Anda di halaman 1dari 6

BAB 5.

PEMBAHASAN

5.1 Penjelasan Skema Kerja

5.1.1 Pembuatan Starter

Pada praktikum Nata de Coco dan Nata de Molases ini, proses pertama yang dilakukan adalah
pembuatan starter nata. Pertama-tama, 200ml air kelapa atau molasses dipanaskan samapi dengan
suhu 80o C , fungsi dari pemanasan ini adalah untuk mematikan mikrobia kontaminan dan
menyempurnakan pelarutan gula pasir, dalam air kelapa atau molases karena pada air kelapa atau
molases yang telah didinginkan sebelumnya, kemungkinan terdapat endapan didasar dan apabila
tidak dipanaskan, kandungan gula pada air kelapa atau molases tidak dapat larut secara merata.
Kemudian ditambahkan gula pasir 1,5 gram pada larutan. Penambahan gula pasir ini dapat dilakukan
sebelum larutan benar-benar mendidih, karena ditakutkan larutan tersebut akan menguap airnya.

Penambahan gula pasir tersebut berfungsi sebagai sumber karbn dan energi bakteri yang berperan
dalam produksi nata. Kemudian diaduk-aduk hingga larutan mendidih selama 10 menit. Fungsi
perlakuan ini adalah agar gula yang ditambahkan larut dengan sempurna. Setelah itu didinginkan
hingga mencapai suhu kamar atau suhu optimal (30o C) yang dibutuhkan oleh bakteri Acetobacter
xylinum. Setelah itu ditambahkan 2ml asam asetat yang bertujuan untuk mengontrol pH air kelapa
atau molases hingg dicapai pH optimal bagi pertumbuhan mikrobia yang berperan. Kemudian
ditambahkan inokulum Acetobacter xylinum 20ml untuk membentuk starter nata. Setelah itu
diinkubasi dengan suhu 30 C selama 4 hari untuk mengoptimalkan pertumbuhan mikroba.

5.1.2 Produksi Nata

Pada produksi nata, 200ml air kelapa atau molases dipanaskan, pemanasan ini bertujuan
untuk fungsi dari pemanasan ini adalah untuk mematikan mikrobia kontaminan dan
menyempurnakan pelarutan gula pasir. Setelah itu ditambahkan gula pasir,asam sitrat, NPK dan ZA
dengan variasi yang berebda-beda yaitu perlakuan A, B, C dan D. Perlakuan A yaitu molases 200 ml +
0,13 gram asam sitrat + 0,13 gram NPK + ZA 0,067 gram + 2 ml cuka. Perlakuan B yaitu molases 200
ml + gula pasir 1,5 gram + 0,13 gram NPK + ZA 0,067 gram + 2 ml cuka. Perlakuan C yaitu molases
200 ml + 1,5 gram gula pasir + 0,13 gram asam sitrat + 0,067 gram ZA + 2 ml cuka. Perlakuan D yaitu
molases 200 ml + 1,5 gram gula pasir + 0,13 gram asam sitrat + 0,13 gram NPK + 2 ml cuka.

Penambahan bahan tersebut memiliki tujuan, yakni gula berperan sebagai sumber karbn dan
energi, ZA sebagai sumber nitrogen dan mempertebal lapisan nata. NPK sebagai sumber mineral
nitrogen, fosfor dan kalium serta berfungsi untuk hidrlisis sukrosa dan sumber nutrisi. Penambahan
asam sitrat berfungsi sebagai buffer atau penyangga serta pengatur pH atau keasaman. Kemudian
didinginkan agar larutan tersebut mencapai suhu mdium, atau suhu optimal yang dibutuhkan oleh
mikroba yang berperan. Setelah itu ditambahkan asam cuka 2 ml dan diaduk-aduk. Penambahan
asam cuka ini berfungsi untuk mengkondisikan larutan agar asam, karena pH yang dibutuhkan untuk
produksi nata adalah asam yaitu sekitar 3-5. Kemudian diinokulasi dengan starter yang telah
ditentukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variasi konsentrasi starter yang
digunakan terhadap produksi nata yang dihasilkan. Setelah itu, diperam selama 10 hari di dalam
wadah tertutup. Wadah yang digunakan ditutup dengan kertas koran yang rapat agar tidak terjadi
kontaminasi dari lingkungan luar selama proses produksi sehingga mikroba yang berperan dapat
bekerja secara optimal.

