UKL-UPL
BAHONSUAI
BAB III
RONA AWAL, DAMPAK LINGKUNGAN, UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP,
DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP
700
600
Januari
500 Februari
Maret
April
400 Mei
Juni
Juli
300
Agustus
September
200 Oktober
November
Desember
100
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Gambar 3.1. Grafis Chart data Curah Hujan tahun 2004-2014 (BMKG Bubung Luwuk 2013, Website BPS Kabupaten Banggai Kepulauan (http://bangkepkab.bps.go.id/)
Stasiun
Parameter Satuan Baku Mutu
U-01 U-02 U-03
Sulfur Dioksida (Sox) g/mm3 4,6 5,2 11,9 900
Nitrogen Dioksida (NOx) g/mm3 100 60 100 400
Karbon Monoksida (CO) g/mm3 100 100 200 30.000
Debu g/mm3 1,7 3,6 5,9 90
Pemukiman
Kebisingan dB 44,8 42,2 51,1
= 55 db
Suhu oC 41,4 35,7 40,5 -
Sumber : Hasil Pengukuran, Oktober 2016
Keterangan :
Stasiun I (U-01)/Lokasi Puskesmas : S = 02 13 23.6 , E = 121 44 10,9
Stasiun II (U-02)/Pemukiman Desa Parilangke : S = 02 13 37.0 , E = 121 44 13,0
Stasiun III (U-3)/Simpang Jalan Umum : S = 02 13 16,8 , E = 121 44 11,4
Dari data hasil pengukuran tersebut, diketahui bahwa parameter kebisingan dan kualitas
udara di setiap titik pengukuran masih tergolong rendah karena berbagai jenis kendaraan yang
melalui jalur utama Desa Parilangke intensitasnya masih cenderung kurang.
Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan terhadap parameter Sulfur Dioksida (Sox),
Nitrogen Dioksida (NOx), Karbon Monoksida (CO), Debu dan Kebisingan diketahui bahwa semua
parameter tersebut masih berada jauh dibawah ambang batas pencemaran udara/Indeks
Pencemaran Udara (ISPU) yang ditetapkan pemerintah.
b. Kualitas Air
Berdasarkan hasil pengujian laboratorium dan pengukuran insitu terhadap kualitas air
tanah (air sumur) di lokasi rencana pembangunan Puskesmas Laantula Jaya dan sumur warga
disekitarnya diperoleh data sebagaimana disajikan pada Tabel 3.3 berikut:
c. Transportasi
Hasil pengamatan kepadatan lalu lintas (transportasi) untuk semua jenis kendaraan di
sekitar rencana lokasi penambangan serta lokasi pembangunan dan pengoperasian Puskesmas
Laantula Jaya oleh Dinas Kesehatan daerah Kabupaten Morowali, disajikan pada Tabel 3.4.
berikut.
Tabel-3.4. Hasil Pengamatan Volume Kendaraan yang melintas
pada ruas jalan di sekitar lokasi rencana kegiatan
Jika dilihat data kendaraan pada Tabel 3.4. di atas, intensitas volume kendaraan yang
melintas pada ruas jalan di sekitar lokasi kegiatan yang dimaksud merupakan kategori rendah
dikarenakan bahwa pada ruas jalan ini merupakan jalan kabupaten yang menghubungkan
pemukiman Desa Parilangke dengan jalan Trans Sulawesi Ruas Bungku - Beteleme.
b. Fauna
Keberadaan fauna di sekitar lokasi rencana kegiatan, tidak lepas dari kehidupan
masyarakat sekitarnya. Berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan, diperoleh gambaran
bahwa fauna dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Berdasarkan data pada tabel tersebut, sarana dan prasarana sosial ekonomi di daerah
ini cukup memadai, karena sarana sosial seperti pendidikan SMP, para siswa cukup berjalan kaki
atau menggunakan kendaraan roda dua karena berada dalam Desa Bahonsuai demikian halnya
bila hendak melanjutkan ke jenjang SMU tamatan SMP di daerah ini, juga harus melanjutkan di
Desa Bahonsuai sebagai satu-satunya alternatif sekolah Negeri terdekat.
