Uang Beredar
Tabel 8.4: Jumlah Uang Beredar (Money Supply), 2000-2005 (Rp Trilium)
Didalam kelompok ASEAN jumlah suplai uang atau uang beredar di indonesia bukan
yang besar,walaupun sempat meningat tajam pada tahun 1998 yang mencapai sekitar 60,4 persen
dari PDB ( tabel 8.5) dengan laju 62,3 persen ( tabel 8.6) . lebih kecilnya laju pertumbuhan atau
jumlah uang beredar di sebut saja negara A di bandingkan di negara B ,bisa menandakan dua
hal.pertama kegiatan ekonomi dinegara A sedang lesu di bandingkan di negara B makin banyak
transaksi ekonomi makin banyak permintaan akan uang yang berarti makin banyak jumlah uang
beredar.kedua negara A sedang menerapkan kebijakan moneter kontraktif ,atau yang umum di
sebut di Indonesia sebagai kebijakan uang ketat yang biasanya di tandai dengan tingkat suku
bunga (atau dalam kasus Indonesia SBI) yang tinggi.
Tahun Brunei Kamboja Indonesia Lao Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam
Darussalam DPR
1990 70,8 10,3 40,1 7,2 70,5 28,8 27,6 92,6 70,0 27,1
1995 120,9 7,7 49,0 13,6 89,4 30,7 39,6 85,3 79,1 23,0
1996 109,9 9,9 54,2 14,2 93,9 32,5 40,3 85,8 80,8 23,8
1997 98,0 10,5 56,7 18,4 103,7 29,7 43,4 86,7 91,7 26,0
1998 97,2 10,5 60,4 20,4 104,7 28,2 42,7 116,6 102,7 28,4
1999 98,7 10,8 58,8 14,9 112,6 26,8 45,6 124,6 104,7 35,7
2000 93,6 13,0 53,8 16,5 100,0 32,7 42,4 106,9 102,2 50,5
2001 89,7 14,1 50,1 17,2 103,4 34,1 46,2 117,9 102,1 58,1
2002 84,8 17,2 48,5 18,7 100,9 28,9 46,4 114,1 98,7 61,4
2003 87,7 18,0 47,5 18,2 102,5 21,1 44,4 120,1 116,4 67,0
2004 95,6 20,3 45,0 18,8 113,4 24,1 43,3 112,2 112,2 74,4
2005 85,7 19,6 43,4 17,7 118,9 -* 42,6 110,2 109,0 82,3
2006 71,7 23,3 41,4 19,9 126,8 - 46,9 120,9 105,0 94,8
2007 32,3 41,5 24,9 124,2 - 46,5 122,4 98,0 118,0
Catatan: * tidak ada data Sumber: ADB database (Key Indicators; www.adb.org) .
Tabel 8.6. Laju Pertumbuhan Suplai Uang (M2) di ASEAN
Tahun Brunei Kamboja Indonesia Lao Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam
Darussalam PDR
1990 8,2 240,9 44,2 7,8 12,8 41,4 18,4 20,0 26,7 53,1
1997 4,6 16,6 23,2 65,8 22,7 28,9 20,5 10,3 16,4 26,1
1998 12,9 15,7 62,3 113,3 1,5 36,5 8,0 30,2 9,5 25,6
1999 16,8 17,3 11,9 78,3 14,2 29,6 19,3 8,5 2,1 39,3
2000 25,9 26,9 15,6 45,9 5,3 42,2 4,8 2,0 3,7 56,2
2001 4,1 20,4 13,0 20,1 2,3 44,8 - 5,9 4,2 25,5
2002 4,4 31,1 4,7 27,0 6,0 34,2 9,6 0,3 2,6 17,6
2003 12,9 15,3 8,1 19,2 11,1 0,2 4,2 8,1 6,4 24,9
2004 27,0 30,0 8,1 22,3 25,2 34,5 10,0 6,2 5,7 29,5
2005 6,8 16,1 16,4 8,2 15,6 24,1 9,8 6,2 6,3 29,7
2006 3,9 38,2 14,9 30,1 17,1 - 22,1 19,4 6,2 33,6
2007 -* 62,9 18,9 38,7 9,5 - 9,4 13,4 1,2 46,0
2008 21,6 4,8 14,9 18,3 13,4 23,4 15,6 12,0 9,2 20,3
2009 - 36,8 12,4 23,0 9,5 22,3 8,3 11,3 6,5 29,0
Catatan: * tidak ada data Sumber: ADB database (Key Indicators; www.adb.org) .
