang lesu di bandingkan di negara B makin banyak
transaksi ekonomi makin banyak permintaan akan uang yang berarti makin banyak jumlah uang
beredar.kedua negara A sedang menerapkan kebijakan moneter kontraktif ,atau yang umum di
sebut di Indonesia sebagai kebijakan uang ketat yang biasanya di tandai dengan tingkat suku
bunga (atau dalam kasus Indonesia SBI) yang tinggi.

Tabel 8.5: Jumlah Suplai Uang (M2) di Asean (% dari PDB)

Tahun Brunei Kamboja Indonesia Lao Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam
Darussalam DPR
1990 70,8 10,3 40,1 7,2 70,5 28,8 27,6 92,6 70,0 27,1
1995 120,9 7,7 49,0 13,6 89,4 30,7 39,6 85,3 79,1 23,0
1996 109,9 9,9 54,2 14,2 93,9 32,5 40,3 85,8 80,8 23,8
1997 98,0 10,5 56,7 18,4 103,7 29,7 43,4 86,7 91,7 26,0
1998 97,2 10,5 60,4 20,4 104,7 28,2 42,7 116,6 102,7 28,4
1999 98,7 10,8 58,8 14,9 112,6 26,8 45,6 124,6 104,7 35,7
2000 93,6 13,0 53,8 16,5 100,0 32,7 42,4 106,9 102,2 50,5
2001 89,7 14,1 50,1 17,2 103,4 34,1 46,2 117,9 102,1 58,1
2002 84,8 17,2 48,5 18,7 100,9 28,9 46,4 114,1 98,7 61,4
2003 87,7 18,0 47,5 18,2 102,5 21,1 44,4 120,1 116,4 67,0
2004 95,6 20,3 45,0 18,8 113,4 24,1 43,3 112,2 112,2 74,4
2005 85,7 19,6 43,4 17,7 118,9 -* 42,6 110,2 109,0 82,3
2006 71,7 23,3 41,4 19,9 126,8 - 46,9 120,9 105,0 94,8
2007 32,3 41,5 24,9 124,2 - 46,5 122,4 98,0 118,0

Catatan: * tidak ada data Sumber: ADB database (Key Indicators; www.adb.org) .
Tabel 8.6. Laju Pertumbuhan Suplai Uang (M2) di ASEAN

Tahun Brunei Kamboja Indonesia Lao Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam
Darussalam PDR
1990 8,2 240,9 44,2 7,8 12,8 41,4 18,4 20,0 26,7 53,1
1997 4,6 16,6 23,2 65,8 22,7 28,9 20,5 10,3 16,4 26,1
1998 12,9 15,7 62,3 113,3 1,5 36,5 8,0 30,2 9,5 25,6
1999 16,8 17,3 11,9 78,3 14,2 29,6 19,3 8,5 2,1 39,3
2000 25,9 26,9 15,6 45,9 5,3 42,2 4,8 2,0 3,7 56,2
2001 4,1 20,4 13,0 20,1 2,3 44,8 - 5,9 4,2 25,5
2002 4,4 31,1 4,7 27,0 6,0 34,2 9,6 0,3 2,6 17,6
2003 12,9 15,3 8,1 19,2 11,1 0,2 4,2 8,1 6,4 24,9
2004 27,0 30,0 8,1 22,3 25,2 34,5 10,0 6,2 5,7 29,5
2005 6,8 16,1 16,4 8,2 15,6 24,1 9,8 6,2 6,3 29,7
2006 3,9 38,2 14,9 30,1 17,1 - 22,1 19,4 6,2 33,6
2007 -* 62,9 18,9 38,7 9,5 - 9,4 13,4 1,2 46,0
2008 21,6 4,8 14,9 18,3 13,4 23,4 15,6 12,0 9,2 20,3
2009 - 36,8 12,4 23,0 9,5 22,3 8,3 11,3 6,5 29,0

Catatan: * tidak ada data Sumber: ADB database (Key Indicators; www.adb.org) .