Sama halnya sarana kesehatan yang dipersiapkan Pemerintah Kabuputen Morowali,
sangat terbatas personilnya, sehingga mengakibatkan pelayanan kesehatan masyarakat tidak
terlayani secara maksimal.
gotong royong oleh masyarakat yang tidak melihat status sosialnya, baik kaya mapun miskin,
baik tokoh masyarakat maupun masyarakat biasa. Dalam hal perkawinan, walaupun masyarakat
sebagian besar beragama Islam, tetapi dalam penyelenggaraan upacara perkawinan tetap
dilaksanakan secara adat bersamaan tuntunan dalam agama Islam. Hal ini nampak dalam
proses pelamaran dan perkawinan.
Di kalangan warga masyarakat Desa Parilangke baik yang bersuku Jawa, Bungku,
maupun suku-suku lain, upacara adat yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu antara lain:
setelah panen dan membangun rumah. Dalam upacara mendirikan rumah baru, penduduk
menyediakan makanan tradisional.
Pada masyarakat Desa Parilangke misalnya dalam penyelenggaraan perkawinan lebih
ditonjolkan sifat adatnya daripada agamanya, unsur agamanya hanya nampak pada pengucapan
Ijab Qabul/janji dan sumpah kedua mempelai. Sedangkan adat terdapat pada keseluruhan
proses perkawinan. Perkawinan semacam ini tidak saja diberlakukan pada perkawinan di
kalangan masyarakat lokal Desa Parilangke sendiri saja tetapi pula diberlakukan bagi orang lain
yang menikahi perempuan warga Desa Parilangke. Bahkan pada beberapa kasus orang luar
yang melangsungkan prosesi pernikahan di Desa Parilangke menggunakan adat masyarakat
lokal yang menjadi pasangannya.
Apabila terjadi sengketa baik antara individu maupun kelompok, khususnya perkara yang
bersifat perdata seperti sengketa tanah, kebun, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain, dapat
diselesaikan oleh seorang tokoh adat bersama-sama dengan aparat pemerintah desa setempat
maupun kecamatan. Dalam konteks ini media penyelesaiannya adalah melalui proses
musyawarah yang dipimpin oleh tokoh adat dan disaksikan oleh aparat pemerintah. Sedangkan
untuk perkara-perkara yang bersifat pidana seperti perkelahian atau pencurian, masyarakat
masih memilih penyelesaian di desa setempat, dan dapat diselesaikan bersama tokoh-tokoh
masyarakat, tokoh agama maupun tokoh pemuda. Kemudian pihak-pihak yang bertikai atau yang
mencuri dapat dikenakan denda sesuai ketentuan yang berlaku di desa. Dan apabila persoalan
tersebut tidak dapat diselesaikan di desa, kemudian kepala desa akan melaporkan kepada
aparat kepolisian setempat.
Dalam hal hubungan manusia dengan lingkungannya masyarakat di daerah ini memiliki
sejumlah pengetahuan yang bersifat ramah lingkungan baik yang bersifat rasio intelektualistik
maupun yang bersifat religio magis. Dalam menebang pohon besar misalnya beringin terlebih
dahulu diritualkan dengan menancapkan kampak di batang pohon tersebut dan disertai ayam
putih satu ekor diikat di sekitar pohon yang akan ditebang, dan apabila kampak tersebut tidak
jatuh berarti anggapan mereka penghuni pohon tersebut (makhluk gaib) telah mengizinkan
penebangan Ini berarti warga yang tinggal di sekitar pohon tersebut senantiasa akan terhindar
dari bala atau akan selalu sehat-sehat. Begitu pula penanaman padi atau kacang ijo, selalu orang
tua-tua menentukan hari-hari yang baik untuk melakukan penanaman hari pertama sehingga
hasil panen dapat banyak hasilnya. Hal ini merupakan salah satu bentuk sifat ramah lingkungan
yang bersifat religio magis. Sementara itu yang bersifat rasio intelektualistik adalah pandangan
mereka bahwa jika hutan yang gundul akan berdampak besar bagi kehidupan mereka, pada saat
musim penghujan akan terjadi banjir dan pada saat kemarau air sungai akan berkurang volume
airnya.
