Anda di halaman 1dari 24

PUSKESMAS

UKL-UPL
BAHONSUAI

BAB III
RONA AWAL, DAMPAK LINGKUNGAN, UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP,
DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP

3.1. Rona Awal Lingkungan (Environmental Base Line)


3.1.1. Kondisi Hidroklimatologi
a. Iklim (Climate)
Komponen yang memiliki peranan penting dalam mempengaruhi aliran air permukaan
(run off) pada lokasi antara lain curah hujan, bentang lahan, jenis tanah dan vegetasi sebagai
tutupan lahan. Curah hujan sebagai input utama dalam besarnya aliran air permukaan di daerah
tangkapan air (catchment area), daerah tangkapan air merupakan fungsi dari vegetasi yang
dapat menyimpan air hujan yang turun pada daerah tersebut. Sebagaimana daerah tropis
lainnya, Kabupaten Morowali memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan.
Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Juli November, sedangkan musim penghujan
terjadi pada bulan Desember Mei. Data curah hujan di sekitar lokasi studi dapat dilihat pada
Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Data Curah Hujan 10 tahun terakhir
Bulan
Tahun (mm)
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
2004 106 73 132 66 120 237 149 7 34 9 36 91 1060
2005 39 105 171 100 187 129 145 121 54 96 84 143 1374
2006 114 78 182 147 61 612 43 69 40 10 21 118 1495
2007 40 65 155 199 151 150 236 140 21 13 75 129 1374
2008 85 164 170 198 183 158 467 342 95 112 197 127 2298
2009 233 91 138 164 74 123 61 49 7 10 66 48 1064
2010 54 3 94 107 203 126 78 182 94 89 65 273 1368
2011 126 287 80 147 116 153 255 57 105 23 63 92 1504
2012 129 144 174 149 158 274 215 146 66 58 94 158 1765
2013 34.2 80.2 61.6 103.2 100.2 120.1 178.5 71.6 58.7 40.5 61.6 102.4 1012.8
2014 64.8 69.4 100.3 129.2 50.9 233 111.2 200.8 2.2 7.8 44.6 59.7 1073.9
Rataan 93.18 105.42 132.54 137.22 127.65 210.46 176.25 125.95 52.45 42.57 73.38 121.92
Sumber: BMKG Bubung Luwuk 2016, Website BPS Kabupaten Banggai Kepulauan
(http://bangkepkab.bps.go.id/)

Dampak Lingkungan Yang Akan Terjadi III - 1


PUSKESMAS
UKL-UPL
BAHONSUAI

700

600

Januari

500 Februari
Maret
April
400 Mei
Juni
Juli
300
Agustus
September
200 Oktober
November
Desember
100

0
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Gambar 3.1. Grafis Chart data Curah Hujan tahun 2004-2014 (BMKG Bubung Luwuk 2013, Website BPS Kabupaten Banggai Kepulauan (http://bangkepkab.bps.go.id/)

Dampak Lingkungan Yang Akan Terjadi III - 2


PUSKESMAS
UKL-UPL
BAHONSUAI

3.1.2. Komponen Fisik Kimia


a. Kualitas Udara dan Kebisingan
Berdasarkan hasil pengukuran secara langsung pada 3 titik pengamatan diperoleh data
tingkat kebisingan, konsentrasi gas Sulfur Dioksida/Oksida Belerang (SOx), Nitrogen
dioksida/Oksida Nitrogen (NOx), Karbon Monoksida (CO), partikel debu dan kebisingan
sebagaimana disajikan pada Tabel 3.2 berikut:
Tabel-3.2. Hasil pengukuran kualitas udara dan Kebisingan di sekitar lokasi rencana Kegiatan

Stasiun
Parameter Satuan Baku Mutu
U-01 U-02 U-03
Sulfur Dioksida (Sox) g/mm3 4,6 5,2 11,9 900
Nitrogen Dioksida (NOx) g/mm3 100 60 100 400
Karbon Monoksida (CO) g/mm3 100 100 200 30.000
Debu g/mm3 1,7 3,6 5,9 90
Pemukiman
Kebisingan dB 44,8 42,2 51,1
= 55 db
Suhu oC 41,4 35,7 40,5 -
Sumber : Hasil Pengukuran, Oktober 2016
Keterangan :
Stasiun I (U-01)/Lokasi Puskesmas : S = 02 13 23.6 , E = 121 44 10,9
Stasiun II (U-02)/Pemukiman Desa Parilangke : S = 02 13 37.0 , E = 121 44 13,0
Stasiun III (U-3)/Simpang Jalan Umum : S = 02 13 16,8 , E = 121 44 11,4

Dari data hasil pengukuran tersebut, diketahui bahwa parameter kebisingan dan kualitas
udara di setiap titik pengukuran masih tergolong rendah karena berbagai jenis kendaraan yang
melalui jalur utama Desa Parilangke intensitasnya masih cenderung kurang.
Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan terhadap parameter Sulfur Dioksida (Sox),
Nitrogen Dioksida (NOx), Karbon Monoksida (CO), Debu dan Kebisingan diketahui bahwa semua
parameter tersebut masih berada jauh dibawah ambang batas pencemaran udara/Indeks
Pencemaran Udara (ISPU) yang ditetapkan pemerintah.
b. Kualitas Air
Berdasarkan hasil pengujian laboratorium dan pengukuran insitu terhadap kualitas air
tanah (air sumur) di lokasi rencana pembangunan Puskesmas Laantula Jaya dan sumur warga
disekitarnya diperoleh data sebagaimana disajikan pada Tabel 3.3 berikut:

Dampak Lingkungan Yang Akan Terjadi III - 3


PUSKESMAS
UKL-UPL
BAHONSUAI

Tabel-3.3. Hasil Pengukuran Kualitas Air Sekitar Rencana Kegiatan


Lokasi Pengamatan
Parameter Satuan Baku Mutu*
ASM-01-RS-BM ASM-02-RS-BM
Fisika
1. Bau - Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau
2. Rasa - Tidak berasa Tidak berasa Tidak Berasa
3. Warna Skala TCU 15 10 50
4. Total Padatan Terlarut (TDS) Mg/L 395 537 1.500
5. Kekeruhan NTU 5,2 1,02 25
6. Suhu oC 32,1 31,7 Suhu Udara 3oC
Kimia
7. Air Raksa Hg 0,0001 0,0001 0,001
8. Arsen As 0,0215 0,0242 0,05
9. Besi Fe 0,59 0,12 1,0
10. Kadmium Cd 0,0027 0,0022 0,005
11. Kesadahan CaCO3 162 142,7 500
12. Timbal Pb 0,001 0,0011 0,05
13. Krom Valensi 6 Cr +6 0,0114 0,0016 0,05
14. Mangan Mn 0,0322 0,0276 0,5
15. Nitrat NO3 1,98 1,14 10
16. Nitrit NO2 0,06 0,01 1
17. pH - 5,8 7,28 6,5-8,5
18. Detergen MBAS 0,18 0,026 0,5
19. Sianida CN 0,001 0,001 0,1
20. Sulfat SO4 13,7 3,8 400
Biologi
21. Total Coliform MPN/100 ml <3,0 x102 <3,0 x 102 1000
22. Jumlah Escherichia coli MPN/100 ml 0 0 0
Sumber : Hasil Pengukuran, Mei 2016
Pengukuran tanggal 16 Oktober 2016 dan Pengujian Lab tanggal 17 Oktober 2016
Keterangan :
* = Baku Mutu Air Berdasarkan Permenkes No. 416/Menkes/Per/IX/1990
ASM-01-RS-LJ (Air Sumur Lokasi Puskesmas) : S = 02 13 25,00 , E = 121 44 13,30
ASM-02-RS-LJ (Air Sumur Warga Desa Parilangke) : S = 02 13 24,20 , E = 121 44 09,60

c. Transportasi
Hasil pengamatan kepadatan lalu lintas (transportasi) untuk semua jenis kendaraan di
sekitar rencana lokasi penambangan serta lokasi pembangunan dan pengoperasian Puskesmas
Laantula Jaya oleh Dinas Kesehatan daerah Kabupaten Morowali, disajikan pada Tabel 3.4.
berikut.
Tabel-3.4. Hasil Pengamatan Volume Kendaraan yang melintas
pada ruas jalan di sekitar lokasi rencana kegiatan

No Jenis Kendaran Jumlah Unit


1 Sepeda 1
2 Sepeda Motor 101
3 Mini Bus 19
4 Dump Truck 11
Sumber Data: Hasil pengamatan tanggal 16 Oktober 2016

Jika dilihat data kendaraan pada Tabel 3.4. di atas, intensitas volume kendaraan yang
melintas pada ruas jalan di sekitar lokasi kegiatan yang dimaksud merupakan kategori rendah
dikarenakan bahwa pada ruas jalan ini merupakan jalan kabupaten yang menghubungkan
pemukiman Desa Parilangke dengan jalan Trans Sulawesi Ruas Bungku - Beteleme.