5.1.3 Panen
Setelah waktu pemeraman selesai, nata yang sudah jadi akan terlihat pada permukaan
wadah,apabila menggunakan air kelapa warnanya putih, sedangkan apabila dengan molases
berwarna coklat. Pengangkatan terhadap nata yang sudah jadi, harus dilakukan dengan terpisah
dengan air pada nata atau molases, karena air tersebut dapat digunakan sebagai starter kembali,
selain itu dalam pembuatan nata juga diperhatikan bahwa selama proses pembentukan nata
berlangsung harus dihindari goncangan disekitar tempat fermentasi. Akibat adanya goncangan itu
akan menenggelamkan lapisan nata yang terbentuk yang menyebabkan terbentuknya lapisan baru,
dimana lapisan pertama dan yang baru tidak dapat bersatu. Hal ini akan menyebabkan ketebalan
produk nata menjadi tidak standar. Setelah lapisan putih nata diangkat, maka dilakukan pengamatan
terhadap ukuran (diameter dan tinggi), warna dan aroma. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui pengaruh yang terjadi pada penggunaan variasi konsentrasi starter yang digunakan
pada saat produksi nata sebelumnya.

5.2 Analisa Data

5.2.1 Analisa Nata deMolases

Pada pengamatan nata de molases dilakukan oleh kelompok 2 dan 4 di masing-masing shift yang
ada. Adapun pada kelompok 2 dan 4 diberikan perlakuan yang berbeda, yaitu untuk kelompok 2
menggunakan konsentrasi starter 15%. Kemudian, untuk kelompok 4 menggunakan konsentrasi
starter 25%. Pengamatan yang dilakukan meliputi ukuran, warna dan aroma dari nata de molases
yang dihasilkan. Adapun hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut:

a. Ukuran

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa nata de molases yang
dihasilkan masing-masing kelompok pada tiap shift berbeda-beda. Pada shift 1 karena tidak ada
pengukuran tinggi, maka tidak dapat dilakukan pengukuran volume. Namun jika dilihat berdasarkan
diameternya saja, maka pada kelompok 2, diameter nata yang terbesar diperoleh pada nata
perlakuan B dengan diameter sebesar 1 cm. Sedangkan pada kelompok 4, diameter terbesar dimiliki
oleh nata perlakuan A dengan diameter 1,5 cm.

Pada shift 2, setelah dilakukan perhitungan volume diperoleh hasil bahwa baik pada kelompok 2
maupun kelompok 4, volume terbesar dimiliki oleh nata dengan perlakuan A yaitu berturut-turut
sebesar 44,05 cm3 dan 41,03 cm3. Sedangkan pada shift 3, kelompok 2 volume terbesar dimiliki oleh
nata perlakuan B sebesar 14,47 cm3. Lalu, pada kelompok 4, volume terbesar dimiliki pleh nata
perlakuan D dengan volume sebesar 31,16 cm3.

Berdasarkan uraian data diatas dapat diketahui bahwa volume terbesar dimiliki oleh shift 2,
kelompok 2, nata perlakuan A dengan volume sebesar 44,05 cm3. Hal ini dikarenakan pada nata
perlakuan A telah memiliki sumber nutrisi yang lebih lengkap jika dibandingkan dengan nata
perlakuan lainnya. Walaupun pada nata perlakuan A tidak diberi tambahan gula pasir, namun hal ini
tidak begitu berpengaruh, karena sumber karbon tersebut dapat diserap langsung dari molases yang
ada. Terlebih lagi, molases memiliki kandungan gula yang cukup tinggi, sehingga sumber karbon
masih dapat terpenuhi. Kemudian, jika dilihat pada nata perlakuan lain, masih terdapat komponen
tambahan yang kurang seperti ZA, NPK, maupun asam sitrat, maka dari itu produksi nata perlakuan
A masih lebih baik dibandingkan dengan nata lainnya. Selain itu, penambahan starter juga
berpengaruh, semakin banyak penambahan starter akan memberikan pengaruh pada produksi nata.
Jika starter telalu banyak, maka produksi nata yang dihasilkan akan kurang optimal.