f. Karakteristik Masyarakat
Karakteristik masyarakat di Desa Parilangke, secara garis besar dapat dibagi ke dalam
dua kelompok yakni karakteristik masyarakat bekerja sebagai pegawai/karyawan (masyarakat
modern), karateristik petani, karakteristik masyarakat nelayan, dan gabungan antara petani dan
nelayan. Karakteristik masyarakat petani dan nelayan terdapat pada kelompok masyarakat yang
menggantungkan hidupnya dari hasil-hasil pertanian, perkebunan jangka panjang dan hasil laut.
Bagi kelompok ini sumberdaya (basis material) yang paling utama adalah tanah (land) dengan
suatu sistem kepemilikan (kepenguasaan) baik yang berdasarkan hukum positif (ipso jure)
maupun yang berdasarkan hukum adat (ipso facto).
g. Kelembagaan Masyarakat
Kelembagaan masyarakat yang terdapat di Desa Parilangke meliputi kelembagaan
masyarakat yang bersifat modern, sementara itu yang bersifat tradisional seperti misalnya
lembaga adat. Kelembagaan masyarakat yang bersifat modern tersebut meliputi pemerintah
desa, BPD, PKK dan Persatuan Pemuda dan Lembaga bentukan masyarakat lainnya baik yang
bersifat formal maupun informal. Lembaga-lembaga ini sangat berperan namun demikian peran
pemerintah desa tetap menjadi ujung tombak dalam hal urusan pemerintahan. Sementara
lembaga yang bersifat tradisional yakni Ketua Adat yang berperan menyelasaikan hal-hal yang
sifatnya mengandung adat istiadat di kampung, seperti halnya perkawinan, acara pesta rakyat
dan lain-lain.
Pemerintah desa tidak saja mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan
pemerintahan tetapi pula mengurusi masalah-masalah kemasyarakatan lainnya seperti
ketenagakerjaan, pertanahan, sengketa masyarakat, dan lain-lain. Dikalangan masyarakat,
masalah yang dihadapi terlebih dahulu dilapor di Pemerintah Desa, setelah Pemerintah Desa
belum menyelesaikan masalah, baru langsung melaporkannya ke Pemerintah Kecamatan.
Dalam konteks urusan pemerintahan Desa sendiri, pemerintah Desa belum maksimal
menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat, berhubung kurang
harmonisnya hubungan antara sesama pemerintah Desa maupun tokoh-tokoh masyarakat
lainnya, masih ada miss komunikasi antara sesama pemerintah desa dan tokoh-tokoh pemuda
maupun tokoh-tokoh masyarakat. Badan Pemberdayaan Desa (BPD) yang sangat diharapkan
menengahi persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat, namun demikian BPD masih
kesulitan mencari titik temunya karena faktor belum harmonisnya hubungan beberapa elemen-
elemen masayarakat yang terkait di dalamnya.
h. Kepemimpinan
Otoritas yang bersifat legal formal merupakan sumber kepemimpinan yang paling efektif
dibandingkan dengan otoritas yang bersifat informal. Para tokoh yang memegang peranan
penting di masyarakat adalah mereka yang memiliki kekuasaan secara formal dalam struktur
pemerintahan. Sedangkan mereka yang tidak memiliki kedudukan secara formal dalam struktur
pemerintahan tidak memiliki peran yang begitu efektif di masyarakat. Di antara mereka yang
dianggap sebagai tokoh pemimpin karena kedudukannya di pemerintahan adalah Kepala Desa.
Seorang Kepala Desa cukup memiliki pengaruh dalam struktur masyarakat di Desa Parilangke
dan desa-desa lain disekitarnya. Hal ini menunjukkan bahwa seorang Kepala Desa dianggap
sebagai penguasa wilayah sebagaimana halnya seorang Camat, Bupati atau Gubernur. Artinya
dalam konteks ini kedudukan seorang Kepala Desa masih dipahami seperti dulu ketika masih
diberlakukan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Di Desa
Parilangke seorang Kepala Desa memegang peran yang sangat sentral sehingga segala
kegiatan tidak saja yang bersifat administratif tetapi juga politis harus disetujui oleh Kepala Desa.