Dampak Lingkungan Yang Akan Terjadi III - 4


PUSKESMAS
UKL-UPL
BAHONSUAI

3.1.3. Komponen Biologi


a. Flora
Inventarisasi flora yang dilakukan di sekitar rencana lokasi penambangan dilakukan
dengan metode pengamatan langsung mengingat lokasi di sekitar rencana pembangunan dan
pengoperasian Puskesmas Laantula Jaya oleh Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten Morowali
didominasi oleh kebun milik masyarakat dan semak belukar sehingga flora yang tumbuh di
sekitar lokasi cenderung seragam.
Berdasarkan hasil inventarisasi yang dilakukan di sekitar lokasi rencana kegiatan yang
kemudian dikomparasi dengan melakukan studi literatur maka disekitar lokasi rencana kegiatan
terdapat dua kelompok jenis flora yang tumbuh yaitu vegetasi non budidaya dan vegetasi
budidaya. Vegetasi non budidaya di areal studi didominasi tumbuhan perdu dan jenis rumput-
rumputan. Daftar lengkap hasil inventarisasi komponen vegetasi/flora di lokasi rencana kegiatan
disajikan dalam Tabel 3.5. berikut:
Tabel 3.5. Jenis Vegetasi/Flora yang ditemukan di sekitar lokasi.
No Nama Jenis Bahasa Latin
1 Kelapa Sawit Elaesis
2 Longgida Nauclea orientalis
3 Gamal Gliricidia sepium
4 Lamtoro Gliricidia sepium
5 Pandan Pandanus. SP
6 Jabon Neolamarckia cadamba
7 Alang-alang Imperata cylindrica L.
8 Komba-komba Eupatorium inulifolium Kunth
9 Rumput-rumputan Gramiceae
10 Rumput pahit Axonophus compressus
11 Rumput belulang Eleusine indica Gaerth
12 Genjoran Paspalum commersonii Lamk
13 Rumput sapi Panicumbrevifolium L.
14 Genjoran Digitaria violascens
15 Babandotan Ageratum conizoides
16 Sembung Blumea lacera
Sumber data : Pengamatan lapangan dan Studi Literatur, 2016

b. Fauna
Keberadaan fauna di sekitar lokasi rencana kegiatan, tidak lepas dari kehidupan
masyarakat sekitarnya. Berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan, diperoleh gambaran
bahwa fauna dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Dampak Lingkungan Yang Akan Terjadi III - 5


PUSKESMAS
UKL-UPL
BAHONSUAI

Tabel-3.6. Fauna yang teridentifikasi di sekitar lokasi rencana kegiatan


No Jenis Fauna Nama Latin
A Mamalia
1 Kucing Felis Catus
B Burung
1 Elang Ictinatus malayaensis
2 Tekukur Aecipter rhodogaster
3 Ayam Gallus gallus domesticus
C Reptil
1 Kadal Mabuya multifastiaca
2 Cicak Cosymbotus platyurus
D Amphibia
1 Katak pohon Polypedates leucomystax
2 Katak Rana sp
E Invertebrata
1 Kupu-kupu Ordo. Lepidoptera
2 Capung Ordo. Odonata
3 Semut merah Monomorium pharaonis
4 Semut hitam Componotus pennsylvnicus
5 Semut raja Polyrhachis hauxwelli
6 Semut hitam besar/Kolimondi Iridomyrmex anceps
7 Semut merah hitam besar Lobopelta ocillifera
8 8 Laba-laba janda hitam Lactrodectus mactans
9 9 Laba-laba kebun Argiope Aurelia
10 Laba-laba coklat Loxosceles reclosa Gertsch.
11 Kumbang kulit Phyllophaga portoricensis
12 Jangkrik tanah Allonemobius fasciatus L.
13 Jangkrik pohon Neoxabea bipunclata Geer
14 Kecoak timur Blatta orientalis
15 Nyamuk hutan Aedes stimulans Walker.
16 Belalang bertaji Melanoplus differentialis
17 Lalat belatung Dermatobia hominis L.Jr.
18 Kepik daun Halticus bractatus Say.
19 Kumbang scrabeid Phaneeus vindex
Sumber : Pengamatan lapangan, wawancara dan Studi Literatur, 2016

3.1.4. Komponen Sosial ekonomi dan budaya


a. Kependudukan
Lokasi rencana pembangunan dan pengoperasian Puskesmas dan sarana penunjangnya
secara administrasi termasuk dalam wilayah Desa Parilangke, Kecamatan Bumi Raya,
Kabupaten Morowali, sehingga dari aspek kependudukan dan tenaga kerja tidak terlepas dari
kondisi sosial ekonomi masyarakat Kecamatan Bumi Raya secara umum. Berdasarkan data
Statistik Kecamatan Bumi Raya Dalam Angka tahun 2016, penduduk Desa Parilangke terdiri dari
177 kepala keluarga dengan jumlah jiwa sebanyak 702 orang yang terdiri dari 335 orang laki-laki
dan 367 orang perempuan dengan sex ratio sebesar 91,28.

Dampak Lingkungan Yang Akan Terjadi III - 6


PUSKESMAS
UKL-UPL
BAHONSUAI

Tabel-3.7. Jumlah Penduduk Desa Parilangke


No Parameter Satuan Jumlah
1 Jumlah penduduk Jiwa 702
2 Jumlah Kep. Keluarga KK 177
3 Penduduk per keluarga Jiwa/KK 4
Sumber : Kecamatan Bumi Raya dalam Angka 2016
b. Tekanan penduduk terhadap lahan
Dibandingkan jumlah penduduk saat ini yang berjumlah 702 jiwa dengan luas wilayah
Desa Parilangke sebesar 51,69 KM2 maka tinggat kepadatan penduduk Desa Parilangke adalah
14 jiwa/KM2 maka untuk keadaan saat ini, tekanan penduduk saat ini terhadap lahan masih
dalam batas yang wajar.
c. Pola kepemilikan lahan
Pola kepemilikan lahan di Desa Parilangke sebagian besar telah memilki sertifikat, dan
yang belum memiliki sertifikat kepemilikan tersebut telah diatur oleh pemerintah desa terutama
pada lahan permukiman penduduk. Sedangkan lahan perkebunan masyarakat dibuka secara
pribadi, tetapi terlebih dahulu dirundingkan oleh tokoh-tokoh kampung sehingga dapat dibagi
secara adil dan merata demi menghindari kecemburuan sosial dan tidak ada satupun yang
menguasai lahan secara tidak wajar.
d. Ekonomi
1) Tingkat kesempatan kerja dan berusaha
Sebagian besar angkatan kerja Desa Parilangke terserap di sektor pertanian dan
perkebunan mengingat luasnya areal persawahan di daerah tersebut. Selain bergerak disektor
agraris, sebagian angkatan kerja Desa Parilangke bekerja sebagai Pegawai negeri
Sipil/TNI/Polri, nelayan, wiraswasta dan jenis-jenis usaha lainnya seperti disajikan pada Tabel
3.8 berikut:
Tabel 3.8. Jenis usaha/kegiatan ekonomi masyarakat Desa Parilangke
No Jenis Usaha/pekerjaan Jumlah
1. Industri Rumah Tangga 7
2. Tukang Batu 5
3. Tukang Jahit 2
4. Tukang Cukur/Salon 1
5. Bengkel Las 5
6. Bengkel Motor 2
7. Toko 3
8. Kios 9
9. Kedai Makan-minum 2
10. Koperasi Simpan Pinjam 1
Sumber: Kecamatan Bumi Raya tahun 2016

