Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persekutuan hukum di indonesia sekelompok orang-orang yang terikat sebagai
satu kesatuan dalam suatu susunan yang teratur yang bersifat abadi dan memiliki
pimpinan serta kekayaan baik berwujud ataupun tidak berwujud dan mendiami atau
hidup diatas suatu wilayah tertentu. Dengan kata lain, persekuatuan hukum sebagai
satu - kesatuan yang yang mempunyai tata susunan yang teratur dan kekal di
dalamnya dengan saling bekerja sama dalam suatu persoalan. Lalu persekutuan di
sebut perikatan atau perkumpulan antar manusia yang mempunyai anggota-anggota
yang merasa dirinya terikat satu-sama lainnya dalam satu kesatuan yang penuh
solidaritas, dimana dalam anggota-anggota tertentu berkuasa untuk bertindak atas
nama mewakili kesatuan itu dalam mencapai kepetingan atau tujuan bersama.
Adapun pernyatan menurut para ahli yaitu Van Vollenhoven, persekutuan hukum
adalah kesatuan masyarakat yang hidup dengan diatur oleh suatu perangkat norma
yang telah ditentukan bersama kesatuan masyarakat hukum yang bersangkutan. Lalu
menurut Soerojo Persekutuan Hukum adalah kesatuan-kesatuan yang mempunyai tata
susunan yang teratur dan kekal serta memiliki pengurus sendiri dan kekayaan sendiri,
baik kekayaan maupun immateriil. Menurut Ter Haar Masyarakat Hukum adalah
kelompok-kelompok masyarakat yang tetap dan teratur dengan mempunyai
kekuasaan sendiri dan kekayaan sendiri baik berwujud maupun tidak berwujud.
Menurut Soeroyo W.P mengartikan persekutuan hukum sebagai kesatuan-kesatuan
yang mempunyai tata susunan yang teratur dan kekal serta memiliki pengurus sendiri
dan kekayaan sendiri baik kekayaan materiil maupun imateriil. Serta menurut Djaren
Saragih mengatakan, Persekutuan hukum adalah: Sekelompok orang-orang sebagai
satu kesatuan dalam susunan yang teratur yang bersifat abadi dan memiliki pimpinan
serta kekayaan baik berwujud maupun tidak berwujud dan mendiami alam hidup
diatas wilayah tertentu.

1
Bisa disimpulkan bahwa persekutuan hukum di indonesia itu dapat disebut
gerombolan yang teratur bersifat tetap dan mempunyai kekuasaan sendiri , kekayaan
sendiri berupa benda. Untuk memahami bentuk dan susunan persekutuan hukum di
indonesia supaya adanya relevansi di kalangan rakyat Nusantara ini maka harus
memahami arti faktor teritorial (daerah) dan genealogis (keturunan) bagi timbulnya
dan kelangsungan masyarakat itu.

Menurut dasar tata susunannya, maka struktur hukum di Indonesia terbagi


menjadi 3 golongan yaitu: golongan pertama Persekutuan hukum Genealogis itu
Adalah persekutuan hukum dimana dasar pengikat utama anggota-anggota kelompok
adalah persamaan keturunan. Golongan kedua Persekutuan hukum teritorial Adalah
kelompok dimana anggota-anggotanya merasa terikat satu dengan yang lainnya
karena merasa dilahirkan dan menjalani kehidupan bersama di tempat yang sama.
Serta golongan terakhir Persekutuan hukum genealogisteritorial Adalah persekutuan
hukum di mana baik faktor geneologis maupun teritorial menjadi dasar pengikat
antara anggota-anggota kelompok. Dalam persekutuan ini, golongan yang satu
keturunan, yang bertempat tinggal, dalam persekutuan hukum itu terputus pertalian
hukumnya dengan teman-temannya seketurunan di tempat lain itulah pernyataannya.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1. Bagaimana Persekutuan Hukum Barat?
1.2.2. Bagaimana Persekutuan Hukum Adat Patrialki?
1.2.3. Bagaimana Persekutuan Hukum Adat Matrialki?
1.2.4. Bagaimana Persekutuan Hukum Adat Parental?
1.3 Tujuan

1.3.1. Untuk mengetahui apa itu persekutuan Hukum Barat.


1.3.2. Untuk mengetahui apa itu persekutuan Hukum Adat Patrialki.
1.3.3. Untuk mengetahui apa itu persekutuan Hukum Adat Matrialki.
1.3.4. Untuk mengetahui apa itu persekutuan Hukum Adat Parental.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN PERSEKUTUAN HUKUM

Persekutuan hukum adalah sekelompok orang-orang yang terikat sebagai satu


kesatuan dalam suatu susunan yang teratur yang bersifat abadi dan memiliki
pimpinan serta kekayaan baik berwujud ataupun tidak berwujud dan mendiami atau
hidup diatas suatu wilayah tertentu. Dengan kata lain, persekuatuan hukum
merupakan kesatuan-kesatuan yang yang mempunyai tata susunan yang teratur dan
kekal.
Menurut Van Vollenhoven, persekutuan hukum adalah kesatuan masyarakat
yang hidup dengan diatur oleh suatu perangkat norma yang telah ditentukan bersama
kesatuan masyarakat hokum adat yang bersangkutan.