Bintara Pembina Desa (BABINSA) dan Polisi tidak memegang kendali langsung di
bidang kemasyarakatan. Tetapi mengingat posisinya sebagai salah satu Tripika, maka BABINSA
diperlakukan pula sebagai pimpinan formil. Kenyataan menunjukkan bahwa seorang BABINSA
disegani karena dia seorang TNI. Masyarakat di Laantula Jaya sangat segan pada TNI. Oleh
karena itu ketaatan atau penghargaan masyarakat terhadap TNI dan Polisi bukan disebabkan
oleh karena kewenangan yang dimilikinya tetapi lebih didasari oleh perasaan takut masyarakat
saja.
Kepala Desa dianggap sebagai salah satu jabatan formil di desa, sehingga seorang
Kepala Desa dipandang sebagai tokoh yang memiliki otoritas untuk mengendalikan masyarakat,
walaupun seseorang yang menjabat sebagai Kepala Desa adalah dari golongan muda atau
bukan dari keturunan yang terhormat atau pula orang luar yang bukan penduduk lokal tetapi
karena jabatannya, maka ia akan lebih cenderung dipatuhi oleh masyarakat dibandingkan
dengan mereka yang tua-tua dan penduduk asli di kampung tersebut. Apabila seseorang telah
berhenti sebagai Kepala Desa maka dengan sendirinya pula penghargaan masyarakat
terhadapnya menjadi hilang.
Selain dari kepemimpinan yang berdasarkan pada otoritas legal formal di atas, terdapat
pula kepemimpinan yang bersumber pada otoritas informal walau ini kenyataannya kurang
efektif. Mereka yang termasuk dalam kategori ini adalah seorang pendeta/pastur yang memiliki
kekayaan tertentu, seorang mantan pejabat baik pemerintahan, kepolisian atau militer, tokoh
adat, seorang muda yang memiliki pendidikan relatif tinggi, dan guru sekolah. Mereka ini
cenderung dipandang terhormat oleh masyarakat walaupun masyarakat belum tentu patuh
terhadap saran atau perintah dari mereka. Dalam perjamuan atau suatu pesta misalnya mereka
akan diperlakukan lebih dibanding dengan anggota masyarakat lainnya dan mereka diberi porsi
perhargaan setingkat di bawah Tripika.
3.1.5. Komponen Kesehatan Masyarakat
a. Sumberdaya Kesehatan
c. Perizinan
Kegiatan pengurusan izin dan telaah teknis lokasi rencana pembangunan dan
pengoperasian puskesmas dilakukan bersama instansi terkait, dalam hal ini Dinas Kesehatan
Daerah Kabupaten Morowali. Setelah suatu rencana usaha dan kegiatan dinyatakan layak
secara teknis, ekonomi dan lingkungan, maka selanjutnya dilakukan pengurusan perizinan yang
diperlukan. Dalam hal perizinan ini akan berdampak positif pada pemasukan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) jika dilakukan sesuai dengan prosedur dan persyaratan yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah.
d. Sosialisasi
Kegiatan ini yang dilakukan kepada masyarakat umum baik secara langsung maupun
lewat promosi. Kegiatan ini diprakirakan akan berdampak terhadap sikap dan persepsi
masyarakat terhadap rencana pembangunan dan pengoperasian Puskesmas oleh Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten Morowali. Kegiatan ini akan berdampak positif bila terjadi
penerimaan oleh masyarakat di sekitar lokasi rencana kegiatan, namun dapat pula berdampak
negatif bila terjadi penolakan atau timbulnya keresahan dalam masyarakat.
e. Pembebasan lahan.