Dampak Lingkungan Yang Akan Terjadi III - 7


PUSKESMAS
UKL-UPL
BAHONSUAI

2) Tingkat pendapatan masyarakat


Sebagian besar penduduk Desa Parilangke bermata pencaharian sebagai petani dan
pekebun serta sebagian kecil berprofesi sebagai nelayan. Hal ini terkait dengan kondisi daerah
yang mempunyai ketersediaan lahan pertanian sawah irigasi yang cukup luas yang cukup
memaksimalkan potensi pendapatan masyarakat setempat.
3) Pusat pertumbuhan ekonomi
Kegiatan ekonomi masyarakat Desa Parilangke dan desa-desa lain di Kecamatan Bumi
Raya saat ini berpusat di Desa Bahonsuai sebagai pasar kecamatan, kemudian pasar Limbo
Makmur dan Pebatae, dimana sebagian besar fasilitas penunjang kegiatan ekonomi seperti
pasar kecamatan dan toko-toko yang berskala sedang berada dalam wilayah Desa Bahonsuai,
selain itu juga terdapat pasar-pasar pendukung yang terdapat di beberapa desa yang sifatnya
temporer dan seadanya.
4) Keadaan sarana dan prasarana
Adapun sarana dan prasarana penunjang lainnya yangt terdapat di Desa Parilangke
dapat dilihat pada Tabel 3.9. berikut:
Tabel-3.9. Sarana Prasarana Penunjang lainnya di Desa Parilangke Tahun 2016
No. Sarana Prasarana Jumlah
TK 1
1 Sarana pendidikan
SD 1
Kantor Desa 1
Puskesmas 1
2 Sarana Publik Masjid 1
Mushollah/Langgar 2
Jembatan 2
Sumber : Pengamatan Langsung di lapangan dan Kecamatan Bumi Raya dalam Angka 2016

Berdasarkan data pada tabel tersebut, sarana dan prasarana sosial ekonomi di daerah
ini cukup memadai, karena sarana sosial seperti pendidikan SMP, para siswa cukup berjalan kaki
atau menggunakan kendaraan roda dua karena berada dalam Desa Bahonsuai demikian halnya
bila hendak melanjutkan ke jenjang SMU tamatan SMP di daerah ini, juga harus melanjutkan di
Desa Bahonsuai sebagai satu-satunya alternatif sekolah Negeri terdekat.
Sama halnya sarana kesehatan yang dipersiapkan Pemerintah Kabuputen Morowali,
sangat terbatas personilnya, sehingga mengakibatkan pelayanan kesehatan masyarakat tidak
terlayani secara maksimal.

Dampak Lingkungan Yang Akan Terjadi III - 8


PUSKESMAS
UKL-UPL
BAHONSUAI

e. Nilai Budaya dan Adat Istiadat


Pada lokasi rencana lokasi kegiatan ditemukan kenyataan bahwa nilai budaya dan adat
istiadat setempat masih begitu kuat eksistensinya di masyarakat, baik dalam konteks hubungan
manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia maupun manusia dengan lingkungannya.
Dalam hal hubungan manusia dengan Tuhannya, baik orang Jawa, Bungku, maupun suku-suku
lainnya yang lain sangat meyakini mengenai adanya kekuatan yang lebih tinggi yang mengatasi
kekuatan manusia dan alam yaitu kekuatan Tuhan semesta alam. Oleh karena itu, mereka
meyakini bahwa manusia harus taat dan patuh terhadap Tuhan yang Maha Kuasa. Segala
perilaku dan tindakanterlepas itu kemudian ditaati atau dipatuhi- selalu didasari oleh kesadaran
mengenai adanya Tuhan. Kenyataan seperti ini didapati pada semua warga di Desa Parilangke.
Dalam wujudnya yang paling nyata misalnya ketika mereka membuka lahan perkebunan mereka
meyakini bahwa berhasil tidaknya usaha tersebut tergantung pada kehendak Tuhan. Selain
percaya kepada Tuhan, masyarakat di daerah ini pula masih mempercayai mengenai adanya
mahluk halus dan tabu (pantangan). Sebagai contoh masyarakat di Desa Parilangke masih
percaya bahwa pada sebagian kawasan baik di hutan atau di laut dihuni oleh mahluk-mahluk
halus sehingga untuk memasukinya diperlukan ritual-ritual tertentu.
Dalam hal hubungan manusia dengan manusia, di kalangan masyarakat di Desa Parilangke
masih menjunjung tinggi adat istiadat setempat seperti orang tua harus dihormati dan orang
seusia harus saling menghargai. Adat istiadat seperti ini masih cukup melekat kuat baik di
kalangan orang tua maupun di kalangan generasi muda. Mereka pun memiliki konsepsi bahwa
pendatang atau orang baru harus menjunjung tinggi adat istiadat masyarakat setempat atau yang
punya kampung sehingga dengan demikian mereka pula akan memberikan penghargaan yang
setara. Dalam wujudnya yang paling nyata mengenai adat tersebut di atas misalnya ketika
seorang anak muda yang melintas di depan orang tua akan mengatakan taabe/amit (permisi)
sambil membungkukkan badan, tegur sapa yang ramah di kalangan golongan seusia; sikap
menghargai pendatang atau orang baru sembari memberikan senyum, mengajak ngobrol,
mengajak minum air panas, atau membantu sebisanya jika ada yang minta tolong.
Solidaritas sosial baik atas dasar hubungan kekerabatan maupun hubungan kedaerahan
masih cukup kuat di kalangan masyarakat di daerah ini. Solidaritas sosial atas dasar kekerabatan
di kalangan orang Jawa, Bungku, maupun suku-suku lain nampak dalam acara perkawinan, kerja
kebun, atau penggalangan dana sumbangan untuk pembangunan tempat ibadah dan pendidikan.
Begitu pula solidaritas sosial atas dasar kedaerahan juga cukup menonjol. Hal ini nampak dalam
pergaulan sehari-hari yang cukup akrab tanpa menampakkan unsur etnis. Kenyataan pula
menunjukkan bahwa banyak pekerjaan seperti kerja sama membangun rumah dilakukan secara

Dampak Lingkungan Yang Akan Terjadi III - 9


PUSKESMAS
UKL-UPL
BAHONSUAI

gotong royong oleh masyarakat yang tidak melihat status sosialnya, baik kaya mapun miskin,
baik tokoh masyarakat maupun masyarakat biasa. Dalam hal perkawinan, walaupun masyarakat
sebagian besar beragama Islam, tetapi dalam penyelenggaraan upacara perkawinan tetap
dilaksanakan secara adat bersamaan tuntunan dalam agama Islam. Hal ini nampak dalam
proses pelamaran dan perkawinan.
Di kalangan warga masyarakat Desa Parilangke baik yang bersuku Jawa, Bungku,
maupun suku-suku lain, upacara adat yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu antara lain:
setelah panen dan membangun rumah. Dalam upacara mendirikan rumah baru, penduduk
menyediakan makanan tradisional.
Pada masyarakat Desa Parilangke misalnya dalam penyelenggaraan perkawinan lebih
ditonjolkan sifat adatnya daripada agamanya, unsur agamanya hanya nampak pada pengucapan
Ijab Qabul/janji dan sumpah kedua mempelai. Sedangkan adat terdapat pada keseluruhan
proses perkawinan. Perkawinan semacam ini tidak saja diberlakukan pada perkawinan di
kalangan masyarakat lokal Desa Parilangke sendiri saja tetapi pula diberlakukan bagi orang lain
yang menikahi perempuan warga Desa Parilangke. Bahkan pada beberapa kasus orang luar
yang melangsungkan prosesi pernikahan di Desa Parilangke menggunakan adat masyarakat
lokal yang menjadi pasangannya.
Apabila terjadi sengketa baik antara individu maupun kelompok, khususnya perkara yang
bersifat perdata seperti sengketa tanah, kebun, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain, dapat
diselesaikan oleh seorang tokoh adat bersama-sama dengan aparat pemerintah desa setempat
maupun kecamatan. Dalam konteks ini media penyelesaiannya adalah melalui proses
musyawarah yang dipimpin oleh tokoh adat dan disaksikan oleh aparat pemerintah. Sedangkan
untuk perkara-perkara yang bersifat pidana seperti perkelahian atau pencurian, masyarakat
masih memilih penyelesaian di desa setempat, dan dapat diselesaikan bersama tokoh-tokoh
masyarakat, tokoh agama maupun tokoh pemuda. Kemudian pihak-pihak yang bertikai atau yang
mencuri dapat dikenakan denda sesuai ketentuan yang berlaku di desa. Dan apabila persoalan
tersebut tidak dapat diselesaikan di desa, kemudian kepala desa akan melaporkan kepada
aparat kepolisian setempat.
Dalam hal hubungan manusia dengan lingkungannya masyarakat di daerah ini memiliki
sejumlah pengetahuan yang bersifat ramah lingkungan baik yang bersifat rasio intelektualistik
maupun yang bersifat religio magis. Dalam menebang pohon besar misalnya beringin terlebih
dahulu diritualkan dengan menancapkan kampak di batang pohon tersebut dan disertai ayam
putih satu ekor diikat di sekitar pohon yang akan ditebang, dan apabila kampak tersebut tidak