Besarnya kredit yang disalurkan oleh perbankkan ke masyarakat merupakan komponen


penting dari peningkatan suplai uang di dalam ekonomi bank-bank yang mengelurkan kredit
dapat di kelompokan kedalam tiga kelompok besar yakni, bank-bank pemerintah nasional
maupun daerah,bank-bank komersial atau swasta,dan bank-bank asing dan campuran. Seperti
yang di tunjukan pada gambar 8.10 setiap tahun jumlah kredit terus bertambah yang
menunjukkan suatu tren janga panjang yang meningkat.terutama sejak reformasi sector
perbankkan pada awal tahun 1980-an pada era orde baru. jumlah kredit kedunia usaha meningkat
pesat,akibat krisis keuangan asia pada tahun 1997-1998,arus kredit sampai berkurang drastis
,saat perbankan nasional waktu itu sedang menghadapi kehancuran ,terutama akibat besarnya
kredit macet non performing loan atau NPI,yakni tagihan perbankkan dari pihak ketiga yang
tidak bias di realisasikan. Sementara itu pada waktu yang sama ,akibat suku bunga yang
meningkat tajam membuat arus dana dari masyarakat yang masuk kesektor perbankkan
mengalami peningkatan yang pesat yang membuat rasio kredit terhadap deposito menurun
drastis. Beberapa tahun setelah krisi tersebut,arus kredit mulai membaik yang membuat rasio
kredit terhadap deposito kembali meningkat .

Setelah berakhirnya krisis ekonomi global 2008-2009 dan ekonomi nasional sudah mulai
menunjukan ada nya pemulihan,pertumbuhan kredit terus meningkat sejalan dengan penurunan
suku bunga kredit .misalnya pada September 2010,pertumbuhan kredit tercatat mencapai sekitar
20,7 persen (y-o-y) atau lebih tinggi dari bulan sebelumnya yakni sebesar 19,3 persen (y-o-
y).kredit mengalami peningkatan sebesar Rp.18,5 triliun pada September 2010 atau meningkat
sebesar 218,3 persen.pada bulan oktober 2010,jumlah kredit yang di salurkan kemasyarakat terus
meningkat , dan menurun BI waktu itu,angka pertumbuhan kredit di perkirakan masih akan terus
meningkat. Sampai dengan akhir tahun 2010. Pertumbuhan kredit diperkirakan akan berkisar
antara 22 persen hingga 24 persen ,seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi domestik.

Dilihat dari perspektif ASEAN konsisten dengan dua tabel sebelumnya jumlah kredit
perbankkan ke masyarkat ( yakni KMK dan KI kedunia usaha dan KK ke rumah tangga ) di
indonesia bukan yang terbanyak . dilihat dari persentasenya setiap tahun terhadap PDB . selama
periode 1990-2007.rasio tertinggi terjadi pada tahun 1998 yang mencapai sekitar 62 persen .
namun setelah itu cenderung menurun terus (tabel .8.7) tren ini bias di bebankan oleh dua
kemungkinan laju pertumbuhan kredit pertahun yang semakin kecil atau PDB yang meningkat
terus.

Tabel 8.7: Perkembangan Kredit Perbankan di ASEAN (% dari PDB)

Tahun Brunei Kamboja Indonesia Lao Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam
Darussalam PDR
1990 -* - 46,7 5,1 72,7 32,8 26,9 75,3 94,1 -
1995 - 5,3 51,8 11,1 173,0 32,5 64,3 75,6 141,3 9,7
1996 - 6,2 54,0 8,7 193,8 33,7 73,9 79,3 146,4 10,4
1997 - 6,9 59,6 16,5 221,8 31,0 84,5 85,2 177,6 11,4
1998 - 7,2 59,9 16,7 216,6 28,2 75,6 100,8 176,7 11,5
1999 41,0 6,6 62,1 10,1 197,3 26,8 69,2 97,3 155,8 28,9
2000 38,6 6,4 60,7 10,5 186,1 32,1 66,9 89,2 138,3 35,1
2001 35,6 5,6 54,5 15,3 199,5 33,9 63,3 102,2 128,6 39,7
2002 37,7 5,6 52,4 12,3 199,8 28,7 61,4 83,7 127,8 44,8
2003 29,4 6,6 49,2 10,0 191,7 22,1 60,1 87,4 122,9 51,8
2004 20,6 8,0 49,6 9,3 149,5 27,2 58,1 79,7 116,5 58,2
2005 10,5 7,2 46,0 8,8 137,0 28,1 50,7 70,8 111,4 69,5
2006 16,9 8,9 41,7 7,3 119,4 - 48,6 72,6 101,3 75,0

Catatan: * tidak ada data Sumber: ADB database (Key Indicators; www.adb.org) .