b. Warna

Berdasarkan hasil pengamatan, pada shift 1 oleh kelompok 2 diperoleh data bahwa nata dengan
warna paling keruh/gelap pada perlakuan B sedangkan yang paling cerah pada perlakuan C.
Kemudian pada kelompok 4 diperoleh data bahwa nata paling keruh/gelap pada perlakuan A dan
yang paling terang pada perlakuan C. Selanjutnya, pada shift 2, kelompok 2 diketahui memiliki nata
denga warna yang paling keruh pada perlakuan B dan yang paling terang pada perlakuan D.
Sedangkan pada kelompok 4, hasil yang didapatkan seimbang yaitu nata dengan warna yang gelap
pada perlakuan A dan D, sedangkan yang terang pada nata perlakuan B dan C.

Lalu, pada shift terkahir, yaitu shift 3 diketahui bahwa pada kelompok 2 memiliki nata paling terang
pada perlakuan A dan yang paling gelap pada perlakuan B. Sedangkan pada kelompok 4, nata paling
terang dimiliki oleh nata perlakuan B dan yang paling gelap pada nata perlakuan D. Adanya
perbedaan warna pada nata yang dihasilkan bukan karena adanya pengaruh variasi dari bahan
tambahan yang digunakan. Namun, hal ini dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan atau bahan
tambahan yang digunakan selama proses produksi pembuatan nata. Jika kondisi lingkungan (wadah)
serta bahan tambahan (gula pasir, NPK,ZA serta asam sitrat) yang digunakan tidak bersih atau masih
mengandung kotoran, maka hal ini akan mempengaruhi warna nata yang dihasilkan. Misalnya saja,
menurut Haryatni (2002) disebutkan bahwa ketika gula pasir dimasukkan namun ternyata masih
mengandung kotoran, maka kotoran tersebut akan terperangkap di dalam media sehingga
mempengaruhi warna nata. Selain itu, adanaya penambahan gula pasir juga dapat menyebabkan
browning sehingga warna media akan semakin gelap. Selain itu, karena pengamatan warna
menggunakan indra penglihatan seseorang, maka hasil yang diperoleh juga bergantung pada
pengamatan masing-masing pengamat yang dapat menyebabkan standar mengenai cerah atau gelap
yang digunakan pun bisa berbeda-beda.

c. Aroma

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa pada shift 1, pada kelompok 2 diperoleh nata
yang memiliki aroma yang paling asam pada nata perlakuan B, sedangkan pada kelompok 4 aroma
nata paling asam dimiliki oleh nata perlakuan A. Kemudian, pada shift 2, kelompok 2 aroma nata
paling asam dimiliki oleh nata perlakuan D dan pada keompok 4 pada nata perlakuan A. Lalu, pada
shift terakhir yaitu shift 3 diperoleh data bahwa nata dengan aroma yang paling asam dimiliki oleh
nata perlakuan C pada kelompok 2 dan perlakuan D pada kelompok 4.

Berdasarkan uraian data diatas dapat diketahui bahwa nata dengan aroma paling asam kebanyakan
ditemukan pada nata perlakuan A. Aroma asam dari nata bergantung pada jenis molases yang
digunakan dan bergantung pada penambahan aasam sitrat beserta asam cuka. Jika molases yang
digunakan adalah molases yang sudah lama disimpan, maka hal ini akan meningkatkan aroma asam
pada nata yang dihasilkan. Hal ini dapat dikarenakan, molases yang digunakan telah terfermentasi
terlebih dahulu oleh mikroba lainnya. Kemudian, penambahan asam sitrat dan asam cuka juga
berpengaruh sebab semakin banyak penambahan kedua bahan tersebut, maka akan meningkatkan
pH dari nata, semmakin tinggi pH nata maka akan memberikan aroma asam yang menyengat pada
nata.