Dampak Lingkungan Yang Akan Terjadi III - 10


PUSKESMAS
UKL-UPL
BAHONSUAI

jatuh berarti anggapan mereka penghuni pohon tersebut (makhluk gaib) telah mengizinkan
penebangan Ini berarti warga yang tinggal di sekitar pohon tersebut senantiasa akan terhindar
dari bala atau akan selalu sehat-sehat. Begitu pula penanaman padi atau kacang ijo, selalu orang
tua-tua menentukan hari-hari yang baik untuk melakukan penanaman hari pertama sehingga
hasil panen dapat banyak hasilnya. Hal ini merupakan salah satu bentuk sifat ramah lingkungan
yang bersifat religio magis. Sementara itu yang bersifat rasio intelektualistik adalah pandangan
mereka bahwa jika hutan yang gundul akan berdampak besar bagi kehidupan mereka, pada saat
musim penghujan akan terjadi banjir dan pada saat kemarau air sungai akan berkurang volume
airnya.
f. Karakteristik Masyarakat
Karakteristik masyarakat di Desa Parilangke, secara garis besar dapat dibagi ke dalam
dua kelompok yakni karakteristik masyarakat bekerja sebagai pegawai/karyawan (masyarakat
modern), karateristik petani, karakteristik masyarakat nelayan, dan gabungan antara petani dan
nelayan. Karakteristik masyarakat petani dan nelayan terdapat pada kelompok masyarakat yang
menggantungkan hidupnya dari hasil-hasil pertanian, perkebunan jangka panjang dan hasil laut.
Bagi kelompok ini sumberdaya (basis material) yang paling utama adalah tanah (land) dengan
suatu sistem kepemilikan (kepenguasaan) baik yang berdasarkan hukum positif (ipso jure)
maupun yang berdasarkan hukum adat (ipso facto).
g. Kelembagaan Masyarakat
Kelembagaan masyarakat yang terdapat di Desa Parilangke meliputi kelembagaan
masyarakat yang bersifat modern, sementara itu yang bersifat tradisional seperti misalnya
lembaga adat. Kelembagaan masyarakat yang bersifat modern tersebut meliputi pemerintah
desa, BPD, PKK dan Persatuan Pemuda dan Lembaga bentukan masyarakat lainnya baik yang
bersifat formal maupun informal. Lembaga-lembaga ini sangat berperan namun demikian peran
pemerintah desa tetap menjadi ujung tombak dalam hal urusan pemerintahan. Sementara
lembaga yang bersifat tradisional yakni Ketua Adat yang berperan menyelasaikan hal-hal yang
sifatnya mengandung adat istiadat di kampung, seperti halnya perkawinan, acara pesta rakyat
dan lain-lain.
Pemerintah desa tidak saja mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan
pemerintahan tetapi pula mengurusi masalah-masalah kemasyarakatan lainnya seperti
ketenagakerjaan, pertanahan, sengketa masyarakat, dan lain-lain. Dikalangan masyarakat,
masalah yang dihadapi terlebih dahulu dilapor di Pemerintah Desa, setelah Pemerintah Desa
belum menyelesaikan masalah, baru langsung melaporkannya ke Pemerintah Kecamatan.

Dampak Lingkungan Yang Akan Terjadi III - 11


PUSKESMAS
UKL-UPL
BAHONSUAI

Dalam konteks urusan pemerintahan Desa sendiri, pemerintah Desa belum maksimal
menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat, berhubung kurang
harmonisnya hubungan antara sesama pemerintah Desa maupun tokoh-tokoh masyarakat
lainnya, masih ada miss komunikasi antara sesama pemerintah desa dan tokoh-tokoh pemuda
maupun tokoh-tokoh masyarakat. Badan Pemberdayaan Desa (BPD) yang sangat diharapkan
menengahi persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat, namun demikian BPD masih
kesulitan mencari titik temunya karena faktor belum harmonisnya hubungan beberapa elemen-
elemen masayarakat yang terkait di dalamnya.
h. Kepemimpinan
Otoritas yang bersifat legal formal merupakan sumber kepemimpinan yang paling efektif
dibandingkan dengan otoritas yang bersifat informal. Para tokoh yang memegang peranan
penting di masyarakat adalah mereka yang memiliki kekuasaan secara formal dalam struktur
pemerintahan. Sedangkan mereka yang tidak memiliki kedudukan secara formal dalam struktur
pemerintahan tidak memiliki peran yang begitu efektif di masyarakat. Di antara mereka yang
dianggap sebagai tokoh pemimpin karena kedudukannya di pemerintahan adalah Kepala Desa.
Seorang Kepala Desa cukup memiliki pengaruh dalam struktur masyarakat di Desa Parilangke
dan desa-desa lain disekitarnya. Hal ini menunjukkan bahwa seorang Kepala Desa dianggap
sebagai penguasa wilayah sebagaimana halnya seorang Camat, Bupati atau Gubernur. Artinya
dalam konteks ini kedudukan seorang Kepala Desa masih dipahami seperti dulu ketika masih
diberlakukan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Di Desa
Parilangke seorang Kepala Desa memegang peran yang sangat sentral sehingga segala
kegiatan tidak saja yang bersifat administratif tetapi juga politis harus disetujui oleh Kepala Desa.
Bintara Pembina Desa (BABINSA) dan Polisi tidak memegang kendali langsung di
bidang kemasyarakatan. Tetapi mengingat posisinya sebagai salah satu Tripika, maka BABINSA
diperlakukan pula sebagai pimpinan formil. Kenyataan menunjukkan bahwa seorang BABINSA
disegani karena dia seorang TNI. Masyarakat di Laantula Jaya sangat segan pada TNI. Oleh
karena itu ketaatan atau penghargaan masyarakat terhadap TNI dan Polisi bukan disebabkan
oleh karena kewenangan yang dimilikinya tetapi lebih didasari oleh perasaan takut masyarakat
saja.
Kepala Desa dianggap sebagai salah satu jabatan formil di desa, sehingga seorang
Kepala Desa dipandang sebagai tokoh yang memiliki otoritas untuk mengendalikan masyarakat,
walaupun seseorang yang menjabat sebagai Kepala Desa adalah dari golongan muda atau

Dampak Lingkungan Yang Akan Terjadi III - 12


PUSKESMAS
UKL-UPL
BAHONSUAI

bukan dari keturunan yang terhormat atau pula orang luar yang bukan penduduk lokal tetapi
karena jabatannya, maka ia akan lebih cenderung dipatuhi oleh masyarakat dibandingkan
dengan mereka yang tua-tua dan penduduk asli di kampung tersebut. Apabila seseorang telah
berhenti sebagai Kepala Desa maka dengan sendirinya pula penghargaan masyarakat
terhadapnya menjadi hilang.
Selain dari kepemimpinan yang berdasarkan pada otoritas legal formal di atas, terdapat
pula kepemimpinan yang bersumber pada otoritas informal walau ini kenyataannya kurang
efektif. Mereka yang termasuk dalam kategori ini adalah seorang pendeta/pastur yang memiliki
kekayaan tertentu, seorang mantan pejabat baik pemerintahan, kepolisian atau militer, tokoh
adat, seorang muda yang memiliki pendidikan relatif tinggi, dan guru sekolah. Mereka ini
cenderung dipandang terhormat oleh masyarakat walaupun masyarakat belum tentu patuh
terhadap saran atau perintah dari mereka. Dalam perjamuan atau suatu pesta misalnya mereka
akan diperlakukan lebih dibanding dengan anggota masyarakat lainnya dan mereka diberi porsi
perhargaan setingkat di bawah Tripika.
3.1.5. Komponen Kesehatan Masyarakat
a. Sumberdaya Kesehatan