Pada tahap ini secara umum akan berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan
masyarakat, khususnya bagi pemilik lahan yang berada di lokasi tapak pembangunan fasilitas
penunjang kegiatan pembangunan Puskesmas dan sarana penunjangnya, namun disisi lain
terdapat kemungkinan dampak negatif bila dalam proses pembebasan lahan tersebut terdapat
perbedaan pendapat dalam hal penetapan harga tanah dan tanaman antara pemilik lahan
dengan pihak pemrakarsa ataupun ada oknum-oknum yang sifatnya memprovokasi masyarakat
terkait harga tanah maupun kepemilikan lahan.
3.2.2. Tahap Konstruksi
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama tahap konstruksi diprakirakan akan
memberikan dampak terhadap lingkungan baik dampak positif maupun negatif. Sumber dampak
dan dampak lingkungan yang akan terjadi adalah sebagai berikut:
a. Rekruitmen tenaga kerja konstruksi.
Dalam pelaksanan kegiatan tahap konstruksi akan ada penerimaan tenaga kerja. Tenaga
kerja yang dibutuhkan dalam tahap ini adalah tenaga kerja kasar. Dengan demikian kegiatan
penerimaan tenaga kerja ini akan menimbulkan dampak besar dan bagi anggota masyarakat
sekitar lokasi proyek karena akan terbuka peluang kesempatan kerja dan usaha meningkatkan
penghasilan. Mereka akan memiliki kesempatan yang besar untuk bekerja dan memperoleh
penghasilan, sehingga kondisi kesejahteraannya akan meningkat kearah yang lebih baik.
Kegiatan penerimaan tenaga kerja secara umum akan menggunakan tenaga kerja lokal karena
kebutuhan tenaga kerja sudah dapat dipenuhi oleh tenaga kerja setempat sehingga tidak perlu
mendatangkan tenaga kerja dari luar.
b. Mobilisasi peralatan dan material
Dikarenakan kebutuhan akan peralatan dan material pada kegiatan konstruksi
Puskesmas dan sarana penunjangnya tidak terlalu besar, maka pada kegiatan mobilisasi
peralatan dan material berpotensi meningkatkan kebisingan dan kadar debu di udara namun
tidak begitu berpotensi menimbulkan dampak negatif berupa gangguan lalulintas dan kerusakan
jalan di sepanjang jalur mobilisasi .
c. Pembuatan barak kerja, gudang dan basecamp karyawan
Pembagunan base camp berfungsi
sebagai kantor pelaksana, P3K,
penginapan pekerja, bengkel
perawatan dan perbaikan alat berat
Gambar 3.2. Ilustrasi Pembangunan Barak/Mess
Sumber: http://image.google.com serta gudang penyimpanan material,
disamping itu dilengkapi dengan sarana MCK.
Kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak adalah penumpukan material
konstruksi, kebisingan, lalu lintas pengangkutan material dan aktivitas para pekerja yang bisa
menimbulkan konflik dengan masyarakat setempat. Selain itu kegiatan ini juga memberikan
dampak positif berupa kesempatan usaha.
d. Pembangunan Puskesmas dan sarana penunjangnya
Pada kegiatan pembangunan Puskesmas san sarana penunjangnya dampak primer
negatif yang mungkin timbul adalah peningkatan kebisingan dan kadar debu di udara akibat
proses konstruksi. Selain dampak negatif, proses pembangunan Puskesmas dan sarana
penunjangnya juga memberikan dampak positif khususnya pada sisi kesempatan kerja dan
berusaha serta peningkatan pendapatan bagi angkatan kerja yang berdomisili di sekitar lokasi
rencana kegiatan.
e. Penataan lingkungan
Setelah proses konstruksi sepenuhnya selesai, maka tahapan yang selanjutnya akan
dilakukan di lokasi rencana kegiatan adalah penataan lingkungan, dimana ruang lingkup kegiatan
ini diantaranya adalah pembersihan lokasi kegiatan dari sisa-sisa komponen konstruksi yang
sudah tidak terpakai serta penataan kegiatan berupa kegiatan landscaping. Pada tahap ini
terdapat dampak negatif berupa gangguan kualitas udara namun dalam skala yang cukup kecil
sementara disisi lain dampak positif yang ditimbulkan cukup baik mengingat selain proses
pembersihan membutuhkan tenaga kerja yang berdampak pada peningkatan pendapatan,
kegiatan ini berdampak pada lingkungan disekitar lokasi rencana kegiatan menjadi semakin baik.
f. Penanganan Tenaga Kerja Konstruksi
Setelah proses konstruksi sepenuhnya selesai, maka tahapan selanjutnya yang akan
dilaksanakan adalah pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja konstruksi, hal ini memberikan
dampak negatif terhadap psikologi tenaga kerja yang akan kehilangan pekerjaan.