5.2.2 Analisa Nata de Coco


Pada pengamatan nata de coco dilakukan oleh kelompok 1 dan 3 di masing-masing shift yang ada.
Adapun pada kelompok 1 dan 3 diberikan perlakuan yang berbeda, yaitu untuk kelompok 1
menggunakan konsentrasi starter 15%. Kemudian, untuk kelompok 3 menggunakan konsentrasi
starter 25%. Pengamatan yang dilakukan meliputi ukuran, warna dan aroma dari nata de molases
yang dihasilkan. Adapun hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut:

a. Ukuran

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa nata de molases yang
dihasilkan masing-masing kelompok pada tiap shift berbeda-beda. Pada shift 1 karena tidak ada
pengukuran tinggi, maka tidak dapat dilakukan pengukuran volume. Namun jika dilihat berdasarkan
diameternya saja, maka pada kelompok 1, diameter nata yang terbesar diperoleh pada nata
perlakuan A dengan diameter sebesar 1,7 cm. Sedangkan pada kelompok 3, diameter terbesar
dimiliki oleh nata perlakuan A dengan diameter 1,35 cm.

Pada shift 2, setelah dilakukan perhitungan volume diperoleh hasil bahwa pada kelompok 1
diperoleh volume terbesar yaitu pada nata dengan perlakuan B sebesar 40,50 cm3. Pada kelompok
3, volume terbesar dimiliki oleh nata perlakuan A dengan volume sebesar 38,15 cm3. Sedangkan
pada shift 3, kelompok 1 volume terbesar dimiliki oleh nata perlakuan D sebesar 49,75 cm3. Lalu,
pada kelompok 3, volume terbesar dimiliki pleh nata perlakuan A dengan volume sebesar 39,23 cm3.

Berdasarkan uraian data diatas dapat diketahui bahwa besar atau kecilnya volume bergantung pada
komposisi dari bahan tambahan, air kelapa yang digunakan serta kondisi lingkungan selama
fermentasi. Menurut Srikandi (1985), proses pembuatan nata sangat diperlukan kondisi yang
optimal untuk kehidupan bakteri Acetobacter xylium, agar mencapai produksi yang maksimal.
Kondisi optimal dapat dipenuhi dengan menggunakan bahan bantu tersebut, sedangkan parameter
dari kondisi optimum adalah sebagai berikut.

Tabel 4. Kondisi Optimal Kehidupan Bakteri Acetobacter xylium untuk Pembuatan Nata de Coco
Mentah

Parameter

Kondisi Optimum

Sumber Karbon

Sumber Nitrogen

Asam cuka glisial

Starter

Waktu Fermentasi

Sukrosa (5-8%)

N. Organik

2-4%

5-10%
7-15 hari

Sehingga, berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa perlakuan yang paling baik
dalam menghasilkan nata adalah perlakuan A karena nutrisi yang digunakan bagi mikroba A.xylinum
lebih lengkap jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Adapun faktor penyebab
kerusakan/kesalahan dalam pembentukan nata antara lain :

1. Jenis dan konsentrasi medium; medium fermentasi kurang/kelebihan karbohidrat (gula), vitamin
dan mineral mempengaruhi produk nata yang akan diproduksi. Kadar karbohidrat optimum untuk
berlangsungnya produksi nata adalan 10%.

2. Jenis dan konsentrasi starter; konsentrasi starter yang ideal digunakan adalah sebesar 5-10 %.

3. Lama fermentasi; umumnya dilakukan 2-4 minggu. Akan tetapi dalam praktikum ini hanya
dilakukan selama 10 hari.

4. Suhu fermentasi; suhu yang terlalu tinggi dapat mengganggu pertumbuhan bakteri penyusun
nata, suhu ferentasi yang optimum dalam pembuatan nata ini adalah sekitar 28oC.