3. Nilai Tukar dan Inflasi

Menjaga stabilitasnilai tukar rupiah merupakan salah satu tanggung jawab OM (BI)
karena stabilitas nilai rupiah bersama dengan stabilitas harga atau laju inflasi yang terkontral
merupakan dua persyarat peting bagi pencapaian kelangsungan pertumbuhan ekonomi dan
stabilitas perekonomian nasional. Oleh karena itu dapat di pahami jika pada saat nilai tukar
rupiah jatuh pada masa krisis keuanggan asia 1997-1998 BI menaikan suku bunga yang begitu
tinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya (dan rasanya tidak akan terulang lagi) semata-mata
untuk menahan laju kejatuhan nilai rupiah saat itu. Memang paling tidak menurut teori, nilai
rupiah yang melemah dapat mendorong ekspor kerena daya saing harga dari produk-prodik
Indonesia meningkat. Sayangnya, pengalaman selama krisis 1997-1998 tersebut. Ekspor
Indonesia tidak naik secara signifikan. Sementara pada waktu yang lama. Nilai impor dalam
rupiah meningkatkan sangat signifikan karena Indonesia sudah sangat tergantung pada impor
sehinga pada saat nilai dolar mahal. Indonesia tidak semudah itu bisa mengurangi voolume
impor, seperti impor bahan bakar minyak BBM, bahan baku yang telah di
proses,makanan,komponen dan lain-lain. Akibatnya, walaupun rupiah melemah,cadangan
devisa, khususnya dolar AS yang di simpan di BI berkurang,bukannya bertambah. Padahal,
seperti telah di jelaskan sebelumnya, menjamin cadangan valuta asing yang cukup juga
merupakan tugas penting BI.

Penghapusan batas intervensi rupiah pada bulan Agustus 1997, sesaat setelah krisis
kenangan Asia tersebut muncul , menandakan waktu itu telah terjadi suatu perubahan besar
terhadap sistem penentuan kurs yang dianut oleh BI selama era Orde baru,yakni dari sistem
bebas terkendali dari sistem bebas yakni kurs rupiah di tentukan oleh kekuatan pasar pemerintah
dan penawaran valuta asing. Perubahan tersebut di tandai dengan pelepasan rentang
intervensinya, dan hingga saat ini BI sudah beberapa kali melakukan intervensi di pasar valas
untuk menahan kurs rupiah paling tidak jangan sampai menembus angka Rp 10.000 per satu
dolar AS. Tabel 8.8 menunjukan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan kurs-kurs
dari mata uang mata uang negara-negara anggota ASEAN lainnya sebagai suatu perbandingan.
Dapat dilihat bahwa selama pemerintahan Orde baru, kurs rupiah terhadap dolar AS sekitar Rp
2000-an. Namun sejak 1997, yang dipicuh oleh krisis keuangan Asia 1997-1998,kurs rupiah
mulai melemah dan sempat mencapai di atas Rp 10.000 per satu dolar AS pada tahun 1998, yaitu
pada saat krisis keuangan Asia mencapai titik terburuknya.

Berdasarkan kekuatan pasar (tamapa intervebsi dari BI), nilai tukar rupiah ditentukan
oleh berdasarkan permintaan dan penawaran mata uang asing di pasar valuta asing (valas) di
Indonesia. Misalnya dalam dolar AS,ada dua sumber utama dari permerintahan (pembelian) dan
penawaran (penjualan) dolar AS di Indonesia, yakni perdagangan luar negeri Indonesia dengan
AS ( dan negara-negara lain dengan menggunakan dolar AS). Dan arus modal dalam dolar AS
keluar masuk Indonesia. Perdagangan luar negeri terdiri atas ekspor (penjual dolar AS) dan
impor (pembeli dolar AS). Sedangkan arus modal terdiri atas dua komponen besar, yakni
inverstasi dan ULN, dan investasi terdiri atas sub-komponen, yakni PMA dan investasi
portofolio. Jika arus modal masuk lebih banyak dari pada arus modal keluar, penawaran dolar
AS di dalam negeri meningkat,dan sebaliknya,menurun jika lebih baik banyak modal keluar dari
pada ke dalam.