2.2. Persekutuan Hukum Barat


Dalam hal ini adanya suatu ikatan dalam hal pewarisan yang dimana adanya
persekutuan hukum barat melalui Hukum waris menurut pengertian hukum perdata
barat yang bersumber pada BW (Burgelijk Wetboek), merupakan bagian dari hukum
harta kekayaan. Oleh karena itu, hanyalah hak dan kewajiban yang berwujud harta
kekayaan yang merupakan warisan dan yang akan diwariskan. Ciri khas hukum waris
menurut BW antara lain adanya hak mutlak dari para ahli waris masing-masing untuk
sewaktu-waktu menuntut pembagian dari harta warisan.
Hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan
seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya. Dalam undang-
undang ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu: Secara abintestato (ahli waris
menurut ketentuan undang-undang). Menurut ketentuan undang-undang ini yang
berhak menerima warisan yaitu para keluarga sedarah, baik sah maupun di luar
kawin, dan suami istri dan Secara testameinteir (ahli waris karena ditunjuk dalam
surat wasiat).

3
Adanya persekutuan hukum barat melalui dari Sifat hukum waris menurut
(BW) dengan cara Sistem pribadi. Yaitu ahli waris adalah perseorangan bukan
kelompok ahli waris. Lalu secara Sistem bilateral. Yaitu mewaris dari pihak ibu atau
bapak. Dan secara Sistem perderajatan. Yaitu ahli waris yang derajatnya lebih dekat
dengan si pewaris menutup ahli waris yang lebih jauh derajatnya.
Adapun hal-hal yang harus di perhatikan dalam persekutuan hukum barat
dengan melihat dari Golongan-Golongan Ahli Waris tersebut yaitu
a) Golongan I adalah suami istri yang hidup terlama serta anak-anak dan
keturunannya.
b) Golongan II adalah orang tua (ayah dan ibu) dan saudara-saudara serta
keturunan dari saudara-saudaranya itu.
c) Golongan III adalah keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu.
d) Golongan IV adalah keturunan dengan garis ke samping (paman dan bibi)
baik dari pihak ayah maupun ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat
keenam dihitung dari orang yang meninggal tersebut.
Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan sehubungan dengan golongan ahli
waris. Yaitu :
1) jika tidak ada keempat golongan tersebut, maka harta peninggalan jatuh pada
negara,
2) golongan yang terdahulu menutup golongan kemudian. Jadi, jika ada ahli
waris golongan I maka golongan II tidak dapat mewarisi, jika golongan I tidak
ada, maka golongan II yang mewaris. Akan tetapi golongan III dan IV
mungkin mewaris bersama-bersama kalau mereka berlainan garis.
3) Dalam golongan I termasuk anak-anak yang sah maupun luar kawin yang
diakui sah dengan tidak membedakan anak laki-laki/perempuan dan
perbedaan umur,
4) Apabila si meninggal tidak meninggalkan keturunan maupun suami atau istri
atau juga saudara-saudara.

4
5) Warisan harus dibagi dalam dua bagian yang sama. Pembagian itu berupa satu
bagian untuk sekalian keluarga sedarah dalam garis dari pihak bapak lurus ke
atas dan satu bagian lagi untuk keluarga dari pihak ibu.
Memahami mengenai persekutuan hukum barat adanya Syarat-syarat yang harus
dipenuhioleh seseorang yang akan menerima sejumlah harta peninggalan, yaitu :
Harus ada orang yang meninggal dunia (pasal 830 BW), Ahli waris atau para ahli
harus ada pada saat pewaris meninggal dunia dan Seorang ahli waris harus cakap
serta berhak mewaris. Lalu persekutuan hukum barat terdapat suatu regulasi dimana
pihak Ahli waris yang tidak patut menerima harta warisan yaitu :
a) Seorang ahli waris yang dengan putusan hakim telah dipidana kerena
dipersalahkan membunuh atau setidak-tidaknya mencoba membunuh pewaris
b) Seorang ahli waris yang dengan putusan hakim telah dipidana karena
dipersalahkan memfitnah dan mengadukan pewaris bahwa pewaris difitnah
melakukan kejahatan yang diancam pidana penjara empat tahun atau lebih.
c) Ahli waris yang dengan kekerasan telah nyata-nyata menghalangi atau
mencegah pewaris untuk membuat atau menarik kembali surat wasiat.
d) Seorang ahli waris yang telah menggelapkan, memusnahkan, dan memalsukan
surat wasiat.