5. pH fermentasi; dimana pH paling baik digunakan dalam fermentasi nata yaitu 3-4.

b. Warna

Berdasarkan hasil pengamatan, pada shift 1 oleh kelompok 1 diperoleh data bahwa nata dengan
warna paling keruh/gelap pada perlakuan D sedangkan yang paling cerah pada perlakuan B.
Kemudian pada kelompok 3 diperoleh data bahwa nata paling keruh/gelap pada perlakuan D dan
yang paling cerah pada perlakuan A. Selanjutnya, pada shift 2, kelompok 1 diketahui memiliki nata
denga warna yang paling keruh pada perlakuan A dan yang paling cerah pada perlakuan C.
Sedangkan pada kelompok 3, hasil yang didapatkan yaitu nata dengan warna yang gelap pada
perlakuan A, sedangkan yang cerah pada nata perlakuan B.

Lalu, pada shift terkahir, yaitu shift 3 diketahui bahwa pada kelompok 1 memiliki nata paling terang
pada perlakuan C dan yang paling gelap pada perlakuan B. Sedangkan pada kelompok 3, nata paling
terang dimiliki oleh nata perlakuan C dan yang paling gelap pada nata perlakuan A. Adanya
perbedaan warna pada nata yang dihasilkan bukan karena adanya pengaruh variasi dari bahan
tambahan yang digunakan. Namun, hal ini dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan atau bahan
tambahan yang digunakan selama proses produksi pembuatan nata. Jika kondisi lingkungan (wadah)
serta bahan tambahan (gula pasir, NPK,ZA serta asam sitrat) yang digunakan tidak bersih atau masih
mengandung kotoran, maka hal ini akan mempengaruhi warna nata yang dihasilkan. Misalnya saja,
menurut Haryatni (2002) disebutkan bahwa ketika gula pasir dimasukkan namun ternyata masih
mengandung kotoran, maka kotoran tersebut akan terperangkap di dalam media sehingga
mempengaruhi warna nata. Selain itu, adanaya penambahan gula pasir juga dapat menyebabkan
browning sehingga warna media akan semakin gelap. Selain itu, karena pengamatan warna
menggunakan indra penglihatan seseorang, maka hasil yang diperoleh juga bergantung pada
pengamatan masing-masing pengamat yang dapat menyebabkan standar mengenai cerah atau gelap
yang digunakan pun bisa berbeda-beda.

c. Aroma

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa pada shift 1, pada kelompok 1 dan 3
diperoleh nata yang memiliki aroma yang paling asam pada nata perlakuan A. Kemudian, pada shift
2, kelompok 1 aroma nata paling asam dimiliki oleh nata perlakuan A dan D sedangkan pada
keompok 3 pada nata perlakuan A. Lalu, pada shift terakhir yaitu shift 3 diperoleh data bahwa nata
dengan aroma yang paling asam dimiliki oleh nata perlakuan B pada kelompok 1 dan perlakuan A
pada kelompok 3.

Berdasarkan uraian data diatas dapat diketahui bahwa nata dengan aroma paling asam kebanyakan
ditemukan pada nata perlakuan A. Aroma asam dari nata bergantung pada jenis air kelapa yang
digunakan dan bergantung pada penambahan aasam sitrat beserta asam cuka. Jika air kelapa yang
digunakan adalah air kelapa yang sudah lama disimpan, maka hal ini akan meningkatkan aroma
asam pada nata yang dihasilkan. Hal ini dapat dikarenakan, air kelapa yang digunakan telah
terfermentasi terlebih dahulu oleh mikroba lainnya. Kemudian, penambahan asam sitrat dan asam
cuka juga berpengaruh sebab semakin banyak penambahan kedua bahan tersebut, maka akan
meningkatkan pH dari nata, semmakin tinggi pH nata maka akan memberikan aroma asam yang
menyengat pada nata.

Anda mungkin juga menyukai