Tabel 8.8: Perkembangan Kurs Mata Uang di ASEAN (Nilai Uang Nasional per 1 Dolar; Periode
Rata-Rata)

Negara 1990 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001


Brunei Darussalam 1,81 1,42 1,41 1,48 1,67 1,69 1,72 1,79
Kamboja 426,25 2450,83 2624,08 3744,42 3744,42 3807,83 3840,75 3916,33
Indonesia 1842,81 2248,61 2342,30 10013,50 10013,60 7855,15 8421,78 10260,90
Lao PDR 707,75 80,69 92,02 3298,33 3298,33 7102,02 7887,64 8954,58
Malaysia
2,70 2,50 2,52 3,92 3,92 3,80 3,80 3,80
Myanmar
6,28 5,61 5,86 6,27 6,27 6,22 6,43 6,68
Filipina
2,31 25,71 26,22 40,89 40,89 39,09 44,19 59,99
Singapura
8,1 1,42 1,41 1,67 1,67 1,69 1,72 1,79
Thailand 25,59 24,92 25,34 41,36 41,36 37,81 40,11 44,43
Vietnam 6482,80 11038,30 11032,60 13268,00 13268,00 13943,20 14167,70 14725,20

Negara 2002 2003 2004 2005 2006 2007


Brunei Darussalam 1,79 1,74 1,69 1,66 1,59 1,51
Kamboja 3912,08 3973,33 4016,25 4092,50 4103,25 4056,17
Indonesia 9311,19 8577,13 8938,85 9704,74 9159,32 9143,36
Lao PDR 10056,30 10569,00 10585,40 10655,20 10159,90 9603,16
Malaysia
3,80 3,80 3,80 3,79 3,67 3,44
Myanmar
6,57 6,08 5,75 5,76 5,78 5,61
Filipina
51,60 54,20 56,04 55,09 51,31 46,15
Singapura
1,79 1,74 1,69 1,66 1,59 1,51
Thailand
Vietnam
42,96 41,48 40,22 40,22 37,88 34,52
15279,50 15509,60 15741,42 15853,90 15994,30 16178,90
Sumber: ADB database (Key Indicators; www.adb.org) .

Dari kedua sub-komponen investasi tersebut,yang mempunyai potensi paling besar


mengganggu stanilitas nilai tukar rupiah, oleh karena itu harus terus di awasi oleh BI, adalah
investasi asing jangka pendek yang umum di sebab hot money. Pengalaman Indonesia dengan
krisis keuangan Asia 1997-1998 telah membuktikannya, paa waktu itu modal asing jangka
pendek (dalam dolar AS) meninggalkan Idonesia secara mendadak dan dalam jumlah yang besar.
Di tambah lagi banyaknya orang Indonesia pada waktu itu yang menukarkan uang rupiah mereka
dengan dolar AS (mencari keuntungan sebagai motivasi utama), Jumlah pelarian modal menjadi
tambahan yang besar yang membuat peminataan pada dolar AS di pasar valas di dalam negri
meningkat tajam, yang selanjutnya, sesuai dengan mekanisme pasar, membuat nilai tukar rupiah
terhadap dolar AS mengalami suatu defesiasi yang besar. Setelah krisis 1997-1998 tersebut
berlalu dengan perekonomian nasional sudah di mulai pulih kembali, arus modal asing jangka
pendek mulai masuk kembali ke Indonesia, walaupun pada awalnya sedikit. Namun dalam
beberapa tahun belakang ini, dengan pulihnya kembali kepercayaan interfekstor asing terhadap
dalam perekonomian dan stabilitas politik indonesia,volume modal asing jangka pendek yang
masuk ke Indonesia meningkat pesat yang tentu mengkhuatirkan OM.memeang melemahnya
kurs rupiah, paling tidak secara teori, bisa berdampak positif terhadap pertumbuhan ekspor
karena membuat daya saing harga (dalam dolar AS) dari produk-produk Indonesia dari pasar
global meningkat. Namun, seperti telah di jelaskan, pengalamn secara krisis 1997-1998 tersebut,
ekspor Indonesia tidak mengalami suatu peningkatan yang pesat seperti yang di harapkan yang
di harapkan waktu itu. Pengalaman tersebut menandakan bahwa pertumbuan ekspor tidak hanya
di tentukan oleh harga, melainkan juga oleh banyak faktor lain termaksuk kualitas,kapisitas
produksi,jaringn pemasaran,promosi,dan banyak lagi.