Setelah berakhirnya krisis ekonomi global 2008-2009 dan ekonomi nasional sudah mulai
menunjukan ada nya pemulihan,pertumbuhan kredit terus meningkat sejalan dengan penurunan
suku bunga kredit .misalnya pada September 2010,pertumbuhan kredit tercatat mencapai sekitar
20,7 persen (y-o-y) atau lebih tinggi dari bulan sebelumnya yakni sebesar 19,3 persen (y-o-
y).kredit mengalami peningkatan sebesar Rp.18,5 triliun pada September 2010 atau meningkat
sebesar 218,3 persen.pada bulan oktober 2010,jumlah kredit yang di salurkan kemasyarakat terus
meningkat , dan menurun BI waktu itu,angka pertumbuhan kredit di perkirakan masih akan terus
meningkat. Sampai dengan akhir tahun 2010. Pertumbuhan kredit diperkirakan akan berkisar
antara 22 persen hingga 24 persen ,seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi domestik.
Dilihat dari perspektif ASEAN konsisten dengan dua tabel sebelumnya jumlah kredit
perbankkan ke masyarkat ( yakni KMK dan KI kedunia usaha dan KK ke rumah tangga ) di
indonesia bukan yang terbanyak . dilihat dari persentasenya setiap tahun terhadap PDB . selama
periode 1990-2007.rasio tertinggi terjadi pada tahun 1998 yang mencapai sekitar 62 persen .
namun setelah itu cenderung menurun terus (tabel .8.7) tren ini bias di bebankan oleh dua
kemungkinan laju pertumbuhan kredit pertahun yang semakin kecil atau PDB yang meningkat
terus.
Tahun Brunei Kamboja Indonesia Lao Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam
Darussalam PDR
1990 -* - 46,7 5,1 72,7 32,8 26,9 75,3 94,1 -
1995 - 5,3 51,8 11,1 173,0 32,5 64,3 75,6 141,3 9,7
1996 - 6,2 54,0 8,7 193,8 33,7 73,9 79,3 146,4 10,4
1997 - 6,9 59,6 16,5 221,8 31,0 84,5 85,2 177,6 11,4
1998 - 7,2 59,9 16,7 216,6 28,2 75,6 100,8 176,7 11,5
1999 41,0 6,6 62,1 10,1 197,3 26,8 69,2 97,3 155,8 28,9
2000 38,6 6,4 60,7 10,5 186,1 32,1 66,9 89,2 138,3 35,1
2001 35,6 5,6 54,5 15,3 199,5 33,9 63,3 102,2 128,6 39,7
2002 37,7 5,6 52,4 12,3 199,8 28,7 61,4 83,7 127,8 44,8
2003 29,4 6,6 49,2 10,0 191,7 22,1 60,1 87,4 122,9 51,8
2004 20,6 8,0 49,6 9,3 149,5 27,2 58,1 79,7 116,5 58,2
2005 10,5 7,2 46,0 8,8 137,0 28,1 50,7 70,8 111,4 69,5
2006 16,9 8,9 41,7 7,3 119,4 - 48,6 72,6 101,3 75,0
Catatan: * tidak ada data Sumber: ADB database (Key Indicators; www.adb.org) .
Menjaga stabilitasnilai tukar rupiah merupakan salah satu tanggung jawab OM (BI)
karena stabilitas nilai rupiah bersama dengan stabilitas harga atau laju inflasi yang terkontral
merupakan dua persyarat peting bagi pencapaian kelangsungan pertumbuhan ekonomi dan
stabilitas perekonomian nasional. Oleh karena itu dapat di pahami jika pada saat nilai tukar
rupiah jatuh pada masa krisis keuanggan asia 1997-1998 BI menaikan suku bunga yang begitu
tinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya (dan rasanya tidak akan terulang lagi) semata-mata
untuk menahan laju kejatuhan nilai rupiah saat itu. Memang paling tidak menurut teori, nilai
rupiah yang melemah dapat mendorong ekspor kerena daya saing harga dari produk-prodik
Indonesia meningkat. Sayangnya, pengalaman selama krisis 1997-1998 tersebut. Ekspor
Indonesia tidak naik secara signifikan. Sementara pada waktu yang lama. Nilai impor dalam
rupiah meningkatkan sangat signifikan karena Indonesia sudah sangat tergantung pada impor
sehinga pada saat nilai dolar mahal. Indonesia tidak semudah itu bisa mengurangi voolume
impor, seperti impor bahan bakar minyak BBM, bahan baku yang telah di
proses,makanan,komponen dan lain-lain. Akibatnya, walaupun rupiah melemah,cadangan
devisa, khususnya dolar AS yang di simpan di BI berkurang,bukannya bertambah. Padahal,
seperti telah di jelaskan sebelumnya, menjamin cadangan valuta asing yang cukup juga
merupakan tugas penting BI.