Perbaikan pemeliharaan kesehatan rakyat dilaksanakan dalam usaha peningkatan dan


pemupukan kemampuan tenaga kerja bagi keperluan pembangunan serta meningkatkan
terwujudnya kesejahteraan rakyat. Kesehatan merupakan kebutuhan manusia Indonesia yang
utama sebagai ukuran kualitas hidup yang mendasar, sehingga perlu dijaga keseimbangan
antara kemajuan di bidang teknologi dengan kondisi lingkungan hidup pada tingkat yang tidak
akan memberikan pengaruh yang merugikan bagi kesehatan masyarakat.
Pembangunan berwawasan lingkungan kesehatan perlu dijaga kelestariannya dengan
melalui penyelenggaraan upaya kesehatan menyeluruh dan terpadu untuk menuju sehat tahun
2020. Sehat adalah hak asasi manusia, karenanya perlu dijaga dan diperlihara agar kita dapat
selalu berkarya dan masyarakat. Kesehatan bukanlah segalanya tetapi tanpa kesehatan
segalanya tidak ada artinya.
Pada tahun 2016 di Kecamatan Bumi Raya, Kabupaten Morowali penyediaan sarana
kesehatan semakin meningkat baik kualitas maupun kuantitas.
1) Sarana Kesehatan
a) Puskesmas Parilangke : 1 buah
b) Pustu Bahonsuai : 1 buah
c) Pustu Lambelu : 1 Buah
d) Pustu Limbo Makmur : 1 Buah
e) Pustu Pebatae : 1 Buah

Dampak Lingkungan Yang Akan Terjadi III - 13


PUSKESMAS
UKL-UPL
BAHONSUAI

f) Tempat Praktek Dokter : 1 Buah


g) Posyandu : 13 buah
h) Polindes : 3 Buah
i) Apotek : 1 Buah
j) Pos KB : 13 Buah
k) Poskesdes : 7 Buah
l) Ambulance : 1 Buah
m) Puskesmas Keliling : 1 Buah
n) Genset : 1 Buah
2) Tenaga Kesehatan
a) Dokter Umum : 2 Orang
b) Dokter Gigi : 1 Orang
c) Bidan Desa : 12 Orang
d) Bidan : 20 Orang
e) Perawat : 20 Orang
f) Paramedis : 13 Orang
g) Tenaga Farmasi : 3 Orang
h) Dukun Bayi Terlatih : 2 Orang
i) Dukun Bayi Tidak terlatih : 2 Orang
j) Tenaga Kesehatan Lainnya : 10 Orang
Sumber: Kecamatan Bumi Raya dalam Angka 2016 dan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten Morowali 2016

b. Kondisi Kesehatan Masyarakat


Kondisi kesehatan lingkungan pada Desa Parilangke Kecamatan Bumi Raya sesuai hasil
wawancara sebagai berikut :
Sumber air yang digunakan masyarakat berasal dari sumur gali, dan sumur pompa;
Perumahan warga pada umumnya permanen dan semi permanen;
Pembuangan sampah RT dilakukan di tempat pembuangan sampah, di lahan kosong,
dan/atau di lahan pertanian;
Jamban keluarga menggunakan jamban sendiri, jamban umum, ada yang melakukan buang
air besar di pekarangan rumah dan di pinggir laut;
Sumber air untuk mencuci berasal dari sumur gali, sumur pompa, jaringan pipa, saluran
irigasi dan sungai;
Semua responden tidak pernah mengalami ganggan tidur.
Untuk aspek kesmas tidak lepas dari kondisi kesehatan masyarakat Kecamatan Bumi
Raya dan Kabupaten Morowali secara umum. Banyaknya penyakit yang diidap warga
Kecamatan Bumi Raya dapat dilihat pada Tabel 3.10. berikut ini:

Dampak Lingkungan Yang Akan Terjadi III - 14


PUSKESMAS
UKL-UPL
BAHONSUAI

Tabel-3.10. Banyaknya Penderita Penyakit Menurut Jenis Penyakit


di Kecamatan Bumi Raya Tahun 2016
JUMAH
NO. URAIAN
KASUS
1 Gasteritis 781
2 Hypertensi 644
3 ISPA 544
4 Poli Mialgia Rematoid 416
5 Inflensa 313
6 Hypotensi 241
7 Dermatitis Seroborik 196
8 Dermatitis Kontak Atopik 136
9 Gastro Enteris 129
10 Kejang Demam 93
Jumlah 3.493
Sumber : Puskesmas Bahonsuai, 2015; Dinas Kesehatan Daerah Kab. Morowali 2016

3.2. Dampak Terhadap Lingkungan


Rencana kegiatan pembangunan dan pengoperasian Puskesmas di Desa Parilangke
Kecamatan Bumi Raya diperkirakan akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan.
Diprakirakan dampak tersebut akan timbul pada tiap tahap kegiatan pembangunan dan
pengoperasian ini.
Sumber, jenis, dan besaran dampak kegiatan penambangan batuan serta pembangunan
dan pengoperasian Puskesmas oleh selengkapnya dijelaskan sebagai berikut.
3.2.1. Tahap Pra Konstruksi
Pada tahap Pra Konstruksi, kegiatan yang akan dilaksanakan perencanaan desain, studi
kelayakan, pengurusan perizinan dan sosialisasi.
a. Perencanaan desain dan survai lapangan.
Kegiatan ini meliputi survai topografi dan survei lingkungan. Pada kegiatan ini akan
melibatkan tenaga kerja sebanyak 1-2 orang tenaga lokal. Sehubungan dengan hal tersebut
diprakirakan kegiatan ini akan memberikan dampak peningkatan pendapatan sementara disisi
lain dapat berdampak negatif pada ketidakpuasan (persepsi negatif dan keresahan) sebagian
masyarakat yang tidak terakomodir pada kesempatan kerja yang terbuka tersebut.
b. Studi kelayakan
Studi kelayakan dilaksanakan untuk mendapatkan gambaran mengenai kelayakan lokasi
penempatan puskesmas. Pada kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui bahwa rencana
dimaksud layak secara teknis, ekonomi dan lingkungan. Pada kegiatan ini secara umum belum
memiliki dampak bagi masyarakat dan lingkungan, karena proses ini dominan dilakukan
dibelakang meja dan bersifat analisis semata.