Semangkin pentingnya peran arus modal masuk, khususnya jangka pendek,dalam


mempengaruhi stabilitas/perubahan nilai tukar rupiah juga di tegaskan oleh BI. Dalam laporan
bulannya, terbitan Oktober 2010 di katakan bahwa perkembangan nilai tukar rupiah selama
bulan itu di dominasi oleh faktor eksternal,yakni, modal asing,seperti kutifan berikut ini:
Likuditas global yang melimpah,akselerasi pemulihan ekonomi global, dan perbedaaan stance
kebijakan antar negara maju dengan negara berkembang berimplikasi pada berlanjutnya aliran
dana asing karcasan Asia. Selain itu, penguatan matauang juga tidak terlepas dari kondisi dolar
AS yang mengalami tekanan depresiasi terkait sentimen dari rencana peluncuran quantitative
easing tahap 2. Di tengah kuatnya faktor pendorong eksternal tersebut, solidnya fundamental
ekonomi demostik dan terjaganya faktor risiko berimestasi di instrumen rupiah menjadi faktor
penarik bagi aliran modal masuk. Rata-rata nilai tukar rupiah selama Oktober 2010 tercatat
sebesar Rp 8.929 perdolar AS atau menguat 0,6% (mtm) di bandingkan dengan bulan
sebelumnya. Pada akhir Oktober 2010, rupiah di tutup pada level Rp 8.938 perdolar AS atau
melemah 0,15% (ptp) di bandingkan akhir bulan sebelumnya. Ada pun pergerakan nilai tukar
rupiah selama Oktober 2010 cenderung lebih stabil tercermin dari menurutnya tingkat
volatilitas . tingkat volatilitas pegerakan nilai tukar rupiah selama Oktober 2010 mencapai
0,1% dari 0,2% pada bulan sebelumnya (BI 2010b,halaman 14). Penjelasan BI tersebut di atas
mengenai pegerakan nilai tukar rupiah dalam perubahan kajian, rata-rata perbulan dan rata-rata
triulan di tunjukan pada gambar 8.11 (juga dikutip dari laporan BI). Dapat di lihat bahwa pada
periode 2009 nilai tukar rupiah mengalami suatu tekanan yang serius, yang sempat menembus
Rp 11.000 per satu dolar AS. Hal ini memaksa BI bertindak dengan melepas CD dolar AS
kepasar yang akhirnya berasil mendorong kebawah harga rupiah pada periode 2010.
Sejak penghapusan batas intervensi rupiah 11 Agustus 1997 dalam menghadapi krisis
keuangan Asia 1997-1998, kebijakan moneter Indonesia mengalami suatu perubahan yang besar,
yang mana di rasa perlu untuk mencari nominal ancaor yang baru bagi kebijakan moneter. Salah
satu bentuk yang baru yang banyak mendapat sambutan dari ekonomi membuat kebijakan adalah
mengarah kesasaran inflasi yang eksfrisif atau strategi kebijakan moneter berpa inflation
targeting. Dalam pengetahuan inflasi, sasaran akhir moneter di arahkan untuk mencapaikan
tingkat inflasi yang relatif rendah dan stabil. Secara resmi,BI telah menepatkan inflasi sebagai,
anchor baru dari kebijakan moneternya dalam pasal 7 UU No 23 tahun 1999. Namun, pernagetan
inflasi tidak langsung di lakukan secara penuh oleh BI, tetapi secara bertahap sebagai suatu
proses pembelajaran meski pun belum di lakukan secara penuh, namun pada tahun 2000 BI telah
menetapkan target inflasinya antara minimum 3 persen dan maksimun 5 persen, tahun 2001
antara 4 hingga 6 persen, tahun 2003 sebenar 9 persen ( 1 persen), tahun 2004 sebesar 5,5
persen ( 1 persen), dan tahun2005 akibat kenaikan harga BBM di tetapkan antara paling rendah
10 persen dan tertinggi 12,6 persen.