Penghapusan batas intervensi rupiah pada bulan Agustus 1997, sesaat setelah krisis
kenangan Asia tersebut muncul , menandakan waktu itu telah terjadi suatu perubahan besar
terhadap sistem penentuan kurs yang dianut oleh BI selama era Orde baru,yakni dari sistem
bebas terkendali dari sistem bebas yakni kurs rupiah di tentukan oleh kekuatan pasar pemerintah
dan penawaran valuta asing. Perubahan tersebut di tandai dengan pelepasan rentang
intervensinya, dan hingga saat ini BI sudah beberapa kali melakukan intervensi di pasar valas
untuk menahan kurs rupiah paling tidak jangan sampai menembus angka Rp 10.000 per satu
dolar AS. Tabel 8.8 menunjukan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan kurs-kurs
dari mata uang mata uang negara-negara anggota ASEAN lainnya sebagai suatu perbandingan.
Dapat dilihat bahwa selama pemerintahan Orde baru, kurs rupiah terhadap dolar AS sekitar Rp
2000-an. Namun sejak 1997, yang dipicuh oleh krisis keuangan Asia 1997-1998,kurs rupiah
mulai melemah dan sempat mencapai di atas Rp 10.000 per satu dolar AS pada tahun 1998, yaitu
pada saat krisis keuangan Asia mencapai titik terburuknya.
Berdasarkan kekuatan pasar (tamapa intervebsi dari BI), nilai tukar rupiah ditentukan
oleh berdasarkan permintaan dan penawaran mata uang asing di pasar valuta asing (valas) di
Indonesia. Misalnya dalam dolar AS,ada dua sumber utama dari permerintahan (pembelian) dan
penawaran (penjualan) dolar AS di Indonesia, yakni perdagangan luar negeri Indonesia dengan
AS ( dan negara-negara lain dengan menggunakan dolar AS). Dan arus modal dalam dolar AS
keluar masuk Indonesia. Perdagangan luar negeri terdiri atas ekspor (penjual dolar AS) dan
impor (pembeli dolar AS). Sedangkan arus modal terdiri atas dua komponen besar, yakni
inverstasi dan ULN, dan investasi terdiri atas sub-komponen, yakni PMA dan investasi
portofolio. Jika arus modal masuk lebih banyak dari pada arus modal keluar, penawaran dolar
AS di dalam negeri meningkat,dan sebaliknya,menurun jika lebih baik banyak modal keluar dari
pada ke dalam.
Tabel 8.8: Perkembangan Kurs Mata Uang di ASEAN (Nilai Uang Nasional per 1 Dolar; Periode
Rata-Rata)
Ada sejumlah indikator yang dapat atau dapat atau bakat umum di gunakan untuk
mengukur tingkat atau laju perubahan inflasi di suatu ekonomi. Di antaranya yang bisa di
gunakan adalah perubahan indeks harga konsumen ( IHK), pertumbuhan indeks konsumen
makan (IHKM), pertumbuhan indeks harga produsen/glosir (IHP), dan pertumbuhan/deplator
PDB tabel 8.9 /dengan tabel 8.12 menujukan perkembangan dari semua indikator implasi
tersebut, masing-masing di Indonesia, dan negara-negara ASEAN lainnya, sebagai suatu
perbandingan. Dapat di lihat bahwa secara relatif, imflasi merupakan suatu masalah serius di
indonesia,karena laju dari semua indikator pertumbuh seriing menembus 10 persen: bahkan pada
tahun 2006 sudah mencapai 13 persen. Setelah itu terkesan bahwa BI berhasil menjalankan
tugasnya dengan baik, yakni melawan tingkat imflasi tetap di bawah sutu digit. Memang OM
hanya bisa mempengaruhi tingkat imflasi secara efektif lewat sisi permintaan (dengan suplai
uang sebagai jalur transmisinya). Sementara, imflasi juga bersumber dari sisi suplai (cost-push
inflation), yakni di sebabkan oleh peningkatan biaya produksi yang bersumber awal dari
peningkatan harga-harga dari inpu-input produksi.