Dampak Lingkungan Yang Akan Terjadi III - 15


PUSKESMAS
UKL-UPL
BAHONSUAI

c. Perizinan
Kegiatan pengurusan izin dan telaah teknis lokasi rencana pembangunan dan
pengoperasian puskesmas dilakukan bersama instansi terkait, dalam hal ini Dinas Kesehatan
Daerah Kabupaten Morowali. Setelah suatu rencana usaha dan kegiatan dinyatakan layak
secara teknis, ekonomi dan lingkungan, maka selanjutnya dilakukan pengurusan perizinan yang
diperlukan. Dalam hal perizinan ini akan berdampak positif pada pemasukan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) jika dilakukan sesuai dengan prosedur dan persyaratan yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah.
d. Sosialisasi
Kegiatan ini yang dilakukan kepada masyarakat umum baik secara langsung maupun
lewat promosi. Kegiatan ini diprakirakan akan berdampak terhadap sikap dan persepsi
masyarakat terhadap rencana pembangunan dan pengoperasian Puskesmas oleh Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten Morowali. Kegiatan ini akan berdampak positif bila terjadi
penerimaan oleh masyarakat di sekitar lokasi rencana kegiatan, namun dapat pula berdampak
negatif bila terjadi penolakan atau timbulnya keresahan dalam masyarakat.
e. Pembebasan lahan.
Pada tahap ini secara umum akan berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan
masyarakat, khususnya bagi pemilik lahan yang berada di lokasi tapak pembangunan fasilitas
penunjang kegiatan pembangunan Puskesmas dan sarana penunjangnya, namun disisi lain
terdapat kemungkinan dampak negatif bila dalam proses pembebasan lahan tersebut terdapat
perbedaan pendapat dalam hal penetapan harga tanah dan tanaman antara pemilik lahan
dengan pihak pemrakarsa ataupun ada oknum-oknum yang sifatnya memprovokasi masyarakat
terkait harga tanah maupun kepemilikan lahan.
3.2.2. Tahap Konstruksi
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama tahap konstruksi diprakirakan akan
memberikan dampak terhadap lingkungan baik dampak positif maupun negatif. Sumber dampak
dan dampak lingkungan yang akan terjadi adalah sebagai berikut:
a. Rekruitmen tenaga kerja konstruksi.
Dalam pelaksanan kegiatan tahap konstruksi akan ada penerimaan tenaga kerja. Tenaga
kerja yang dibutuhkan dalam tahap ini adalah tenaga kerja kasar. Dengan demikian kegiatan
penerimaan tenaga kerja ini akan menimbulkan dampak besar dan bagi anggota masyarakat
sekitar lokasi proyek karena akan terbuka peluang kesempatan kerja dan usaha meningkatkan
penghasilan. Mereka akan memiliki kesempatan yang besar untuk bekerja dan memperoleh

Dampak Lingkungan Yang Akan Terjadi III - 16


PUSKESMAS
UKL-UPL
BAHONSUAI

penghasilan, sehingga kondisi kesejahteraannya akan meningkat kearah yang lebih baik.
Kegiatan penerimaan tenaga kerja secara umum akan menggunakan tenaga kerja lokal karena
kebutuhan tenaga kerja sudah dapat dipenuhi oleh tenaga kerja setempat sehingga tidak perlu
mendatangkan tenaga kerja dari luar.
b. Mobilisasi peralatan dan material
Dikarenakan kebutuhan akan peralatan dan material pada kegiatan konstruksi
Puskesmas dan sarana penunjangnya tidak terlalu besar, maka pada kegiatan mobilisasi
peralatan dan material berpotensi meningkatkan kebisingan dan kadar debu di udara namun
tidak begitu berpotensi menimbulkan dampak negatif berupa gangguan lalulintas dan kerusakan
jalan di sepanjang jalur mobilisasi .
c. Pembuatan barak kerja, gudang dan basecamp karyawan
Pembagunan base camp berfungsi
sebagai kantor pelaksana, P3K,
penginapan pekerja, bengkel
perawatan dan perbaikan alat berat
Gambar 3.2. Ilustrasi Pembangunan Barak/Mess
Sumber: http://image.google.com serta gudang penyimpanan material,
disamping itu dilengkapi dengan sarana MCK.
Kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak adalah penumpukan material
konstruksi, kebisingan, lalu lintas pengangkutan material dan aktivitas para pekerja yang bisa
menimbulkan konflik dengan masyarakat setempat. Selain itu kegiatan ini juga memberikan
dampak positif berupa kesempatan usaha.
d. Pembangunan Puskesmas dan sarana penunjangnya
Pada kegiatan pembangunan Puskesmas san sarana penunjangnya dampak primer
negatif yang mungkin timbul adalah peningkatan kebisingan dan kadar debu di udara akibat
proses konstruksi. Selain dampak negatif, proses pembangunan Puskesmas dan sarana
penunjangnya juga memberikan dampak positif khususnya pada sisi kesempatan kerja dan
berusaha serta peningkatan pendapatan bagi angkatan kerja yang berdomisili di sekitar lokasi
rencana kegiatan.
e. Penataan lingkungan
Setelah proses konstruksi sepenuhnya selesai, maka tahapan yang selanjutnya akan
dilakukan di lokasi rencana kegiatan adalah penataan lingkungan, dimana ruang lingkup kegiatan
ini diantaranya adalah pembersihan lokasi kegiatan dari sisa-sisa komponen konstruksi yang
sudah tidak terpakai serta penataan kegiatan berupa kegiatan landscaping. Pada tahap ini
terdapat dampak negatif berupa gangguan kualitas udara namun dalam skala yang cukup kecil

Dampak Lingkungan Yang Akan Terjadi III - 17


PUSKESMAS
UKL-UPL
BAHONSUAI

sementara disisi lain dampak positif yang ditimbulkan cukup baik mengingat selain proses
pembersihan membutuhkan tenaga kerja yang berdampak pada peningkatan pendapatan,
kegiatan ini berdampak pada lingkungan disekitar lokasi rencana kegiatan menjadi semakin baik.
f. Penanganan Tenaga Kerja Konstruksi
Setelah proses konstruksi sepenuhnya selesai, maka tahapan selanjutnya yang akan
dilaksanakan adalah pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja konstruksi, hal ini memberikan
dampak negatif terhadap psikologi tenaga kerja yang akan kehilangan pekerjaan.
3.2.3. Tahap Operasi
Tahap operasi adalah merupakan fase pengoperasian Puskesmas dan sarana
penunjangnya yang meliputi penerimaan, penanganan dan perawatan pasien, pengoperasian
Ambulance, pengoperasian rumah tinggal tenaga medis, pengoperasian dapur, IPAL dan
incinerator.
Sebagaimana tahap kegiatan sebelumnya, tahap operasional dari rencana kegiatan juga
akan memberikan dampak terhadap lingkungan, baik dampak positif maupun dampak negatif.
Dampak-dampak tersebut akan dijelaskan berdasarkan kegiatan yang akan berlangsung selama
tahap operasional sebagai berikut.
a. Komponen Fisik-Kimia
1) Perubahan Kualitas Air
Dampak terhadap komponen fisik-kimia berupa perubahan kualitas perairan yang merupakan
dampak primer yang disebabkan oleh kegiatan penggunaan air untuk keperluan pasien dan
pegawai puskesmas serta pengoperasian IPAL. Perubahan fisik kimia perairan yang akan
berpengaruh terhadap kualitas air permukaan dan air tanah dalam adalah sebagai berikut:
a) Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH merupakan parameter yang sangat penting dalam pemantauan kualitas
perairan. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa parameter antara lain aktivitas biologi, suhu,
kandungan oksigen terlarut dan adanya ion-ion. Menurut Odum (1992) dan Nybakken (1992)
perubahan pH pada perairan laut biasanya sangat kecil karena adanya turbulensi massa air yang
selalu menstabilkan kondisi perairan.
Derajat keasaman (pH) adalah nilai yang menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam air
yang digunakan untuk mengukur apakah suatu larutan bersifat asam dan basa. Nilai pH berkisar
antara 1-14, nilai pH 7 adalah netral yang merupakan batas tengah antara asam dan basa makin
tinggi pH suatu larutan makin besar sifat basanya dan sebaliknya semakin kecil pH semakin kuat
asam suatu larutan. Derajat keasaman dalam sistem perairan, merupakan suatu peubah yang