2.2 Persekutuan Hukun Adat Patriarki

Persekutua Hunkum Adat Patriarki yaitu suatu sistem pengelompokan


masyarakat sosial yang mementingkan garis keturunan bapak/laki-laki. Yang dimana
dapat melihat dari hubungan keturunan melalui garis keturunan kerabat pria atau
bapak, Patriarki juga dapat dijelaskan dimana keadaan masyarakat yang
menempatkan kedudukan dan posisi laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan dalam
segala aspek kehidupan sosial, budaya dan ekonomi.

Di negara Indonesia yang masih berpegang teguh pada hukum adat terdapat
budaya dan ideologi patriarki masih sangat kental mewarnai berbagai aspek
kehidupan dan struktur masyarakat. Bila dilihat dari garis keturunan, masyarakat
Sumatera Utara lebih cenderung sebagai masyarakat yang patrialki yang dalam hal ini

5
posisi ayah atau bapak (laki-laki) lebih dominan dibandingkan dengan posisi ibu
(perempuan). Contoh suku yang menganut faktor budaya patriarki adalah Batak,
Melayu dan Nias. Pada tatanan kehidupan sosial, konsep persekutuan hukum adat
patriarki sebagai landasan ideologis, pola hubungan gender dalam masyarakat secara
sistematik dalam praktiknya. Patriarki, sebagai sebuah sistem yang sangat koheren
selalu dianggap sebagai salah satu sebab dari timbulnya pensubordinasian dan
pendiskriminasian terhadap perempuan. mengemukakan apa yang dinamakannya
dengan sex gender system, seks yang bersifat alamiah lalu menjadi gender yang
bersifat kultural.

Sikap masyarakat patriarki yang kuat ini mengakibatkan masyarakat


cenderung tidak menanggapi atau berempati terhadap segala tindak kekerasan yang
menimpa perempuan. Sering dijumpai masyarakat lebih banyak komentar dan
menunjukkan sikap yang menyudutkan perempuan Yang mengakibatkan timbulnya
ketimpangan pada budaya patriarki adalah :

1) Maskulinitas

Maskulinitas adalah stereotype tentang laki-laki yang dapat dipertentangkan


dengan feminitas sebagai steretotype perempuan maskulin bersifat jantan jenis laki-
laki. Maskulinitas adalah kejantanan seorang laki-laki yang dihubungkan dengan
kualitas seksual. Hegemoni dalam laki-laki dalam masyarakat tampaknya merupakan
fenomena universal dalam sejarah peradaban manusia di masyarakat manapun di
dunia, yang tertata dalam masyarakat patriarki. Pada masyarakat seperti ini, lakilaki
diposisikan superior terhadap perempuan di berbagai sektor kehidupan baik domistik
maupun publik. Hegemoni laki-laki atas perempuan memperoleh legitimasi dari nilai-
nilai sosial, agama, hukum tersosialisasi secara turunmenurun dari generasi ke
generasi. Laki-laki juga cenderung mendominasi menyubordinasi dan melakukan
deskriminasi terhadap perempuan. Dikarenakan patriarki merupakan dominasi atau
kontrol laki-laki atas perempuan, atas badannya, seksualitasnya, pekerjaannya, peran
dan statusnya, baik dalam keluarga maupun masyarakat dan segala bidang kehidupan
yang bersifat ancolentrisme berpusat pada laki-laki dan perempuan.

6
2) Otoritas dalam pengambilan keputusan

Keputusan adalah suatu reaksi terhadap solusi alternatif yang dilakukan secara
sadar dengan cara menganalisa kemungkinan-kemungkinan dari alternatif tersebut
bersama konsekuensinya. Setiap keputusan akan membuat pilihan terakhir dapat
berupa tindakan atau opini. Itu semua bermula ketika kita perlu untuk melakukan
sesuatu tetapi tidak tahu apa yang harus dilakukan. Untuk itu keputusan dapat
dirasakan rasional atau irasional dan dapat berdasarkan asumsi kuat atau asumsi
lemah.1 Kesejahteraan jender salahsatunya dapat diukur dari kesamaan
hakpengambilan keputusan dan masih dominannya suami dalam pengambilan
keputusan termasuk dalam mengambil keputusan dalam Keluarga Berencana.2