Tahun Brunei Kamboja Indonesia Lao Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam
Darussalam PDR
1990 0,4 4,2 10,9 0,8 8,0
1995 2,6 13,2 4,8 8,0 2,3 8,0
1996 3,0 7,6 9,5 5,8 9,6 2,1 8,8
1997 3,7 6,7 7,2 25,4 4,1 3,3 2,0 7,0
1998 0,3 14,1 81,3 92,7 8,9 26,3 8,0 0,2 9,5
1999 -0,2 7,6 24,8 118,9 4,6 20,6 4,6 0,9 0,8
2000 0,0 -3,4 2,7 1,9 -2,6 1,6 0,6 -1,2 -3,9
2001 0,5 -2,5 7,3 6,7 0,7 19,5 4,7 0,5 0,7 1,3
2002 0,3 1,8 10,8 9,6 0,7 68,3 2,3 0,0 0,3 7,6
2003 -0,8 1,5 4,7 15,2 1,3 36,3 2,2 0,6 3,7 2,6
2004 1,6 6,3 5,9 10,4 2,2 1,1 6,2 2,0 4,4 11,6
2005 0,5 8,6 10,0 7,7 3,6 9,3 6,1 1,3 5,0 11,3
2006 0,3 6,4 14,8 9,4 3,4 20,5 5,5 1,6 4,6 8,7
2007 2,2 10,0 11,4 8,1 3,0 35,3 3,3 2,9 4,0 11,2
Tahun Brunei Kamboja Indonesia Lao Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam
Darussalam PDR
1990 10,0 0,7 8,5 1,7
1995 11,4 4,7 5,5 0,0
1996 7,6 2,8 9,0 0,1 1,8
1997 9,2 2,5 0,5 -1,2 5,1
1998 11,2 9,9 -3,0 12,1
1999 10,5 -3,9 5,9 2,1 -4,7
2000 12,5 3,1 5,9 10,1 3,8 -0,2
2001 13,0 0,2 7,6 -1,6 2,5 2,1
2002 4,4 0,7 5,0 -1,5 1,7 1,8
2003 3,4 4,7 4,9 2,0 4,0 3,6
2004 7,4 6,2 8,6 5,1 6,7 6,4
2005 15,3 5,9 12,5 9,7 9,2 4,4
2006 13,6 5,1 8,8 5,0 7,0 4,2
2007 13,8 6,7 2,7 0,3 3,3
Tahun Brunei Kamboja Indonesia Lao Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam
Darussalam PDR
1990 8,4 145,6 7,7 33,1 3,8 18,5 13,0 4,1 5,8 42,1
1995 2,9 11,7 9,9 20,6 3,6 19,6 7,6 2,3 5,6 17,0
1996 4,5 3,4 8,7 12,9 3,7 23,0 7,7 1,3 4,0 8,7
1997 8,6 4,3 12,6 19,3 3,5 33,7 6,2 0,7 4,1 6,6
1998 -11,7 10,2 75,3 85,3 8,5 35,9 10,5 -1,7 9,2 8,8
1999 11,6 1,7 14,2 127,1 0,0 22,6 8,0 -5,3 -4,0 5,7
2000 29,0 -3,1 9,6 25,1 4,9 2,5 6,4 3,7 1,3 3,4
2001 -5,6 2,7 16,7 8,6 -1,6 24,8 6,4 -1,8 2,1 1,9
2002 0,4 0,7 3,7 10,6 3,1 41,5 4,5 -0,7 0,8 4,0
2003 6,1 1,8 5,5 15,7 3,3 20,5 3,8 -0,8 1,3 6,7
2004 15,9 4,8 8,6 10,5 6,0 3,5 6,1 4,3 3,1 8,2
2005 18,8 6,1 14,3 7,3 4,6 6,5 0,7 4,6 8,2
2006 10,0 4,6 14,1 6,9 3,8 5,1 0,6 5,0 7,3
2007 0,9 6,5 11,5 3,2 5,2 2,8 4,0 3,4 8,2