3.2.3. Tahap Operasi
Tahap operasi adalah merupakan fase pengoperasian Puskesmas dan sarana
penunjangnya yang meliputi penerimaan, penanganan dan perawatan pasien, pengoperasian
Ambulance, pengoperasian rumah tinggal tenaga medis, pengoperasian dapur, IPAL dan
incinerator.
Sebagaimana tahap kegiatan sebelumnya, tahap operasional dari rencana kegiatan juga
akan memberikan dampak terhadap lingkungan, baik dampak positif maupun dampak negatif.
Dampak-dampak tersebut akan dijelaskan berdasarkan kegiatan yang akan berlangsung selama
tahap operasional sebagai berikut.
a. Komponen Fisik-Kimia
1) Perubahan Kualitas Air
Dampak terhadap komponen fisik-kimia berupa perubahan kualitas perairan yang merupakan
dampak primer yang disebabkan oleh kegiatan penggunaan air untuk keperluan pasien dan
pegawai puskesmas serta pengoperasian IPAL. Perubahan fisik kimia perairan yang akan
berpengaruh terhadap kualitas air permukaan dan air tanah dalam adalah sebagai berikut:
a) Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH merupakan parameter yang sangat penting dalam pemantauan kualitas
perairan. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa parameter antara lain aktivitas biologi, suhu,
kandungan oksigen terlarut dan adanya ion-ion. Menurut Odum (1992) dan Nybakken (1992)
perubahan pH pada perairan laut biasanya sangat kecil karena adanya turbulensi massa air yang
selalu menstabilkan kondisi perairan.
Derajat keasaman (pH) adalah nilai yang menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam air
yang digunakan untuk mengukur apakah suatu larutan bersifat asam dan basa. Nilai pH berkisar
antara 1-14, nilai pH 7 adalah netral yang merupakan batas tengah antara asam dan basa makin
tinggi pH suatu larutan makin besar sifat basanya dan sebaliknya semakin kecil pH semakin kuat
asam suatu larutan. Derajat keasaman dalam sistem perairan, merupakan suatu peubah yang
sangat penting, mempengaruhi konsentrasi logam berat diperairan. Perairan estuaria kandungan
logam berat lebih tinggi dibandingkan pada perairan lainnya, hal ini disebabkan oleh kelarutan
logam berat lebih tinggi pada pH rendah (Chester 1990). Perubahan derajad keasaman (pH)
pada air akibat
b) Daya Hantar Listrik (DHL)
Daya hantar listrik/Konduktivitas adalah bilangan yang menyatakan kemampuan larutan
cair untuk menghantarkan arus listrik. Kemampuan ini tergantung keberadaan ion, total
konsentrasi ion, valensi konsentrasi relatif ion dan suhu saat pengukuran. Makin tinggi
konduktivitas dalam air, air akan terasa payau sampai asin. (Mahida, 1986). Daya hantar listrik
adalah kemampuan air untuk menghantarkan listrik. Daya hantar listrik menunjukkan adanya
bahan kimia terlarut seperti NaCl. Konduktivitas air dapat meningkat dengan adanya ion-ion
logam berat yang dilepaskan oleh bahan-bahan polutan. Daya hantar listrik dinyatakan sebagai
umhos/cm adalah konduktan dari suatu konduktor dengan panjang 1 cm dan mempunyai
penampang 1 cm2. Peralatan yang dipergunakan adalah konduktometer. Konduktometer yang
digunakan dikalibrasi terlebih dahulu dengan cara alat dihidupkan kemudian tombol ditekan.