Dampak Lingkungan Yang Akan Terjadi III - 18


PUSKESMAS
UKL-UPL
BAHONSUAI

sangat penting, mempengaruhi konsentrasi logam berat diperairan. Perairan estuaria kandungan
logam berat lebih tinggi dibandingkan pada perairan lainnya, hal ini disebabkan oleh kelarutan
logam berat lebih tinggi pada pH rendah (Chester 1990). Perubahan derajad keasaman (pH)
pada air akibat
b) Daya Hantar Listrik (DHL)
Daya hantar listrik/Konduktivitas adalah bilangan yang menyatakan kemampuan larutan
cair untuk menghantarkan arus listrik. Kemampuan ini tergantung keberadaan ion, total
konsentrasi ion, valensi konsentrasi relatif ion dan suhu saat pengukuran. Makin tinggi
konduktivitas dalam air, air akan terasa payau sampai asin. (Mahida, 1986). Daya hantar listrik
adalah kemampuan air untuk menghantarkan listrik. Daya hantar listrik menunjukkan adanya
bahan kimia terlarut seperti NaCl. Konduktivitas air dapat meningkat dengan adanya ion-ion
logam berat yang dilepaskan oleh bahan-bahan polutan. Daya hantar listrik dinyatakan sebagai
umhos/cm adalah konduktan dari suatu konduktor dengan panjang 1 cm dan mempunyai
penampang 1 cm2. Peralatan yang dipergunakan adalah konduktometer. Konduktometer yang
digunakan dikalibrasi terlebih dahulu dengan cara alat dihidupkan kemudian tombol ditekan.
c) Total Padatan Terlarut (Total Dissolved Solid, TDS)
Total padatan terlarut merupakan bahan-bahan terlarut dalam air yang tidak tersaring
dengan kertas saring millipore dengan ukuran pori 0,45 m. Padatan ini terdiri dari senyawa-
senyawa anorganik dan organik yang terlarut dalam air, mineral dan garam-garamnya (Hartami,
2008). Penyebab utama terjadinya TDS adalah bahan anorganik berupa ion-ion yang umum
dijumpai di perairan. Sebagai contoh air buangan sering mengandung molekul sabun, deterjen
dan surfaktan yang larut air, misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri pencucian
(Marganof, 2007). TDS yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti ikan karena
tersaring oleh insang. Menurut Hartami (2008), padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi
cahaya ke dalam air, sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosisntesis dan
kekeruhan air juga semakin meningkat.
d) TSS (Total Suspended Solid)
TSS atau total padatan tersuspensi adalah padatan yang tersuspensi di dalam air berupa
bahan-bahan organik dan anorganik yang dapat disaring dengan kertas millipore berporipori 0,45
m. Materi yang tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi
penetrasi matahari ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan
pertumbuhan bagi organisme produser (Huda, 2009). Baku mutu air limbah penambangan nikel
untuk parameter TSS adalah maksimum 200 mg/l. Menurut Effendi (2003) total padatan
tersuspensi (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi yang tidak larut dalam air. Bahan-bahan ini
baik organik maupun anorganik keterdapatannya berbentuk partikel dan tidak larut dalam air.

Dampak Lingkungan Yang Akan Terjadi III - 19


PUSKESMAS
UKL-UPL
BAHONSUAI

e) Oksigen terlarut (DO)


Adanya oksigen terlarut dalam air adalah sangat penting untuk kelangsungan kehidupan
ikan dan organisme air lainnya yaitu untuk proses respirasi. Kemampuan air untuk membersihkan
pencemaran secara alamiah banyak tergantung pada cukup tidaknya kadar oksigen terlarut.
Adanya oksigen terlarut dalam air berasal dari udara dan dari proses fotosintesa tumbuh-
tumbuhan air. Kelarutan oksigen dalam air, tergantung pada temperatur, tekanan atmosfer dan
kandungan mineral dalam air. Kelarutan maksimum oksigen dalam air, pada suhu 0 oC yaitu
sebesar 14,16 mg/L. Sejalan dengan meningkatnya suhu, maka konsentrasi oksigen dalam air
akan berkurang.
f) Suhu
Dalam setiap penentuan kualitas air, pengukuran suhu merupakan hal yang mutlak
dilakukan. Pengukuran suhu air dilakukan langsung di lapangan (in situ). Suhu air yang normal
berkisar 3 0C dari suhu udara. Peningkatan suhu air bisa disebabkan oleh berbagai hal, antara
lain, air (sungai) yang dekat dengan gunung berapi, ataupun akibat adanya pembuangan limbah
cair yang panas ke badan air. Disamping itu adanya limbah bahan organik, yang lebih lanjut
mengalami proses degradasi baik secara biologis maupun kima, seringkali meningkatkan suhu
air. Kenaikan suhu air dapat mengakibatkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang,
sehingga konsumsi oksigen oleh biota air juga menjadi terganggu .
Rachmanda (2011), menyatakan bahwa suhu dapat menjadi faktor penentu atau
pengendali kehidupan organisme aquatik. Jenis, jumlah dan keberadaan organisme aquatik
sering berubah dengan adanya perubahan suhu air, terutama terjadinya kenaikan suhu. Menurut
0
(Wibisono, 2005), suhu yang masih dapat ditolerir oleh organisme berkisar antara 20 30 C,
0
suhu yang sesuai dengan perkembangan fitoplankton berkisar antara 25 30 C, namun suhu
0
yang optimal untuk pertumbuhan dari zooplankton antara 15 35 C.
2) Perubahan Kualitas Udara dan Kebisingan
Dampak terhadap dari kegiatan pengoperasian incenerator dapat mengakibatkan
penurunan kualitas udara adalah sebagai berikut: Partikulat (Debu), kebisingan, Sulfur dioksida
(SO2), dan Nitrogen Oksida (NO2)
a) Partikulat /Total Suspended Particulate (TSP)
Partikulat adalah padatan ataupun likuid di udara dalam bentuk asap, debu dan uap yang
berdiameter sangat kecil (mulai dari <1 mikron sampai dengan 500 mikron), yang dapat tinggal di
atmosfer dalam waktu yang lama. Disamping mengganggu estetika, partikel berukuran kecil di
udara dapat terhisap ke ke dalam sistem pernafasan dan menyebabkan penyakit gangguan
pernafasan dan kerusakan paru-paru. Partikel yang terhisap ke dalam sistem pernafasan akan

Dampak Lingkungan Yang Akan Terjadi III - 20


PUSKESMAS
UKL-UPL
BAHONSUAI

disisihkan tergantung dari diameternya. Partikel berukuran besar akan tertahan pada saluran
pernafasan atas, sedangkan partikel kecil yang dapat terhirup (inhalable) akan masuk ke paru-
paru dan bertahan di dalam tubuh dalam waktu yang lama. Partikel inhalable adalah partikel
dengan diameter di bawah 10 m (PM10). PM10 diketahui dapat meningkatkan angka kematian
yang disebabkan oleh penyakit jantung dan pernafasan, pada konsentrasi 140 g/m 3 dapat
menurunkan fungsi paru-paru pada anak-anak, sementara pada konsentrasi 350 g/m3 dapat
memperparah kondisi penderita bronkhitis. Toksisitas dari partikel inhalable tergantung dari
komposisinya Partikel inhalable juga dapat merupakan partikulat sekunder, yaitu partikel yang
terbentuk di atmosfer dari gas-gas hasil pembakaran yang mengalami reaksi fisik-kimia di
atmosfer, misalnya partikel sulfat dan nitrat yang terbentuk dari gas SO2 dan NOx. Umumnya
partikel sekunder berukuran 2,5 mikron atau kurang. Proporsi mayor dari PM 2,5 adalah
amonium nitrat, ammonium sulfat, natrium nitrat dan karbon organik sekunder. Partikel-partikel ini
terbentuk di atmosfer dengan reaksi yang lambat sehingga sering ditemukan sebagai pencemar
udara lintas batas yang ditransportasikan oleh pergerakan angin ke tempat yang jauh dari
sumbernya. Partikel sekunder PM 2,5 dapat menyebabkan dampak yang lebih berbahaya
terhadap kesehatan bukan saja karena ukurannya yang memungkinkan untuk terhisap dan
masuk lebih dalam ke dalam sistem pernafasan tetapi juga karena sifat kimiawinya.
Partikel sulfat dan nitrat yang inhalable serta bersifat asam akan bereaksi langsung di
dalam sistem pernafasan, menimbulkan dampak yang lebih berbahaya daripada partikel kecil
yang tidak bersifat asam. Partikel logam berat dan yang mengandung senyawa karbon dapat .
mempunyai efek karsinogenik, atau menjadi carrier pencemar toksik lain yang berupa gas atau
semi-gas karena menempel pada permukaannya. Termasuk ke dalam partikel inhalable adalah
partikel Pb yang diemisikan dari gas buang kendaraan bermotor yang menggunakan bahan
bakar mengandung Pb. Timbal adalah pencemar yang diemisikan dari kendaraan bermotor
dalam bentuk partikel halus berukuran lebih kecil dari 10 dan 2,5 mikrometer.
Partikel debu yang terdapat di udara mempunyai ukuran yang variatif, dari ukuran yang
sangat kecil (0,1 m 25 m). Keberadaan di lingkungan sebagai hasil dari kegiatan seperti
proses pembakaran dari incinerator, peleburan besi, pembangkit tenaga listrik, proses industri,
kegiatan gunung berapi, atau proses penghancuran yang lain. Waktu pemaparan dari partikel-
partikel padat atau debu di udara tergantung pada ukuran besarnya partikel-partikel tersebut. Ada
partikel-partikel yang dapat bertahan di udara selama 3 bulan, namun ada juga yang bertahan
hanya sampai beberapa menit saja. Partikulat/Total Suspended Solid (TSS) pada Kegiatan
pengoperasian Puskesmas dihasilkan dari pengoperasian Ambulance, genset, dapur dan
Incenerator.