Ada sejumlah indikator yang dapat atau dapat atau bakat umum di gunakan untuk
mengukur tingkat atau laju perubahan inflasi di suatu ekonomi. Di antaranya yang bisa di
gunakan adalah perubahan indeks harga konsumen ( IHK), pertumbuhan indeks konsumen
makan (IHKM), pertumbuhan indeks harga produsen/glosir (IHP), dan pertumbuhan/deplator
PDB tabel 8.9 /dengan tabel 8.12 menujukan perkembangan dari semua indikator implasi
tersebut, masing-masing di Indonesia, dan negara-negara ASEAN lainnya, sebagai suatu
perbandingan. Dapat di lihat bahwa secara relatif, imflasi merupakan suatu masalah serius di
indonesia,karena laju dari semua indikator pertumbuh seriing menembus 10 persen: bahkan pada
tahun 2006 sudah mencapai 13 persen. Setelah itu terkesan bahwa BI berhasil menjalankan
tugasnya dengan baik, yakni melawan tingkat imflasi tetap di bawah sutu digit. Memang OM
hanya bisa mempengaruhi tingkat imflasi secara efektif lewat sisi permintaan (dengan suplai
uang sebagai jalur transmisinya). Sementara, imflasi juga bersumber dari sisi suplai (cost-push
inflation), yakni di sebabkan oleh peningkatan biaya produksi yang bersumber awal dari
peningkatan harga-harga dari inpu-input produksi.

Tabel 8.9: Petumbuhan IHK di ASEAN (%)


Tahun Brunei Kamboja Indonesia Lao Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam
Darussalam PDR
1995 6,0 7,8 9,5 19,6 4,0 6,7 1,7 5,7
1996 2,0 7,1 7,9 15,8 3,4 7,5 1,4 5,9 5,7
1997 1,7 8,0 6,2 19,5 2,8 5,6 2,0 5,6 3,2
1998 -0,4 14,8 58,5 90,1 5,2 25,3 9,3 -0,3 8,1 7,8
1999 -0,1 4,0 20,3 128,4 2,8 21,3 5,9 0,0 0,2 4,2
2000 1,2 -0,8 9,3 23,1 1,5 -0,2 4,0 1,3 1,7 -1,6
2001 0,6 0,2 12,5 7,8 1,4 21,2 6,8 1,0 1,6 -0,4
2002 -2,3 3,3 10,0 10,7 1,8 57,0 3,0 -0,4 0,6 4,0
2003 0,3 1,2 5,1 15,5 1,2 36,6 3,5 0,5 1,8 3,2
2004 0,9 3,8 6,1 10,5 1,4 4,5 6,0 1,7 2,8 7,8
2005 1,2 5,9 10,5 7,2 3,1 10,7 7,6 0,5 4,5 8,3
2006 0,2 6,1 13,1 6,8 3,6 26,3 6,2 1,0 4,7 7,5
2007 0,3 7,7 6,4 4,5 2,0 32,9 2,8 2,1 2,3 8,3
2008 2,7 25,0 9,8 7,6 5,4 22,5 9,3 6,6 5,4 23,0
2009 1,8 -0,7 5,0 0,0 0,6 7,9 3,2 0,6 -0,9 6,9
2010 1,7 5.0 5,6 5,6 2,4 8,5 4,7 2,3 3,5 10,0

Sumber: ADB database (Key Indicators; www.adb.org) .

Tabel 8.10: Pertumbuhan IHKM di ASEAN (%)

Tahun Brunei Kamboja Indonesia Lao Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam
Darussalam PDR
1990 0,4 4,2 10,9 0,8 8,0
1995 2,6 13,2 4,8 8,0 2,3 8,0
1996 3,0 7,6 9,5 5,8 9,6 2,1 8,8
1997 3,7 6,7 7,2 25,4 4,1 3,3 2,0 7,0
1998 0,3 14,1 81,3 92,7 8,9 26,3 8,0 0,2 9,5
1999 -0,2 7,6 24,8 118,9 4,6 20,6 4,6 0,9 0,8
2000 0,0 -3,4 2,7 1,9 -2,6 1,6 0,6 -1,2 -3,9
2001 0,5 -2,5 7,3 6,7 0,7 19,5 4,7 0,5 0,7 1,3
2002 0,3 1,8 10,8 9,6 0,7 68,3 2,3 0,0 0,3 7,6
2003 -0,8 1,5 4,7 15,2 1,3 36,3 2,2 0,6 3,7 2,6
2004 1,6 6,3 5,9 10,4 2,2 1,1 6,2 2,0 4,4 11,6
2005 0,5 8,6 10,0 7,7 3,6 9,3 6,1 1,3 5,0 11,3
2006 0,3 6,4 14,8 9,4 3,4 20,5 5,5 1,6 4,6 8,7
2007 2,2 10,0 11,4 8,1 3,0 35,3 3,3 2,9 4,0 11,2

Sumber: ADB database (Key Indicators; www.adb.org) .