c) Total Padatan Terlarut (Total Dissolved Solid, TDS)
Total padatan terlarut merupakan bahan-bahan terlarut dalam air yang tidak tersaring
dengan kertas saring millipore dengan ukuran pori 0,45 m. Padatan ini terdiri dari senyawa-
senyawa anorganik dan organik yang terlarut dalam air, mineral dan garam-garamnya (Hartami,
2008). Penyebab utama terjadinya TDS adalah bahan anorganik berupa ion-ion yang umum
dijumpai di perairan. Sebagai contoh air buangan sering mengandung molekul sabun, deterjen
dan surfaktan yang larut air, misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri pencucian
(Marganof, 2007). TDS yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti ikan karena
tersaring oleh insang. Menurut Hartami (2008), padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi
cahaya ke dalam air, sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosisntesis dan
kekeruhan air juga semakin meningkat.
d) TSS (Total Suspended Solid)
TSS atau total padatan tersuspensi adalah padatan yang tersuspensi di dalam air berupa
bahan-bahan organik dan anorganik yang dapat disaring dengan kertas millipore berporipori 0,45
m. Materi yang tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi
penetrasi matahari ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan
pertumbuhan bagi organisme produser (Huda, 2009). Baku mutu air limbah penambangan nikel
untuk parameter TSS adalah maksimum 200 mg/l. Menurut Effendi (2003) total padatan
tersuspensi (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi yang tidak larut dalam air. Bahan-bahan ini
baik organik maupun anorganik keterdapatannya berbentuk partikel dan tidak larut dalam air.
disisihkan tergantung dari diameternya. Partikel berukuran besar akan tertahan pada saluran
pernafasan atas, sedangkan partikel kecil yang dapat terhirup (inhalable) akan masuk ke paru-
paru dan bertahan di dalam tubuh dalam waktu yang lama. Partikel inhalable adalah partikel
dengan diameter di bawah 10 m (PM10). PM10 diketahui dapat meningkatkan angka kematian
yang disebabkan oleh penyakit jantung dan pernafasan, pada konsentrasi 140 g/m 3 dapat
menurunkan fungsi paru-paru pada anak-anak, sementara pada konsentrasi 350 g/m3 dapat
memperparah kondisi penderita bronkhitis. Toksisitas dari partikel inhalable tergantung dari
komposisinya Partikel inhalable juga dapat merupakan partikulat sekunder, yaitu partikel yang
terbentuk di atmosfer dari gas-gas hasil pembakaran yang mengalami reaksi fisik-kimia di
atmosfer, misalnya partikel sulfat dan nitrat yang terbentuk dari gas SO2 dan NOx. Umumnya
partikel sekunder berukuran 2,5 mikron atau kurang. Proporsi mayor dari PM 2,5 adalah
amonium nitrat, ammonium sulfat, natrium nitrat dan karbon organik sekunder. Partikel-partikel ini
terbentuk di atmosfer dengan reaksi yang lambat sehingga sering ditemukan sebagai pencemar
udara lintas batas yang ditransportasikan oleh pergerakan angin ke tempat yang jauh dari
sumbernya. Partikel sekunder PM 2,5 dapat menyebabkan dampak yang lebih berbahaya
terhadap kesehatan bukan saja karena ukurannya yang memungkinkan untuk terhisap dan
masuk lebih dalam ke dalam sistem pernafasan tetapi juga karena sifat kimiawinya.
Partikel sulfat dan nitrat yang inhalable serta bersifat asam akan bereaksi langsung di
dalam sistem pernafasan, menimbulkan dampak yang lebih berbahaya daripada partikel kecil
yang tidak bersifat asam. Partikel logam berat dan yang mengandung senyawa karbon dapat .
mempunyai efek karsinogenik, atau menjadi carrier pencemar toksik lain yang berupa gas atau
semi-gas karena menempel pada permukaannya. Termasuk ke dalam partikel inhalable adalah
partikel Pb yang diemisikan dari gas buang kendaraan bermotor yang menggunakan bahan
bakar mengandung Pb. Timbal adalah pencemar yang diemisikan dari kendaraan bermotor
dalam bentuk partikel halus berukuran lebih kecil dari 10 dan 2,5 mikrometer.