Dampak Lingkungan Yang Akan Terjadi III - 21


PUSKESMAS
UKL-UPL
BAHONSUAI

b) Sulfur Dioksida (SO2)


Pencemaran udara oleh sulfur oksida (SOx) terutama disebabkan oleh dua komponen
gas oksida sulfur yang tidak berwarna, yaitu sulfur dioksida (SO 2) dan sulfur trioksida (SO3). SO2
mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak mudah terbakar di udara, sedangkan SO 3
adalah gas yang tidak reaktif. Pencemaran SOx menyebabkan iritasi sistem pernafasan dan
iritasi mata, serta berbahaya terhadap kesehatan manula dan penderita penyakit sistem
pernafasan kardiovaskular kronis. Selain berpengaruh terhadap kesehatan manusia,
pencemaran SOx juga berbahaya bagi kesehatan hewan dan dapat merusak tanaman. SO 2
adalah kontributor utama hujan asam. Setelah berada di atmosfir, SO2 mengalami konversi
menjadi SO3 yang kemudian menjadi H2SO4. Pada malam hari atau kondisi lembab atau selama
hujan, SO2 di udara diabsorpsi oleh droplet air alkalin dan membentuk sulfat di dalam droplet.
Pembakaran bahan bakar fosil, seperti minyak bumi dan batubara serta bahan-bahan lain yang
mengandung sulfur akan menghasilkan kedua bentuk sulfur oksida; SO 2 selalu terbentuk dalam
jumlah besar sementara SO3 yang terbentuk bervariasi dari 1 sampai 10% dari total SOx.
Sebagaimana Partikulat/Total Suspended Solid (TSS), sumber Sulfur dioksida (SOx) pada
Kegiatan pengoperasian Puskesmas dihasilkan dari pengoperasian Ambulance, genset, dapur
dan Incenerator.
c) Nitrogen Dioksida (NO2)
Nitrogen dioksida (NO2) dan nitrogen monoksida (NO) adalah kelompok oksida nitrogen
(NOx) yang paling banyak diketahui sebagai bahan pencemar udara. Oksida nitrogen seperti NO
dan NO2 berbahaya bagi manusia. NO2 bersifat racun, terutama menyerang paru-paru, yaitu
mengakibatkan kesulitan bernafas pada penderita asma, batuk-batuk pada anak-anak dan orang
tua, dan berbagai gangguan sistem pernafasan, serta menurunkan visibilitas.
Oksida nitrogen juga merupakan kontributor utama smog dan deposisi asam. Nitrogen
oksida bereaksi dengan senyawa organik volatil membentuk ozon dan oksidan lainnya seperti
peroksiasetilnitrat (PAN) di dalam smog fotokimia, dan dengan air hujan menghasilkan asam
nitrat dan menyebabkan hujan asam. Deposisi asam basah (hujan asam) dan kering (bila gas
NOx membentuk partikel aerosol nitrat dan terdeposisi ke permukaan bumi) dapat
membahayakan tanaman, pertanian, ekosistem perairan dan hutan. Hujan asam dapat mengalir
memasuki danau dan sungai lalu melepaskan logam berat dari tanah serta mengubah komposisi
kimia air. Hal ini pada akhirnya dapat menurunkan dan bahkan memusnahkan kehidupan air.
Sebagaimana Partikulat/Total Suspended Solid (TSS) dan Sulfur dioksida (SOx) sumber
pencemar Nitrogen dioksida (NO2) pada Kegiatan pengoperasian Puskesmas dihasilkan dari
pengoperasian Ambulance, genset, dapur dan Incenerator.

Dampak Lingkungan Yang Akan Terjadi III - 22


PUSKESMAS
UKL-UPL
BAHONSUAI

d) Kebisingan
Kebisingan atau bising pada umumnya didefinisikan sebagai bunyi yang tidak
dikehendaki (WHO, 1995 dalam Sasongko dkk, 2000), tingkat kebisingan itu sendiri merupakan
suatu hal yang dapat diukur namun dampak rasa bising merupakan hal yang fenomenal yang
akan bergantung pada subjek penderita (Mokhtar dkk, 2007). Pernyataan tingkat kebisingan tidak
hanya tergantung pada besaran fisik saja tetapi juga melibatkan faktor lingkungan seperti respon,
persepsi individu serta reaksi akan tingkatan kebisingan tersebut (Barros, at el, 2008)
Besaran tingkat kebisingan dapat diketahui dengan menggunakan rumusan tingkat
kebisingan ekuivalen dan tingkat kebisingan siang-malam (Sasongko dkk, 2000). Pemerintah
Indonesia melalui Menteri Lingkungan Hidup telah menetapakan aturan kebisingan lingkungan
melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 48/MENLH/11/1996 tahun 1996 yang
mengatur tentang batas baku kebisingan pada area pemukiman ataupun fasilitas umum
masyarakat lainnya. Tingkat Kebisingan di area pemukiman ditetapkan tidak melebihi 55 dBA.
Disamping itu pemerintah juga telah menetapkan batas ambang baku kebisingan pada area kerja
sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP.55/MEN/1999, bahwa nilai ambang batas
kebisingan di area kerja maksimal 85 dBA dengan waktu pemajanan 8 jam.
Nilai tingkat Kebisingan antara 55-65 dBA berpengaruh terhadap gangguan psikologis
antara lain gangguan kenyamanan pribadi, gangguan komunikasi, gangguan psikologis seperti
gangguan keluhan dan tindakan demonstrasi, gangguan pada konsentrasi belajar, gangguan
istirahat, gangguan pada aktivitas sholat/ibadah, gangguan tidur dan gangguan lainnya,
sedangkan keluhan somatik, tuli sementara dan tuli permanen merupakan dampak yang banyak
dipertimbangkan dari kebisingan dilingkungan kerja/ industri (Ikron dkk, 2005).
Kebisingan akan meningkat dengan beroperasinya genset dan ambulance akan
mengganggu kesehatan manusia apabila telah melampaui baku mutu sesuai Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 48/MENLH/11/1996 tahun 1996 yang mengatur tentang batas baku
kebisingan pada area pemukiman ataupun fasilitas umum masyarakat lainnya.
b. Komponen Sosial, Ekonomi dan Budaya (Sosekbud)
Kegiatan pengoperasian Puskesmas dan sarana penunjangnya ditinjau dari aspek
ekonomi akan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat serta meningkatkan PAD
Kabupaten Morowali. Pengoperasian Puskesmas khususnya unit rawat inap berpotensi
membuka peluang kesempatan berusaha bagi masyarakat disekitar Puskesmas untuk
menyediakan kebutuhan keluarga pasien yang menginap.

Dampak Lingkungan Yang Akan Terjadi III - 23


PUSKESMAS
UKL-UPL
BAHONSUAI

c. Komponen Kesehatan Masyarakat (Kesmas)


Kegiatan pengoperasian Puskesmas dan sarana penunjangnya akan berdampak positif
terhadap gangguan kesehatan masyarakat setempat karena untuk penanganan kesehatan
masyarakat menjadi jauh lebih cepat dan efisien.
3.3. Dampak Lingkungan yang akan terjadi
Dampak lingkungan yang ditimbulkan rencana usaha dan/atau kegiatan pembangunan dan
pengoperasian Puskesmas dan sarana penunjangnya serta program Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) secara rinci disajikan
dalam bentuk matriks UKL-UPL sebagaimana Tabel-3.11.

Dampak Lingkungan Yang Akan Terjadi III - 24

Anda mungkin juga menyukai