Tabel 8.11: Pertumbuhan IHP di ASEAN (%)

Tahun Brunei Kamboja Indonesia Lao Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam
Darussalam PDR
1990 10,0 0,7 8,5 1,7
1995 11,4 4,7 5,5 0,0
1996 7,6 2,8 9,0 0,1 1,8
1997 9,2 2,5 0,5 -1,2 5,1
1998 11,2 9,9 -3,0 12,1
1999 10,5 -3,9 5,9 2,1 -4,7
2000 12,5 3,1 5,9 10,1 3,8 -0,2
2001 13,0 0,2 7,6 -1,6 2,5 2,1
2002 4,4 0,7 5,0 -1,5 1,7 1,8
2003 3,4 4,7 4,9 2,0 4,0 3,6
2004 7,4 6,2 8,6 5,1 6,7 6,4
2005 15,3 5,9 12,5 9,7 9,2 4,4
2006 13,6 5,1 8,8 5,0 7,0 4,2
2007 13,8 6,7 2,7 0,3 3,3

Sumber: ADB database (Key Indicators; www.adb.org) .


Tabel 8.12: Pertumbuhan Deflator PDB di ASEAN (%)

Tahun Brunei Kamboja Indonesia Lao Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam
Darussalam PDR
1990 8,4 145,6 7,7 33,1 3,8 18,5 13,0 4,1 5,8 42,1
1995 2,9 11,7 9,9 20,6 3,6 19,6 7,6 2,3 5,6 17,0
1996 4,5 3,4 8,7 12,9 3,7 23,0 7,7 1,3 4,0 8,7
1997 8,6 4,3 12,6 19,3 3,5 33,7 6,2 0,7 4,1 6,6
1998 -11,7 10,2 75,3 85,3 8,5 35,9 10,5 -1,7 9,2 8,8
1999 11,6 1,7 14,2 127,1 0,0 22,6 8,0 -5,3 -4,0 5,7
2000 29,0 -3,1 9,6 25,1 4,9 2,5 6,4 3,7 1,3 3,4
2001 -5,6 2,7 16,7 8,6 -1,6 24,8 6,4 -1,8 2,1 1,9
2002 0,4 0,7 3,7 10,6 3,1 41,5 4,5 -0,7 0,8 4,0
2003 6,1 1,8 5,5 15,7 3,3 20,5 3,8 -0,8 1,3 6,7
2004 15,9 4,8 8,6 10,5 6,0 3,5 6,1 4,3 3,1 8,2
2005 18,8 6,1 14,3 7,3 4,6 6,5 0,7 4,6 8,2
2006 10,0 4,6 14,1 6,9 3,8 5,1 0,6 5,0 7,3
2007 0,9 6,5 11,5 3,2 5,2 2,8 4,0 3,4 8,2

Sumber: ADB database (Key Indicators; www.adb.org) .

Rahutami (2004) mencoba melihat kesiapan Indonesia dalam menggunakan pernargetan


inflansi dalam kebijakan moneternya, dengan suatu analisis ekonometris Studinya memakai data
kuartalan untuk preriode 1981.1-2004.2 dan dengan pendekatan analisis verdor autoregressions
(VAR) yang merupakan modal untuk data runtut waktu di mana tiap variabel endogen di
jelaskan oleh nilai lag-nya dan lag variabel endogen lain . Hasil penelitiannya menunjukan
bahwa penerapan inflation targeting di Indonesia tidak semudah yang di bayangkan, yaitu hanya
berupa penggantian anchor kebijakan moneter. Banyaknya hal yang harus di siapkan terlebih
dahulu untuk dapat mengadopsi penargetan inflansi dan menjadikan strategi tersebut
menghasilkan kinerja yang lebih optimal. Dan hasil kajiannya mengenai mekanisme transmini ia
menyimpulkan sebagai berikut: Menukar merupakan mekanisme transmisi yang lebih kuat dan
cepat dalam mempengaruhi output inflansi. Adanya goncangan di dalam nilai tukar berupa
depresiasi akan mempengaruhi kestabilitas output.

Anda mungkin juga menyukai