Partikel debu yang terdapat di udara mempunyai ukuran yang variatif, dari ukuran yang
sangat kecil (0,1 m 25 m). Keberadaan di lingkungan sebagai hasil dari kegiatan seperti
proses pembakaran dari incinerator, peleburan besi, pembangkit tenaga listrik, proses industri,
kegiatan gunung berapi, atau proses penghancuran yang lain. Waktu pemaparan dari partikel-
partikel padat atau debu di udara tergantung pada ukuran besarnya partikel-partikel tersebut. Ada
partikel-partikel yang dapat bertahan di udara selama 3 bulan, namun ada juga yang bertahan
hanya sampai beberapa menit saja. Partikulat/Total Suspended Solid (TSS) pada Kegiatan
pengoperasian Puskesmas dihasilkan dari pengoperasian Ambulance, genset, dapur dan
Incenerator.
d) Kebisingan
Kebisingan atau bising pada umumnya didefinisikan sebagai bunyi yang tidak
dikehendaki (WHO, 1995 dalam Sasongko dkk, 2000), tingkat kebisingan itu sendiri merupakan
suatu hal yang dapat diukur namun dampak rasa bising merupakan hal yang fenomenal yang
akan bergantung pada subjek penderita (Mokhtar dkk, 2007). Pernyataan tingkat kebisingan tidak
hanya tergantung pada besaran fisik saja tetapi juga melibatkan faktor lingkungan seperti respon,
persepsi individu serta reaksi akan tingkatan kebisingan tersebut (Barros, at el, 2008)
Besaran tingkat kebisingan dapat diketahui dengan menggunakan rumusan tingkat
kebisingan ekuivalen dan tingkat kebisingan siang-malam (Sasongko dkk, 2000). Pemerintah
Indonesia melalui Menteri Lingkungan Hidup telah menetapakan aturan kebisingan lingkungan
melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 48/MENLH/11/1996 tahun 1996 yang
mengatur tentang batas baku kebisingan pada area pemukiman ataupun fasilitas umum
masyarakat lainnya. Tingkat Kebisingan di area pemukiman ditetapkan tidak melebihi 55 dBA.
Disamping itu pemerintah juga telah menetapkan batas ambang baku kebisingan pada area kerja
sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP.55/MEN/1999, bahwa nilai ambang batas
kebisingan di area kerja maksimal 85 dBA dengan waktu pemajanan 8 jam.
Nilai tingkat Kebisingan antara 55-65 dBA berpengaruh terhadap gangguan psikologis
antara lain gangguan kenyamanan pribadi, gangguan komunikasi, gangguan psikologis seperti
gangguan keluhan dan tindakan demonstrasi, gangguan pada konsentrasi belajar, gangguan
istirahat, gangguan pada aktivitas sholat/ibadah, gangguan tidur dan gangguan lainnya,
sedangkan keluhan somatik, tuli sementara dan tuli permanen merupakan dampak yang banyak
dipertimbangkan dari kebisingan dilingkungan kerja/ industri (Ikron dkk, 2005).
Kebisingan akan meningkat dengan beroperasinya genset dan ambulance akan
mengganggu kesehatan manusia apabila telah melampaui baku mutu sesuai Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 48/MENLH/11/1996 tahun 1996 yang mengatur tentang batas baku
kebisingan pada area pemukiman ataupun fasilitas umum masyarakat lainnya.
b. Komponen Sosial, Ekonomi dan Budaya (Sosekbud)
Kegiatan pengoperasian Puskesmas dan sarana penunjangnya ditinjau dari aspek
ekonomi akan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat serta meningkatkan PAD
Kabupaten Morowali. Pengoperasian Puskesmas khususnya unit rawat inap berpotensi
membuka peluang kesempatan berusaha bagi masyarakat disekitar Puskesmas untuk
menyediakan kebutuhan keluarga pasien yang menginap.