2.3. Persekutuan Hukun Adat Matrialki


Matrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal
dari pihak ibu. Kata ini seringkali disamakan dengan matriarkhat atau matriarkhi,
Meskipun pada dasarnya artinya berbeda. Matrilineal berasal dari dua kata,
yaitu mater (bahasa latin) yang berarti "ibu", dan linea (bahasa Latin) yang berarti
garis. Jadi matrilineal berarti mengikuti garis keturunan yang ditarik dari pihak ibu.
Sementara itu Matriarkhat berasal dari dua kata yaitu mater yang berarti "ibu"
dan archein (bahasa Yunani) yang berarti "memerintah". Jadi, "matriarkhi" berarti
"kekuasaan berada di tangan ibu atau pihak perempuan. Penganut adat matrilineal
adalah: suku Indian di Apache Barat, suku Navajo, sebagian besar suku Pueblo, suku
Crow, dll. yang kesemuanya adalah penduduk asli Amerika Serikat, suku Khasi di
Meghalaya, India Timur Laut, suku Nakhi diprovinsi Sichuan dan Yunnan, Tiongkok,
beberapa suku kecil di kepulauan Asia Pasifik, suku Minangkabau di Sumatera Barat.
2.4. Persekutuan Hukun Adat Parental
Sistem kekeluargaan parental yaitu sistem kekeluargaan yang menarik garis
keturunan dari dua sisi, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu. Dalam sistem ini
kedudukan laki-laki dan perempuan dalam hukum waris sejajar. Artinya, baik laki-

1
http://www.teorikeputusan.co.id, diperoleh tanggal 12 september 2017
2
http://www.bkkbn.go.id, diperoleh tanggal 12 september 2017

7
laki maupun perempuan merupakan ahli waris dari harta peninggalan orang tua
mereka.3 Sistem parental atau bilateral ini dianut oleh banyak daerah seperti Jawa,
Madura, Sumatera Timur, Riau, Aceh, Sumatera Selatan, seluruh Kalimantan, seluruh
Sulawesi, Ternate dan Lombok.

Hukum warisan parental atau bilateral adalah memberikan hak yag sama
antara pihak laki-laki dan pihak perempuan, baik kepada suami dan istri, serta anak
laki-laki dan anak perempuan termasuk keluarga dari pihak laki-laki dan keluarga
pihak perempuan. Ini berarti bahwa anak laki-laki dan anak perempuan adalah sama-
sama mendapatkan hak warisan dari kedua orang tuanya, bahkan duda dan janda
dalam perkembangannya juga termasuk saling mewarisi.

System kekerabatan Parental dibagi menjadi 4 yaitu;

1. Ambilineal : yaitu system yang menarik garis keturunan keluarga dari pihak
ayah/ ibu secara bergantian.
2. Konsentris : yaitu system kekerabatan yang menarik system hubungan keluarga.
Contoh : Sunda yang mengenal istilah SABONDOROYOT yaitu satu
keturunan dari nenek moyang yang dihitung 7 generasi.
3. Primogenitur/Prigogenitur : yaitu system kekerabatan yang menarik garis
hubungan keluarga dari ayah dan ibu yang usianya tertua saja (anak sulung).
Contoh : dalam pembagian harta warisan hanya anak laki-laki atau perempuan
sulung saja yang mendapatkannya.
4. Ultimugenitur : system kekerabatan yang menarik garisketurunan hubungan
ayah/ibu yang usianya muda saja (bungsu) jadi dalam pembagian warisan hanya
anak laki-laki/perempuan bungsu saja.

3
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat dan BW, hal. 59

8
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
a) Persekutuan ukum barat,Dalam hal ini adanya suatu ikatan dalam hal
pewarisan yang dimana adanya persekutuan hukum barat melalui Hukum
waris menurut pengertian hukum perdata barat yang bersumber pada BW
(Burgelijk Wetboek), merupakan bagian dari hukum harta kekayaan. Oleh
karena itu, hanyalah hak dan kewajiban yang berwujud harta kekayaan yang
merupakan warisan dan yang akan diwariskan. Dalam hal ini pewarisan di
dasarkan atas golongan-golongan pewarisan.
b) Persekutua Hunkum Adat Patriarki yaitu suatu sistem pengelompokan
masyarakat sosial yang mementingkan garis keturunan bapak/laki-laki.
Patriarki juga dapat dijelaskan dimana keadaan masyarakat yang
menempatkan kedudukan dan posisi laki-laki lebih tinggi dari pada
perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya dan ekonomi.
c) Matriarkhat berasal dari dua kata yang lain, yaitu mater yang berarti "ibu"
dan archein (bahasa Yunani) yang berarti "memerintah". Jadi, "matriarkhi"
berarti "kekuasaan berada di tangan ibu atau pihak perempuan.

9
d) Sistem kekeluargaan parental yaitu sistem kekeluargaan yang menarik garis
keturunan dari dua sisi, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu. Dalam
sistem ini kedudukan laki-laki dan perempuan dalam hukum waris sejajar.
3.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat dan
BW, hal. 59
http://www.bkkbn.go.id, diperoleh tanggal 12 september 2017
http://www.teorikeputusan.co.id, diperoleh tanggal 12 september 2017

10

Anda mungkin juga menyukai